Anda di halaman 1dari 30

KUMPULAN MAKALAH

MENU

Search...

Tehnik Evaluasi Pembelajaran PAI ANALISIS TINGKAT KESUKARAN TES DAN DAYA PEMBEDA

ANALISIS TINGKAT KESUKARAN TES DAN DAYA PEMBEDA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tingkat Kesukaran

Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh
perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir soal, yakni
analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda, di samping validitas dan reliabilitas.
Menganalis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga
dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. .

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas
dan reliabilitas, adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan
yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara
proporsional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam
menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam
melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang
termasuk mudah, sedang, dan sukar.

Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang,
dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk
ketiga kategori tersebut. Artinya, soal mudah, sedang, dan sukar, jumlahnya seimbang. Misalnya tes
objektif pilihan berganda dalam pelajaran matematika disusun sebanyak 60 pertanyaan. Dari ke-60
pertanyaan tersebut, soal kategori mudah sebanyak 20, kategori sedang 20, dan kategori sukar 20.
Pertimbangan kedua proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori tersebut didasarkan atas kurva
normal. Artinya, sebagian soal berada dalam kategori sedang, sebagian lagi termasuk ke dalam
kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.

Perbandingan antara soal mudah-sedang-sukar bisa dibuat 3-4-3, artinya 30 % soal kategori
mudah, 40 % kategori sedang, dan 30 % kategori sukar. Perbandingan lain yang termasuk sejenis
dengan proporsi di atas misalnya 3-5-2. Artinya, 30 % soal kategori mudah, 50 % kategori sedang,
dan 20 % kategori sukar.

Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
I=B

I = indek kesulitan untuk setiap butir soal

B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = banyaknya siswa yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan

Kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit soal tersebut.
Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut. Kriteria indeks kesulitan
soal itu adalah sebagai berikut :

0 - 0,30 = soal kategori sukar.

0,31 - 0,70 = soal kategori sedang.

0,71 - 1,00 = soal kategori mudah.

Contoh :

Guru IPS memberikan 10 pertanyaan pilihan berganda dengan komposisi 3 mudah, 4 soal sedang,
dan 3 soal sukar. Jika dilukiskan, susunan soalnya adalah sebagai berikut :

No. Soal

Abilitas yang diukur

Tingkat kesulitan soal

1.

Pengetahuan

Mudah

2.

Aplikasi

Sedang

3.

Pemahaman

Mudah

4.

Analisis

Sedang

5.
Evaluasi

Sukar

6.

Sintesis

Sukar

7.

Pemahaman

Mudah

8.

Aplikasi

Sedang

9.

Analisis

Sedang

10.

Sintesis

Sukar

Kemudian soal tersebut diberikan kepada 20 orang siswa dan tidak seorangpun yang tidak
mengisi seluruh pertanyaan tersebut. Setelah diperiksa, hasilnya adalah sebagai berikut :

No. Soal

Banyaknya siswa yang menjawab (N)

Banyaknya siswa yang menjawab betul (B)

Indeks

Kategori soal

1.

20

18
0,9

Mudah

2.

20

12

0,6

Sedang

3.

20

10

0,5

Sedang

4.

20

20

1,0

Mudah

5.

20

0,3

Sukar

6.

20

0,2

Sukar

7.

20

16

0,8
Mudah

8.

20

11

0,55

Sedang

9.

20

17

0,85

Mudah

10.

20

0,25

Sukar

Dari sebaran di atas, ternyata ada tiga soal yang meleset, yakni soal nomor 3 yang semula
diproyeksikan ke dalam kategori mudah, setelah dicoba ternyata termasuk ke dalam kategori
sedang. Demikian juga soal nomor 4 yang semula diproyeksikan sedang ternyata termasuk ke dalam
kategori mudah. Soal nomor 9 semula diproyeksikan sedang, ternyata termasuk ke dalam kategori
mudah. Sedangkan 7 soal lainnya sesuai dengan proyeksi semula. Atas dasar tersebut, ketiga soal di
atas harus diperbaiki kembali.

- soal no. 3 diturunkan ke dalam kategori mudah,

- soal no. 4 dinaikkan ke dalam kategori sedang,

- soal no. 9 dinaikkan ke dalam kategori sedang.

Cara lain dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan tabel Rose
dan Stanley.

Dalam literatur lain disebutkan bahwa Tingkat kesukaran tes adalah pernyataan tentang seberapa
mudah atau seberapa sukar sebuah butir tes itu bagi testee atau siswa terkait. Tingkat kesukaran
merupakan salah satu ciri tes yang perlu diperhatikan, karena tingkat kesukaran tes menunjukkan
seberapa sukar atau mudahnya butir-butir tes atau tes secara keseluruhan yang telah
diselenggarakan. Butir tes yang baik adalah butir yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang, yaitu
yang dapat dijawab dengan benar oleh sekitar 40 sampai 80 % peserta tes. Sebab butir tes yang
hanya dijawab oleh 10 % atau bahkan 90 %, akan sulit dibedakan, manakah kelompok yang benar-
benar mampu dan kelompok yang benar-benar kurang mampu dalam menjawab soal.
Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya, karena setiap pembuat tes perlu mengetahui apakah
soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat kesukaran itu dapat dilihat dari jawaban siswa. Semakin
sedikit jumlah siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti soal itu termasuk sukar dan
sebaliknya semakin banyak siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti itu
mengindikasikan soal itu tidak sukar atau soal itu mudah.

Dalam proses analisis tes, seorang guru hendaknya meninjau ulang validitas dan susunan redaksional
butir tes yang dibuatnya. Jika ternyata butir tes/soal tidak valid, maka keputusan yang harus diambil
adalah membuang butir tes tersebut. Dan jika butir tes itu valid, maka perlu diadakan revisi terhadap
susunan redaksi tes. Valid yang dimaksud di sini adalah, terdapat keterwakilan dan relevansi dengan
kemampuan yang harus diukur sesuai GBPP yang diberlakukan.

Tingkat kesukaran butir tes dinyatakan dengan indeks berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.

0 1
1 Indeks 0,00 berarti butir soal sangat sukar karena tidak seorangpun dapat menjawab dengan
benar butir tes tersebut. Sebaliknya jika indeksnya 1,00 berarti butir soal tersebut sangat
mudah karena semua siswa dapat menjawabnya dengan benar.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes adalah :

TK = B

N x skor maks

TK = Tingkat Kesukaran

B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar

N = Jumlah siswa

Contoh :

Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay diperoleh skor siswa dan
tingkat kesukaran sebagai berikut :

NO

NAMA

SKOR PILIHAN GANDA

SKOR ESSAY
1

Tukul

10

Jojon

10

Kirun

1
0

Santi

Joko

Rani

0
1

Pilus

Rara

Karyo

0
0

10

Dody

11

Didin

12

Soro

0
0

Jml Benar

12

37

47

86

Skor Maks

10

Tingkat Kesukaran

0,5

0,25

0,75
0,62

0,65

0,72

Secara lebih terperinci tentang penafsiran tingkat kesukaran dapat diperhatikan sebagai berikut :

0,00 = Sangat Sukar

0,02 – 0,39 = Sukar

0,40 – 0,80 = Sedang (baik)

0,81 – 0,99 = Mudah

Untuk sebuah butir tes yang ideal, tingkat kesukaran butir berkisar antara 0,4 hingga 0,8.[1]

B. Daya Beda

Menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam
membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah/rendah dan kategori kuat/tinggi
prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya rendah. Tetapi
bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua
kategori siswa tersebut, hasilnya sama saja. Dengan demikian, tes yang tidak memiliki daya pembeda
tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya.
Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan
manipulasi oleh si penilai atau di luar faktor kebetulan.

Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau
kriteria dari Rose dan Stanley :

Rumusnya adalah :

SR – ST

SR = jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah

ST = jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi

Contoh :

Tes pilihan ganda dengan option 4 diberikan kepada 30 siswa. Jumlah soal 15. Setelah diperiksa,
datanya adalah sebagai berikut :

No.soal

Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah (SR)

Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi (ST)

SR – ST
Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

1
4

7.

8.

9.

10.

11.

12.

5
13.

14.

15.

N = 30 orang N = 27 % dari 30 = 8

Kriteria yang digunakan dari tabel Ross dan Stanley adalah sebagai berikut :

Jumlah Testee (N)

(27 % N)

Option

28 – 31

32 – 35

36 – 38
Dst. Lihat tabel pada lampiran

10

Kriteria pengujian daya penbeda adalah sebagai berikut :

Bila SR –ST sama atau lebih besar dari nilai tabel, artinya butir soal itu mempunyai daya pembeda.

Dari data di atas, batas pengujian adalah 5, yakni yang pertama dalam tabel di atas dengan jumlah N
(28 – 31), n = 8 pada option 4. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut :

No.item

SR –ST

Batas nilai tabel

Keterangan

1.

Diterima

2.
5

Diterima

3.

Ditolak

4.

Diterima

5.

Ditolak

6.

Ditolak

7.

Ditolak

8.

Diterima

9.

Diterima
10.

Ditolak

11.

Ditolak

12.

Diterima

13.

Ditolak

14.

Diterima

15.

Ditolak

Dari kesimpulan di atas hanya soal nomor 1, 2, 4, 8, 9, 12, dan 14 yang memenuhi daya pembeda,
sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan
menempuh langkah sebagai berikut :

a. Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.

b. Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya.


c. Menentukan jumlah sampel sebanyak 27 % dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa
pandai (peringkat atas) dan 27 % untuk kelompok siswa kurang pandai (peringkat bawah).

d. Melakukan analisa butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua
nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.

e. Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang dengan
kelompok pandai (SR – ST).

f. Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross dan Stanley.

g. Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria memiliki
daya pembeda bila nilai selisih jumlah siswa yang menjawab salah antara kelompok kurang dengan
kelompok pandai (SR – ST) sama atau lebih besar dari nilai tabel.

Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu
diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda
dan tingkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan di samping memenuhi validitas dan reliabilitas, juga
memenuhi tingkat kesukaran dan daya penbeda.

Dalam literatur lain disebutkan bahwa salah satu ciri butir yang baik adalah yang mampu
membedakan antara kelompok atas (yang mampu) dan kelompok bawah (kurang mampu). Karena
itu butir tes harus diketahui daya bedanya. Siswa yang termasuk kelompok tinggi adalah siswa yang
mempunyai rata-rata skor paling baik. Siswa yang termasuk kelompok rendah adalah siswa yang
mempunyai rata-rata skor yang rendah. Kelompok siswa yang pandai sering disebut dengan istilah
kelompok Upper, dan kelompok siswa yang kurang pandai sering disebut dengan istilah Lower.

Tingkat daya pembeda butir-butir tes dinyatakan dalam skala indeks -1,00 sampai dengan 1,00.

-1,00 0 1,00

Penjelasan :

· Indeks -1,00 berarti butir tes terbalik, siswa kurang pandai dalam kelompok Lower dapat
menjawab butir tes dengan sempurna, dan kelompok yang paling pandai dalam Upper tidak ada
satupun yang mampu menjawab dengan benar.

· Indeks 0,00 berarti butir tes tidak dapat membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang
pandai. Atau kemampuan kelompok pandai (Upper) sama dengan kemampuan kelompok kurang
pandai (Lower).

· Indeks 1,00 berarti butir tes secara sempurna dapat membedakan siswa berdasarkan tingkat
kemampuannya.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir tes adalah :

DB = U - L

Nup x skor maks

DB = Daya Beda
U = Kelompok Tinggi

L = Kelompok Rendah

Nup = Jumlah siswa Upper dan Lower

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis daya pembeda butir tes adalah sebagai berikut :

1. Mengurutkan jawaban siswa mulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah.

2. Membagi kelompok Atas dan kelompok Bawah masing-masing 25 % atau 30 % atau 40 %.

3. Memberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah pada tes
pilihan ganda. Sedangkan pada tes essay diberikan skor sesuai pada rentangan yang ditentukan.

4. Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan.

Contoh :

Dalam evaluasi tes yang menggunakan bentuk pilihan ganda dan essay diperoleh skor siswa dan
daya beda sebagai berikut :

No

NAMA

SKOR PILIHAN GANDA

SKOR ESSAY

Total

1.

Tukul

0
1

10

25

UPPER

2.

Jojon

10

25

3.

Kirun

24

4.
Santi

21

5.

Joko

19

6.

Rani

4
8

18

7.

Pilus

15

8.

Rara

15

9.

Karyo

0
0

12

LOWER

10.

Dody

10

11.

Didin

12
Soro

Upper

19

23

38

95

Lower

9
18

38

Jml siswa U/L

28

Skor maks

10

26

Daya beda

0,00

0,00
1,00

0,75

0,75

0,65

0,58

0,50

Secara lebih terperinci tentang penafsiran daya beda butir soal dapat diperhatikan sebagai berikut :

0,70 – 1,00 = baik sekali

0,40 – 0,69 = baik

0,20 – 0,39 = cukup

0,00 – 0,19 = jelek

-1,00 – 0,00 = jelek sekali

Untuk butir soal yang ideal, daya bedanya berkisar antara 0,2 hingga 1,00. Sehingga apabila
ditemukan daya beda butir yang negatif, sebaiknya guru mengganti butir tersebut apabila hendak
dimunculkan dalam tes berikutnya. Karena daya beda negatif memberi pengertian bahwa kelompok
lower (kurang mampu) lebih baik dari pada kelompok upper (paling baik) sebesar angka negatif yang
diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Fu’adi, Athok, Sistem Pengembangan Evaluasi. Ponorogo : STAIN Po Press, 2008.

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995.

http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/06/tingkat-kesukaran-dan-daya-
beda.html

[1] Athok Fu’adi, Sistem Pengembangan Evaluasi (Ponorogo : STAIN Po Press, 2008), 68-69.
Tweet

Share

Share

Share

Share

Sign up here with your email

Enter your email address

NEXT

Teori Naturalisme

PREVIOUS

METODE PENGAJARAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ENTRI UNGGULAN

KISAH RAJA DAN PELAYANNYA

KISAH RAJA DAN PELAYANNYA Oleh Mbah Djenggod Ada seorang Raja yang mempunyai seorang
pelayan, yang dalam setiap kesempatan se...

FOLLOWERS

POSTINGAN POPULER

TERJEMAH, MUFRODHAT, ASBABUN NUZUL, KANDUNGAN AYAT, MUNASABAH, DAN TAFSIR AL-
QUR’AN SURAH AN-NUR AYAT 30 DAN 31

ASBABUN NUZUL, KANDUNGAN AYAT ATAU TAFSIR SURAT AN-NISA’ AYAT 34 DAN HUBUNGANNYA
DENGAN AYAT LAIN

(SOMETHING TO KNOW : STRATEGI BELAJAR MENGAJAR ) JENIS PESERTA DIDIK DAN TREATMEN
YANG DIBUTUHKAN DAN CIRI-CIRI GAYA PENDIDIK
DINAMIKA PERKEMBANGAN STUDI ISLAM DI BARAT, TIMUR, DAN INDONESIA

SUMBER AJARAN ISLAM AL-QUR’AN DAN AL-HADIST

MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM

RESUME MATERI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA (Pengertian Sejarah Dan Pendidikan
Islam)

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KURIKULUM

KONSEP DASAR EVALUASI Pengertian Pengukuran, Penilaian, Evaluasi Dan Jenis-jenis Evaluasi

KANDUNGAN QUR’AN SURAT IBRAHIM AYAT 24-28 DAN SURAT AT TAHRIM AYAT 10-11

RECENTPOPULARCOMMENT

6,015,376 Total Post16

KUMPULAN MAKALAH

ABOUT

PRIVACY POLICY

SITEMAP

Disclaimer

Terms of Service

LABEL

Siraman Rohani 229Psikologi Perkembangan 21Ilmu Pendidikan Islam 18Bahasa Indonesia 16Contoh
Landasan Teori Skripsi 12Pengembangan Kurikulum 12Ilmu Pendidikan 11Proposal Penelitian-
Kualitatif 11Psikologi Dakwah 11Serba Serbi Islami 11Tafsir Al Quran 11Ulumul Hadits 11Psikologi
Umum 10Strategi Belajar Mengajar 10Fiqih Keluarga 9Metodologi Pembelajaran 9Bimbingan Dan
Penyuluhan 8Tehnik Evaluasi Pembelajaran PAI 8Kapita Selekta Pendidikan Islam (KSPI) 7Pendidikan
Kewargaan (Civic Education) 7Psikologi Pendidikan 7LAPORAN INDIVIDU PPLK II BERBASIS
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) 6RPP PTK 6Sosiologi Pendidikan 6Statistik 6Ushul Fiqh 6Bahasa
Inggris 5Ilmu Sosial Dasar (ISD) 5Pascasarjana (Filsafat Ilmu) 5Pascasarjana (Sejarah Pendidikan
Islam) 5Psikologi Belajar 5Filsafat Pendidikan 4Hadis Pendidikan 4KPM 4Metodologi Penelitian
4Metodologi Studi Islam (MSI) 4Motivasi 4Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia 4Ulumul Qur’an
4Catatan IMAM SUPRAYOGO 3Filsafat Pendidikan Islam 3Manajemen Pendidikan 3Metodologi
Pembelajaran bahasa Arab 3Metodologi Penelitian-Kualitatif 3Pascasarjana (Studi Materi PAI )
3Perbandingan Madzab 3Syariah – Muamalah 3Teknologi Pendidikan 3Akhlak Tasawuf 2Bimbingan
Dan Konseling 2Fiqih 2KTSP 2Manajemen SDM Pendidikan Islam (Pasca Sarjana) 2Masail Fiqhiyah
2Materi PAI 2PTK 2Pascasarjana (Metodologi Studi Islam) 2Pascasarjana (Pengembangan Kurikulum
PAI) 2Proposal Penelitian-Kuantitatif 2Sejarah Peradaban Islam 2Studi Al Qur’an 2Tafsir Pendidikan
2Tips Sehat 2About 1Analisis Wacana 1Dasar-dasar Kewirausahaan 1Ekonomi Islam 1Kajian Buku
Arab 1Kisah Hikmah 1Metodologi Penelitian Kuantitatif (Pasca Sarjana) 1Metodologi Penelitian-
Kajian Pustaka (Library Research) 1Metodologi Penelitian-Kuantitatif 1Pascasarjana (Filsafat
Pendidikan Islam) 1Pascasarjana (Tafsir dan Hadis Pendidikan) 1Pendidikan Kewarganegaraan
1Pendidikan Pancasila 1Pengelolaan Kelas 1Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam
1Perencanaan Dan Pembelajaran PAI 1Perkembangan Pemikiran PAI 1Privacy Policy 1Proposal
Penelitian-Kajian Pustaka (Library Research) 1RPP 1Sejarah Pendidikan Islam Klasik 1Sitemap 1Studi
Fiqih 1Study Materi Aqidah Akhlak 1Tafsir Ahkam II 1Tafsir Al-Qur’an dan Hadits Tarbawi (Pasca
Sarjana) 1Tarjamah 1 – bahasa Arab 1

Copyright © 2015 KUMPULAN MAKALAH All Right Reserved

Blogger Templates

Anda mungkin juga menyukai