Dengan meningkatnya permintaan energi, motorisasi, serta produk industri dan
pertanian, polusi udara dari emisi antropogenik menjadi masalah serius di Asia, terutama karena dampaknya terhadap kesehatan manusia. Selain itu, peningkatan emisi antropogenik yang signifikan di Asia dinilai tidak hanya memengaruhi kualitas udara lokal, tetapi juga kualitas udara regional, antar-benua, dan global serta perubahan iklim. Oleh karena itu, pengurangan emisi polutan udara dan iklim merupakan masalah yang mendesak di Asia (Ohara & Kurokawa, 2020). Kebutuhan energi sendiri merupakan sesuatu yang vital bagi kehidupan manusia karena manfaatnya dalam menunjang berbagai sektor aktivitas kehidupan sosial dan ekonominya. Penggunaan energi adalah agen utama pada kegiatan industri, kelistrikan, transportasi dan juga dalam berbagai aktivitas manusia. Lebih dari 90% energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk mendukung aktivitasnya berasal dari bahan bakar fosil yang diolah menjadi berbagai produk, seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara. Penggunaan energi tentu akan terus meningkat tiap tahun nya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, juga perkembangan teknologi (Marlena dkk, 2018). Kendaraan bermotor merupakan penyumbang pencemara udara terbesar di Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah terjadi lonjakan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, khususnya oleh pertambahan sepeda motor, yang mencapai 30%. Sekitar lebih kurang 70% terdistribusi di daerah perkotaan. Salah satu kasus di perkotaan adalah; akibat pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta lebih tinggi dibanding kota-kota lainnya, maka, telah mendorong perubahan gaya hidup sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakatnya. Kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) juga angkutan umum meningkat, sehingga, meningkatkan emisi gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut (Ismiyati dkk, 2014). Transportasi jalan berkontribusi pada peningkatan polutan udara emisi dan menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan bergantung pada jenis dan konsentrasi polutan. Bahkan, sektor ini adalah sumber terbesar dari polusi atmosfer berkontribusi pada pemanasan global (Siami dkk, 2016). Sektor transportasi, secara khusus, berkontribusi pada peningkatan gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) melalui emisi pembakaran maupun fugitive emission (US EPA, 2008). Selain dari sektor energi dan tranportasi, sumber pencemaran udara juga berasal dari berbagai sektor seperti, persampahan, pertanian dan peternakan. Emisi GRK dari sektor pertanian diduga berasal dari budidaya padi sawah melalui dekomposisi bahan organik secara anaerobik pada lahan sawah yang mengemisikan gas metan ke atmosfer dan penambahan bahan kapur dan pupuk urea yang menghasilkan karbon dioksida (Lintangrino, 2016). Timbunan sampah juga dapat menghasilkan gas metan, emisi CH4 dari sampah merupakan hasil dekomposisi anaerobik dari materi organik dalam sampah. Timbunan sampah yang semakin tinggi di TPA tanpa pengolahan lebih lanjut dapat menimbulkan emisi CH4 yang semakin besar (Khatulistiwa dkk, 2016). Pencemaran udara merupakan masalah lingkungan serius yang memberikan ancaman terhadap penurunan kualitas udara sehingga terjadi perubahan iklim secara global, pencemaran udara juga dapat berdampak negatif bagi kehidupan makhluk hidup baik hewan, tumbuhan, dan manusia. Oleh karena itu upaya pengurangan dan pengendalian emisi lantas menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Dan Inventarisasi emisi merupakan salah satu tahap mendasar yang penting bagi upaya pengelolaan emisi (Marlena dkk, 2020). Inventarisasi emisi merupakan pendataan komperehensif dari polutan dari semua sumber pada area geografis yang berkontribusi terhadap atmosfer (Siami dkk, 2016). Inventarisasi emisi sangat penting untuk penelitian mengenai atmosfer, terutama pemodelan transportasi kimia (CTM), dan untuk pembuatan kebijakan kualitas udara yang berupaya mengidentifikasi dan mengendalikan sumber polusi (Zhao et al, 2015). Anjuran inventarisasi emisi muncul secara tersirat pada Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Berdasarkan peraturan tersebut, pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat (Anni’mah dkk, 2018). Sebagai wujud realisasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tersebut, pemerintah kemudian menyusun pedoman teknis pelaksanaan inventarisasi emisi. Pedoman teknis tersebut muncul dalam dua model yakni : pedoman teknis inventarisasi gas rumah kaca (GRK) pada 2011 dan pedoman inventarisasi emisi pada 2014 (Himawan dan Sari, 2018). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu diketahui dalam perencanaan perlindungan dan pengelolaan mutu udara perlu dilakukan kegiatan inventarisasi udara. Kegiatan Inventarisasi udara dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu yang pertama adalah identifikasi sumber emisi dan/atau sumber gangguan, jenis emisi dan/atau jenis gangguan pencemar udara dan yang kedua yaitu Penghitungan Emisi, gangguan dan mutu udara ambien. Hasil atau manfaat dari penyusunan inventarisasi emisi dapat digunakan sebagai dasar/baseline daerah kabupaten/kota dalam membuat kebijakan dan keputusan mengenai upaya meningkatkan kualitas udara terutama di kota-kota besar yang menyumbang banyak emisi. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak kota-kota di Indonesia yang masih belum melakukan inventarisasi emisi dikarenakan ketidakbiasaan dan ketidakpahaman stakeholders terhadap pentingnya inventarisasi emisi. Oleh karena itu pada kajian ini akan memaparkan bagaimana inventarisasi emisi dapat bermafaat pada sektor ekonomi, lingkungan, dan kesehatan.
Manfaat Inventarisasi Emisi pada Sektor Kesehatan
Polusi diartikan sebagai masuknya zat-zat yang berbahaya bagi manusia dan organisme hidup lainnya ke lingkungan. Polutan adalah zat padat, cairan, atau gas berbahaya yang diproduksi dalam konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya yang menurunkan kualitas lingkungan kita. Aktivitas manusia berdampak buruk pada lingkungan dengan mencemari air yang kita minum, udara yang kita hirup, dan tanah tempat tumbuh-tumbuhan. Meskipun revolusi industri memberikan pengaruh positif terhadap berbagai hal seperti teknologi, masyarakat, dan penyediaan berbagai layanan, namun revolusi industri juga memperkenalkan produksi polutan dalam jumlah besar yang dilepaskan ke udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Manisalidis et al, 2020). Polusi udara akibat aktivitas antropogenik adalah salah satu bahaya kesehatan masyarakat terbesar di dunia, karena menyebabkan sekitar tujuh (7) juta kematian per tahun. Data WHO menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menghirup udara yang melebihi batas pedoman WHO yang mengandung polutan tingkat tinggi. Efek gabungan dari polusi udara ambien (luar ruangan) dan rumah tangga menyebabkan peningkatan kematian akibat stroke, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru dan infeksi saluran pernapasan akut (WHO, 2021). Di negara berkembang, masalah kesehatan akibat pousi udara menjadi lebih serius yang disebabkan oleh overpopulasi dan urbanisasi yang tidak terkendali seiring dengan perkembangan industrialisasi. Hal ini menyebabkan kualitas udara yang buruk, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dengan kesenjangan sosial dan kurangnya informasi tentang pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan (India State-Level Disease Burden Initiative Air Pollution Collaborators, 2019). Penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan serebrovaskular umumnya dianggap terkait dengan polusi udara. Menurut beberapa penelitian, paparan jangka pendek dapat memperburuk gejala atau menyebabkan penyakit semakin akut, sedangkan paparan jangka panjang diduga merupakan bahaya utama yang menyebabkan jenis penyakit tersebut. Studi ini menunjukkan bahwa peningkatan materi partikulat udara, SO2, NO2, CO, O3, dan polutan lainnya dapat memperburuk penyakit pernapasan, jantung, dan serebrovaskular. Polusi udara juga dapat secara signifikan mengurangi fungsi paru-paru dan fungsi kekebalan tubuh manusia serta meningkatkan prevalensi tumor ganas (Zhong et al, 2019). Banyak studi yang telah memaparkan bahwa polusi udara membawa dampak negatif terhadap kesehatan manusia, polutan udara yang mematikan ini dapat menyebabkan kanker dan kerusakan reproduksi dan menghambat perkembangan (Mabahwiet al, 2014). Banyak kota-kota besar di dunia bahkan di Indonesia berada pada tahap kritis dalam upaya pengendalian polusi udara. Untuk mengurangi tingkat polusi udara yang serius dan dampak kesehatan yang merugikan perlu adanya rencana tindakan pencegahan dan pengendalian polusi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan untuk mencapai manfaat kesehatan yang substansial bagi masyarakat (Huang et al, 2018). Upaya yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan melakukan inventarisasi emisi. Dengan adanya kegiatan tersebut pemerintah dapat mengevaluasi status kualitas udara terkait dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Hal tersebut penting dilakukan untuk menyesuaikan kondisi kualitas udara dengan tingkat kesehatan masyarakat. Data inventarisasi emisi juga berguna untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara. Inventarisasi emisi juga merupakan salah satu elemen dasar dari strategi pengelolaan kualitas udara (air quality management strategy – AQMS). Pengelolaan kualitas udara (air quality management) sendiri adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan dan memelihara udara bersih untuk melindungi kesehatan manusia dan memberikan perlindungan bagi ekosistem. Akan tetapi, implementasi AQMS di berbagai daerah masih kurang efektif dan efisien karena kurangnya komitmen pemerintah dan dan partisipasi pemangku kepentingan, lemahnya kebijakan, standar dan peraturan, kurangnya data kualitas udara secara real time dan data inventarisasi emisi (Gulia et al, 2015). Oleh karena nya penting dilakukan inventarisasi emisi untuk implementasi strategi pengelolaan kualitas udara yang efektif dan efisien. Selain itu, data inventarisasi emisi juga dapat digunakan untuk penilaian dampak kesehatan akibat polusi udara. Penilaian dampak kesehatan kualitas udara adalah prosedur terintegrasi yang mensintesis informasi tentang paparan polusi udara, efek kesehatan, dan kerentanan populasi (Kheirbek et al. 2013). Penilaian dampak kesehatan biasanya mengandalkan konsentrasi polutan yang dimodelkan dengan pemodelan kualitas udara. Pemodelan merupakan alat yang sangat berguna karena memungkinkan pemeriksaan skenario alternatif yang terkait dengan faktor-faktor seperti emisi polusi udara, iklim, dan pertumbuhan populasi (Li et al, 2016). DAFTAR PUSTAKA Anni’mah, A.R., A.F. Assomadi dan J. Hermana. 2018. Inventarisasi Fluktuasi Emisi Polutan NOx, CO2, dan CH4 di Bandar Udara Internasional Juanda Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS. Vol 7(1): 218-223. Gulia, S., S.M.S. Nagendra, M. Khare and I. Khanna. Urban Air Quality Management-A Review. Atmospheric Pollution Research. Vol 6(2): 286-304. Huang, J., X. Pan, X. Guo and G. Li. 2018. Health impact of China’s Air Pollution Prevention and Control Action Plan: Aan Analysis of National Air Quality Monitoring and Mortality Data. The Lancet Planet Health. Vol 2(7): 313-323. India State-Level Disease Burden Initiative Air Pollution Collaborators. 2019. The impact of air pollution on deaths, disease burden, and life expectancy across the states of India: the Global Burden of Disease Study 2017. The Lancet Planet Health. Vol 3(1): 26-29 Ismiyati, D. Marlita dan D. Saidah. 2014. Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi dan Logistik. Vol 1(3): 241-248. Khatulistiwa, M.Z., D.R. Jati dan L. Fitria. 2016. Inventarisasi Emisi Ch4 Di TPA Batu Layang Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. Teknologi Lingkungan Lahan Basah. Vol 4(1): 1-10. Kheirbek I, Wheeler K, Walters S, Kass D, Matte T. PM2. 5 and ozone health impacts and disparities in New York City: sensitivity to spatial and temporal resolution. Air Qual Atmos Health. 2013;6:473–486. Kurokawa, J and T. Oharu. 2020. Long-term historical trends in air pollutant emissions in Asia: Regional Emission inventory in ASia (REAS) version 3. Atmospheric Chemistry and Physics. Vol 20: 12716-12793. Li, Y., D.K. Henze, D. Jack and P.L. Kinney. 2016. The Influence Of Air Quality Model Resolution on Health Impact Assessment for Fine Particulate Matter and Its Components. Air Qual Atmos Health. Vol 9(1): 51-68. Lintangrino, M.C. 2016. Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca pada Sektor Pertanian dan Peternakan di Kota Surabaya. Skripsi. Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya. Mabahwi, N.A.B., O.L.H. Leh and D. Omar. 2014. Human Health and Wellbeing: Human health effect of air pollution. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol 153: 221- 229. Manisalidis, I., E. Stavropoulou, A. Stavropoulou and E. Bezirtzglou. 2020. Environmental and Health Impacts of Air Pollution: A Review. Front Public Health. Vol 8(14): 1-13. Marlena, I., H.S. Huboyo dan P. Andarani. 2018. Inventarisasi Emisi Gas Pencemar Udara Beserta Estimasi Sebarannya Menggunakan Program Aermod dan Caline4 Dari Sektor Domestik dan Transportasi On Road di Kota Semarang. Jurnal Teknik Lingkungan. 1- 9. Siami, L., A. Sofyan dan R.B. Frazila. 2016. Penurunan Beban Emisi Jaringan Jalan Dki Jakarta dari Penerapan Jalan Tol Jorr Ulujami – Kebon Jeruk yang Dapat Diakses oleh Bus. Warta Penelitian Perhubungan. Vol 28(1): 43-56.Styono, P., W. Himawan dan N. Nancy. 2020. Estimasi Emisi Partikulat (PM10) akibat Ragam Aktivitas Urban di Kota Surakarta. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 18(2): 556-564. USEPA. 2008. Climate Leaders Greenhouse Gas Inventory Protocol Core Module Guidance : Direct Emission From Mobile Combustion Sources. WHO. Air Pollution. WHO. Available online at: http://www.who.int/ airpollution/en/ (accessed May 29, 2021) Zhao, Y., L.P.Qiu, R.Y. Xu, F.J. Xie, Q. Zhang, Y.Y. Yu, C.P. Nielsen, H.X. Qin, H.K. Wang, X.C. Wu, W.Q. Li, and J. Zhang. 2015. Advantages Of a City-Scale Emission Inventory for Urban Air Quality Research and Policy: The Case af Nanjing, a Typical Industrial City in The Yangtze River Delta, China. Atmospheric Chemistry and Physics. Vol 15: 12623-12644. Zhong. S., Z. Yu and W. Zhu. 2019 . Study of the Effects of Air Pollutants on Human Health Based on Baidu Indices of Disease Symptoms and Air Quality Monitoring Data in Beijing, China. International Journal of Environmental Research and Public Health. Vol 16(1014): 1-19.