LP Pneumonia GADAR
LP Pneumonia GADAR
OLEH :
GUSTI AYU MADE SULISTYA ARDININGSIH, S.Kep
NIM. C2221142
Diajukan Oleh:
Mengetahui
Program Studi Profesi Ners
Ketua
c. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak
yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis,
etmoidalis dan sphenoidalis.
d. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut.Saluran napas dan makanan menyatu
dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat
bernapas udara dihantarkan ke laring.Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan
orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak
memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin.
Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan
laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
e. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antarafaring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid.
Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik
mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi.
Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis
gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup
trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu
(lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima
glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat
jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka).Vaskularisasi: A.V Laringeal media
dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
f. Trakea
Tersusun atas 16 –20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh
jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel
bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
g. Bronchus
Cabang utama trakea disebutbronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki subsegmental. Struktur
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan
tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental
hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun
atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel
goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit,
sel mast, eosinofil.
h. Bronchiolus
Cabang ke 12 –15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak
mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat
longga Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina
propria tidak mengandung sel goblet.
i. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan :
epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
j. Duktusalveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli
bermuara.
k. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200 -500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong
oleh serat kolagen, dan elastis halus.[9]Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel
alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe
I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe
II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat
septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada
akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung
serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli
disebut pori Kohn.Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada
perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag
melebihi jumlah sel lainnya.
l. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang
melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak
kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.
2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut (pearce,2011) fungsi paru – paru adalah pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru- paru atau pernafasan eksterna,oksigen
dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea
dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam
kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membrane yaitu alveoli kapiler, yang memisahkan oksigen dari
darah. Oksigen menembus membrane ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri ke semua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada
tingkat ini hemoglobin 95 % jenuh oksigen.
Didalam paru-paru co2 , salah satu hasil buangan metabolisme ,menembus
membran alveoler- kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli , dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea ,dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan
eksterna :
1) Ventilasi pulmoner atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4) Difusi gas yang menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler co 2 lebih
mudah berdifusi daripada o2.
C. ETIOLOGI
Menurut Padila (2013) etiologi pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung
spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran infeksi melalui droplet dan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu stapilococcus
aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa terjadi
karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada pneumonia adalah demam atau panas
tinggi disertai batuk berdahak yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit),
selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau atau sesak, sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang (Rikesdas, 2013).
Menurut Nanda (2015) manifestasi klinis pneumonia yaitu:
1. Demam
2. Anoreksia
3. Muntah
4. Batuk ( baik non produktif atau produktif)
5. Bunyi pernafasan seperti mengi,mengorok
6. Sesak
7. Sakit tenggorokan
Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan manifestasi klinis pneumonia meliputi; pada
penumonia bakterial khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan
cepat dan nyeri dada yang tertusuk tusuk yang dicetuskan oleh bernapas atau batuk.
Mengalami takipnea disertai pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot bantu napas.
Pneumonia atipikal memiliki gejala beragam, pasien biasanya mengalami infeksi saluran
pernapasan atas seperti kongesti nasal dan sakit tenggorokan. Gejala yang menonjol adalah
sakit kepala, demam, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari
terdapat sputum mukoid atau mukopurulen.
E. PATOFISIOLOGI :
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan paru-
paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah Bakteri
masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein. Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru
menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli
penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit. Setelah itu paru tampak berwarna abu-
abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan
terdapat eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada
penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita mengalami pucat
sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan
tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot
bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada. Secara hematogen maupun lewat
penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga
terjadi fase peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan
produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk
Proses inflamasi pada pneumonia terbagi dalam 4 stadium :
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari
empat tahap yang berurutan (Price dan Wilson, 2006) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-
sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari
kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip
hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang
berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak
kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan
arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.
Factor lingkungan,
perokok
F. PATHWAY
Bakteri, virus, jamur, Imunitas menurun
protozoa
Bakteri pneumonia masuk kedalam
traktus repitorius bagian atas
Invasi kuman di traktus respiratori
bagian atas
Infeksi pada
parenkim paru
Merangsang Pengeluaran
pengeluaran HCl prostaglandin Mengganggu Iritasi saraf
termoregulasi
BB Penurunan Merangsang
Dilatasi pembuluh Sensasi nyeri
Peningkatan suhu tubuh
menurun nafsu makan pusat mual darah
diatas normal
Ketidakseimbangan Nyeri akut
nutrisi kurang dari Energi dalam Mual Peningkatan permeabilitas
Hipertermia
kebutuhan tubuh tubuh berkurang kapiler
Gangguan
Pasien terlihat pertukaran gas Perpindahan cairan
lemas intraselular ke interstitial
Suara napas
Perubahan tambahan(rokhi)
Fatigue hasil AGD Edema
1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru.
Disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar
dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi
cairan dari cairan makanan atau lambung.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
1. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate,
empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
2. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada luas
paru yang sakit.
3. JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
4. LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
adalah:
1. Sinar x
Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor,bronchial), dapat juga
meyatakan abses.
2. Biopsy paru
Untuk menetapkan diagnosis.
3. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah
Untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static
Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi
Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk
(2009) adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang
timbul (Shaleh, 2013).
1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit sampai
benar-benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu, hasil
pemeriksaan X-Ray dan sputum tidak tampak adanya bakteri pneumonia
(Shaleh, 2013).
2. Untuk bakteri Streptococcus pneumonia
Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal
conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2
tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang
dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu
penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics (Shaleh,
2013).
3. Untuk bakteri Hemophilus influenzae
Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid,
fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole
dan trimethoprim. (Shaleh, 2013).
4. Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma
pneumonia, (Shaleh, 2013).
5. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak
beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh.
Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan juga daya tahan tubuh sangat
baik, (Shaleh, 2013).
6. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya.
Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi
pneumonia (Shaleh, 2013).
1. Identitas Klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM,
tanggal masuk, dan alasan masuk.
2. Pengkajian Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway
Kaji :
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing
Kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
5) Skala nyeri menggunakan PQRST ataumenggunakan mimik wajah
d. Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
e. Exposure
Kaji :
Tanda-tanda trauma yang ada.
3. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini.
b. Pengkajian umum pada pasien bisa menggunakan pengkajian SAMPLE
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu dan riwayat kesehatan keluarga.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau lesi
3) Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara napas
tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir, keadaan
gigi, keadaan lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu pernapasan,
adanya suara napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada
perabaan, distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label : NIC Label : manajemen jalan
bersihan jalan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan Manajemen jalan nafas nafas
nafas berhubungan jalan napas efektif, dengan kriteria
dengan sekresi hasil: 1. 1. Bunyi ronchi menandakan
yang tertahan NOC Label ; tambahan; ronchi, terdapat penumpukan sekret
ditandai dengan Status pernafasan :kepatenan jalan wheezing. atau sekret berlebih di jalan
dispnea, batuk nafas: napas.
yang tidak efektif, a. Frekuensi pernapasan dari skala 2
sputum dalam ( deviasi yang cukup berat dari 2. 2. Posisi memaksimalkan
jumlah yang kisaran normal)ke skala 4 nyaman untuk ekspansi paru dan menurunkan
berlebihan. ( deviasi ringan dari kisaran mengurangi dispnea. upaya pernapasan. Ventilasi
normal.)dengan tanda RR 12-24 maksimal membuka area
x/menit (kisaran normal 12-20 atelektasis dan meningkatkan
x/menit) gerakan sekret ke jalan napas
b. Irama pernapasan dari skala 4 besar untuk dikeluarkan.
( deviasi ringan dari kisaran
normal ) ke skala 5 ( tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
dengan tanda irama nafas reguler
( keteraturan inspirasi dan 3. 3. Mencegah obstruksi atau
ekspirasi pernafasan) mulut dan trakea; aspirasi. Penghisapan dapat
c. Kedalaman pernapasan dari skala lakukan penghisapan diperlukan bia pasien tak
2( deviasi yang cukup berat dari sesuai keperluan. mampu mengeluarkan sekret
kisaran normal) keskala 4 sendiri.
(deviasi ringan dari kisaran
normal) yang ditandai status 4. 4. Memaksimalkan pengeluaran
pernafasan normal batuk dan napas sputum.
d. Mampu mengeluarkan sekret dari dalam.
skala 4 (deviasi ringan dari 5. 5. Membantu mempermudah
kisaran normal) ke skala 5 ( tidak pengeluaran sekret.
ada deviasi dari kisaran 6. 6. Mengoptimalkan
normal)yang ditandai dengan adekuat. keseimbangan cairan dan
batuk efektif. membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah
dikeluarkan.
8.
broncodilator sesuai 8. Bronkodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
indikasi. trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
2 Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label: NIC Label :
pertukaran gas selama 3 x 24 jam diharapkan Monitor pernafasan Monitor pernafasan
berhubungan gangguan pertukaran gas dapat diatasi
dengan perubahan dengan kriteria hasil: 1. Monitor rata – rata, 1. Mengetahui karakteristik
membrane NOC Label : kedalaman, irama dan napas pasien
alveolar-kapiler Status pernafasan : pertukaran gas. usaha respirasi.
ditandai dengan a. Keseimbangan ventilasi dan 2. Catat pergerakan 2. Penggunaan otot bantu
pH darah arteri perfusi dari skala 4 (deviasi dada,amati pernapasan menandakan
abnormal, dispnea, rinagan dari kisaran normal) ke kesimetrisan, perburukan kondisi pasien.
gelisah. skala 5 (tidak ada deviasi dari penggunaan otot
kisaran normal) yamg ditandai tambahan, retraksi otot
dengan ventilasi dan oksigenasi supraclavicular dan
yang adekuat intercostal
b. Sianosis dari skala 2 ( berat) 3. Pantau hasil AGD 3. Mengetahui status oksigenasi
keskala 5 (tidak ada)yang ditandai pasien.
dengan Tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu bernapas 4. Kolaborasi : Berikan 4. Mencegah memperbaiki
dengan mudah) O2 sesuai indikasi hipoksemia dan gagal
RR (16-20 x/menit) dengan masker, kanula pernapasan.
c. Hasil AGD dari skala 2 (deviasi atau ventilasi
yang cukup berat dari kisaran mekanik.
normal) ke skala 4(deviasi ringan
dari kisaran normal)
3 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label : NIC Label :
pola napas selama 3 x 24 jam diharapkan pola a. Monitor pernafasan Monitor pernafasan
berhubungan napas efektif dengan kriteria hasil: 1. Pantau RR, irama dan
dengan keletihan, NOC Label : kedalaman pernapasan 1. Ketidakefektifan pola napas
hiperventilasi Status pernafasan : ventilasi dapat dilihat dari peningkatan
ditandai dengan a. Kedalaman pernapasan dari skala atau penurunan RR, serta
perubahan 4 ( deviasi ringan dari kisaran perubahan dalam irama dan
kedalaman normal) ke skala 5 ( tidak ada kedalaman pernapasan
pernapasan, deviasi dari kisaran normal) yang
dispnea, ditandai kedalaman pernasan 2. Pantau adanya 2. Penggunaan otot bantu
pernapasan cuping dalam batas normal. penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi
hidung, b. Retraksi dinding dada dari skala pernapasan dan dinding dada menunjukkan
pernapasan bibir, 2 ( cukup berat) keskala 5 (tidak retraksi dinding dada terjadi gangguan ekspansi paru
penggunan otot ada retraksi) NIC Label :
aksesorius untuk c. Penggunaan otot bantu nafas dari b. Bantuan pernafasan Bantuan pernafasan
bernapas. skala 3 ( cukup berat) keskala 5
( tidak ada deviasi dari kisaran 3. Berikan posisi 3. Posisi semifowler dapat
normal) semifowler membantu meningkatkan
d. Frekuensi pernapasan dari skala toleransi tubuh untuk inspirasi
3 (deviasi sedang dalam kisaran dan ekspirasi
normal) skala 5 ( tidak ada deviasi
dari kisaran normal) yang ditandai 4. Pantau status 4. Kelainan status pernapasan
dengan pernafasan dalam batas pernapasan dan dan perubahan saturasi O2
normal (16-20x/menit) oksigen dapat menentukan indikasi
terapi
Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda,
NIC, NOC. Jogjakarta. Medi: Action.
Anwar, Athena & Ika, Damayanti (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359-365.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Manurung, Rosida T. (2009). Teknik Penulisan Karya Ilmiah .Bandung: Jendela Mas Pustaka.
Misnadiarly. (2018). Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak Orang Dewasa,
Usia Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Nanda .(2015). Diagnosis Keperawatan & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T Heather
Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis & Nanda
NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Patwa, A.and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system relevant to
anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.
Price, S. A., Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2
Alih Bahasa. Jakarta : EGC. ISBN 979-448-732-5
Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcame Classification (NOC). United States of America :
Mosby
Zul, Dahlan. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta: EGC