Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT HUKUM DAN ETIKA PROFESI- HKUM4103

Tutor: Arif Syamsul Alam, SH., MH


Email: tugasbelajarku@gmail.com
_____________________________________________________________________________

Tugas. 2 - Filsafat hukum dan Etika Profesi - HKUM4103


Nama: Henri Hermawan
NIM: 042380729
_____________________________________________________________

Kasus
Seorang buruh pabrik Krisbayudi dijebloskan dalam tahanan Polda Metro
Jaya karena tuduhan terlibat kasus pembunuhan. Usai digelandang ke Polda
Metro Jaya, Krisbayudi disiksa untuk mau mengakui skenario cerita
pembunuhan versi polisi. Tidak hanya itu Kris juga disiksa oleh sesama
tahanan. Akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut)
membebaskan Krisbayudi pada awal 2012, setelah ditahan 8 bulan lamanya.
Sebab pembunuh sebenarnya adalah teman Krisbayudi, Rahmat Awafi.
Kepada majelis, Rahmat tiba-tiba mengaku kepada majelis hakim bahwa dia
melakukannya seorang diri. Majelis hakim PN Jakut menyatakan BAP
tersebut batal demi hukum. Krisbayudi pun bebas sedangkan Rahmat
divonis mati di tingkat kasasi. (Sumber : https://news.detik.com)
Pertanyaan:
1. Menurut analisis anda, bagaimanakah tuduhan dan perlakuan yang
diberikan Polisi kepada Krisbayudi berdasarkan konsep keadilan
sebagai salah satu cita hukum (Recht Idee) dalam kajian filsafat
hukum? Jelaskan!
PEMBAHASAN:
Berdasarkan kerangka cita hukum (recht idee) Pancasila, maka tujuan
hukum bagi bangsa Indonesia adalah untuk memberikan pengayoman
kepada manusia, yakni melindungi manusia secara pasif (negatif) dengan
mencegah tindakan sewenang wenang, dan secara aktif (positif) dengan
menciptakan kondisi masyarakat yang manusiawi yang memungkinkan
proses kemasyarakatan berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap
manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama untuk
mengembangka seluruh potensi kemanusiaannya secara utuh.
Korelasi antara filsafat, hukum dan keadilan sangat erat, karena terjadi tali
temali antara kearifan, norma dan keseimbangan hak dan kewajiban. Hukum
tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan negara, materi hukum digali,
dibuat dari nilai-nilai yang terkandung dalam bumi pertiwi yang berupa
kesadaran dan cita hukum (rechtidee), cita moral, kemerdekaan individu dan
bangsa perikemanusiaan, perdamaian, cita politik dan tujuan negara.
Hukum mencerminkan nilai hidup yang ada dalam masyarakat yang
mempunyai kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
Hukum yang hidup pada masyarakat bersumber pada Hukum Positif, yaitu:

1. Undang-undang (Constitutional)
2. Hukum kebiasaan (Costumary of law)
3. Perjanjian Internasional (International treaty)
4. Keputusan hakim (Jurisprudence)
5. Doktrin (Doctrine)
6. Perjanjian (Treaty)
7. Kesadaran hukum (Consciousness of law) (Sudikno M, 1988: 28).

Bekenaan dengan tuduhan dan perlakuan yang diberikan Polisi kepada


Krisbayudi berdasarkan konsep keadilan sebagai salah satu cita hukum
(Recht Idee) dalam kajian filsafat hukum?
Peranan filsafat hukum memberikan wawasan dan makna tujuan hukum
sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum adalah suatu apriori yang
bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus
konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang mendasari tiap
Hukum Positif yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak akan ada
hukum yang memiliki watak normatif (Rouscoe Pound, 1972: 23).
Perlakukan polisi yang semena mena terhadap Krisbayudi tidak dapat
dibenarkan secara hukum dan jelas terlihat sangat tidak adil. Hukum tanpa
keadilan akan terjadi kesewenang wenangan. Meski kita semua tahu bahwa
sebenarnya keadilan dan kebenaran merupakan nilai kebajikan yang paling
utama, sehingga nilai-nilai ini tidak bisa di tukar dengan nilai apapun.
hubungan antara filsafat, hukum dan keadilan, dengan filsafat sebagai induk
ilmu (mother of science), adalah untuk mencari jalan keluar dari belenggu
kehidupan secara rational dengan menggunakan hukum yang berlaku
untuk mencapai keadilan dalam hidupnya. Peranan filsafat tak pernah
selesai, tidak pernah berakhir karena filsafat tidak menyelidiki satu segi tetapi
tidak terbatas

Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan


untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan
cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya
dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita
hukum (Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra
moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban.
Rasa keadilan harus diberlakukan disetiap kehiduapan manusia yang terkait
dengan masalah hukum, sebab hukum tertutama filsafat hukum
menghendaki tujuan hukum tercapai yaitu:
a. Mengatur pergaulan hidup secara damai,
b. Mewujudkan suatu kedilan ,
c. Meciptakan kondisi masyarakat yang tertib, aman dan damai
d. Hukum melindungi setiap kepentingan manusia dalam
bermasyarakat, dan Meningkatkan kesejahteraan umum.

Hukum sebenarnya tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai


kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk
mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan
ketertiban dan kepastian hukum. Dalam mencapai tujuannya itu, hukum
bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam
masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah
hukum serta memelihara kepastian hukum.

Hakim merupakan lambang dan benteng dari hukum jika terjadi


kesenjangan rasa keadilan. Jika rasa keadilan hakim dan rasa keadilan
masyarakat tidak terjadi maka semakin besar ketidakpeduliannya terhadap
hukum, karena pelaksanaan hukum menghindari anarki.
2. Uraikanlah bagaimana konsep pemaknaan terhadap pemenuhan HAM
yang seharusnya berdasarkan kasus diatas?
PEMBAHASAN:
Sudah semestinya HAM kini dipahami secara humanistik sebagai hak-hak
yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan dan demi kemuliaan
manusia. Konsep tentang HAM dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh
pemaknaan yang lebih manusiawi, sehingga konsep HAM diartikan sebagai
“Human rights could generally be defined as those rights which are inherent
in our nature and without which we cannot live as human beings”.
Dengan pemahaman seperti itu, konsep HAM disifatkan sebagai suatu
common standard of achievement for all people and all nations, yaitu sebagai
tolok ukur bersama atau standar umum tentang prestasi kemanusiaan yang
perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.
Berkenaan dengan kasus Krisbayudi yang digelandang ke Polda Metro Jaya
kemudian disiksa untuk mau mengakui skenario cerita pembunuhan versi
polisi. Ini adalah derita anak bangsa. Buruh pabrik Krisbayudi harus
menanggung derita disiksa dan dipenjara yang kemudian belakangan,
tuduhan polisi yang dialamatkan kepadanya hanya isapan jempol belaka
yang jelas jelas telah melanggar Hak Asasi Manusia.
Konsep HAM dalam kehidupan bernegara menghendaki kebebasan setiap
orang dijamin sekaligus bergandengan dengan kewajiban hak asasinya.
Materi kewajiban dasar dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dirinci
sebagai berikut:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi.
Bila kita kaitkan dengan kasus diatas, perlakuan oleh Polisi terhadap
Krisbayudi jelas jelas telah melanggar Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999
Pasal. 4:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun.”
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.
Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechts staat) artinya negara yang
berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).
Menurut International Commition of Jurice ada tiga ciri penting suatu negara
dapat dikatakan sebagai negara hukum, yaitu: Supremasi hukum,
Persamaan di depan hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).
HAM adalah sebagai hak yang mendasar dan fundamental sehingga harus
dilindungi dan terbebas dari segala bentuk ancaman maupun penyiksaan.
HAM yang dijunjung tinggi oleh setiap negara termasuk Indonesia, harus
memiliki landasan yang kuat baik dalam ideologi maupun konstitusi. Hal ini
karena permasalahan tentang hak asasi manusia sangat rentan terjadi,
seperti kasus salah tangkap yang disertai dengan penyiksaan dan paksaan
yang jelas melanggar HAM mengenai hak manusia untuk mendapat
perlakuan yang sama di depan hukum dan bebas dari ancaman maupun
penyiksaan.
Ancaman dan penyiksaan dalam beberapa kasus salah tangkap di Indonesia
seperti yang dialami oleh krisbayudi, di mana pelakunya adalah aparatur
negara yang dalam hal ini adalah anggota kepolisian. Dalam hal terjadinya
suatu tindak pidana, kepolisian merupakan lembaga pertama yang langsung
berhadapan dengan masyarakat, baik sebagai korban kejahatan, saksi,
maupun tersangka.
Tanggung jawab negara terhadap korban salah tangkap di wujudkan dalam
bentuk pemberian ganti rugi dan rehabilitasi, akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih menimbulkan ketidakadilan bagi korban. Hal ini
disebabkan karena dalam pengaturan pasal 95 dan 97 KUHAP menyatakan
bahwa korban “berhak” menuntut ganti rugi maupun rehabilitasi karena
salah tangkap atau salah dakwaan, di mana jika kita memaknai kata “berhak”
maka pengertiannya menjadi jika tidak menuntut ganti rugi maka
diperbolehkan. Padahal jelas-jelas bahwa korban salah tangkap telah
mengalami pelanggaran HAM dengan dirampas kemerdekaannya secara
sewenang-wenang oleh oknum kepolisian yang notabene sebagai aparat
negara yang mempunyai tugas sebagai pengayom dan pelindung
masyarakat.

3. Bagaimanakah hubungan hukum dengan kekuasaan? berikan analisis


anda sesuai dengan kasus diatas!

PEMBAHASAN:
Esensi Kekuasaan
Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat, negara, dan umat manusia. Konsep hubungan sosial
itu meliputi hubungan personal di antara dua insan yang berinteraksi,
hubungan institusional yang bersifat hierarkis, dan hubungan subjek dengan
objek yang dikuasainya. Karena kekuasaan memiliki banyak dimensi, maka
tidak ada kesepahaman di antara para ahli politik, sosiologi, hukum dan
kenegaraan mengenai pengertian kekuasaan.
Esensi Hukum

Mengenai esensi hukum dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan


pandangan di antara para ahli hukum tentang hukum. Perbedaan
pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka
kemukakan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Meskipun
ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan
dalam empat kelompok.
Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya, Victor Hugo yang
mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Sejalan dengan
pengertian tersebut, Grotius mengemukakan bahwa hukum adalah suatu
aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar.
Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti memahami hukum
secara filosofis karena nilai-nilai merupakan abstraksi tertinggi dari kaidah-
kaidah hukum.
Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan
masyarakat Definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan
Salmond yang mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang
diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam
kehidupan masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai
seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat
dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap
manusia dan barang.
Keempat, hukum diartikan sebagai kenyataan (das sein) dalam kehidupan
masyarakat. Hukum sebagai kenyataan sosial mewujudkan diri dalam
bentuk hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat atau dalam
bentuk perilaku hukum masyarakat. Perilaku hukum terdiri dari perilaku
melanggar hukum (pelanggaran hukum) dan perilaku menaati aturan-
aturan hukum.
Hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan yang sangat erat, hubungan
itu dapat di gambarkan seperti satu mata uang dengan dua sisi. Hubungan
simbolik hukum dan kekuasaan melahirkan hubungan fungsional di antara
keduanya. Kekuasaan menpunyai fungsi sebagai alat untuk membentuk
hukum, menegakan hukum, dan melaksanakan hukum. Sedangkan fungsi
hukum terhadap kekuasaan meliputi alat untuk melegalisasi atau
menjustifikasi kekuasaan, alat untuk mengatur dan mengontrol kekuasaan,
dan juga alat untuk mengawasi dan mewadahi pertanggungjawaban
kekuasaan.
Berdasarkan deskripsi di atas dapat ditarik tiga simpulan.
Pertama, kekuasaan adalah suatu konsepsi hubungan sosial antara dua
pihak atau dua institusi yang bersifat saling pengaruh mempengaruhi,
dominatif atau eksploitatif.
Kedua, hakekat hukum dapat ditinjau dari sudut otoritas yang
membentuknya, substansinya dan daya kerjanya dalam mengatur
masyarakat.
Ketiga, dialektika hukum dan kekuasaan melahirkan dua pola hubungan,
yaitu hukum identik dengan kekuasaan dan hukum tidak sama dengan
kekuasaan.
Hubungan simbiotik hukum dan kekuasaan melahirkan hubungan
fungsional di antara keduanya, dimana kekuasaan mempunyai fungsi
tertentu terhadap hukum, dan hukum juga mempunyai fungsi tertentu
terhadap kekuasaan. Kekuasaan mempunyai fungsi sebagai alat untuk
membentuk hukum, menegakkan hukum, dan melaksanakan hukum.
Sedangkan fungsi hukum terhadap kekuasaan meliputi alat untuk
melegalisasi atau menjustifikasi kekuasaan, alat untuk mengatur dan
mengontrol kekuasaan, dan alat untuk mengawasi dan mewadahi
pertanggungjawaban kekuasaan.
Hukum Dan Kekuasaan Secara mudah dalam tataran teoritis hubungan
hukum dan kekuasaan dapat dikatakan saling mempengaruhi, hukum ada
karena dibuat penguasa yang sah dan sebaliknya perbuatan penguasa diatur
oleh hukum yang dibuatnya. Namun apabila terjadi pertentangan maka
energi hukum sering kalah kuat dengan energi kekuasaan. Akibatnya model
hukum sangat tergantung pada tipe kekuasaan. Dalam kekuasaan yang
bersifat otoriter akan melahirkan hukum yang bersifat konservatif dan
ortodok. Sebaliknya dalam kekuasaan yang demokratis akan melahirkan
hukum yang bersifat responsif dan populis.
Yang dapat dijadikan catatan adalah:
1. Hukum bersifat imperatif, tetapi realitasnya tidak semua taat, sehingga
membutuhkan dukungan kekuasaan, besarnya kekuasaan tergantung pada
tingkat kesadaran hukum masyarakat.
2. Dalam praktek, kekuasaan sering bersifat negatif, yaitu berbuat melampaui
batas-batas kekuasaan, sehingga hukum dibutuhkan sebagai pembatas
kekuasaan (selain kejujuran ,dedikasi dan kesadaran hukum).

3. Betapa eratnya dan pentingnya relasi antara hukum dan kekuasaan,


hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, tetapi kekuasaan tanpa
hukum akan dzalim.
Sumber referensi:

- BMP HKUM4102 Oleh Khotibul Umam; Rimawati; Suryana Yogaswara


- Journal: PERANAN FILSAFAT HUKUM DALAM MEWUJUDKAN
KEADILAN-Oleh: Bambang Hermoyo, SH.MH. *Dosen Fakultas Hukum
UNISRI - https://media.neliti.com/media/publications/23511-ID-peranan-
filsafat-hukum-dalam-mewujudkan-keadilan.pdf

Anda mungkin juga menyukai