Proposal Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Pengajuan Judul Tesis
Oleh:
Hasan
NIM: 220410997
Oleh
HASAN
NIM: 220410997
OUTLINE
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
2. Pembatasan Masalah
3. Permusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Kajian Pustaka
F. Kerangka Teori
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
BAB II. PLURALISME AGAMA
A. Perdebatan Teologis tentang Pluralisme Agama
1. Pluralisme dalam Tinjauan Historis
2. Tipologi Pluralisme Agama
3. Pro dan Kontra Pluralisme Agama
B. Pluralisme Agama dalam Bingkai Indonesia
1. Esklusvisme dan Rekontrusi Pluralisme Agama
2. Pluralisme Agama di Indonesia
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Data dan Sumber Data
C. Teknik Input dan Analisis Data
D. Pengecekan Keabsahan Data
BAB IV. PLURALISME AGAMA DALAM AL-QUR’AN
A. Term-Term Pluralisme Agama dalam Al-Qur’an
B. Konsepsi Kebebasan dalam Beragama
C. Keselamatan Bagi non-Muslim
D. Relasi Muslim dan non-Muslim
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
DAFTAR PUSTAKA
LAPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
Islamofobia sendiri berasal dari kata Islam and Phobia. Menurut College
Dictionary, phobia merupakan sebuah perasaan takut yang tak berdasar, sebuah
ketakutan yang tidak masuk akal atau irasional atas sebuah objek, aktivitas, atau situasi
yang khusus, yang mendorong seseorang untuk keluar atau menjauh dari situasi itu.
Lihat, Robert B. Costello, Random House Webster's College Dictionary, (Minnesota,
Random House, 1992), h.995.
Runnymade Trust dalam laporannya berjudul Islamofobia: A Challenge for Us
All, menyatakan bahwa Islamofobia adalah sebuah permusuhan yang tidak berdasar
terhadap Islam, sehingga akhirnya konsekuensi praktis dari ketakutan itu adalah
diskriminasi terhadap umat Islam baik sebagai individu dan komunitas, serta
menyingkirkan umat Islam dari urusan-urusan sosial dan politik yang lebih luas. Lihat,
Tomaz Mastnak, Western Hostility toward Muslims: A History of the Present, in
Andrew Shryock (ed.), Islamophobia/ Islamophilia Beyond the Politics of Enemy and
Friend, (Bloomington: Indiana University Press, 2010), h. 4.
2
Istilah Islamophobia sebelumnya telah dikemukakan oleh dua penulis Prancis,
Etienne Dinet and Slima Ben Ibrahim pada tahun 1925, ketika mereka menulis dengan
menggunakan kata ‘accès délire islamophobe. Lihat Christopher Allen, Islamophobia,
(United Kingdom : Ashgate Publishing Limited, 2010), h. 5.
3
Muhammad Qobidl Ainun Arif, Politik Islamophobia Eropa (Yogyakarta:
Deepublish, 2000), h.1.
Yahudi di Israel yang merupakan sebuah bukti dan fakta sejarah yang
tak terbantahkan.4
4
Karen Armstrong, The Battle for God:A History of Fundamentalism (New
York: Random House, 2001), h. vii-xviii.
5
Sukidi Mulyadi, Violence under the Banner of Religion:The Case of
Laskar Jihad and Laskar Kristus‛, Studia Islamika,no. 2, Vol. 10, (2003), h. 77-109.
6
Pada tahun-tahun sebelumya, konflik horiontal antar umat beraga sendiri telah
terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Di Surabaya telah terjadi penyerangan besar-
besaran terhadap 10 gereja. Pengrusakan itu terjadi pula di Situ Bondo dan Tasik
Malaya pada tahun 1997. Sementara di Jakarta-Ketapang peristiwa yang sama
juga terjadi pada tahun 1998. Dua pekan berikutnya terjadi serangan disusul
dengan pengusiran orang Muslim-Bugis di daerah Kupang yang mayoritas
penganut Kristiani. Pada tahun 2000 peristiwa yang sama terjadi di mataram dan
Ampenan. Lihat Franz Magnis Suseno, Memahami Hubungan antar Agama
(Yogyakarta: eLSAQ PRESS, 2007),
7
Bambang Abimanyu, Teror Bom di Indonesia (Jakarta: Grafindo, 2005), h.
47-48
8
Arthur J. D’Adamo, Science Without Bounds:A Synthesis of Science,
Religion and Mysticism (Bloomingtoon: Lighting Source, 2004), h. 2-33.
9
Radikalisme merupakan fakta sosial yang spektrumnya merentang dari
lingkungan makro (global), lingkungan messo (nasional) maupun lingkungan
mikro (lokal). Lihat Quintan Wiktorowicz, Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan
dan Studi Kasus, (Jakarta: Gading Publishing, 2012), h. 75.
radikal. Radikalisme atau fundamentalisme menjadi variabel dominan
yang mengatasnamakan agama. Padahal secara tidak sadar apa yang
telah mereka lakukan telah mencederai misi kedamaian dan
kesejahteraan dalam agama Islam. Penggunaan istilah fundamentalisme,
tiadak lain bertujuan untuk menjelaskan adanya tindakan ekstrimisme
religious dalam Islam, bukan Islamnya yang fundamentalis. Oleh
karena itu, tidak bisa disetarakan dengan ajaran agama Islam.
Karena ajaran agama Islam tidak mereferensikan adanya tindakan
kejahatan, radikalisme, ekstrimisme dengan cara-cara yang anarkis.
10
Kata hermeneutic berasal dari bahasa Yunani hermeneutin yang berarti
menafsirkan kata benda hermeneia, secara harfiah dapat diartikan sebagai
penafsiran atau interpretasi, Lihat. Sumaryono, Hermeneutik : Sebuah Metode
Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 23. Her-meneutika secara umum dapat
diartikan sebagai suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna, Lihat Atho’,
Nafisul dan Arif Fahrudin (Ed), Hermeneutika Transendental (Dari Konfigurasi
FIlosofis Menuju Praksis Islamic Studies, (Yogyakarta: IRCiSod, 2003), h. 14.
11
Martin E. Marty, “What is Fundamentalisme? Theological Perspective”,
dalam Hans Kun dan Jurgen Moltmann (eds.), Fundamentalism as a Cumanical
Challenge (London: Mac Millan, 1992), h. 3-13.
klaim kebenaran (truth claim) dari setiap penganut agama merupakan
konsekuensi logis dari cara pandang tersebut.12
15
Ahmad Syafii Maarif, Tuhan Menyapa Kita, (Jakarta: Grafindo, 2006), h.
219-220.
Budhy Munawwar Rahman, Islam Pluralis:Wacana Kesetaraan Kaum
16
17
John Hick, Problems of religious pluralism (New York: St. Martin's Press,
1985), h. 46.
18
Bahkan menurut Alquran sendiri, pluralitas adalah salah satu kenyataan
objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum Allah atau Sunnah Allah, dan bahwa
hanya Allah yang maha tahu dan dapat menjelaskan, di hari akhir nanti, mengapa
manusia berbeda satu dari yang lain, dan mengapa jalan manusia berbeda-beda dalam
beragama. Dalam al-Qura’an disebutkan, yang artinya: “Untuk masing-masing dari
kamu (umat manusia) telah kami tetapkan Hukum (Syari’ah) dan jalan hidup (minhaj).
Jika Tuhan menghendaki, maka tentulah ia jadikan kamu sekalian umat yang tunggal
(monolitk). Namun Ia jadikan kamu sekalian berkenaan dengan hal-hal yang telah
dikarunia-Nya kepada kamu. Maka berlombalah kamu sekalian untuk berbagai
kebajikan. Kepada Allah-lah tempat kalian semua kembali; maka Ia akan menjelaskan
kepadamu sekalian tentang perkara yang pernah kamu perselisihkan” (QS 5: 48).
Bagaimana pluralitas agama dipahami dan dimaknai, pada tataran
konseptual mereka memiliki dasar konsepsi yang tidak sama. Padahal,
dasar konsep serta pemaknaan yang tidak sama dalam memahami arti
pluralisme akan memberikan konsekuensi logis serta implikasi yang
berbeda pula.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
20
Lihat Adnan Aslan, Religious Pluralism in Christian and Islamic
Philosophy: The Thought of John Hick and Seyyed Hossein Nasr (London: Curzon
Press, 1998).
21
Lihat Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama:Tinjauan Kritis (Depok:
Perspektif, 2005), h. 1-3.
sama. Dapat dipahami bahwa sesungguhnya Thoha menolak konsep
pluralisme agama itu sendiri.
22
Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism:An Islamic Perspective
of Interreligious Solidarity against Oppression (Oxford: Oneworld Publication,
1998).
23
Abdul Aziz Sachedina, The Islamic Roots of Democratic Pluralism
(Oxford: Oxford University Press, 2001)
paling mencolok, menurut Sachedina, adalah kata kafir yang berarti
menutup, pada perkembangan kemudian ditujukan hanya kepada
orang-orang di luar Islam. Penafsiran demikian pada akhirnya
mengantarkan umat Islam pada pemahaman yang tertutup dan merasa
dirinya yang paling benar.
F. Kerangka Teori
24
Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlaq Qur’an Menyikapi
Perbedaan (Jakarta: Serambi, 2006).
yang menangani keadaan ini.25 Dalam kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (1989) pluralisme berarti:
Pertama, masyarakat yang terdiri dari beragam ras, pandangan
politik danagama. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa
keragamanitu dapat hidup secara damai.26
25
Merriam-Webster, Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary, Eleventh
Edition (Massachussets: Merriam-Webster, Incorparated, 2003), h. 955.
26
AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English(Oxford: Oxford University Press, 1989), h. 953.
27
Peter Salim, The Contemporary English-Indonesian Dictionary (Jakarta:
Modern English Press, 2002), h. 1436
28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 691; Gerald O’Collins dan Edward G.
Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 257-258.
29
Robert Audi, ed., The Cambridge Dictionary of Philosophy (Cambridge:
Cambridge University Press, 1999), h. 714-715.
Berbagai arti inimenunjukkan bahwa kata‚ pluralisme digunakan
dalam konteks yang cukup luas. Kata tersebut tidak hanya
menunjukkan sebuah paham yang digunakan dalam konteks
keagamaan, tapi juga dalam konteks politik, ras, kebudayaan atau
jabatan tertentu.Di sini belum terlihat secara jelas apakah kata
tersebut digunakan dalam konteks kajian agama atau selainnya. Kata
pluralisme itu menjadi jelas ketika ditambah dengan kata ‚agama
setelahnya sehingga menjadi “pluralisme agama”. Istilah asing yang
digunakan untuk menunjukkan “pluralisme agama” adalah:
“religiouspluralism” (Inggris) dan ‚al-ta‘addudiyyahal-dīniyyah‛
(Arab)30 yang diartikan dengan “paham keragaman agama”. Namun
dalam konteks kajian agama, kata “pluralisme” tanpa diikuti oleh
kata “agama” biasanya digunakan untuk menunjukkan “pluralisme
agama” itu sendiri. Di antara para tokoh yang menggunakan hal itu
adalah: Syafii Maarif, Azyumardi Azra dan Anis Malik Thoha. 31
Selain kata pluralisme ada pula kata pluralitas. Dalam kamus Merriam
Webster’s Collegiate Dictionary (2003), pluralitas (plurality) diartikan
dengan ‚the stateof being plural orthe state of beingnumerous/
keadaan yang menunjukkan jamak atau banyak.32
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode
kualitatif digunakan untuk menghasilkan data yang bersifat
deskriptif yang hasilnya disajikan dalam bentuk kualitatif.35
33
Farid Esack, Qur’an, Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of
Interreligious Solidarity against Oppression (Oxford: Oneworld Publication, 1998),
h. xii.
34
John Hick, “Religious Pluralism”, dalam Mircea Eliade,ed., The
Encyclopedia of Religion, Vol. II(New York: Macmillan, 1995), h. 331
35
Disarikan dari: Mudji Santoso, Hakikat, Peranan, Jenis-Jenis Penelitian,
Serta Pola Penelitian pada Pelita ke VI, dalam Imran Arifin (ed), Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasanda, 1994), cet. I,
13. Lihat juga: Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT.
Gramedia, 1981), cet. IV.
Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa
kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang
Sedangkan metode penafsiran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode tafsir maudu‘i,36 metode ini dipilih
karena metode ini dapat digunakan sebagai penggali pluralisme
agama dalam al-Qur’an secara lebih komprehensif. Menurut al-
Farmawi, metode ini memiliki beberapa keistimewaan, yaitu:
a. Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan
tema. Ayat yang satu menafsirkan ayat yang lain. Karena itu,
metode ini juga-dalam beberapa hal- sama dengan tafsir bi al-
ma’thur, sehingga lebih mendekati kebenaran dan jauh dari
kekeliruan.
b. Peneliti dapat melihat keterkaitan antar ayat yang memiliki
kesamaan tema. Oleh karena itu, metode ini dapat menangkap
makna, petunjuk, keindahan dan kefasihan al-Qur’an.
c. Peneliti dapat menangkap ide al-Qur’an yang sempurna dari ayat-
ayat yang memiliki kesamaan tema.
diinterpre-tasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran
adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang
melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka. Lihat: Sudarwan Danim, Menjadi
Peneliti Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2002). Penelitian kualitatif mengkaji
perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel.
Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut
pandang partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan
instrumen kunci. Lihat: Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2005). Lihat juga: Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional,
Pendekatan Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan, 21-22.
36
Secara semantik, al-tafsir al-maudu’i berarti tafsir tematis. Yaitu:
menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama. Lihat:
‘Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah
Manhajiyyah Maudu ‘iyyah (Mesir: Maktabah Jumhuriyyah, t.th.), h. 43-44.
Metode ini mempunyai dua bentuk. 1) Tafsir yang membahas satu surah al-
Qur’an secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelaskannya maksud-maksud
umum dan khususnya secara garis besar, dengan cara menghubungkan ayat yang satu
dengan ayat yang lain, dan atau antara satu pokok masalah dengan pokok masalah lain.
Dengan metode ini surah tersebut tampak dalam bentuknya yang utuh, teratur, betul-
betul cermat, teliti dan sempurna. 2) Tafsir yang menghimpun dan menyusun ayat-ayat
al-Qur’an yang memiliki kesamaan arah dan tema, kemudian memberikan penjelasan
dan mengambil kesimpulan di bawah satu bahasan tema tertentu. Lihat: Lihat:
Muhammad Quraish Shihab, dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2001),cet. ke-3, 192-193. Lihat juga: Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi
al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah: Dirasah Manhajiyyah Maudu ‘iyyah, h. 42-43.
d. Metode ini dapat menyelesaikan kesan kontradiksi antar ayat al-
Qur’an yang selama ini dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang
memiliki maksud jelek, dan dapat menghilangkan kesan
permusuhan antara agama dan ilmu pengetahuan.
e. Metode ini sesuai dengan tuntutan zaman modern yang
mengharuskan kita merumuskan hukum-hukum universal yang
bersumber dari al-Qur’an bagi seluruh Negara Islam.
f. Dengan metode ini, semua juru dakwah, baik yang professional
dan amatiran, dapat menangkap seluruh tema-tema al-Qur’an.
Metode inipun memungkinkan mereka untuk sampai pada hukum-
hukum Allah dengan cara yang jelas dan mendalam, serta
memastikan kita untuk menyingkap rahasia dan kemuskilan al-
Qur’an sehingga hati dan akal kita merasa puas terhadap aturan-
aturan yang telah diterapkanNya kepada kita.
g. Metode ini dapat membantu para pelajar secara umum untuk
sampai pada petunjuk Al-Qur’an tanpa harus merasa lelah dan
bertele-tele menyimak uraian kitab-kitab tafsir yang beragam itu. 37
Bahasan metode maudu’i/tematik lazimnya menyangkut
masalah-masalah kekinian yang menjadi persoalan mendesak umat,
oleh karena itu upaya kontekstualisasi pesan al-Qur’an menjadi
sangat penting,38 termasuk pada masalah Pendidikan pluralisme
agama.
37
Lihat: ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu ‘iyyah:
Dirasah Manhajiyyah Maudu ‘iyyah, h. 55-57.
38
Perlu diketahui bahwa penafsiran ayat al-Qur’an secara tematis, meski
berbeda dalam sistematika penyajian, sebenarnya telah dirintis dalam sejarah. Misalnya,
Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menulis tentang sumpah dalam al-Qur’an dalam
karyanya al-Tibyan Aqsam al-Qur’an, Majaz al-Qur’an oleh Abu ‘Ubaidah (w. 210-
824), Mufradat al-Qur’an oleh al-Raghib al-Isfahani (w.502/1108), Mushtabihat al-
Qur’an karya al-Kisa’i (w. 804 M), Ma‘ani al-Qur’an karya al-Farra’ (w. 207/822),
Fada’il al-Qur’an karya Abu ‘Ubaid (w. 224/438), dan sebagainya. Lihat: Ziyad Khalil
Muhammad al-Daghamain, Manhajiyyah al-Bahth fi al-Tafsir al-Maudu‘i li al-Qur’an
al-Karim (Amman: Dar al-Bashir, 1955), 18.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui riset
kepustakaan (library research),39 selain itu data dalam penelitian ini
juga diperkuat dengan data dari lapangan yang didapat dari berbagai
sumber yang otoritatif. Data-data yang dihimpun terdiri atas ayat-
ayat al-Qur’an dan bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan
dalam bentuk buku, jurnal dan majalah maupun dari sebuah website
yang memiliki kaitan langsung dan tidak langsung dengan penelitian
ini.
3. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data
yang bersifat kualitatif dengan deskriptif analitik non statistik.
Analisis ini digunakan untuk mengungkapkan hasil penelitian
berhubungan dengan implementasi manajemen sumber daya
manusia yang terdapat dalam lembaga tersebut. Proses analisis data
dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data melalui beberapa
tahapan mulai dari proses pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan.40
Data utama berupa penafsiran dari kitab tafsir yang telah
ditentukan, selanjutnya dikaji dan dianalisa dengan cara
memperhatikan korelasi antar penafsiran dengan konteks latar
belakang keilmuan mufasir yang berbeda-beda, serta konteks sosio
kultural pada masa tafsir tersebut ditulis. Kemudian membandingkan
penafsiran yang ada untuk membedakan fariasi penafsiran. Setelah
dilakukan pembandingan, kemudian mencari dalil dari hadis yang
39
Yaitu penelitian yang menggunakan sumber-sumber kepustakaan untuk
membahas problematika yang telah dirumuskan. Lihat: Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet. IX, 10-11.
40
M.B. Miles & A.M. Hubermen, An Expended Source Book: Qualitative
Data Analysis , Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep R. Rohidi, (Jakarta : UI-Press,
2004), h. 19.
dapat melengkapi penafsiran. Dan dilanjutkan dengan melengkapi
kajian penafsiran dengan hasil eksplorasi kajian ilmiyah rasional
tentang pluralisme.
4. Sistematika Penulisan