OLEH:
IDA AYU PUTRI
SARASWATI 2002621016
a. Definisi/Pengertian
Osteosarkoma didefinisikan sebagai keganasan primer pada tulang yang ditandai
dengan adanya sel-sel mesenkim ganas yang memproduksi osteoid atau sel tulang
imature (Sihombing et al, 2009). Menurut Ismiarto et al (2019), osteosarkoma
merupakan tumor ganas yang berasal dari sel mesenkim primitif (poorly
differentiated cells) dan menyebar hingga ke jaringan sekitarnya. Osteosarkoma
adalah kanker tulang dan dapat terjadi pada tulang apapun, biasanya pada ekstremitas
tulang panjang dekat lempeng pertumbuhan metafise, seperti femur, tibia, humerus
hingga tengkorak (Seger, 2014).
b. Epidemiologi/Insiden kasus
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer pada tulang yang paling sering
ditemukan. Insidens osteosarkoma sekitar 20% dari semua tumor tulang dan sekitar
5% dari seluruh tumor pediatrik. Osteosarkoma berada pada urutan ke-5 tumor ganas
pada anak usia 15-19 tahun, dan urutan ke-2 pada orang dewasa muda setelah
limfoma. Prevalensi terjadinya osteosarkoma sekitar 0,2% dari semua tumor ganas
dengan jumlah kejadian sekitar 3 orang/1 juta populasi/tahun dan mayoritas
menyerang anak-anak hingga dewasa, usia 10-25 tahun. Laki-laki lebih beresiko 1,4%
terkena osteosarkoma dibandingkan perempuan. Meskipun jarang, osteosarkoma
adalah keganasan primer yang paling umum dari tulang mewakili 3,4% dari semua
kanker pada anak dan 56% dari tumor tulang ganas pada anak-anak. Biasanya kanker
jenis ini timbul terutama di tulang panjang ekstrimitas dan jarang di jaringan lunak. Di
Indonesia khususnya di daerah kecil seperti Bali, belum ada data yang valid sebagai
catatan kejadian osteosarkoma (Dwijayanti et al, 2019)
c. Penyebab/Faktor predisposisi
Etiologi dari osteosarkoma masih belum jelas dan hanya beberapa faktor risiko yang
diketahui seperti faktor lingkungan dan genetik. Menurut Fletcher (dalam Putra et al,
2020) beberapa faktor yang menyebabkan osteosarkoma yaitu
1) Faktor lingkungan, seperti paparan radiasi yang menimbulkan terjadinya
mutasi gen sehingga membentuk suatu keganasan
2) Faktor genetik, seperti terjadinya ekspresi gen Met dan Fos secara berlebihan,
mutasi gen TP53, dan penyakit bawaan sejaka lahir (seperti Paget dan
Retinoblastoma herediter)
Menurut Fuchs & Pittchad (dalam Kemenkes, 2016) osteosarkoma dapat disebabkan
oleh beberapa faktor
1) Senyawa kimia seperti senyawa antrasiklin dan pengalkil, beryyllium dan
methylcholanthrene merupakan bentuk senyawa yang dapat menyebabkan
perubahan genetik
2) Virus. Rous sarcoma virus mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ mengandung proto-onkogen c-Fos yang menyebabkan
kurang responsi terhadap kemoterapi
3) Radiasi, dihubungkan dengan sarkoma sekunder pada individu yang pernah
mendapatkan radiasi untuk terapi kanker
4) Lain-lain
˗ Penyakit lain: Paget’s disease, osteomielitis kronis, osteochondroma,
poliostotik displasia fibrosis, eksostosis herediter multipel dll.
˗ Genetik: Sindroma Li-Fraumeni, Retinoblastoma, sindrom Werner,
Rothmund-Thomson, Bloom.
˗ Lokasi implan logam
d. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada osteosarkoma belum dapat diketahui dengan jelas
dan pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan adanya pembelahan sel-sel tumor
disebabkan karena tubuh kehilangan suppressor gen tumor, sehingga sel-sel tulang
dapat membelah tanpa terkendali. Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan
lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon
osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik
atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang
yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Keganasan sel pada mulanya berlokasi pada sumsum tulang (myeoloma) dari jaringan
sel tulang (sarkoma) atau tumor tulang (carcinoma). Pada tahap lebih lanjut sel-sel
tulang akan berada pada nodul-nodul limpa, hati, limfe dan ginjal. Akibatnya ada
pengaruh aktifitas hematopoetik sumsum tulang yang cepat pada tulang, sel-sel
plasma yang belum matang akan terus membelah, akibatnya terjadi penambahan
jumlah sel yang tidak terkontrol lagi. Osteogenik sarkoma atau osteosarkoma sering
terjadi pada pria usia 10-25 tahun, terutama pada pasien yang menderita penyakit
paget’s. Hal ini dimanifestasikan dengan nyeri bengkak, dan terbatasnya pergerakan
serta menurunnya berat badan. Gejala nyeri punggung bawah merupakan gejala yang
khas, karena adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologik. Anemia
dapat terjadi akibat adanya penempatan sel-sel neoplasma pada sumsum tulang, hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia selama
adanya kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk sejumlah
immunoglobulin. Hal ini dapat dideteksi dalam serum urin dapat terjadi selama
presipitasi immunoglobulin dalam tubulus (Risanto & Insani, 2014).
e. Klasifikasi
Osteosarkoma diklasifikasikan oleh WHO (dalam Ladesvita et al, 2021) sebagai
berikut
1) Conventional osteosarcoma
Merupakan tipe klasik osteosarkoma yang paling sering ditemukan terutama
pada usia dekade pertama dan kedua. Pada gambaran radiologis menunjukkan
lesi tulang osteolitik dan/atau osteoblasstik dengan degenersi kortikal.
Sedangkan pada pemeriksaan histopatologis menunjukkan sel mesenkimal
ganas, berbentuk spindel hingga polihidral dengan gambaran nukleus
pleomorfik dan mitosis
2) Telangietatic osteosarcoma
Pasien biasanya akan datang dengan fraktur patologis dan sebagian besar
berusia anak-anak hingga dewasa. Gambaran radiologis menunjukkan lesi
eksentrik dan osteolitik yang meluas hingga permukaan metafisi femur distal
atau tibia proksimal. Bentuk lesi kemungkinan menyerupai aneurysmal bone
cyst. Lesi terdiri dari multiple sinusoid terisi darah yang dapat dengan mudah
terdeteksi dengan MRI sinyal T2. Gmbaran hispatologi menunjukkan tumor
terdiri dari multipel kavitas hemoragik yang dilatasi, sedikit osteoid, dan sel
osteosarkoma high-grade, yang ditemukan dalam septa
3) Small cell osteosarcoma
Merupakan kasus osteosarkoma yang jarang terjadi dan memiliki kemiripan
distribusi usia dengan tipe klasik (terjadi pada distal femur). Gambaran MRI
akan tampak gambaran massa jaringan lunak yang besar mirib dengan Ewing
Sarkoma, sednagkan pemeriksaan hispatologi tampak sel kecil, bulat dan
ganas dala matriks osteoid. Meskipun lesi menyerupai Ewing Sarkoma, namun
produksi osteoid dan sel tumor yang berbentuk spindel merupakan tanda khas
small-cell osteosarkoma.
4) Low grade central osteosarcoma
Merupakan kasus osteosarkoma yang terjadi pada individu usia dekade ketiga
atau keempat berupa lesi yang melibatkan femur dan tibia sekitar lulut. Hasil
pemeriksaan radiologi ditemuka gambaran litik yang relative tidak agresif atau
gmabaran lesi fibro-ossseus yang tampak sebagai proses blastik dengan
osifikasi dan sclerosis septal yang bervariasi. Tumor tipe ini dapat menyerupai
fibrous dysplasia, namun hasil pemeriksaan MRI atau CT-Scan menunjukkan
kerusakan kortikal.
5) Secondary osteosarcoma
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang mengalami mutasi
sekunder dan biasanya terjadi pada usia lebih tua yang berasal dari paget’s
disease, osteoblastoma, fibrous dysplasia, benign giant cell tumor. Contoh
klasik dari osteosarkoma sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease
yang disebut pagetic osteosarcomas. Perjalanan penyakit sampai mengalami
degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 – 25 tahun dengan
mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s disease. Selanjutnya rasa
nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi tulang. Prognosis dari
pagetic osteosarcoma sangat jelek dengan five years survival rate rata-rata
hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka pengobatan dengan
kemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya rendah.
6) Parosteal osteosarcoma
Merupakan kasus osteosarkoma yang tumbuh dari permukaan luas tulang
metafisi dan analisis radiologis menunjukkan massa lobulated dan ossified
dengan densitias tinggi pada bagian posterior distal femur, tanpa melibatkan
kavitas medula. Osteosarkoma ini tumbuh lambat dengan gambaran
histopatologis menunjukkan stroma fibrous berdeferensiasi, low grade dengan
komponen tulang
7) Periosteal osteosarcoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang (moderate-
grade). Gambaran radiologis tampak massa radiolusen, tanpa melibatkan
kavitas medulla, massa biasanya terletak pada tibia proksimal dan femur
distal. Gambaran sunburst apperance atua codman triangle tampak pada
osteosarkoma periosteal. Evaluasi histopatologis menunjukkan tumor
intermediate grade yang semakin besar mengandung matriks kartilago dengan
area klasifikasi
8) High grade surface osteosarcoma
Permukaan tumor tumbuh dari femur atau tibia, dimana gambaran radiologis
menunjukkan adanya lesi permukaan dengan mineralisasi parsial dan
enyebaran tumor ke jaringan lunak sekitarnya. Sering ditemukan disrupsi
pada korteks di bawahnya. Gambaran histologi menunjukkan adanya sel
spindle hig-grade yang atipik dan jumlah osteoid yang bervariasi. Gambaran
hispatologi menyerupai osteosarkoma konvensional.
Berdasarkan stadium, osteosarkoma diklasifikasikan menjadi 2 yakni Musculoskeletal
Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumor berdasarkan derajat dan ekstensi lokal
serta stadium berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) (Kemenkes,
2016)
1) Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)
˗ IA, derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis
˗ IB, derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa metastasis
˗ IIA, derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpa metastasis:
derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen,
˗ IIB, tanpa metastasis
˗ III, ditemukan adanya metastasis
2) Sistem Klasifikasi AJCC
˗ IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
˗ IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
˗ IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
˗ IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
˗ III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
˗ IVA metastasis paru
˗ IVB metastasis lain
f. Gejala klinis
Menurut Anderson (dalam Dwijayanti et al, 2019), osteosarkoma memiliki tanda
gejala tersendiri yang membedakannya dengan tumor ganas lain yaitu penderita
merasakan nyeri hebat di bagian tulang dan persendian, terbatasnya gerak tubuh,
terdapat edema di sekitar tulang atau di bagian ujung tulang, biasanya muncul fraktur
patologis atau perubahan bentuk tulang, penurunan berat badan hingga mudah lelah.
Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional (Kemenkes, 2016), pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda dan gejala seperti
1) Nyeri lokal yang semakin progresif (awalnya ringan dan intermiten menjadi
hebat dan menetap)
2) Teraba massa pada ekstremitas yang membesar dengan cepat, nyeri pada
penekanan dan venektasi – benjolan pada area sendi
3) Edema jaringan lunak
4) Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien osteosarkoma
5) Keterbatasan gerak
6) Penurunan berat bada
7) Anemia
g. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kondisi umum, pasien tampak pucat dan lemah, tanda-tanda vital
dalam rentang normal (jika tidak terjadi metastase)
2) Pemeriksaan kepala dan wajah biasanya ditemukan rambut rontok (post
kemoterapi), konjungtiva anemis, mukosa bibir kering dan pucat, lidah putih
3) Pemeriksaan ekstremitas biasanya ditemukan penurunan rentang gerak dan
kekuatan otot, teraba massa (benjolan pada area sendi), fraktur patologis,
hingga nyeri tulang
h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostic atau penunjang yang dapat dilakukan pada kasus-kasus
osteosarcoma menurut Kemenkes (2016), yaitu:
a. Radiografi konvensional
Merupakan pemeriksaan radiologi pertama pada kasus-kasus osteosarkoma.
Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik motheaten atau permeatif,
lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman,
sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid
maupun campuran osteoid dan khondroid).
Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan
kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai
gambaran string sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa
jaringan lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi
kortikal, dan penebalan korteks.
High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi,
reaksi periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi
intramedular.
Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan
pola pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks
osteoid minimal.
Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi orteks,
massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil,
disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.
Pasca kemoterapi, radiografi konvensional dapat digunakan untuk menilai
pengurangan ukuran massa, penambahan ossifikasi, dan pembentukan
peripheral bony shell. Foto x-ray thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat
adanya metastasis paru dengan ukuran yang cukup besar,
b. Computed Tomography (CT) Scan
Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang kompleks dan
mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat digunakan untuk
mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT scan adalah tuntunan biopsi
tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks berguna untuk mengidentifikasi
adanya metastasis mikro pada paru dan organ thoraks.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat
memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik 2 intramassa. Dynamic MRI juga dapat digunakan untuk
menilai respon pasca kemoterapi.
d. Kedokteran Nuklir
Bone scintigraphy digunakan untuk menunjukkan suatu skip metastasis atau suatu
osteosarkoma multisentrik dan penyakit sistemik
e. Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan menggunakan biopsy jarum halus
(fine needle aspiration biopsy-FNAB) atau dengan core biopsy bila hasil FNAB
inkonklusif. FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90%. Penilaian skor
Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons kemoterapi neoadjuvant.
Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe. Penilaian dilakukan secara semi
kuantitatif dengan membanding kan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor
yang riabel :
1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
2. Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
3. Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
4. Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang
proksimal.
i. Diagnostik/Kriteria diagnosis
Diagnosa osteosarkoma ditegakkan berdasarkan anamnesis (seperti usia lebih muda
dan keluhan nyeri pada sendi – tulang), pemeriksaan fisik (lokalisasi, besar tumor),
dan pemeriksaan penunjang seperti radiografi, CT scan, MRI hingga biopsi. Beberapa
kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit dibedakan
dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun denganpemeriksaan pencitraan.
Adapun kelainan-kelainan sebagai diagnosis banding osteosarcoma yaitu ewing’s
sarcoma, osteomyelitis, osteoblastoma, giant cell tumor, aneurysmal bone cyst, dan
fibrous dysplasia (Kawiyana, 2009)
j. Terapi/Tindakan penanganan
Penatalaksanaan osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb salvage surgery
(LSS) atau amputasi), kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi yang diberikan
konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
1) Pembedahan
Merupakan pilihan terapi utama pada osteosarkoma yang masih dapat
dioperasi. Terdapat dua pilihan operasi yang dilakukan yaitu eksisi dan
amputasi. Batas eksisi pembedahan harus meliputi tumor, pseudokapsul dan
jaringan normal en bloc. Limb salvage surgery merupakan prosedur
pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor pada ekstremitas
dengan tujuan menyelamatkan ekstremitas. Tata laksana osteosarkoma dengan
LSS harus didahului pemberian 3 siklus kemoterapi neoadjuvan (bisa 4 siklus
pemberian) terlebih dahulu. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif
(induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan
ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi
akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan. Post
operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada
sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan
pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya
metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya.
2) Kemoterapi
Merupakan senyawa kimia yang dapat membunuh sel kanker dan menjadi
pengobatan vital pada osteosarkoma. Regimen standar kemoterapi yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif
(preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction
chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif
(postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant
chemotherapy. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif
untuk osteosarkoma adalah: doxorubicin, cisplatin, ifosfamide, mesna, dan
methotrexate dosis tinggi
3) Radioterapi
Pasca-pembedahan baik LSS maupun amputasi dengan margin positif,
dipertimbangkan untuk melakukan reseksi kembali dan atau radioterapi. Pada
pasien osteosarkoma yang menolak dilakukan tindakan pembedahan amputasi,
dipertimbangkan untuk pemberian kemoterapi dan radioterapi. Radioterapi di
indikasikan pada osteosarkoma yang terdapat pada tulang aksial dan tulang
wajah karena keterbatasan tindakan bedah. Prinsip radioterapi pada
osteosarkoma dapat dibedakan untuk lokasi tumor primer dan lesi metastasis.
Radiasi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif pada kasus metastasis,
misalnya nyeri hebat atau perdarahan.
4) Tindakan keperawatan
a) Manajemen nyeri. Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik
relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan
farmakologi (kolaborasi pemberian analgetika).
b) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif. Motivasi klien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara
moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau
rohaniawan.
c) Memberikan nutrisi yang adekuat. Berkurangnya nafsu makan, mual,
muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi,
sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik
relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi
parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d) Pendidikan kesehatan. Edukasi dan informasi yang diberikan pada pasien
dan keluarga antara lain tentang penyakit osteosarkoma dan
penatalaksanannya. Sedangkan pada pasien yang sudah menjalani terapi,
perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang manfaat dan
efek samping kemoterapi, kemungkinan terjadinya komplikasi, program
terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
k. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul antara lain gangguan produksi antibodi, infeksi yang
biasanya disebabkan karena kerusakan sumsum tulang yang luas, merupakan efek
kemoterapi, radioterapi, dan steroid yang dapat menyebabkan terjadinya leukopenia,
fraktur patologis, gangguan pada ginjal dan sistem hematologis serta hilangnya
anggota ekstremitas. Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda apatis dan
kelemahan (Risnanto & Insani, 2014). Menurut Brunner and Suddart (2008),
komplikasi dari Osteosarkoma yaitu:
a. Akibat langsung: Patah tulang
b. Akibat tidak langsung: Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan
tubuh dan metastase paru.
c. Akibat pengobatan: Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, perubahan
jenis kulit dan kebotakan pada kemoterapi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Putra, PAA., Susraini, AAN., & Sumadi, IWJ. (2020). Karakteristik klinikopatologi
osteosarkoma berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi, dan tipe histopatologi di Laboratorium
Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012-2016. Intisari Sains Medis, 11 (2):
923-7
Sihombing, TY., Windiastuti, E., & Gatot, D. (2009). Osteosarkoma pada Anak di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri, 11 (3): 179-83
Ismiarto, YD., & Sitanggang, GL. (2019). Karakteristik pasien dengan osteosarkoma pada
ekstremitas di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari-
Desember 2014. Syifa’ Medika. 10 (1): 23-29
Dwijayanti, MKD., Wiratnaya, GE., & Setiawan, GB. (2019). Prevalensi osteosarkoma
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lesi pada tulang di RSUP Sanglah/FK Unud periode
2013-2017. Medika Udayana, 10 (10): 1-7
Seger, RW. (2014). Studi kasus osteosarkom metastase. Jurnal Widya Medika. 2 (2): 73-81
https://doi.org/10.33508/jwm.v2i2.848
Kawiyana, S. (2009). Osteosarkoma diagnosis dan penanganannya. Denpasar: Sub Bagian /
SMF Orthopaedi dan Traumatologi Bagian Bedah FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar.
Brunner & Suddart. (2008). Keperawatan Medika Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Kementerian Kesehatan. (2016). Panduan Penatalaksanaan Osteosarkoma. Jakarta: Komite
Penanggulangan Kanker Nasional
Risnanto & Insani, U. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish
Ladesvita, F., Sucipto, U., Lisnawati, K., Santi, DS., Pratiwi, CJ. (2021). Buku Asuhan
Keperawatan Onkologi: Berdasarkan Teori Virginia Henderson. Yogyakarta: Nas Media
Indonesia
Virus onkogenik Genetik/Herediter
Radioaktif dan Trauma pada sendi Penyakit berhubungan
Masuk ke dalam tubuh karsiogenik dan tulang dengan tulang: penyakit
Kelainan genetik pada
piaget & osteokondroma
kromosom 13
Masuk ke metafisis
Osteosarkoma
Kurang pengetahuan
terhadap prosedur
Penatalaksanaan medis
1. Mual
2. Kekurangan volume cairan