Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL - HKUM4304

Tutor: Ismoyo Aswimurti Yogi.S.H.,M.Hum.


Email: ismoyoaswimurti@gmail.com
_____________________________________________________________________________

Tugas. 1_ Hukum Perdata Internasional - HKUM4304


Nama: Henri Hermawan
NIM: 042380729
______________________________________________________________________________
Tugas.1

Contoh Kasus 1:
Tommy baru saja pulang berlibur dari Perancis, pada saat di berlibur Tommy
membeli jam tangan merek terkenal keluaran terbaru yang belum ada di
Indonesia di sebuah toko di negara tersebut.. Pulang ke Indonesia, Tommy
menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Sesampainya di Medan, tas
Tommy tertukar dengan penumpang lain, padahal dalam tas tersebut
terdapat jam tangan yang baru dibeli Tommy. Tomy menuntut pihak
maskapai penerbangan dan bandara medan atas kelalaian petugasnya.
Contoh Kasus 2:
Zulham adalah pengusaha asal Bandung dan memiliki perusahaan yang
berkedudukan hukum di Indonesia. Ia berangkat ke Norwegia untuk
melakukan penandatanganan kontrak kerjasama dengan perusahaan
furniture yang berkedudukan hukum di Norwegia. Setelah setahun
membuka toko furniture tersebut di kota Bandung, Perusahaan Zulham
tidak melakukan pembayaran sesuai dengan kontrak yang ada sehingga ia
digugat oleh perusahaan asal Norwegia dengan tuduhan melakukan
wanprestasi.
Soal:
1. Berdasarkan pengertian Hukum Perdata Internasional (HPI), manakah
dari kedua contoh kasus diatas yang merupakan peristiwa HPI dan
uraikan alasan pada masing masing contoh kasus tersebut!
2. Dari contoh kasus yang merupakan peristiwa HPI, uraikan titik taut
sekundernya!
3. Hukum negara manakah yang dapat digunakan berdasarkan status
personal badan hukum pada kasus HPI diatas? Uraikan jawaban anda!
Jawaban dan penjelasan:
1.Berdasarkan pengertian Hukum Perdata Internasional [HPI],manakah dari
kedua contoh kasus di atas yang merupakan peristiwa HPI dan uraikan alasan
pada masing-masing contoh kasus tersebut!

Jawab:

Pengertian HPI menurut beberapa ahli;

Prof. R.H. Graveson berpendapat bahwa “The Conflict of Laws,or Private


International Law,is that branch of law which deals cases in which some
relevant fact as connection with another system of law on eithe territorial or
personal grounds,and may,on that account,raise a question as to the
application of ones own or the appropriate alternative [ussuly foreign] law to
the determination of the issue,or as to the exercise of jurisdiction by one’s own
or foreign courts”.

Pandangan Prof. R.H. Graveson ini lebih kurang dapat diterjemahkan sebagai
berikut:

Conflict of law atau Hukum Perdata Internasional ialah bidang hukum yang
berkenaan dengan perkara-perkara yang didalamnya mengandung fakta
relevan yang menunjukkan perkaitan dengan suatu sistem hukum lain,baik
karena aspek teritorial maupun aspek subjek hukumnya,dan karena itu
menimbulkan pertanyaan tentang penerapan hukum itu sendiri atau hukum
lain [yang biasanya asing] atau masalah pelaksanaan yurisdiksi badan
pengadilan sendiri atau badan pengadilan asing.

Prof. J.G. Sauveplanne berpendapat bahwa Hukum Perdata Internasional atau


International Private Recht [Nederlanse] adalah keseluruhan aturan-aturan
yang mengatur hubungan-hubungan perdata yang mengandung elemen-
elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan
dengan negara-negara asing,sehingga terdapat pertanyaan,apakah
penundukan langsung ke arah hukum asing itu tanpa harus menundukkan
diri pada hukum intern [hukum Belanda].

Sudargo Gautama [yang waktu itu masih bernama Gouw Giok Siong],
mendefinisikan Hukum Perdata Internasional sebagai suatu keseluruhan
peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah
yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum,jika hubungan-hubungan
atau peristiwa antar warga [warga] negara pada suatu waktu tertentu
memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum
dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa
tempat,pribadi,soal-soal.

Prof. Muchtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa Hukum Perdata


Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara.Dengan kata lain,hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata [nasional] yang berlainan.

Prof. Sunaryati Hartono berpandangan bahwa HPI mengatur setiap


peristiwa/hubungan hukum yang mengandung unsur asing,baik di bidang
hukum publik maupun hukum privat.Sebab inti dari HPI adalah pergaulan
hidup masyarakat Internasional maka HPI sebenarnya dapat disebut sebagai
Hukum Pergaulan Internsional.

Jadi yang internasional itu adalah hubungan-hubungannya sedangkan


kaidah-kaidah HPI adalah hukum perdata nasional.Sehingga masing-masing
negara yang ada di dunia ini memiliki HPI sendiri-sendiri,sehingga akan
dikenal HPI Indonesia,HPI Jerman,HPI Inggris,HPI Belanda dan lain-lain.

1.Berdasarkan pengertian Hukum Perdata Internasional [HPI] makakah dari


kedua contoh kasus di atas yang merupakan peristiwa HPI dan uraikan alasan
pada masing-masing contoh kasus tersebut!

Titik-titik pertalian merupakan bagian terpenting dari HPI.Titik-titik pertalian


atau disebut pula titik pertautan adalah hal-hal dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan berlakunya stelsel hukum.
Titik Pertalian Primer [selanjutnya disebut TPP] diartikan sebagai hal-hal dan
keadaan-keadaan yang melahirkan atau menciptakan hubungan HPI.Jika
tidak ada TPP maka hubungan hukum yang ada bukan merupakan
hubungan hukum HPI,tetapi hanya hubungan hukum perdata biasa.TPP
merupakan petunjuk pertama bagi pelaksana hukum terutama hakim,untuk
mengetahui apakah suatu perselisihan hukum atau suatu masalah hukum
merupakan masalah HPI.

Cheshire menjelaskan TPP sebagai connecting factor,yakni sebagai fakta-


fakta yang menciptakan hubungan natural antara fakta yang dikemukakan
dihadapan pengadilan dan sistem tertentu dalam hukum.Oleh karena sifatnya
sebagai faktor yang melahirkan persoalan HPI,TPP ini disebut juga sebagai
titik taut pembeda.

Dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan bahwa;

Pada contoh kasus 1 bukan merupakan peristiwa HPI sebab tidak ada TPP
[Titik Pertalian Primer] yang dapat dijadikan connecting factor dalam kasus
tersebut.

Pertama Tommy merupakan WNI,ke Prancis hanya liburan bukan


menetap/domisili.Kemudian kembali lagi ke Indonesia[ negara
asal].Sesampainya di Medan tas Tommy tertukar dengan penumpang lain
yang mana dalam tas tersebut terdapat jam tangan yang baru di belinya di
Prancis saat dia liburan.Kemudian Tommy menuntut pihak maskapai
penerbangan dan bandara Medan atas kelalaian petugasnya.Peristiwa
hukumnya pun terjadi di wilayah hukum intern [Indonesia yakni dibandara
kota Medan].Jadi pada contoh kasus 1 adalah merupakan kasus perdata biasa
bukan merupakan kasus Hukum Perdata Internasional [HPI].

Pada contoh kasus 2 adalah merupakan peristiwa Hukum Perdata


Internasional [HPI] sebab terdapat Titik Pertalian Primer [TPP] yang
menciptakan suatu persoalan HPI,yaitu;

Zulham seorang pengusaha Bandung merupakan WNI yang memiliki


perusahaan yang berkedudukan hukum [legal seat] di Indonesia.Melakukan
penandatanganan kontrak kerjasama dengan perusahaan furniture yang
berkedudukan hukum [legal seat] di Norwegia.Setelah setahun membuka
toko furniture tersebut di kota Bandung,perusahaan Zulham tidak melakukan
pembayaran sesuai kontrak yang ada sehingga ia di gugat oleh perusahaan
asal Norwegia dengan tuduhan melakukan wanprestasi.Dengan tidak
melakukan pembayaran sesuai kontrak ini juga merupakan peristiwa hukum
yang dilakukan oleh Zulham yang terjadi di wilayah hukum [negara]
Indonesia.Maka perusahaan asal Norwegia tersebut melakukan gugatannya
di Indonesia ,tempat dimana terjadinya peristiwa hukum tersebut.Unsur
asingnya adalah perusahaan asal Norwegia yang melakukan kerjasama
dengan perusahaan Zulham yang berkedudukan di Bandung
[Indonesia].Yang mana tempat kedudukan[legalseat] ini memiliki kedudukan
yang sama dengan kewarganegaraan,domisili atau tempat kediaman de facto
yang berlaku untuk perseorangan dalam HPI.

2.Dari contoh kasus yang merupakan peristiwa HPI,uraikan titik taut


sekundernya!

Jawab:

Titik Pertalian Sekunder [TPS] adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang


menentukan stelsel hukum mana yang akan berlaku atau di pilih apabila
terdapat dua atau lebih stelsel hukum yang bertaut atau bertemu.Namun TPS
bukanlah hukum yang berlaku tetapi faktor yang membuat sang hakim
memutuskan hukum yang berlaku dalam suatu persoalan HPI.

Jadi dapat kita katakan bahwa TPP sebagai yang memberikan kontak
pertama,sedangkan TPS yang memberikan extra contact dengan salah satu
stelsel hukum yang dipertautkan sehingga stelsel hukum inilah yang akan
menentukan hukum yang harus diberlakukan untuk menyelesaikan suatu
persoalan HPI.Oleh karena sifatnya sebagai yang menentukan hukum yang
harus diberlakukan maka disebut pula senagai titik taut penentu.

Hubungan TPP dan TPS adalah TPS baru timbul setelah adanya TPP.Bagian-
bagian dari TPS;

Kewarganegaraan;Domisili;Bendera kapal;Tempat kediaman ;Tempat


kedudukan badan hukum;tempat letaknya benda [lex rei sitae];tempat
dilangsungkannya perbuatan hukum [lex loci actus]/tempat perjanjian di buat
[lex loci contractus];tempat dilaksanakannya suatu perjanjian [lex loci
solutionis,lex loci executionis];tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum
[lex loci delicti commissie];maksud para pihak [autonomie van
partijen,bedoeling van partijen choice of law];dan tempat diajukannya proses
perkara.
Maka dari contoh kasus 2 yang merupakan peristiwa HPI,titik taut
sekundernya adalah:

Zulham yang merupakan WNI yang berdomisili di Indonesia;perusahaan


Zulham yang berkedudukan di Indonesia [legal seat];perusahaan furniture
Norwegia yang berkedudukan di Norwegia [legal seat];penandatanganan
kontrak yang dilakukan di Norwegia antara Zulham dan perusahaan furniture
Norwegia yang dilakukan di Norwegia [tempat dilangsungkannya perbuatan
hukum [lex loci actus]/tempat perjanjian di buat [lex loci contractus];negara
Indonesia tempat dilaksanakannya suatu perjanjian [lex loci sollutionis,lex loci
executionis] serta tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum [lex loci
delicti commissie] yang merupakan faktor penentu hukum yang berlaku [TPS]
jika terjadi perbuatan melanggar hukum.Oleh sebab itulah maka perusahaan
furniture Norwegia tersebut melakukan tuntutannya di Indonesia sebab
Zulham [pelanggar hukumnya] adalah WNI dan perbuatan melanggar
hukumnya terjadi di Indonesia.Maka perusahaan furniture Norwegia tersebut
menggugat Zulham dengan tuduhan melakukan wanprestasi di wilayah
hukum negara Indonesia.

3.Hukum negara manakah yang dapat digunakan berdasarkan status


personal badan hukum pada kasus HPI di atas?

Indonesia menganut prinsip place of incorporation dan prinsip place of


administration dalam menentukan status personal bagi suatu badan hukum.

Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,di


Indonesia hukum yang berlaku bagi status personal suatu badan hukum
[perseroan terbatas] adalah hukum dari negara tempat badan hukum
tersebut didirikan.Selain itu di dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas ini dinyatakan pula bahwa suatu badan hukum [perseroan
terbatas] Indonesia adalah perseroan terbatas yang mempunyai nama dan
tempat kedudukan dalam wilayah negara Indonesia.

Jadi hukum yang dapat dipakai/digunakan berdasarkan status personal


badan hukum pada contoh kasus HPI di atas adalah hukum negara
Indonesia.Oleh sebab itulah perusahaan furniture Norwegia melakukan
gugatannya terhadap Zulham selaku owner dari perusahaannya yang
berkedudukan di wilayah teritorial Indonesia.Maka hukum negara yang
digunakan pun adalah hukum negara Indonesia.
Sumber referensi:

- BMP HKUM4304/ Modul 1 & 2 - Oleh Zulfa Djoko Basuki, dkk

Anda mungkin juga menyukai