Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS EFUSI PLEURA

OLEH
ANDI NURUL FADILA
21.04.002

CI Lahan CI Institusi

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SELAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena
bonkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologist kedua lapisan
ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan
pembuluh getah bening.
Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi
cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi,
hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks
atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara
(Somantri, 2009).
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam,
terutama karena infeksi tuberculosis atau non tuberculosis, keganasan, trauma
dan lain-lain. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang menganggu
system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit,
melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan dirongga
pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya
(Muttaqin, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi
pleura di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker
paru, sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi
pleura suatu disase entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius
yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura
ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan paru .Efusi pleura menempati urutan ke empat distribus 10 penyakit
terbanyik setelah kanker paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang dengan
prevalensi 9,14% ( Alsagaf, 2010)
Berdasarkan data yang dilaporkan Depatemen Kesehatan tahun 2006
menyebutkan di Indonesia kasus efusi pleura 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas dengan Case Fatality Rate (CFR) 1, Sedangkan Sulawesi Selatan
dilaporkan kejadian efusi pleura 16 % dari penderita infeksi saluran
napas.Tingginya kasus efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan kesehatan sejak dini sehingga menghambat aktifitas sehari-hari
dan kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan.4,5. (Irwadi, Sulina,
Hardjoeno , 2009)
Oleh karena ada peningkatan jumlah penderita maka menjadi masalah
kusus untuk kita semua, terutama bagi dunia keperawatan karena efusi pleura
masih menjadi masalah kesehatan yang tinggi, sehingga masalah kesehatan ini
harus segera ditangani dengan serius.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak
kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh
sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh
selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang
membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis .
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal
terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.
Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada
jaringan parenkim paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih
tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat (jaringan kolagen
dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A.
Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak
reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur.
Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat
ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan
yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara
bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini
terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya
memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang
disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan
potensial.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer
sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc
(Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2009: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat
bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan
pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah
yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura
viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal
hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia Anderson
Price dan Lorraine M, 2008: 739).
B. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat diakibatkan
terjadinya ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler
dan pleura viseralis (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)
2. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan
oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan
pleura.
a. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).
3. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma
dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hamper mirip plasma
(eskudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan
ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder
(akibat samping )terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat
pleura perietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura.
Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan , atelektasis paru dan
pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan kedalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia,
parasit(amuba, paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia
atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses
imunologik seperti leuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah/gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan
terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pleura,
ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar
limfe dipleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik
sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema
anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan
cairan pleura dan reabsorsi yang berkurang. Hal tersebut dikarenakan
adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang
mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung
pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas
pernafasan normal dinding dada cenderung recoil keluar sementara paru-
paru cenderung untuk recoil kedalam.
5. Pathway

6. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)


Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis
cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri
dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan
gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Batuk kadang berdarah
b. Demam, menggigil
c. Pernafasan yang cepat
d. Lemas progresif disertai penurunan BB
e. Asites
f. Dipsnea
g. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta
h. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami
efusi
i. Perkusi meredup diatas efusi pleura
j. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
k. Fremitus fokal dan raba berkurang
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
8. Penatalaksanaan
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk MRS dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya. Serta dilakukan
pengakjian genogram dengan minimal 3 generasi.
f. Riwayat psikososial
Siapa yang mengasuh klien, bagaimana hubungan dengan
keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat secara umum.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan
dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi dan miksi sebelum dan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed
rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya:
karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum:
Kondisi klien secara umum
Tanda – tanda vital
Pertumbuhan fisik: TB,BB, postur tubuh.
Keadaan kulit: warna tekstur, kelainan kulit.
2) Pernafasan :
Inspeksi : pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Palpasi : fokal Fremitus menurun terutama untuk effusi pleura
yang jumlah cairannya > 250 cc. Peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan.
Gerakan pergerakan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan
dada tertinggal pada sisi yang sakit). Iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka
akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi : Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan
terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni
3) Sistem Cardiovasculer / B2 (Blood)
Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis,
normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri
selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
Palpasi : untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi : untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi : untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Neurologis / B2 (Blood)
Inspeksi : Mengkaji refleks patologis, dan bagaimana dengan
refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
5) Sistem Perkemihan B4 (Bladder)
a) Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri
tekan
b) Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter.
6) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)
Inspeksi : perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
Auskultasi : untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35 kali permenit.
Palpasi : perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi : abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinarta, tumor).
7) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Inspeksi : perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
Palpasi : pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
8) Sistem Integumen
Inspeksi : mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2.
Palpasi : perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2. Diagnosis Keperawatan, berdasarkan (PPNI, Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia, 2016)
Pada kasus efusi pleura didapatkan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
g. Resiko infeksi
3. Perencenaan Keperawatan
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Intervensi
(SLKI) (SIKI)
1. D.001 Bersihan jalan napas (L.01001) Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
Bersihan jalan nafas tidak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan benda sekresi selama 3x24 jam diharapakan tingkat 1) Monitor pola napas (frekuensi,
tertahan nyeri menurun dengan, kriteria hasil: kedalaman, usaha napas)
a. Definisi a. Produksi sputum menurun 2) Monitor bunyi napas tambahan
Ketidakmampuan membersihkan sekret b. Frekuensi Napas Membaik (mis. Gurgling, mengi, weezing,
atau obstruksi jalan napas untuk c. Pola napas membaik ronkhi kering)
mempertahankan jalan napas tetap paten 3) Monitor sputum (jumlah, warna,
b. Penyebab aroma)
Fisiologis Terapeutik
1) Spasme jalan napas 4) Pertahankan kepatenan jalan
2) Hipersekresi jalan napas napas dengan head-tilt dan chin-
3) Disfungsi neuromuskuler lift (jaw-thrust jika curiga
4) Benda asing dalam jalan napas trauma cervical)
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan 5) Posisikan semi-Fowler atau
7) Hiperplasia dinding jalan napas Fowler
8) Proses infeksi 6) Berikan minum hangat
9) Respon alergi 7) Lakukan fisioterapi dada, jika
10) Efek agen farmakologia (mis. perlu
anastesi) 8) Lakukan penghisapan lendir
Situasional kurang dari 15 detik
1) Merokok aktif 9) Lakukan hiperoksigenasi
2) Merokok pasif sebelum
3) Terpajan polutan 10) Penghisapan endotrakeal
c. Gejala dan Tanda Mayor 11) Keluarkan sumbatan benda
Subjektif : - padat dengan forsepMcGill
Objektif : 12) Berikan oksigen, jika perlu
1) Batuk tidak efekktif Edukasi
2) Tidakmampu batuk 13) Anjurkan asupan cairan 2000
3) Sputum berlebihan ml/hari, jika tidak
4) Mengi, wheezing dan/atau kontraindikasi.
ronkhi kering 14) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
5) Mekonium di jalan napas (pada 15) Kolaborasi pemberian
neonates) bronkodilator, ekspektoran,
d. Gejala dan Tanda Minor mukolitik, jika perlu.
Subjektif :
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
Objektif :
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
e. Kondisi Klinis Terkait
1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multiple
3) Myasthenia garvis
4) Prosedur diagnostic
(mis.bronkoskopi,
transesophalgeal
echocardiography)
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi meconium
10) Infeksi saluran nafas
2. D.0005 Pola napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
dengan hambatan upaya nafas selama 3x24 jam diharapakan tingkat 1) Monitor frekuensi, irama,
a. Definisi nyeri menurun dengan, kriteria hasil: kedalaman, dan upaya napas
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang a. Frekuensi napas membaik 2) Monitor pola napas (seperti
tidak memberikan ventilasi adekuat. b. Kedalaman napas membaik bradipnea, takipnea,
b. Penyebab c. Penggunaan otot bantu napas hiperventilasi, Kussmaul, Che
1) Depresi pusat pernapasan menurun yne-Stokes, Biot, ataksik
2) Hambatan upaya napas (mis. d. Dispnea menurun 3) Monitor kemampuan batuk
Nyeri saat bernapas, kelemahan e. Pernapasan cuping hidung menurun efektif
otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada 4) Monitor adanya produksi
4) Deformitas tulang dada sputum
5) Gangguan neuro muscular 5) Monitor adanya sumbatan
6) Gangguan neurologis (mis. jalan napas
Elektroensefalogram (EEG) 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi
positif, cedera kepala, paru
gangguan kejang) 7) Auskultasi bunyi napas
7) Imaturitas neurologis 8) Monitor saturasi oksigen
8) Penurunan energy 9) Monitor nilai AGD
9) Obesitas 10) Monitor hasil x-ray toraks
10) Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru Terapeutik
11) Sindrom hipoventilasi 11) Atur interval waktu
12) Kerusakan inervasi diafragma pemantauan respirasi sesuai
(kerusakan saraf C5 ke atas) kondisi pasien
13) Cedera pada medulla spinalis 12) Dokumentasikan hasil
14) Efek agen farmakologis pemantauan
15) Kecemasan Edukasi
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :Dispnea 13) Jelaskan tujuan dan prosedur
Objektif : pemantauan
1) Penggunaan otot bantu 14) Informasikan hasil
perapasan pemantauan, jika perlu
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal (mis.
takipnea, bradipnea,
hiperventilas: kussmaul,
cheyne-stokes)
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Ortopnea
Objektif :
1) Pernapasan pursed-lip
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Ekskursi dada berubah
e. Kondisi klinis terkait
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian berre sistem
pernapasan
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alkohol

3. D.0003 Pertukaran Gas (L.01003) PEMANTAUAN RESPIRASI


Gangguan pertukaran gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (I.01014)
dengan ventilasi-perfusi selama 3x24 jam diharapakan tingkat Observasi
a. Definisi nyeri menurun dengan, kriteria hasil: 1) Monitor frekuensi, irama,
a. Dispnea membaik kedalaman, dan upaya napas
Kelebihan atau kekurangan b. Bunyi napas meningkat 2) Monitor pola napas (seperti
oksigenasi dan/atau eliminasi c. Pola napas membaik bradipnea, takipnea,
karbondioksida pada membrane hiperventilasi, Kussmaul, Che
alveolus-kapiler yne-Stokes, Biot, ataksik0
b. Penyebab 3) Monitor kemampuan batuk
1) Ketidakseimbangan ventilasi- efektif
perfusi 4) Monitor adanya produksi
2) Perubahan membrane alveolus- sputum
kapiler 5) Monitor adanya sumbatan
c. Gejala dan tanda mayor jalan napas
Subjektif : Dispneas 6) Palpasi kesimetrisan ekspansi
Objektif : paru
1) PCO2meningkat/menurun 7) Auskultasi bunyi napas
2) PO2 menurun 8) Monitor saturasi oksigen
3) Takikardia 9) Monitor nilai AGD
4) pH arteri meningkat/menurun 10) Monitor hasil x-ray toraks
5) Bunyi napas tambahan
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif : Terapeutik
1) Pusing 11) Atur interval waktu
2) Penglihatan kabur pemantauan respirasi sesuai
Objektif : kondisi pasien
1) Sianosis 12) Dokumentasikan hasil
2) Diaforesis pemantauan
3) Gelisah Edukasi
4) Napas cuping hidung 13) Jelaskan tujuan dan prosedur
5) Pola napas abnormal pemantauan
(cepat/lambat, 14) Informasikan hasil
regular/reguler, pemantauan, jika perlu
dalam/dangkal)
6) Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan)
7) Kesadaran menurun
e. Kondisi klinis terkait
1) Penyakit par obstruktif kronis
(PPOK)
2) Gagal jantung kongestif
3) Asma
4) Pneumonia
5) Tuberkulosis paru
6) Penyakit membran hialin
7) Asfiksia
8) Persistent pulmonary
hypertension of newborn
(PPHN)
9) Prematuritas
10) Infeksí saluran napas
4. D.0077 L.08066 Tingkat nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri akut berhubungan dengan agen setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
pencedera fisiologis selama 3x24 jam diharapakan tingkat 1) identifikasi lokasi,
a. Definisi nyeri menurun dengan, kriteria hasil: karakteristik, durasi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau 1) keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
emosional yang berkaitan dengan 2) meringis menurun 2) identifikasi respon nyeri non
kerusakan jaringan actual atau 3) kusulitan tidur menurun verbal
funsional, dengan onset mendadak 4) frkuensi nadi membaik 3) identifikasi factor yang
atau lambat dan berintrensitas 5) pola napas membaik memperberat dan memperingan
6) tekanan darah membaik nyeri
ringan hingga berat yang 7) fungsi berkemih membaik 4) identifikasi pengetahuan dan
berlangsung kurang lebih 3 bulan 8) pola tidur membaik keyakinan tentang nyeri
b. penyebab 5) identifikasi pengaruuh budaya
1) Agen pencendera fisiologi terhadap respon nyeri
2) Agen pencedera kimiawi 6) identifikasi pengaruh nyeri
3) Agen pencedera fisik pada kualitas hidup
c. Gejala dan tanda mayor 7) monitor keberhasilan terapi
Subjektif : Mengeluh nyeri komplementer yang sudah
Objektif diberikan
1) Tanpa meringis 8) monitor efek samping
2) Bersikap protektif penggunaan analgetik
3) Gelisah Terapeautik
4) Frekuensi nadi meningkat 1) berikan teknik nonfarmakologi
5) Sulit tidur rasa nyeri
d. Gejala dan tanda minor 2) kontol lingkungan yang
Subjektif : memperberat rasa nyeri
Objektif : 3) fasilitasi istirahat dan tidur
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan berubah 4) pertimbangan jenis dan sumber
4) Proses berfikir terganggu nyeri dalam pemilihan strategi
5) Menarik diri meredakan nyeri
6) Berfokus pada diri sendiri Edukasi
7) Diaphoresis 1) jelaskan penyebab, periode dan
e. Kondisi klinis terkait pemicu nyeri
1) Pembedahan 2) jelaskan strategi meredakan
2) Cedera ttraumatis nyeri
3) Infeksi 3) anjurkan memonitoring nyeri
4) Syndrome coroner akut secara mandiri
5) Glaucoma 4) anjurkan menggunakan
analgetik secraa tepat
5) anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
6) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5. D.0130 Termoregulasi ( L.14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
Hipertermi berhubungan dengan proses setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
penyakit selama 3x24 jam diharapakan tingkat 1) Monitor suhu tubuh
a. Definisi nyeri menurun dengan, kriteria hasil: 2) Monitor komplikasi akibat
Suhu tubuh meningkat di atas 1) Suhu tubuh membaik hipertermia
rentang normal tubuh 2) Suhu kulit membaik Terapeutik
b. Penyebab 1) Berikan cairan oral
1) Dehidrasi Edukasi
2) Terpapar lingkungan panas 1) Anjurkan tirah baring
3) Proses penyakit (mis. infeksi, Kolaborasi
kanker) 1) Kolaborasi pemberian cairan dan
4) Ketidaksesuaian pakaian elektrolit intravena, jika perlu
dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :-
Objektif : Suhu tubuh diatas nilai
normal
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif :
1) Kulit merah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat
e. Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas
6. D.0056 L. 05047 Toleransi aktivitas Manajemen energy (I.05178)
Intoleransi aktifitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
dengan kelemahan selama 3x24 jam diharapkan toleransi 1) Identifikasi gangguan fungsi
a. Definisi aktivitas pasien meningkat dengan tubuh yang mengakibatkan
Ketidakcukupan energy untuk kriteria hasil: kelelahan
melakukan aktivitas sehari-hari 1) Frekuensi nadi meningkat 2) Monitor kelelahan fisik dan
b. Penyebab 2) Saturasi oksigen meningkat emosional
1) Ketidakseimbangan antara 3) Kemudahan dalam melakukan 3) Monitor pola dan jam tidur
suplai dan kebutuhan oksigen aktivitas sehari-hari meningkat 4) Monitor lokasi dan
2) Tirah baring 4) Kecepatan berjalan meningkat ketidaknyamanan selama
3) Kelemahan 5) Jarak berjalan meningkat melakukan aktivitas
4) Imobilitas 6) Kekuatan tubuh bagian atas dan Terapeautik
5) Gaya hidup menoton bawah meningkat 1) Sediakan lingkungan nyaman
c. Gejala dan tanda mayor 7) Toleransi dalam menaiki tangga dan rendah stimulus (cahaya,
Subjektif : Mengeluh lelah meningkat suara, kunjungan)
Objektif : 8) Keluhan lelah menurun 2) Lakukan rentang gerak pasif
atau aktif
1) Frekuensi jantung meningkat 9) Dyspnea saat dan setelah 3) Berikan aktivitas distraksi yang
>20% dari kondisi istirahat aktivitas dan menurun menyenangkan
2) 10) Perasaan lemah menurun 4) Fasilitas duduk disisi tempat
d. Gejala dan tanda minor 11) Aritmia saat aktivitas dan tidur, jika tidak dapat berpindah
Subjektif : setelah menurun atau berjalan
1) Dyspnea saat/setelah aktivitas 12) Sianosis menurun Edukasi
2) Merasa tidak nyaman setrtelah 13) Warna kulit membaik 1) Anjurkan tirah baring
beraktivitas 14) Tekanan darah membaik 2) Anjurkan melakukan aktivitas
3) Merasa lelah 15) Frekuensi napas membaik secara bertahap
Objektif 3) Anjurkan menghubungi
1) Tekanan dadrah berubah >20% perawat jika tanda dan gejala
dari kondisi istirahat kelelahan tidak berkurang
2) Gambaran EKG menunjukkan 4) Ajarkan strategi koping untuk
aritmia saat/ setelah aktivitas mengurangi kelelahan
3) Gambaran EKG menunjukkan Kolaborasi
iskemia 1) Kolaborasi dengan ahli gizi
4) Sianosis tentang cara meningkatkan
e. Kondisi klinis terkait asupan makanan
1) Anemia
2) Gagal ,jantung kongestif
3) Penyakit jantung coroner
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
7) Gamgguan metabolic
8) Gangguan muskuloeletal
7. D.0142 Tingkat infeksi (l. 14137) Perawatan Selang Dada (I.01022)
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
a. Definisi selama 3x24 jam diharapkan toleransi 1) Identifikasi indikasi dilakukan
Berisiko mengalami peningkatan aktivitas pasien meningkat dengan pemasangan selang dada
terserang organisme patogenik kriteria hasil: 2) Monitor jumlah cairan pada
b. Faktor resiko 1) Nyeri menurun tabung (seal)
1) Penyakit Kronis 2) Demam menurun 3) Monitor tanda-tanda infeksi
2) Efek prosedur Infasif 3) Kemerahahan menurun Edukasi
3) Malnutrisi 4) Bengkak menurun 4) Ajarkan mengenal tanda-tanda
4) Peningkatan paparan organisme infeksi
patogen lingkungn
5) Ketidakadekuatan pertahanan
tubuh perifer :
 Gangguan peristltik
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi PH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum
waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahan
tubuh sekunder
 Penuruna Hemoglobin
 Imunosupresi
 Leukopenia
 Supresi Respon Inflamasi
 Faksinasi tidak adekuat
c. Kondisi klinis terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) PPOK
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya
(KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan Fungsi hati

(PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018)


(PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/129560455/MAKALAH-ASKEP-EFUSI-PLEURA-
docx
https://id.scribd.com/doc/311730652/Laporan-Pendahuluan-Efusi-Pleura

https://id.scribd.com/document/470996662/Laporan-pendahuluan-efusi-pleura-
INEAL-VERASKIA

https://id.scribd.com/document/389995201/Laporan-Pendahuluan-Efusi-Pleura

https://id.scribd.com/document/398142024/Laporan-Pendahuluan-Pasien-Dengan-
Kasus-Efusi-Pleura

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai