Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL KARYA TULIS ILMI AH

GAMBARAN OBAT KADALUARSA, OBAT RUSAK, DAN DEAD STOCK

DI SEKSI KEFARMASIAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN SAMBAS

Oleh

ASYHA ZULLIZA

NIM : 199412

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK

2021

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Proses pengelolaan obat di Gudang Farmasi merupakan salah satu hal

penting yang harus diperhatikan, karena apabila pengelolaan obat tidak sesuai

dengan prosedur akan menimbulkan masalah tumpang tindih anggaran serta

pemakaian obat yang tidak tepat. Hal tersebut mengakibatkan ketersediaan obat

menjadi berkurang, obat menumpuk karena perencanaan obat yang tidak sesuai,

serta biaya obat menjadi mahal karena penggunaan obat yang tidak rasional

(Nurniati dkk., 2016). Selain itu, dampak akibat perencanaan yang tidak sesuai

menyebabkan tempat penyimpanan obat menjadi penuh sehingga obat berisiko

menjadi kadaluwarsa, rusak hingga stok mati.

Obat kadaluwarsa adalah obat yang telah melewati masa pakai atau masa

kadaluwarsanya (Management Science Health, 2012). Obat yang sudah melewati

tanggal kadaluarsa yang tercantum pada kemasan yang menandakan obat tersebut

sudah tidak layak lagi untuk di konsumsi / digunakan yang lembab, sinar matahari,

suhu dan goncangan fisik.

Pengertian obat rusak adalah keadaan obat yang tidak bisa terpakai lagi

karena rusak secara fisik atau berubah bau dan warna yang dipengaruhi oleh udara.

Pada jenis tablet tertentu ada yang menjadi basah dan lengket satu dengan tablet

yang lainnya. Pada sediaan kapsul akan menjadi terbuka, tidak berisi, rusak atau

lengket satu sama lainnya (BPOM RI, 2013).


Menurut (Satibi, 2017) stok obat yang tidak digunakan selama 3 bulan atau

selama 3 bulan tidak terdapat transaksi disebut sebagai deadstock.

Proses pengelolaan obat akan berjalan secara efisien, efektif dan rasional

apabila ada keterpaduan antara pelaksanaan kegiatan dalam pengelolaan obat

(Djuna, Arifin, & Darmawansyah, 2014).

Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Gambaran Obat Kadaluwarsa, Rusak dan Dead Stock di Gudang

Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas”. Untuk mengetahui Gambaran

terjadinya obat kadaluarsa, obat rusak, dan dead stock sehingga dapat memberikan

rekomendasi kebijakan untuk perbaikan pengelolaan obat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana gambaran obat kadaluwarsa, obat rusak, dan dead stock di Seksi

Kefarmasian Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas”

1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran obat kadaluwarsa, rusak, dan dead stock dan

kerugian yang di sebabkan oleh obat kadaluarsa, rusak, dan dead stock di UPTD

Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan yang

diperoleh selama mengikuti proses Pendidikan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan


Memberikan tambahan informasi dan wawasan tentang obat kadaluwarsa,

obat rusak, dan dead stock di Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten

Sambas

3. Bagi Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas

Masukan terhadap manajemen pengelolaan obat di Seksi Kefarmasian

Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas mengenai obat kadaluwarsa, rusak, dan dead

stock sehingga mengurangi kerugian karena kerusakan obat dan stok mati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Obat

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk

digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau

rohaniah pada manusia atau hewan termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh

manusia (Anief,1991). Pengertian obat menurut Permenkes

917/Menkes/Per/x/1993 adalah sediaan atau panduan-panduan yang siap digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fissiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan menurut pendapat Ansel (1985)

obat adalah zat yang digunakkan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta

mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.

Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh

karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara

berkesinambungan. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi tahap

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat

dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia. Tujuan utama pengelolaan

obat adalah tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan

jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (BPOM, 2001). Untuk

memantau dan mengevaluasi efisiensi hasil yang telah dicapai dari sistem
pengelolaan obat diperlukan suatu indikator. Hasil pengujian dapat digunakan

untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat (Azis, dkk., 2005).

Penyimpanan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah

baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal

kadaluwarsa. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya (Permenkes RI, 2014).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kondisi penyimpanan obat untuk

menjaga mutu obat, antara lain (Kemenkes RI, 2010b):

1) Kelembaban

Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat

kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-

upaya sebagai berikut:

a) Ventilasi harus baik, jendela dibuka.

b) Simpan obat ditempat yang kering.

c) Wadah harus selalu tertutup rapat.

d) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC.

e) Silika gel tetap dalam wadah tablet dan kapsul.

f) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.9

2) Sinar matahari

Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar

matahari. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain:

a) Jendela-jendela diberi gorden.


b) Kaca jendela dicat putih.

3) Temperatur/Panas

Obat seperti salep, krim, dan suppositoria sangat sensitif terhadap pengaruh

panas dan dapat meleleh. Oleh karena itu, hindarkan obat dari udara panas. Ruangan

obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin

pada suhu 4-8°C, seperti vaksin, cera, produk darah, antitoksin, insulin, injeksi

antibiotika yang sudah dipakai, injeksi oksitosin, dan injeksi metil ergometrin. Obat

seperti DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan

menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain:

a) Bangunan memiliki sirkulasi udara yang memadai.

b) Hindari atap gudang dari bahan metal.

c) Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.

4) Kerusakan fisik

Untuk menghindari kerusakan fisik dapat dilakukan cara antara lain:

a) Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak

tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat

yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu

akan menyulitkan pengambilan obat.

b) Hindari kontak dengan benda-benda yang tajam.10

5) Kontaminasi

Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, obat mudah

tercemar bakteri atau jamur.

6) Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang

kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena

itu, bersihkan rungan setiap hari. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak

dibersihkan.

2.2 Obat Kadaluarsa

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,

2016). Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena

penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan

terapi dengan obat.

Obat rusak atau kadaluarsa adalah kondisi obat bila konsentrasinya sudah

berkurang antara 25-30% dari konsentrasi awalnya serta bentuk fisik yang

mengalami perubahan, obat yang bentuk atau kondisinya tidak dapat digunakan

lagi. Waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukan batas akhir obat masih

memenuhi syarat. Sedangkan waktu kadaluarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun

harus dicantumkan pada kemasan obat. Obat rusak dan kadaluarsa dengan kadar

dan fungsi yang telah berubah dapat menimbulkan penyakit pada manusia serta

dapat menyebabkan kematian (BPOM, 2009)

Tanggal daluwarsa adalah tanggal yang diberikan pada tiap wadah produk

(umumnya pada label) yang menyatakan sampai tanggal tersebut produk

diharapkan masih tetap memenuhi spesifikasinya, bila disimpan dengan benar.

Menetapkan untuk tiap bets dengan cara menambahkan masa simpan pada tanggal
pembuatan (BPOM RI, 2014). Adapun tanggal kadaluwarsa adalah batas waktu

yang tertera pada tiap wadah obat dan/atau bahan obat (umumnya pada penandaan),

yang menyatakan bahwa sampai batas waktu tersebut obat dan/atau bahan obat

diharapkan masih tetap memenuhi spesifikasinya, bila disimpan dengan benar.

Ditetapkan untuk tiap bets dengan cara menambahkan masa simpan pada tanggal

pembuatan (BPOM RI, 2012). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan

tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk mencegah

terjadinya obat kadaluwarsa sebagai berikut (BPOM RI, 2012):

a. Tahap penerimaan

Tahap ini harus dilakukan pemeriksaan terhadap kebenaran nama, jenis,

nomor bets, tanggal kadaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat

pengantar atau pengiriman barang dan/atau faktur penjualan barang. Obat dan / atau

bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa, atau mendekati tanggal

kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah

kadaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Nomor batch dan tanggal

kadaluwarsa obat dan / atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan untuk

mempermudah penelusuran.

b. Tahap penyimpanan

Tahap ini obat dan / atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik,

dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk

obat dan / atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Maka dari

itu harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai dengan

tanggal kadaluwarsa dan mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO).
Beberapa hal yang dapat mempercepat masa kadaluarsa, seperti

penyimpanan yang tidak tepat. Menurut Lukman (2006), faktor yang mempercepat

kadaluarsa obat adalah sebagai berikut:

a. Kelembaban

Tempat yang lembab akan mempercepat masa kadaluarsa, karena akan

mempengaruhi stabilitas kemudian dapat menyebabkan penurunan kandungan.

b. Suhu

Pada umumnya obatdisimpan pada suhu kamar. Penyimpanan obat di

kulkas tidak dianjurkan jika tidak terdapat petunjuk. Obat-obat minyak seperti

minyak ikan, sebaiknya jangan disimpan di tempat yang terlalu dingin. Insulin

(Obat untuk penderita diabetes) merupakan contoh obat yang akan rusak jika

ditempatkan pada ruangan dengan suhu panas.

c. Cahaya

Sebaiknya tidak diletakkan pada tempat yang terkena paparan sinar

matahari ataupun lampu secara langsung,misalnya: vaksin bila terkena sinar

matahari langsung maka dalam beberapa detik, vaksin akan menjadi rusak. Untuk

melindunginya dari cahaya maka digunakan kemasan berwarna, misalnya ampul

yang berwarna coklat disamping menggunakan kemasan luar.

2.3. Obat Rusak

Obat rusak atau kadaluwarsa adalah kondisi obat yang konsentrasinya sudah

berkurang antara 25-30% dari konsentrasi awalnya serta bentuk fisik yang

mengalami perubahan, obat yang bentuk atau kondisinya tidak dapat digunakan

lagi. Obat rusak sudah tidak bisa dipakai lagi karena mengalami kerusakan yang

disertai dengan perubahan bentuk, warna, bau, rasa atau konsistensi (Kareri, 2018).
Faktor-faktor yang menyebabkan obat rusak yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal yaitu perubahan obat secara fisika seperti perubahan

bentuk dari obat, perubahan warna atau terdapat partikel asing. Faktor eksternal

seperti ruang penyimpanan obat yang tidak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan serta sistem penataam obat yang tidak baik (Dyahariesti & Yuswantina,

2017). Ruang penyimpanan obat dengan sirkulasi udara yang tidak baik dapat

mempengaruhi kelembaban udara sehingga obat menjadi cepat rusak (Priyanto dkk.,

2010).

a. Obat rusak merupakan obat yang mengalami perubahan mutu obat, adapun tanda-

tanda perubahan mutu obat yaitu (Kemenkes RI, 2010):

1) Tablet

a) Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa.

b) Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah, retak, atau

terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab.

c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.

2) Kapsul

a) Perubahan warna isi kapsul.

b) Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya.

3) Tablet salut

a) Pecah-pecah, terjadi perubahan warna

b) Basah dan lengket satu dengan yang lainnya

c) Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik.

4) Cairan

a) Menjadi keruh atau timbul endapan.


b) Konsistensi berubah

c) Warna atau rasa berubah.

d) Botol-botol plastik rusak atau bocor.

e) Cairan suspensi tidak bisa dikocok.

f) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali

5) Salep

a) Warna berubah.

b) Pot atau tube rusak atau bocor.

c) Bau berubah

6) Injeksi

a) Kebocoran wadah (vial, ampul).

b) Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi.

c) Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan.

d) Warna larutan berubah.

2.4. Obat dead stock

Obat dead stock adalah obat yang tidak digunakan selama 3 bulan atau

selama 3 bulan tidak terdapat transaksi. Penyebabnya antara lain (Somantri, 2013):

a. Tidak diresepkannya obat oleh dokter

b. Perubahan pola penyakit.

c. Kurang tepatnya perencanaan pengadaan obat.

d. Banyaknya jenis obat

e. Jenis penyakit yang jarang menggunakan obat tersebut


Kerugian yang ditimbulkan akibat stok mati adalah perputaran uang yang

tidak lancar, kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan

obat kadaluwarsa (Satibi, 2017).

2.5. Dinas Kesehatan

a. Pengertian

Dinas kesehatan merupakan unsur pelaksanaan bidang kesehatan yang

dipimpin oleh kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan Kota mempunyai

tugas melaksanakan urusan pemerintah dibidang kesehatan berdasarkan azas

otonom dan tugas pembantuan khususnya di kotanya. Segala bentuk pengawasan,

pembinaan dan perijinan Rumah Sakit Daerah, Puskesmas, Unit Pelayanan Teknis

(UPT) Kesehatan, dan lembaga-lembaga pelayanan kesehatan swasta ditangani

oleh Dinas Kesehatan. (Walujo, dkk. 2018).

b. Fungsi

1) Perumusan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan

pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;

2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan

pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan dan - 18

- perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya kesehatan;

3) Pelaksanaan evalusasi dan pelaporan di bidang kesehatan masyarakat,

pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat

kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) serta sumber daya

kesehatan;
4) Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan

5) Pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Kepala Daerah terkait dengan

bidang kesehatan (Permenkes RI, 2016).

c. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas

Kabupaten Sambas merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di

Provinsi Kalimantan Barat. . Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas adalah salah satu

pelayanan kesehatan di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang

terletak di Jalan Pembangunan no.99 Sambas, KecamatanSambas, Kabupaten

Sambas.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas memiliki wilayah kerja seluruh

wilayah Kabupaten Sambas yang terdiri dari 19 kecamatan, yaitu Kelurahan

Sambas, Kecamatan Galing, Kecamatan Teluk Keramat, Kecamatan Tangaran,

Kecamatan Paloh, Kecamatan Jawai, Kecamatan Jawai Selatan, Kecamatan

Pemangkat, Kecamatan Sajad, Kecamatan Sajingan Besar, Kecamatan Salatiga,

Kecamatan Sebawi, Kecamatan Sejangkung, Kecamatan Selakau, Kecamatan

Selakau Timur, Kecamatan Semparuk, Kecamatan Subah, Kecamatan Tebas, dan

Kecamatan Tekarang.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas wilayah kerjanya memiliki kepadatan

penduduk ≥ 98 jiwa/km2 , dengan luas wilayah 6.394,70 km2. Berdasarkan data

monografi Kabupaten Sambas Oktober 2021.

d. Seksi Kefarmasian

Instalasi Farmasi adalahadalah sarana tempat penyimpanan dan penyaluran

sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah, dalam rangka pelayanan kesehatan (Permenkes, 2016).


e. Indikator Penelitian

Indikator merupakan suatu kriteria atau persyaratan yang ditetapkan

berdasarkan berbagai pertimbangan secara teknis yang digunakan untuk mengukur

tingkat keberhasilan suatu penelitian (Imron, 2011). Indikator yang digunakan

dalam penelitian ini adalah indikator obat kadaluwarsa, rusak dan dead stock.

Persentase nilai obat yang kadaluwarsa, rusak dan dead stock adalah 0% (Satibi,

2017).
B. Kerangka Teori

Perencanaan
obat
Pemantauan Permintaan
dan Evaluasi Obat

Pelaporan Penerimaan
Obat Pengelolaan Obat
obat

Pencatata Penyimpanan
n Obat Obat

Pendistribusian
Pengendalian Obat
Obat

Gambar 1. Kerangka Teori

(Menkes RI,2016)
C. Kerangka Konsep

Penyimpanan Obat

Obat Kadaluwarsa Obat Rusak Obat Dead Stock

Indikator = 0%

(Satibi,2017)

(Gambar 2. Kerangka Konsep)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang

mendiskripsikan atau menggambarkan suatu obyek terhadap keadaan yang

sebenarnya terjadi (Imron, 2011). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode retrospektif dengan mengamati dan mengevaluasi obat kadaluwarsa,

rusak dan dead stock di Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatann Kabupaten Sambas.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel merupakan suatu objek penelitian atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010). Variabel dalam penelitian ini yaitu obat

kadaluwarsa, obat rusak, obat dead stock dan obat indikator Seksi Kefarmasian

Dinas Kesehatann Kabupaten Sambas.

3.3. Definisi Operasional

1. Obat kadaluwarsa adalah obat yang telah melewati masa kadaluwarsa dan zat

aktifnya akan berubah menjadi racun. Indikator obat kadaluwarsa adalah 0%.

2. Obat rusak adalah obat yang mengalami kerusakan secara fisik, perubahan bau

serta warna. Pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati perubahan mutu obat.

Indikator obat rusak adalah 0%.


3. Obat dead stock adalah obat yang tidak mengalami pengeluaran dalam waktu 3

bulan secara berturut-turut. Indikator obat dead stock adalah 0%.

4. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana urusan pemerintahan bidang

kesehatan.

3.4 Prosedur penelitian

a. Penelitian ini akan di mulai dengan meminta ijin secara tertulis dari lembaga

pendidikan untuk instansi terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas.

b. Setelah ijin diberikan maka peneliti akan melakukan pengambilan data

Obat kadaluarsa, obat rusak, dan obat dead stock.

c. Mengolah data.

d. Penyampaian hasil penelitian.

3.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

3.4.1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Seksi Kefarmasian Dinas Kesehatann

Kabupaten Sambas.

3.4.2. Waktu penelitian

Penelitian atau pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan Januari

2022.
3.5 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Instrumen

Instrumen adalah alat bantu yang digunakan dalam pengambilan data.

Instrumen dalam penelitian ini adalah form lembar observasi.

3.5.2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara

observasional atau pengamatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan data sekunder yang terdiri dari data obat kadaluwarsa, rusak dan dead

stock.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Metode pengolahan data

Setelah pengumpulan data selanjutnya melakukan pengolahan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh melalui

lembar observasi.

b. Entry data yaitu memasukkan data dari lembar observasi ke dalam

komputer menggunakan Microsoft Office Excel 2013.

c. Cleaning yaitu pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah


sudah sesuai atau belum pada saat memasukkan data.

3.6.2. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif. Hasil data

yang diperoleh kemudian dihitung menggunakan rumus dan hasil yang diperoleh

berupa persentase. Rumus yang digunakan dalam perhitungan data sebagai berikut

(Satibi, 2017):

a. Obat kadaluwarsa

Besarnya persentase nilai obat kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan

perencanaan atau perubahan pola penyakit. Indikator yang digunakan adalah 0%.

Perhitungan persentase obat kadaluwarsa yaitu:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑙𝑢𝑎𝑟𝑠𝑎


% obat kadaluwarsa = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 × 100%

b. Obat rusak

Besarnya persentase nilai obat rusak diakibatkan kurangnya pengamatan mutu obat.

Indikator yang digunakan adalah 0%. Perhitungan persentase obat kadaluwarsa

yaitu:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘


% obat rusak = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 × 100%
c. Obat dead stock

Besarnya nilai persentase obat dead stock mengakibatkan siklus perputaran

anggaran tidak lancar. Indikator yang digunakan adalah 0%. Perhitungan persentase

obat dead stock yaitu:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑎𝑑 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘


% obat dead stock = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑑𝑎𝑛 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑒−𝑘𝑎𝑡𝑎𝑙𝑜𝑔 × 100%

Anda mungkin juga menyukai