Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pluralitas agama menjadi sesuatu yang harus dapat diterima, karena


kemajemukan menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan bermasyarakat, dan
ini merupakan hukum alam (sunatullah), dalam situasi Dunia yang semakin plural
tentunya dibutuhkan sikap bagaimana cara yang diambil dalam meyikapi
keragaman, bukan sikap menjauhkan diri dari keyataan itu sendiri. Oleh
karenanya Islam menjadi agama yang kitab sucinya sangat mengakui
keberadaan hak-hak agama lain untuk hidup dan untuk mengimplementasikan
ajaran-ajarannya.1

Pengakuan ini menunjukkan dasar keagamaan serta pluralisme sosial


dan kultural, sebagai aturan Tuhan yang tidak bisa berubah setiap umat
beragama dituntut untuk dapat bersikap terbuka. Sikap ini mengharuskannya tidak
hanya mencari makna dari kehadiran beragam agama, tapi juga melakukan usaha-
usaha yang serius demi terwujudnya sebuah masyarakat yang harmonis
melalui dialog dan kerjasama.2

Masing-masing umat beragama memiliki tanggung jawab untuk


mewujudkan nilai-nilai agamanya secara proporsional sehingga kehadirannya
bukan merupakan ancaman bagi yang lain melainkan rekan dialog dan rekan
kerja dalam sebuah team kemanusiaan. Tanggung jawab bersama itu akan
melahirkan kekuatan. Oleh karenanya, paham pluralisme menjadi solusi
ditengah kemajemukan dalam beragama karena prulisme multlak dibutuhkan
demi menjaga rasa toleransi antar umat beragama. Karena sikap terbuka setiap
umat beragama akan melahirkan perdamaian dan toleransi sekaligus

1
Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muslim
Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 148.
2
Ahmad Syafii Maarif, Tuhan Menyapa Kita, (Jakarta: Grafindo, 2006), h. 219-220.

1
2

merupakan perisai dari sikap saling menghujat, saling menyalahkan, apalagi


saling membunuh.3

Konflik yang timbul baik secara laten maupun manifes sebagai dampak
dari adanya fenomena pluralisme agama ini bersumber dari ketidaksiapan untuk
menerima kehadiran umat beragama lain sehingga berpotensi terhadap
munculnya tindak kekerasan antarumat beragama. Dengan sikap menghilangkan
perbedaan dan mempertanyakan hak hidup umat beragama lain secara doktriner,
maka kelompok agama dominan cenderung memaksa yang lemah untuk
mengikuti kehendak yang kuat. Karena pada dasarnya klaim absolutisme
sebagaimana yang diungkap oleh John Hick, 4 dilakukan oleh semua agama, baik
Islam, Kristen Hindu maupun Yahudi.

Menjadi pemeluk suatu agama merupakan pilihan, karena setiap manusia


berhak dan bebas menentukan kehendaknya untuk memilih agama yang benar
menurut keyakinannya. Maka hak asasi dalam beragama itu harus dihormati dan
dijunjung tinggi sehingga setiap orang diharamkan memaksakan agama dan
keyakinannya kepada orang lain, khususnya orang yang telah beragama. Dalam
dokumen HAM (Hak asasi manusia) universal pada tahun 1948, telah dinyatakan
sekian banyak jaminan hak-hak dasar manusia secara terperinci, dimana yang
terpenting di antaranya adalah kebebasan kepentingan dan agama.5

Kebebasan beragama merupakan kehormatan bagi manusia dari Tuhan,


karena Tuhan mengakui hak manusia untuk memilih sendiri jalan hidupnya. 6
Tentu tidak perlu lagi ditegaskan bahwa semua resiko pilihan itu adalah tanggung
jawab sepenuhnya manusia sendiri. Adapun tidak dibolehkannya memaksa suatu
agama karena manusia mampu dan harus diberi kebebasan untuk membedakan
serta memilih sendiri mana yang benar dan mana yang salah. 7 Dengan kata lain,
3
Budhy Munawwar Rahman, Islam Pluralis:Wacana Kesetaraan Kaum Beriman
(Jakarta: Paramadina, 2001), h. 14.
4
John Hick, Problems of religious pluralism (New York: St. Martin's Press, 1985), h. 46.
5
Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, Terj. A. Rahmad
Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 296.
6
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Hubungan antar-Umat Beragama
JILID 1, (Jakarta: Departemen Agama, 2008), h. 30.
7
Fahmi Salim, Tafsir Sesat, (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 207.
3

manusia telah diberi petunjuk untuk menentukan sendiri jalan hidupnya yang
benar, dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya.8

Dalam pandangan hidup Islam, salah satu anugerah yang diturunkan Allah
kepada manusia adalah kebebasan untuk memilih agama yang berdasarkan dari
keyakinannya sendiri. Hal inilah yang membuat manusia berbeda dengan makhluk
Allah yang lain. Jalan hidup utama yang diberikan kepada manusia adalah
kebebasan untuk mengikuti petunjuk yang diturunkan melalui Nabi Muhammad
SAW, yaitu agama Islam, jalan yang paling benar, ataupun memeluk keyakinan
agama lain, semuanya diserahkan secara penuh kepada manusia.9

Salah satu ajaran yang sangat dikedepankan dalam Islam tentang hal
tersebut adalah prinsip la Ikraha fi al-Din,10 yaitu tidak ada pemaksaan dalam
menganut agama, yang mana termaktub dalam QS. al-Baqarah [2]: 256. 11 Dari
ayat ini dapat dimaknai bahwa segala bentuk pemaksaan terhadap manusia untuk
memilih suatu agama tidak dibenarkan oleh al-Qur’an. Jika saja pemaksaan
diperbolehkan, maka bisa saja Allah yang memerintahkan hal itu, akan tetapi
kenyataannya, dalam ayat di atas tidak ada pemaksaan yang diaplikasikan atau
diterapkan. Oleh karena itu, penulis melihat bahwa penting untuk kita menyelidiki
lebih lanjut kebebasan beragama dalam al-Qur’an sebagai bentuk untuk
menyikapi bagaimana seharusnya beretika dalam lingkungan yang plural.
Makalah ini hendak memaparkan bagaimana kebebasan beragama dalam
perspektif al-Qur’an.

Sebab turunnya ayat QS. al-Baqarah [2]: 256 adalah, dijelaskan dari
riwayat Abu Daud, al-Nasa’i, dan Ibnu Jarir, seorang lelaki bernama Abu al-
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta: Paramadina, 2008),h. 220.
8

Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Hubungan antar-Umat Beragama


9

JILID 1, (Jakarta: Departemen Agama, 2008), h. 30.


10

َ ِ‫ ُو ْثقَ ٰى اَل ا ْنف‬G‫العُرْ َو ِة ْال‬G


‫ا َم‬G‫ص‬ ْ ِ‫كَ ب‬G‫ ِد ا ْستَ ْم َس‬Gَ‫ت َوي ُْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَق‬
ِ ‫َي ۚ فَ َم ْن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬
ِّ ‫ِّين ۖ قَ ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْالغ‬
ِ ‫اَل إِ ْك َراهَ ِفي الد‬
‫لَهَا ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
11
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Hubungan antar-Umat Beragama
JILID 1, (Jakarta: Departemen Agama, 2008), h. 29.
4

Husain dari keluarga Bani Salim Ibnu ‘Auf al-Ansari mempunyai dua orang anak
laki-laki yang telah memeluk agama Nasrani, sebelum Nabi Muhammad SAW
diutus sebagai nabi. Kemudian anak itu datang ke Madinah setelah datangnya
Islam. Ayahnya selalu meminta agar mereka masuk Islam, dia berkata pada
mereka “saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam.”
Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW dan ayah mereka
berkata “apakah sebagian tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat
saja?” maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan anaknya tetap pada
agama mereka.12

Dalam ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa tidak ada paksaan
dalam menganut keyakinan agama. Allah menghendaki agar setiap orang
merasakan kedamaian. Kedamaian tidak akan tercipta jika suasana jiwa tidak
memiliki kedamaian. Jiwa yang damailah yang dapat memunculkan kedamaian.
Paksaan membuat jiwa menjadi tidak damai, oleh karena itu tidak ada paksaan
dalam menganut akidah Islam.13 Dalam ayat ini pula menunjukkan bahwa tidak
diizinkan melakukan kekerasan dan paksaan bagi umat Islam terhadap yang bukan
Muslim untuk memaksanya masuk agama Islam. Ayat ini merupakan teks fondasi
atau dasar penyikapan Islam terhadap jaminan kebebasan beragama.

Di sisi lain, ada anggapan ayat-ayat al-Qur`an yang berbicara tentang


toleransi dan perdamaian telah di-nasakh dengan ayat-ayat tentang perang (ayat
al-saif). Contohnya QS. Al-Baqarah (2): 256 telah di-nasakh dengan perintah
memerangi (qital) ahl al-kitab di Surah al-Taubah.14

Jika melihat dari dua pendapat tersebut, maka eksistensi kebebasan


beragama menjadi dipertanyakan. Padahal, menurut Azyumardi Azra

12
Ali al-Sabuni, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Jilid I, (T.K: T.P, T.Th), h. 232
13
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Hubungan antar-Umat Beragama
JILID 1, (Jakarta: Departemen Agama, 2008), h. 27
14
Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam al-Harawi, al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Qur`an al-
‘Aziz wa ma fihi min al-Fara`idh wa al-Sunan, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, t.th), h. 281-282;
Athiyah bin Athiyah al-Ajhuri, Irsyad al-Rahman li Asbab al-Nuzul wa al-Nasikh wa al-Mansukh
wa al-Mutasyabih wa Tajwid al-Qur`an, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2009), h. 91; Abi al-Hasan Ali
bin Ahmad al-Wahidi al-Naisaburi, Asbab al-Nuzul wa bihamasyihi al-Nasikh wa al-Mansukh,
(Beirut: Alam al-Kutub, t.th), h. 58-59.
5

sebagaimana dikutip oleh Muhadjir Darwin menyatakan bahwa hak beragama


merupakan salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun.15 Disinilah posisi maqāşid dalam mengkaji kebebasan beragama,
sebab, maqāşid seharusnya menyentuh aspek-aspek dasar manusia, seperti hak
asasi yang tidak dapat diganggu keberlangsungannya.

Di samping itu, dalam memahami al-Qur`an seharusnya tidak terlepas dari


tujuan utama diturunkannya al-Qur`an yaitu untuk mencapai kemashlahatan
manusia (li masalih al-‘ibad). Tujuan inilah yang disebut sebagai maqasid al-
Qur`an.16 Oleh karena itu, perlu adanya penafsiran kembali terkait ayat-ayat
kebebasan beragama dalam rangka menyentuh hak- hak asasi sesuai dengan
tujuan utama diturunkannya al-Qur`an ke muka bumi.

Maka jelaslah bahwa tidak memaksa non-Muslim untuk memeluk agama


Islam bukan berarti ridha terhadap kekafiran mereka, ataupun bukan
membenarkan semua agama yang ada karena telah jelas sisi kebenaran bagi para
pencarinya.

Jadi, jelaslah bahwa yang diinginkan oleh Allah terhadap umat Islam
adalah menciptakan suasana yang penuh dengan kedamaian di bumi-Nya.
Kemajemukan yang ada di dunia, termasuk kemajemukan dalam keyakinan
adalah sunatullah yang tidak bisa dipungkiri. Agama, seyakin apapun kita dan
sekuat apapun kita memeluknya, tidak bisa menjadi alasan untuk menghina dan
menjatuhkan agama lain. Seharusnya agama menjadi hal yang positif dalam
membangun peradaban bumi, dimana setiap insan di dunia ini hidup bersama
dalam damai.17

B. Identifikasi Masalah

15
Muhadjir Darwin, “Keberagaman Etnis dan Aliran Agama: Tantangan Baru dalam
Pembangunan Bangsa Madani” dalam Mirza Tirta Kusuma (ed.), Ketika Makkah Menjadi Seperti
Las Vegas: Agama, Politik, dan Ideologi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 310.
16
Abdul Karim Hamidi, al-Madkhal ila Maqashid al-Qur`an, (Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 2007), h. 31.
17
Ahmad Zainul Hamdi dan Muktafi, Wacana dan praktik Pluralisme Keagamaan di
Indonesia, (Jakarta: Daulat Press, 2017), h. 7.
6

1. Keberagaman agama menjadi sebuah sunatullah yang harus diterima oleh


umat manusia.
2. Paham pluralisme menjadi solusi ditengah kemajemukan dalam beragama
karena prulisme multlak dibutuhkan demi menjaga rasa toleransi antar umat
beragama.
3. Ketidaksiapan untuk menerima kehadiran umat beragama lain sehingga
berpotensi terhadap munculnya tindak kekerasan antarumat beragama
4. Di sisi lain, ada anggapan ayat-ayat al-Qur`an yang berbicara tentang
toleransi dan perdamaian telah di-nasakh dengan ayat-ayat tentang perang
(ayat al-saif).
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, ada satu poin penting yang menjadi


rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana konsep kebebasan beragama dalam al-Qur`an ?

D. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi permasalahan di atas yang akan dibahas dalam penelitian


ini, kemudian penulis membatasi pada pembahasan berikut;

1. Kajian teoritis tentang kebebasan dalam beragama oleh para peneliti


terdahulu
2. Term al-Quran terkait kebebasan beragama
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dihasilkan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui konsep kebebasan beragama dalam al-Qur`an perspektif

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara umum memberikan dasar pijakan dalam penelitian kajian tafsir al-
Qur`an kontemporer baik bagi mahasiswa atau civitas akademika lainnya.
7

2. Memberikan pemahaman baru terhadap cara membaca ayat-ayat tentang


kebebasan beragama bagi masyarakat luas sehingga diharapkan dapat
memberikan semangat keberagamaan yang kokoh dan toleransi yang kuat.
3. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pemikiran khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam kajian tafsir al-
Qur`an.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Kajian dan penelitian terkait kebebasan beragama telah banyak


berkembang. Penulis membagi penelitian tersebut ke dalam dua kategori besar,
yaitu seputar kebebasan beragama umum dan kebebasan beragama dalam konteks
al-Qur`an.

Pertama, dalam perspektif umum, ada beberapa penelitian, di antaranya


penelitian skripsi oleh Fahri Ansyah yang menyoroti kebebasan beragama di
Indonesia dalam perspekif ruang publik dan ruang privat Hannah Arendt. Salah
satu poin penting yang dapat ditarik dari penelitian tersebut adalah kebebasan
beragama di Indonesia masih di dominasi dengan kepentingan-kepentingan
tertentu yang menyebabkan terjadinya krisis di ranah ruang publik, seperti bentuk
penguasaan dan dominasi yang meminimalisir dialog dalam menyikapi suatu
konflik.18

Selanjutnya ada pula kajian tentang kebebasan beragama yang menyoroti


dinamika hubungan Yahudi, Kristen, dan Muslim di Amerika. 19 Jika melihat
dinamika tersebut, kebebasan beragama di Amerika mulai terbangun dimulai
dengan adanya kemauan untuk berdialog satu sama lain dan mencari titik temu di
antara perbedaan. Hal ini yang langsung dirasakan oleh penulisnya, Sumanto al-
Qurtuby ketika belajar di Amerika Serikat.

Sejalan dengan kajian tersebut, dialog antar agama bukan ajang untuk
membandingkan perbedaan, atau mencari kebenaran ajaran agama, tetapi,
18
Fahri Ansyah, “Kebebasan Beragama di Indonesia: Perspektif Teori Ruang Publik dan
Ruang Privat Hannah Arendt”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,
2009.
19
Sumanto al-Qurtuby. Dialog Agama & Peradaban, (Semarang: eLSA, 2016).
8

diarahkan untuk mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan sebagai


landasan untuk saling bekerja sama. Demikian ringkasan tulisan dari Anas
Aijudin.20 Penelitian terbaru tentang gagasan pluralisme ditulis oleh Gerardette
Philips21 dengan mengambil dua tokoh penting dalam dua agama yaitu Hans
Kung22 dan Seyyed Hossein Nasr.23 Hasil kajiannya menyebutkan bahwa
integritas yang terbuka merupakan pendekatan yang sesuai bagi dialog antara
Muslim-Kristen. Maksud dari integritas terbuka adalah dialog yang serius dengan
integritas yang jelas dan keterbukaan yang tulus untuk mengakui keunikan dan
kebebasan agama mitra dialog mereka.

Kedua, dalam perspektif al-Qur`an dan tafsir, ada beberapa karya yang
menarik dan argumentatif, di antaranya disertasi dari Abd. Moqsith Ghazali yang
dibukukan menjadi „Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi
Berbasis al-Qur`an‟.24 Secara umum, tulisan tersebut hendak mencari titik temu
antar umat beragama yang didasari pada al-Qur`an. Salah satu caranya adalah
dengan menghadirkan tafsir yang inklusif dan menghargai keragaman. Misalnya
pemahaman dari QS. Al-Baqarah [2]: 256, yang menyatakan bahwa tidak ada
paksaan dalam beragama. Menurutnya, ayat tersebut bersifat universal dan
melintasi ruang dan waktu.

Dengan perspektif yang mirip dengan Moqsith Ghazali, Mun‟im Sirry 25


juga membahas ayat-ayat yang „dianggap‟ memiliki polemik atau kritik terhadap
agama lain. Ia mengumpulkan penafsiran dari Muslim Reformis dan menemukan
pandangan beragam dalam menafsirkan teks kitab suci. Bahkan, tak jarang tafsir

20
Anas Aijudin, “Pluralisme dan Tantangan Dialog Antar-Agama” dalam Mirza Tirta
Kusuma (ed.), Ketika Makkah Menjadi Seperti Las Vegas: Agama, Politik, dan Ideologi, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2014).
21
Gerardette Philips. Melampaui Pluralisme, (Malang: Madani, 2016).
22
Presiden Yayasan Etika Global dan Profesor Emeritus Teologi Ekumenis di Universitas
Tuebingen, lahir pada tanggal 19 Maret 1928 di Swiss. Lebih lanjut lihat Gerardette Philips.
Melampaui Pluralisme..., h. 19-28.
23
Profesor Universitas Studi Islam di George Washington University, lahir pada tanggal 7
April 1933 di Teheran. Lebih lanjut lihat Gerardette Philips. Melampaui Pluralisme..., h. 28-37.
24
Abd. Moqsith Ghazali. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi Berbasis
Al-Qur`an, (Depok: KataKita, 2009).
25
Mun‟im Sirry. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik al-Qur`an terhadap
Agama Lain, terj. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013).
9

tersebut berbeda dan mengkritik tafsir-tafsir klasik sebelumnya. Oleh karena itu,
pentingnya melihat background sang mufassir dalam menafsirkan suatu ayat,
sebab, tafsir tidak muncul dari ruang hampa.

Selain itu, ada juga kajian disertasi dari Sa‟dullah Affandy26 yang meneliti
teori abrogasi (naskh) khususnya QS. Al-Baqarah [2]: 62 dan Ali Imran [3]: 85. Ia
membagi naskh ke dalam dua bagian, yaitu intra Qur`anik dan ekstra Qur`anik.
Menurutnya, naskh intra dan ekstra Qur`anik tidak dapat dilakukan sehingga
hasilnya ia mengembangkan pemahaman bahwa eksistensi agama-agama pra
Islam tidak dihapus dengan kedatangan dan dakwah Nabi Muhammad.

Terakhir, penelitian dari Asma Afsaruddin yang berjudul “The


Hermeneutics of Inter-Faith Relations: Retrieving Moderation and Pluralism as
Universal Principles in Qur`anic Exegeses”.27 Kajian tersebut fokus terhadap
penafsiran dua ayat di dalam al-Qur`an, yaitu QS. Al-Baqarah [2]: 143 yang
terdapat redaksi umat Islam sebagai umat pertengahan (ummah wasath) dan QS.
Al-Maidah [5]: 66 yang menyebut kaum Yahudi dan Nasrani sebagai golongan
pertengahan (ummah muqtasid). Dalam tulisan tersebut, ia menyoroti berbagai
tafsir dari ulama terkait kedua ayat tersebut. Salah satu poin yang penting adalah
melihat sosio-politik yang berkembang saat tafsir tersebut ditulis.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif
digunakan untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif yang hasilnya
disajikan dalam bentuk kualitatif.28
26
Sa‟dullah Affandy. Menyoal Status Agama-agama Pra Islam: Kajian Tafsir al-Qur`an
atas Keabsahan Agama Yahudi dan Nasrani Setelah Kedatangan Islam, (Bandung: Mizan, 2015).
27
Asma Afsaruddin. “The Hermeneutics of Inter-Faith Relations: Retrieving Moderation
and Pluralism as Universal Principles in Qur`anic Exegeses”, Journal of Religious Ethics, Juni
2009.
28
Disarikan dari: Mudji Santoso, Hakikat, Peranan, Jenis-Jenis Penelitian, Serta Pola
Penelitian pada Pelita ke VI, dalam Imran Arifin (ed), Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-
ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasanda, 1994), cet. I, 13. Lihat juga:
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia, 1981), cet. IV.
Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu
berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpre-tasikan oleh
setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan
10

Sedangkan metode penafsiran yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode tafsir maudu‘i,29 metode ini dipilih karena metode ini dapat
digunakan sebagai penggali pluralisme agama dalam al-Qur’an secara lebih
komprehensif. Menurut al-Farmawi, metode ini memiliki beberapa
keistimewaan, yaitu:
a. Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema. Ayat
yang satu menafsirkan ayat yang lain. Karena itu, metode ini juga-dalam
beberapa hal- sama dengan tafsir bi al-ma’thur, sehingga lebih
mendekati kebenaran dan jauh dari kekeliruan.
b. Peneliti dapat melihat keterkaitan antar ayat yang memiliki kesamaan
tema. Oleh karena itu, metode ini dapat menangkap makna, petunjuk,
keindahan dan kefasihan al-Qur’an.
c. Peneliti dapat menangkap ide al-Qur’an yang sempurna dari ayat-ayat
yang memiliki kesamaan tema.
d. Metode ini dapat menyelesaikan kesan kontradiksi antar ayat al-Qur’an
yang selama ini dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki
maksud jelek, dan dapat menghilangkan kesan permusuhan antara agama
dan ilmu pengetahuan.
e. Metode ini sesuai dengan tuntutan zaman modern yang mengharuskan

hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka.
Lihat: Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2002). Penelitian
kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan
fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut
pandang partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Lihat: Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005). Lihat juga: Direktorat Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan Jenis dan Metode Penelitian
Pendidikan, 21-22.
29
Secara semantik, al-tafsir al-maudu’i berarti tafsir tematis. Yaitu: menghimpun seluruh
ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Lihat: ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, al-
Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah Manhajiyyah Maudu ‘iyyah (Mesir: Maktabah
Jumhuriyyah, t.th.), h. 43-44.
Metode ini mempunyai dua bentuk. 1) Tafsir yang membahas satu surah al-Qur’an
secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelaskannya maksud-maksud umum dan khususnya
secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat yang satu dengan ayat yang lain, dan atau
antara satu pokok masalah dengan pokok masalah lain. Dengan metode ini surah tersebut tampak
dalam bentuknya yang utuh, teratur, betul-betul cermat, teliti dan sempurna. 2) Tafsir yang
menghimpun dan menyusun ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan arah dan tema,
kemudian memberikan penjelasan dan mengambil kesimpulan di bawah satu bahasan tema
tertentu. Lihat: Lihat: Muhammad Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2001),cet. ke-3, 192-193. Lihat juga: Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-
Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah Manhajiyyah Maudu ‘iyyah, h. 42-43.
11

kita merumuskan hukum-hukum universal yang bersumber dari al-


Qur’an bagi seluruh Negara Islam.
f. Dengan metode ini, semua juru dakwah, baik yang professional dan
amatiran, dapat menangkap seluruh tema-tema al-Qur’an. Metode ini pun
memungkinkan mereka untuk sampai pada hukum-hukum Allah dengan
cara yang jelas dan mendalam, serta memastikan kita untuk menyingkap
rahasia dan kemuskilan al-Qur’an sehingga hati dan akal kita merasa
puas terhadap aturan-aturan yang telah diterapkanNya kepada kita.
g. Metode ini dapat membantu para pelajar secara umum untuk sampai pada
petunjuk Al-Qur’an tanpa harus merasa lelah dan bertele-tele menyimak
uraian kitab-kitab tafsir yang beragam itu. 30
Bahasan metode maudu’i/tematik lazimnya menyangkut masalah-
masalah kekinian yang menjadi persoalan mendesak umat, oleh karena itu
upaya kontekstualisasi pesan al-Qur’an menjadi sangat penting,31 termasuk
pada masalah kebebasan dalam beragama.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui riset kepustakaan
(library research),32 selain itu data dalam penelitian ini juga diperkuat dengan
data dari lapangan yang didapat dari berbagai sumber yang otoritatif. Data-
data yang dihimpun terdiri atas ayat-ayat al-Qur’an dan bahan-bahan tertulis
yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal dan majalah maupun
dari sebuah website yang memiliki kaitan langsung dan tidak langsung
dengan penelitian ini.
3. Teknik Analisis Data
30
Lihat: ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah
Manhajiyyah Maudu ‘iyyah, h. 55-57.
31
Perlu diketahui bahwa penafsiran ayat al-Qur’an secara tematis, meski berbeda dalam
sistematika penyajian, sebenarnya telah dirintis dalam sejarah. Misalnya, Ibn Qayyim al-Jauziyyah
(w. 751 H) menulis tentang sumpah dalam al-Qur’an dalam karyanya al-Tibyan Aqsam al-Qur’an,
Majaz al-Qur’an oleh Abu ‘Ubaidah (w. 210-824), Mufradat al-Qur’an oleh al-Raghib al-
Isfahani (w.502/1108), Mushtabihat al-Qur’an karya al-Kisa’i (w. 804 M), Ma‘ani al-Qur’an
karya al-Farra’ (w. 207/822), Fada’il al-Qur’an karya Abu ‘Ubaid (w. 224/438), dan sebagainya.
Lihat: Ziyad Khalil Muhammad al-Daghamain, Manhajiyyah al-Bahth fi al-Tafsir al-Maudu‘i li
al-Qur’an al-Karim (Amman: Dar al-Bashir, 1955), h. 18.
32
Yaitu penelitian yang menggunakan sumber-sumber kepustakaan untuk membahas
problematika yang telah dirumuskan. Lihat: Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet. IX, h. 10-11.
12

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data yang bersifat
kualitatif dengan deskriptif analitik non statistik. Analisis ini digunakan untuk
mengungkapkan hasil penelitian berhubungan dengan implementasi
manajemen sumber daya manusia yang terdapat dalam lembaga tersebut.
Proses analisis data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data melalui
beberapa tahapan mulai dari proses pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.33
Data utama berupa penafsiran dari kitab tafsir yang telah ditentukan,
selanjutnya dikaji dan dianalisa dengan cara memperhatikan korelasi antar
penafsiran dengan konteks latar belakang keilmuan mufasir yang berbeda-
beda, serta konteks sosio kultural pada masa tafsir tersebut ditulis. Kemudian
membandingkan penafsiran yang ada untuk membedakan fariasi penafsiran.
Setelah dilakukan pembandingan, kemudian mencari dalil dari hadis yang
dapat melengkapi penafsiran. Dan dilanjutkan dengan melengkapi kajian
penafsiran dengan hasil eksplorasi kajian ilmiyah rasional tentang kebebasan
dalam beragama.
1. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan; Latar belakang masalah, permasalahan yang terdiri


dari identifikasi masalah, pembatasan masalah dan permusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian,
sistematika penulisan.

Bab II. Kajian teori, kebebasan beragama, pengertian kebebasan,


pengertian agama, prinsip kebebasan beragama dan dinamika kebebasan
beragama: kajian historis

Bab III. Kebebasan beragama dalam Islam , kebebasan beragama dalam


as-sunnah , kebebasan beragama dalam deklarasi Kairo dan hifz al-din dalam
konteks maqāşid al-syarī’ah

33
M.B. Miles & A.M. Hubermen, An Expended Source Book: Qualitative Data Analysis ,
Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep R. Rohidi, (Jakarta : UI-Press, 2004), h. 19.
13

Bab IV. Kebebasan beragama dalam al-Qur’an, term-term kebebasan


beragama dalam al-Qur’an dan konsepsi kebebasan dalam beragama dalam al-
Qur’an

Bab V. Penutup, kesimpulan dan saran-saran

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Abdillah, Masykuri, Demokrasi Di Persimpangan Makna: Respons Intelektual


Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 2004.
Affandy, Sa‟dullah. Menyoal Status Agama-agama Pra Islam: Kajian Tafsir al-
Qur`an atas Keabsahan Agama Yahudi dan Nasrani Setelah Kedatangan
Islam, Bandung: Mizan, 2015.
Afsaruddin, Asma. “The Hermeneutics of Inter-Faith Relations: Retrieving
Moderation and Pluralism as Universal Principles in Qur`anic
Exegeses”, Journal of Religious Ethics, Juni 2009.
Aijudin, Anas. “Pluralisme dan Tantangan Dialog Antar-Agama” dalam Mirza
Tirta Kusuma ed., Ketika Makkah Menjadi Seperti Las Vegas: Agama,
Politik, dan Ideologi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Al-Ajhuri, Athiyah bin Athiyah, Irsyad al-Rahman li Asbab al-Nuzul wa al-
Nasikh wa al-Mansukh wa al-Mutasyabih wa Tajwid al-Qur`an, Beirut:
Dar Ibn Hazm, 2009.
Al-Daghamain, Ziyad Khalil Muhammad, Manhajiyyah al-Bahth fi al-Tafsir al-
Maudu‘i li al-Qur’an al-Karim Amman: Dar al-Bashir, 1955.
Al-Farmawi, Abd al-Hayy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah
Manhajiyyah Maudu ‘iyyah Mesir: Maktabah Jumhuriyyah, t.th.
Al-Harawi, Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-
Qur`an al- ‘Aziz wa ma fihi min al-Fara`idh wa al-Sunan, Riyadh:
Maktabah al-Rusyd, t.th.
Al-Naisaburi, Abi al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi, Asbab al-Nuzul wa
bihamasyihi al-Nasikh wa al-Mansukh, Beirut: Alam al-Kutub, t.th.
Al-Qurtuby, Sumanto. Dialog Agama & Peradaban, Semarang: eLSA, 2016.
Al-Sabuni, Ali, Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Jilid I, t.k: t.p, t.th.
Ansyah, Fahri, “Kebebasan Beragama di Indonesia: Perspektif Teori Ruang
Publik dan Ruang Privat Hannah Arendt”, Skripsi Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009.
14

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Jakarta:


Rineka Cipta, 1993.
Cassese, Antonio, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, Terj. A. Rahmad
Zainuddin, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Bandung: Alfabeta, 2005.
Darwin, Muhadjir. “Keberagaman Etnis dan Aliran Agama: Tantangan Baru
dalam Pembangunan Bangsa Madani” dalam Mirza Tirta Kusuma ed.,
Ketika Makkah Menjadi Seperti Las Vegas: Agama, Politik, dan Ideologi,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Departemen Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Hubungan antar-Umat
Beragama JILID 1, Jakarta: Departemen Agama, 2008.
Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan
Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan.
Ghazali, Abd. Moqsith. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi
Berbasis Al-Qur`an, Depok: KataKita, 2009.
Hamdi, Ahmad Zainul dan Muktafi, Wacana dan praktik Pluralisme Keagamaan
di Indonesia, Jakarta: Daulat Press, 2017.
Hamidi, Abdul Karim, al-Madkhal ila Maqashid al-Qur`an, Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 2007..
Hick, John. Problems of religious pluralism New York: St. Martin's Press, 1985.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta: PT. Gramedia,
1981.
Maarif, Ahmad Syafii, Tuhan Menyapa Kita, Jakarta: Grafindo, 2006.
Madjid, Nurcholish, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 2008.
Miles, M.B. & A.M. Hubermen, An Expended Source Book: Qualitative Data
Analysis , Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep R. Rohidi, Jakarta : UI-
Press, 2004.
Philips, Gerardette. Melampaui Pluralisme, Malang: Madani, 2016.
Rahman, Budhy Munawwar , Islam Pluralis:Wacana Kesetaraan Kaum
Beriman Jakarta: Paramadina, 2001.
Salim, Fahmi, Tafsir Sesat, Jakarta: Gema Insani, 2013.
Santoso, Mudji, Hakikat, Peranan, Jenis-Jenis Penelitian, Serta Pola Penelitian
pada Pelita ke VI, dalam Imran Arifin ed, Penelitian Kualitatif dalam
Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan Malang: Kalimasanda, 1994
Shihab, Muhammad Quraish , dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001.
15

Sirry, Mun‟im. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik al-Qur`an
terhadap Agama Lain, terj. R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2013.

Anda mungkin juga menyukai