Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESAREA

DI SUSUN OLEH

NAMA : ASTIN ASTIARA KUSUMAWARDANI

NIM : 62019040172

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KELAS PERBUN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2020

TINJAUAN TEORI

1
a. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh  (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum
dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia
kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi (Mitayani, 2011).
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan, hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan (Sujiyati, 2009).
Ketuban pecah dini (KPD)  merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses
persalinan dimulai, pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.(Norwiz, dan John,
2007)
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas Ketuban pecah dini adalah pecah/
rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan dan sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu, dengan kontraksi atau tanpa kontraksi.

b. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut. 
1.  CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
2
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

3
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
Penyebab terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :
a) Infeksi Genitalis
b) Servik inkompeten
c) Overdistensi Abdomen
d) Grande Multipara
e) Disproporsi Sefalopelvik
f) Kehamilan letak lintang / sungsang
g) Kelainan Bawaan dari selaput ketuban
( Manuaba, 2002 )
c. Komplikasi
1) Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi : Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari, Sedang, suhu
meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung, Berat,
peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2) Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri.
5) Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

d. Patofisiologi

4
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini pada ibu
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa,
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah
dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka
dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).

e. Pathway

5
f. Pemeriksaan penunjang
1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

4) Urinalisis / kultur urine

5) Pemeriksaan elektrolit

g. Penatalaksanaan medis

1) Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.

2) Asupan makan dan minum


6
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.

3) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini


mungkin setelah sadar

Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)

Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.

4) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.

5) Pemberian obat-obatan

Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam


7
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan


caboransia seperti neurobian I vit. C

6) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti

Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.

h. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / tindakan invasif / luka
pembedahan.
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan

i. Rencana keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang /
terkontrol Wajah tidak tampak meringis, Klien tampak rileks, dapat berisitirahat,
dan beraktivitas sesuai kemampuan
Rencana intervensi :

8
a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
b) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis)
terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.
e) Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
f) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 

2) Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC).
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil : Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor,
rubor, dolor, tumor, fungsio laesea), Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu =
36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/ menit), WBC dalam batas normal (4,10-
10,9 10^3 / uL).
Rencana intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
b) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
d) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi
e) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
f) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC /
sel darah putih
g) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan
h) Anjurkan intake nutrisi yang cukup

9
i) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,


penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 jam diharapkan ansietas klien
berkurang dengan kriteria hasil : Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah Klien
mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Rencanan intervensi :
a) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
b) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
c) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas
yang dirasakan.
d) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
e) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi.

4) Defisit perawatan diri (ADL) berhubungan dengan kelemahan fisik akibat tindakan
anestesi dan pembedahan.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ADL klien
tidak terganggu.
Kriteria hasil: Klien mampu melakukan ADL dengan sedikit bantuan, Klien tidak
lemah, Klien dapat beraktivitas, TTV dalam batas normal.

Rencana intervensi :
a) Kaji kemampuan klien dalam beraktivitas
b) Kaji respon klien terhadap aktivitas
c) Catat tipe anatesi yang diberikan pada saat intra partus
d) Rencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk memulai latihan mobilisasi
e) Bantu dalam pemenuhan aktivitas dan ADL sesuai kebutuhan, khususnya
cairan.
f) Anjurkan klien untuk istirahat

10
g) Jelaskan pada klien perlunya mobilisasi
h) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

DAFTAR PUSTAKA

Errol norwiz. 2011. Anatomi dan fisiologi ,

11
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia

Mitayani, 2009,Asuhan Keperawatan Maternitas,Jakarta : Salemba Medika

Geri morgan. 2009. Obsteri dan Gynekologi, Panduan Praktik,Jakarta EGC.

Sujiyati. 2008. Asuhan Patologi Kebidanan, jakarta ; Numed.

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan


Bina Pustak

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi.

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Mochtar, Rustam. 2004. Sinopsis Obstetri, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan


neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta :


EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

12
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

13

Anda mungkin juga menyukai