Anda di halaman 1dari 3

Apakah kebijakan dan politik adalah sama ? Mana yg lebih dominan dalam pemerintahan ?

Jawab :Tidak sama. Kebijakan dan politik itu dua hal yang berbeda. Dimana kebijakan
merupakan rangkaian konsep, asas, dan dasar dalam pelaksanaan tatanan pemerintahan.
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak . Istilah ini dapat diterapkan
pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Sedangkan politik
adalahsegalasesuatutentangprosesperumusandanpelaksanaan kebijakanpublik.Politik (bahasaYun
ani:  politiká; Arab: ‫سياسة‬, siyasah)yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga
negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan
upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang
dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional.Di samping itu politik juga dapat ditilik dari
sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

 politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(Teori Klasik Aristoteles).
 politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
 politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat.
 politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.

Yang lebih dominan dalam pemerintahan adalah Kebijakan. Karena kebijakan merupan suatu
landasan dan dasar acuan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan.

Mana yang lebih tinggi, putusan pengadilan atau putusan karena kekuasaan ?

Jawab : Yang lebih tinggi putusan pengadilan. Dimana putusan pengadilan ini merupakan
putusan akhir (final) yang memiliki kekuatan hukum tetap yang dilaksanakan melalui
persidangan. Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan oleh
hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar pihak.
1 Bab Poin Penting Politik Hukum

Bab IV Hukum dan Hakim

Indonesia yang menganut sistem Eropa Kontinental dan bertumpu pada sistem civil law, juga
menganut asas pemisahan kekuasaan yang di antaranya terdiri dari kekuasaan eksekutif,
kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif. Untuk kekuasaan eksekutif di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur dalam BAB III yang mengatur
tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, untuk kekuasaan legislatif diatur dalam BAB VII yang
mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat, dan untuk kekuasaan yudikatif diatur dalam BAB
IX yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman. Perubahan UUD 1945 telah membawa
perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan
kehakiman.

Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman
sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hal ini termaktub dalam Pasal 19 UndangUndang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sebagai pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, tolak ukur hakim dan hakim
konstitusi dalam mempertanggungjawabkan jaminan diimplementasikannya asas
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dapat dilihat dari putusan yang dibuatnya. Penafsiran
hakim dan hakim konstitusi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perkara
yang sedang diadilinya sangatlah penting karena dari penafsiran hakim tersebutlah yang akan
menentukan putusan yang akan dibuat oleh hakim dan hakim konstitusi. intelektual yang
dimilikinya akan direfleksikan sekaligus dipertaruhkan pada bagaimana hakim merumuskan ratio
decendi dalam putusannya.

Dalam putusannya. Hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang penting bukanlah
hukumnya karena hakim dianggap tahu hukumnya (ius curia novit), melainkan mengetahui
secara objektif fakta atau peristiwanya sebagai duduk perkara yang sebenarnya yang nantinya
dijadikan dasar putusannya, bukan secara a priori langsung menemukan hukumnya tanpa perlu
mengetahui terlebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya. Untuk dapat memberikan putusan
pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian hukum dan mencerminkan keadilan, hakim
yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan
peraturan hukum yang akan diterapkan (Riduan Syahrani, 2000:117).

Anda mungkin juga menyukai