Makalah Ilmu Kalam Kel. 5
Makalah Ilmu Kalam Kel. 5
PENDAHULUAN
1.3 TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui Pemikiran Kalam Ibnu Taimiyah.
2. Untuk mengetahui Pemikiran Kalam Ibnu Hazam.
3. Untuk mengetahui Pemikiran Kalam Muhammad Abdul Wahab.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Ibnu Taimiyyah adalah salah satu tokoh muslim yang namanya selalu
hadir dihampir setiap literatur yang berbicara tentang sejarah pergerakan
islam. Ia Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arab yang terletak
antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu`ul
Awal tahun 661 H. Ayahnya bernama Syikh Syihabuddin Abdul Halim yang
juga dikenal sebagai besar yang bermazhab Hambali.1
Serangan yang dilancarkan oleh Pasukan Mongol ke tempat
kelahirannya pada tahun 668 H/1269 M memaksa Ia dan keluarganya
mengungsi ke Damaskus untuk mengamankan diri. Di daerah tersebut mereka
disambut hangat oleh warga dan tokoh masyarakat, maka sejak itu pula Ibnu
Taimiyah dan keluarganya resmi jadi warga Damaskus, sekaligus relatif
menghabiskan masa-masa hidupnya dalam pengabdian di daerah tersebut.2
Seorang pemiki Ibnu Taimiyah telah menoreh beberapa corak pemikiran
semasa hidupnya, entah itu dibidang teologi, fikih, hadits, dan lain-lain. Meski
demikian, pada pembahasan makalah ini, penulis hanya akan fokus mengkaji
pemikiran beliau terkait dengan persoalan-persoalan kalam yang sempat
beliau bangun secara teoritik dalam kajian keilmuannya.
Ibnu Taimiyah pada intinya membangun gagasan intelektualitasnya
dengan cara meminimalisir penggunaan rasio dalam penjelajahan
keilmuannya, sebab baginya bahwa dasar yang paling utama bagi
pengetahuan ialah “fitrah”. Menurutnya bahwa dengan fitrah tersebut,
manusia dapat mengetahui baik dan buruk, serta benar dan salahnya sesuatu.
Fitrah dalam asumsinya adalah merupakan dasar dari kejadian manusia yang
didalamnya menyatu hati kecil/hati nurani (fitrah yang diturunkan; al fitrah
almunazzalah).3
1
Hidayatullah Abdul Latif, Pejuang dan Pemikir Islam dari Masa ke Masa, (Cet. I; Jakarta Selatan : Iqra
Insan Press, 2005), h. 113.
2
Ibid., h. 113-114.
3
Nurholis Madjid, op.cit., h. 213.
2
Implikasi teoritik dari bangunan asumsi Ibnu Taimiyah ini ialah
lahirnya beberapa penolakan terhadap berbagai macam bentuk-bentuk
pemikiran yang terlepas dari Alquran dan Assunnah.4 Termasuk dalam hal ini
adalah Filsafat, Kalam, dan Tasawuf. Meski demikian, dalam pembahasan ini,
penulis hanya akan mengelabori pemikiran Ibnu Taimiyah yang memiliki
keterkaitan erat dengan kalam. Berikut adalah hal yang penulis maksudkan :
7
Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, (Cet.II; Bandung : Pustaka,1997), h. 162.
8
Ibid., h. 195.
9
Nurcholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Cet. IV; Jakarta: Paramadina, 2000), h. 210.
4
Kaidah ini kemudian digunakan karena dalam pemahaman mereka
bahwa akal merupakan salah satu sarana pengetahuan manusia yang tidak bisa
lepas dari kekeliruan-kekeliruan dalam penalarannya, sementara Nash
merupakan seusatu yang bersifat pasti dan terjamin adanya.
6
Mohammed Arkosar bersifat apologetis dan polemis. Dengan demikian ia
tampil pula dengan ciri zamannya.
7
Menurut keterangan Farrukh, ungkapan-ungkapan demikian itu bagi Ibn
Hazm tidak menuju kepada tangan dan mata yang tertentu melainkan
dipergunakan sebagai metafor bebas (majar) yang hanya menunjuk kepada
Tuhan semata. Sedangkan menurut penilaian Ahmad Nashir al- Hamid, Ibn
Hazm tidak mengambil makna zhahir dari nash dan mempergunakan ta'wil
ketika ia memahami ayat-ayat al-Ouran yang menerangkan, antara lain,
tentang al-saq yang secara harfiah berarti betis (Q.S.68:42) dan al-istiwa yang
dari segi leksikal berarti naik atau berada di atas (Q.S.7:54). “Artinya, dalam
beberapa hal ternyata Ibn Hazm tidak menerapkan sepenuhnya prinsip-prinsip
Zhahiriyyat.
4. Kebangkitan Jasmani
Ibn Hazm meyakini adanya kebangkitan jasmani, suatu hal yang ditolak
oleh sejumlah filosof. Menurut pendapatnya. yang dimaksud dengan mati
ialah berpisahnya jasad dan jiwa, sedang hidup adalah bersatunya jiwa dari
jasad. Ini ucapan yang jelas, tidak memungkinkan tawil selain dari itu
Baginya, kebangkitan di akhirat mesti terdiri dari (unsur rohani dan jasmani
sebab kedua hal itu menyatu sebelum terjadi kematian.
Pendapat Ibn Hazm Itu didasarkan pada sejumlah ayat Al-Quran.Di
antaranya: “dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di alam
kubur" (Q.S.22:7) " kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu,
kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan kembali, kemudian kepada-Nya-
lah kamu dikembalikan”. (Q.S.2:28).
Orang yang menolak kebangkitan jasmani dianggap oleh Ibn Hazm
merusak Ijma' umat sehingga orang tersebut dapat dipandang kafir.
Perbincangan mengenai hal tersebut manjadi bahan polemik antara al. Ghazali
dan Ibn Rusyd.
8
5. Azab Kubur
Ibn Hazm meyakini adanya azab kubur. keyakinan itu didasarkan pada
ayat al-quran yang artinya: Kepada mereka ditampakkan neraka pada waktu
pagi dan petang (yakni sebelum hari kebangkitan) dan pada hari terjadinya
kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): masukkanlah firaun dan kaurnnya ke
dalam azab yang sangat keras.(QS.Ghafir: 46) Menurut ayat ini arwah
keluarga Fir'aun disiksa sebelum hari kiamat, yakni ketika Jasad masih berada
di kubur. Sebaliknya, orang yang mati di jalan Allah akan merasakan
kesenangan. la berdasar pada ayat yang artinya: janganlah kamu mengira
bahwa orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka itu hidup disisi
Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS.Ali Imran :169).
Menurutnya, kita menyaksikan bahwa jasad orang yang mati itu berbeda
dari keadaan yang disebutkan itu, maka yang dimaksud oleh ayat itu adalah
khusus bagi arwah. Yang merasakan kesenangan ataupun siksaan adalah jiwa
setelah berpisah dengan jasad. Ibn Hazm menyatakan pula bahwa terdapat
banyak hadis yang menyatakan tentang adanya siksa kubur.
13
http://www.indoforum.org/t79608/
14
http://dc195.4shared.com/img/6qK86Fu6/preview.html
10
sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan kepada Allah,
melainkan kepada syekh, wali atau kekuatan gaib. Orang Islam yang
berperilaku demikian juga dinyatakan musyrik
3. Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa
dikatakan sebagai syirik
4. Meminta syafaat selain kepada Allah adalah perbuatan syrik
5. Bernazar kepada selain Allah merupakan sirik
6. Memperoleh pengetahuan selain dari Al Qur’an, hadis, dan qiyas
merupakan kekufuran
7. Tidak percaya kepada Qada dan Qadar Allah merupakan kekufuran
8. Menafsirkan Al Qur’an dengan takwil atau interpretasi bebas termasuk
kekufuran.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut, makam-makam yang
banyak dikunjungi denngan tujuan mencari syafaat, keberuntungan dan lain-
lain sehingga membawa kepada paham syirik, mereka usahakan untuk
dihapuskan. Pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahab yang
mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-
19 adalah sebagai berikut:
1. Hanya Al-Quran dan Hadis yang merupakan sumber asli ajaran Islam
2. Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
3. Pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup
Muhammad Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif mewujudkan
pemikirannya. Ia mendapat dukungan dari Muhammad Ibn Su’ud dan putranya
Abdul Aziz di Nejed. Paham-paham Muhammad Abdul Wahab tersebar luas
dan pengikutnya bertambah banyak sehingga di tahun 1773 M mereka dapat
menjadi mayoritas di Ryadh. Di tahun 1787, beliau meninggal dunia tetapi
ajaran-ajarannya tetap hidup dan mengambil bentuk aliran yang dikenal
dengan nama Wahabiyah.
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga mendapat julukan rajul ad-da’wah
(pejuang dakwah), bahkan dia termasuk orang terdepan dalam pasukan
kerajaan yang daerahnya meluas sampai meliput timur Jazirah dan sebagian
Yaman, Makkah, Madinah, dan Hijaz.
11
Pembaruan Ibnu Abdul Wahhab dan ijtihadnya lebih banyak berupa pemilihan
yang masih dalam lingkup mazhab Hambali serta mengajak kepada nash dan
ucapan para tokohnya-khususnya ucapan pendiri mazhab, Imam Ahmad bin
Hambal (164-241 H/780-855 M) dan Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328
M) daripada kreasi pemikiran, penemuan, dan hal-hal baru. Ijtihadnya adalah
pilihan dalam lingkup mazhab, mengajak kepada nash dan pendapat yang
memurnikan akidah tauhid dari tanda-tanda kesyirikan, bid’ah, dan khurafat.
Di samping itu, dari beberapa hal yang dikemukakannya di atas yang
sangat diperhatikannya adalah masalah tauhid yang menjadi tiang agama;
yang terkristalisasi dalam ungkapan la ilah illa Allah. Menurutnya, tauhid
telah dirasuki berbagai hal yang hampir menyamai syirik, seperti
mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa
mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi
kuburan mereka dikunjungi oleh orang dari berbagai penjuru dunia dan di
usap-usap. Seakan-akan Allah sama dengan penguasa dunia yang dapat
didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan
manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma,
pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya,
dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan. Bagaimana
menyelamatkan dari keyakinan-keyakinan seperti ini?
Menurutnya, Allah swt semata-mata Pembuat Syariat dan akidah. Allah-
lah yang menghalalkan dan mengharamkan. Ucapan seseorang tidak dapat
dijadikan hujah dalam agama, selain Kalamullah dan Rasulullah. Adapun
pendapat para teolog tentang akidah serta pendapat para ahli fikih dalam
masalah halal dan haram bukanlah hujah. Setiap orang yang telah memenuhi
syarat untuk melakukan ijtihad berhak melakukannya. Bahkan dia wajib
melakukannya. Menutup pintu ijtihad merupakan sebuah bencana atas kaum
muslim, karena hal itu dapat menghilangkan kepribadian dan kemampuan
mereka untuk memahami dan menentukan hukum. Menutupi pintu ijtihad
berarti membekukan pemikiran dan menjadikan umat hanya mengikuti
pendapat atau fatwa yang tertera dalam buku-buku orang yang di ikutinya.
Itulah dasar dakwah Muhammad bin Abd al-Wahhab. Dia mengikuti
ajaran Ibn Taimiyah. Atas dasar itu pula dibangunlah hal-hal yang parsial.
12
Menurutnya, manusia bebas berpikir tentang batas-batas yang telah ditetapkan
oleh al-qur’an dan sunah. Dia memerangi segala macam bentuk bid’ah, dan
mengarahkan orang agar beribadah dan berdo’a hanya untuk Allah, bukan
untuk para wali, syeikh, atau kuburan. Menurutnya, kita harus kembali pada
islam pada zaman awal, yang suci dan bersih. Dia berkeyakinan bahwa
kelemahan kaum Muslim hari ini terletak pada akidah mereka yang tidak
benar. Jika akidah mereka bersih seperti akidah para pendahulunya yang
menjunjung tinggi kalimat la ilah illa Allah (yang berarti tidak menganggap
hal-hal lain sebagai Tuhan selain Allah, tidak takut mati, atau tidak takut
miskin dijalan yang benar), maka kaum Muslim pasti dapat meraih kembali
kemuliaan dan kehormatan yang pernah diraih oleh para pendahulu mereka.15
15
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995), Hlm.269-270.
13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ibnu Taimiyyah adalah salah satu tokoh muslim yang namanya selalu hadir
dihampir setiap literatur yang berbicara tentang sejarah pergerakan islam. Ia
Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arab yang terletak antara
sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu`ul Awal
tahun 661 H. Ayahnya bernama Syikh Syihabuddin Abdul Halim yang juga
dikenal sebagai besar yang bermazhab Hambali.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://adenazkey17.blogspot.com/2014/04/makalah-pemikiran-kalam-
muhammad-bin.html
Hidayatullah Abdul Latif, Pejuang dan Pemikir Islam dari Masa ke Masa,
(Cet. I; Jakarta Selatan : Iqra Insan Press, 2005), h. 113
Ibid.,
Ibid., h. 42-45.
15