Anda di halaman 1dari 23

MACAM-MACAM

AKHLAQ
FIRDAUS, S.Pd.I., M.Pd.
email: Firdaus@ump.ac.id
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 1

MACAM-MACAM AKHLAK

A. Akhlak terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala


Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk، kepada Allah sebagai Khalik. Semuanya adalah
bentuk kepercayaan manusia bahwa Allah lah tuhan mereka، dan Allah juga lah yang
menyediakan segalanya yang ada di bumi untuk manusia.
Jika diperhatikan، akhlak kepada Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam
berakhlak kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Akhlak yang baik kepada Allah bisa
menjadikannya sebagai pint gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak kepada makhluk
yang lainnya.
Diantara akhlak terhadap Allah adalah:
1. Taqwa
Definisi taqwa yang paling pupuler adalah “memelihara diri dari siksaan Allah dengan
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.” Atau lebih diringkas lagi

( ) “mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala

larangan-Nya”.
Taqwa pada hakikatnya merupakan integralisasi Iman، Islam، dan Ihsan. Seperti
yang ada pada surat al Baqarah ayat 2-4.

◌ۛ ◌ۛ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.”( QS. 2: 2)

“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib، yang mendirikan shalat، dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. 2: 3).

“dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu، serta mereka yakin akan
adanya (kehidupan) akhirat. “(QS. 2: 4)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 2

Orang yang bertaqwa pada ayat kedua dijelaskan kriterianya pada dua ayat
selanjutnya. Yaitu (1) beriman kepada yang ghaib، (2) mendirikan shalat، (3) menafkahkan
sebagian dari rezeki yang di kitab-kitab terimannya dari Allah، (4) beriman dengan kitab suci
Al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya، dan (5) beriman kepada hari Akhir.
Pentingnya taqwa bagi orang beriman dijelaskan di ayat ke 102 dalam surat Ali
Imran.

“ Hai orang-orang yang beriman، bertaqwalah kepada Allah subhanahu wa ta'ala


sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama islam.” (QS. 3:102)
Allah memerintahakan pada orang-orang beriman supaya bertaqwa kepada-Nya
dengan maksimal، yaitu dengan mengerahkan semua potensi yang dimiliki. Karena kualitas
ketaqwaan seseorang menentukan tingkat kemuliaannya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Semakin taqwanya maka semakin mulia dia.
Seseorang yang bertaqwa dapat memetik buah ketaqwaannya di dunia maupun di
akhirat. Ia akan mendapatkan sifat furqan، juga limpahan berkah dari langit dan bumi،
keluar dari kesulitan، rezeki dari arah yang tidak diduga-duga، kemudahan urusannya، dan
menerima penghapusan pahala juga pahala yang besar.
2. Cinta dan Ridha
Cinta adalah kesadaran diri، perasaan jiwa، dan dorongan hati yang menyebabkan
seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa
kasih sayang.
Cinta dengan pengertian demikian sudah merupakan fitrah yang dimiliki setiap
ornag. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu pada diri manusia، tetapi juga
mengaturnya sehingga terwujud dengan mulia. Bagi seorang mukmin، cita pertama dan
paling utama itu diberikan kepada Allah. Allah lebih dicintainya daripada segala-galanya.
Dalam hal ini Allah berfirman:

Artinya : “adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada


Allah.”(QS. 2:165)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 3

Secara khusus dijelaskan oleh Allah dalam beberapa ayat Al-Qur’an bahwa dia
mencintai orang-orang dengan sifat dan amal tertentu. Misalnya Allah itu mencintai orang-
orang yang: (1) berbuat ihsan، (2) bertaubat، (3) bertaqwa، (4) sabar، (5) tawakal، (6)
berlaku adil، (7) bersih، dan (8) berperang apda jalannya. Bila seseorang mencintai Allah
Swt tentu dia akan selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang dicintai-Nya، dan
meninggalkan ssegala sesuatu yang tidak disukai atau dibencinya. Secara khusus dalam
beberapa ayat Allah menjelaskan ornag-orang yang dibenci-Nya، yaitu orang-oraang yang:
(1) melampaui batas، (2) zalim، (3) sombong، (4) merusak، (5) boros، dan (6) berkhianat.
Sejalan dengan cinta، seorang muslim haruslah dapat bersikap ridha allah dengan
segala aturan dan keputusan Allah SWT. Artinya dia harus dapat menerima dengan
sepenuh hati، tanpa penolakan sedikitpun. Dia mendapatkan ridha karena dia
mencintaiAllah dan yakin bahwa Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang، Yag Maha
Mengetahui segala-alanya، yang Maha Bijaksana tentulah tidak akan membuat uatu aturan
yang tidak sesuai atau akan merugikan umat manusia. Dengan kenyakinan seperti itu، dia
juga akan rela menerima segala qadha dan qodarAllah terhadap dirinya. Dia akan bersyukur
atas segala kenikmatannya، dan akan bersabar atas segala cobaan.
Demikian sikap cinta dna ridha kepada Allah. Dengan cinta kita mengharapkan ridha-
nya، dan dengan Ridha kita mengharapkan cinta-Nya.
3. Ikhlash
Kata ikhlas berasal dari bahasa Arab yang berbunyi akhlasa yang memiliki arti
bersih، lurus dan suci. Sementara itu، ikhlas secara istilah berarti mengerjakan suatu amal
kebaikan dengan niat semata-mata hanya untuk mendapatkan ridho Allah.
Beramal dengan ikhlas berarti diawali dengan niat ikhlas، kemudian melakukannya
dengan sebaik-baiknya، lalu memberika manfaat dari amal tersebut bagi orang lain atau
disalurkan dengan cara yang baik.
Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk selalu berbuat ikhlas dalam
melaksanakan berbagai amal perbuatannya. Allah juga telah menyampaikan perintah
tersebut dalam ayat Al Quran berikut ini :

“ Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya


semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. 98:5)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 4

Diharuskan bagi setiap manusia untuk beramal secara ikhlas. Sebagai bentuk akhlak
dan kata’atan kita kepada Allah. Karena hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah
akan diterima oleh Allah.
4. Syukur
Syukur ialah memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya.
Syukur dapat dikatakan syukur ketika seorang yang menerima telah melakukan tiga hal
berikut، yaitu : mengakui nikmat dalam batin، membicarakanya secara lahir، dan
menjadikanya sebagai sarana untuk taat kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Jika salah satu
diatas tidak dilakukan، maka belum dapat dikatakan sebagai syukur.
Jadi syukur berkaitan dengan hati، lisan، dan perbuatan، yang mana ketiganya akan
saling berkaitan. Hati menjadi awal dari manusia yang mengakui، tanpa adanya pengakuan
dari hati lisan tidak akan bisa berucap، dan tanpa pengakuan dari hati perbuatan juga tidak
dapat dilaksanakan، sebab tidak ada niatan dalam hatinya tentang apa-apa saja yang harus
dilakukan.
Rasa syukur harus senantiasa ada dalam diri seorang manusia، dimana dengan
adanya rasa syukur yang tertanam، niscaya manusia tersebut akan dapat menjadi seorang
hamba Allah subhanahu wa ta'ala yang taat. Tertanamnya rasa syukur dalam diri seorang
hamba dapat menjadikan dirinya menjadi orang yang tidak terlalu tergiur dengan
kenikmatan yang bersifat duniawi.

“ Karena itu، ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu، dan
bersyukurlah kepada-Ku، dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku.” (QS. 2:152)
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk selalu mengingat-Nya dan bersyukur.
Karena Allah berjanji akan menambahkannya.

“ Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur،


pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. 14:7)
5. Tawakkal
Tawakal adalah perilaku yang ditunjukan oleh seorang hamba kepada Rab-nya akan
kepasrahannya terhadap keputusan-keputusan yang telah diberikan، meskipun sebelumnya
telah berusaha semaksimal mungkin. Karena tawakkal berarti membebaskan hati dari
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 5

segala ketergantungan kepada selain Allah، termasuk ketergantungan kepada usaha dalam
melakukan suatu perbuatan.
Akan tetapi، tawakal selalu beriringan dengan ikhtiar. Tawakal muncul ketika
seorang hamba telah melakukan sebuah ikhtiar dalam rangka mengejar sesuatu yang
hendak dia dapatkan. Jadi tawakal yang sebenarnya ketika seorang hamba terlah
melakukan sebuah usaha atau ikhtiar. Tawakal tidak dapat disebut dengan tawakal ketika
seorang hamba hanya duduk manis saja menunggu ketentuan dari Allah.
Lalu apa yang akan terjadi ketika seorang hamba telah melakukan sebuah tawakal،
dalam artian tawakal yang sesungguhnya. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala akan
mencatat semua yang telah dikerjakan oleh hambanya، kemudian Allah subhanahu wa
ta'ala akan memberikan sebuah pemberian di waktu dan suasana yang tepat. Hal ini
dijelaskan dalam Q.S Hud ayat 123. Yang berbunyi :

◌ۚ

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah
dikembalikan urusan-urusan semuanya، maka sembahlah Dia، dan bertawakkallah kepada-
Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”(QS. 11:123)
Tawakal adalah salah satu buah keimanan. Seorang yang beriman menyerahkan
segala sesuatu kepada Allah dan ridha dengan segala kehendaknya. Karena ia mengetahui
bahwa semua urusan kehidupan berada di tangan Allah.
6. Khauf dan Roja’
Khauf dan Roja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus
dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Bila salah satu dominan dari yang lainnya akan
melahirkan pribadi yang tidak seimbang. Dominan khauf menyebabkan sikap pesimisme
dan putus asa، sementara domain roja’ menyebabkan seseorang lalai dan lupa diri serta
merasa nyaman dengan azab Allah.
Khauf merupakan suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurnanya suatu pengabdian seorang hamba. Roja’ atau harap adalah memautkan hati
kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang.
Khauf didahulukan dari roja’ karena khauf adalah mengosongkan hati dari segala
sifat jelek، sedangkan roja’ adalah menghias hati dengan sifat-sifat baik. Jadi seseorang
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 6

meninggalkan segala larangan karena rasa takut (khauf)، disertai dorongan beramal dengan
harap (roja’). Keduanya bisa diibaratkan sebagai penyeimbang seorang muslim dalam hidup
dan beragama.

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya، hanyalah


ulama...”(QS. 35:28)

◌ۚ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman، orang-orang yang berhijrah dan


berjihad di jalan Allah، mereka itu mengharapkan rahmat Allah، dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”(QS. 2:218)
7. Muroqobah
Muraqabah adalah kesadaran seorang Muslim bahwa ia selalu berada dalam
pengawasan Allah. Kesadaran itu lahir dari keimanannya bahwa Allah mengetahui apa saja
yang ia lakukan، kapan dan di mana saja.
Muraqabah merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim.
Karena dengan muraqabah inilah، seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada Allah
dimanapun ia berada، hingga mampu mengantarkannya pada derajat seorang mu’min
sejati. Demikian pula sebaliknya، tanpa adanya sikap seperti ini، akan membawa seseorang
pada jurang kemaksiatan kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya.
Inilah urgensi sikap muraqabah dalam kehidupan muslim.

“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(QS. 4:1)


8. Taubat
Taubat berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah adalah orang yang
kembali dari sesuatu menuju sesuatu، kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat
yang terpuji، kembali dari larangan-Nya menuju ke perintah-Nya، kembali dari segala yang
dibenci oleh Allah menuju yang diridhoi-Nya، kembali dari yang saling bertentangan menuju
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 7

yang saling menyenangkan، kembali kepada Allah setelah meninggalkannnya dan kembali
taat setelah menentang-Nya.
Apabila seorang muslim melakukan kesalahan atau kemaksiatan dia wajib segera
bertaubat kepada Allah. Yang dimaksud dengan kesalahan kemaksiatan disini adalah
semua perbuatan yang melanggar ketentuan syari’at islam، baik dalam bentuk
meninggalkan kewajiban atau melanggar larangan، baik yang termasuk dosa kecil atau
dosa besar.

Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah، hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.”(QS. 24: 31)

B. Akhlak terhadap Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam


Akhlak kepada Rasulullah adalah sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
seorang muslim sebagai pengikutnya. Semuanya adalah bentuk kepercayaan manusia bahwa
Rosulullah sallallahu 'alaihi wasallam merupakan utusan Allah subhanahu wa ta'ala yang
memperoleh wahyu berupa Al-qur’an melalui perantara malaikat Jibril.
Rasulullah sangat besar jasanya membawa ajaran agama islam. Beliau juga berjasa
membina akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang sempurna. Maka dari itu sudah
sepantasnya umat Rasulullah wajib mempunyai perilaku-perilaku khusus yang ditujukan kepada
Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam.
Meskipun beliau sudah wafat dan kita tidak berjumpa dengannya، namun keimanan kita
kepadanya membuat kita harus berakhlak baik kepadanya. Akhlak kita kepada Rasul memang
tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah untuk beliau sebagaimana para sahabat telah
melakukannya.
Banyak cara yang bisa dilakukan dalam berakhlak kepada Rasulillah sallallahu 'alaihi
wasallam. Di antaranya:
1. Mencintai dan Memuliakan Rasul
Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah
mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah. Dan kecintaan kepada beliau harus
lebih tinggi dari kecintaan kita terhadap orang lain.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 8

“Katakanlah، jika bapak-bapak، anak-anak، saudara-saudara، isteri-isteri، keluarga،


harta kekayaan yang kamu usahakan، perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya، dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai، adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya، maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS
9:24)

“Tidak beriman salah seorang diantara kalian sebelum aku lebih dicintainya dariada
dirinya sendiri، orang tuanya، anaknya، dan semua manusia.” (H.R. Bukhari، Muslim، dan
Nasa’i)
2. Menaati dan Mengikuti Rasul
Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-
orang yang beriman. Karena itu، hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak
kepada Rasul، bahkan Allah akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke
dalam derajat yang tinggi dan mulia، hal ini terdapat dalam firman Allah:

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul، mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah، yaitu Nabi-nabi، orang-orang yang
benar، orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya .” (QS. 4:69)
3. Mengucapkan Shalawat dan Salam Kepada Rasul
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 9

Secara harfiyah، shalawat berasal dari kata ash shalah yang berarti do’a، istighfar
dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi، itu berarti Allah memberi ampunan dan
rahmat kepada Nabi، Allah berfirman dalam surat al Ahzab ayat 56:

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat


untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman، bersholawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S 33:56)

C. AKHLAK PRIBADI
1. Shidiq / Jujur
Jujur lawannya adalah dusta/bohong. Kejujuran atau kebenaran dalam akhlak
meliputi benar hati، benar perkataan، dan benar perbuatan. Ketiganya harus sama. Antara
hati dan perkataan harus sama، begitu juga perkataan dan perbuatan.
Benar hati adalah menghiasi hati dengan iman kepada Allah، benar perkataan
adalah jika semua yang diucapkan bukanlah kebathilan، dan benar perbuatan adalah
semua yang sesuai dengan syariat islam.

"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kapada Allah، dan hendaklah kalian
bersama orang-orang yang benar." (QS. 9:119)
Rasul memerintahkan setiap muslim untuk selalu jujur، karena ia membawa kepada
kebaikan، dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sebaliknya Rasul melarang umatnya
berbohong، karena akan membawa kepada kejahatan، dan kejahatan mengantarkan
kepada neraka.

"Kamu sekalian harus bersikap jujur، karena kejujuran membawa kepada kebaikan،
dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan
ditulis oleh Allah sebagai yang jujur (shiddiq). Dan jauhilah sifat bahong، karena
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 10

kebohongan membawa kepada kejahatan dan kelahatan membawa ke neraka. Orang yang
selalu bohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai sebagai
pembohong (kadzdzab)”. (HR. Bukhari)
2. Amanah / Dapat Dipercaya
Sifat dan akhlak amanah lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan
seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan
yang sangat erat sekali.

"Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah (tidak bisa dipercaya), dan
tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji." (HR. Ahmad)
Pengertian amanah secara sempit adalah memelihara titipan dan
mengembalikannya kepada pemiliknya dalam keadaan utuh. Pngertiannya secara luas
meliputi antara lain: menyimpan rahasia, melaksanakan tugas yang diberikan. Tugas dan
kewajiban Allah kepada manusia oleh Al-Qur'an disebut amanah, bahkan merupakan
amanah yang paling berat.
Bentuk-bentuk amanah antara lain adalah:
- Memelihara titipan

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang


berhak menerimanya." (QS. 4:58)
- Menjaga rahasia
Apabila seseorang menyampaikan sesuatau yang penting dan rahasia kepada kita,
itulah amanah yang harus dijaga.

"Apabila seseorang membicaraka sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh kiri-
kanan maka itulah amanah (yang harus dijaga)” (HR. Abu Daud)
- Tidak menyalahgunakan jabatan
Segala bentuk penyalahgunaan amanah baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,
family, atau kelompoknya termasuk perbuatan melanggar amanah.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 11

"Barang siapa yang kami pakai untuk suatu pekerjaan (diangkat sebagai karyawan)
dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari yang
semestinya, maka itu namanya ghulul (korupsi)." (HR. Abu Daud)
- Menunaikan kewajiban dengan baik
Semua amanah dan tugas dijalankan dengan sebai-baiknya karena dia harus
mempertanggungjawabkan dihadapan Allah. Semuanya akan dihitung dan beri balasannya.
- Memelihara semua nikmat yang diberikan Allah
Semua nikmat adalah amanah. Ia harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik.
Lawan dari amanah adalah khianat, sebuah sifat yang sangat tercela. Sifat khianat
adalah sifat dan akhlak kaum munafik yang sangat dibenci oleh Allah. Oleh sebab itu Allah
melarang orang-orang beriman mengkhianati Allah, Rasul, dan amanah mereka sendiri.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dann Rasul,
dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui.” (QS. 8:27)
3. Istiqamah / Teguh Pendirian
Istiqamah berarti tegak lurus. Menurut istilah akhlaq, istiqamah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam
tantangan dan godaan. Perintah untuk beristiqamah salah satunya terdapat di dalam Al-
Qur'an surat Hud:

Artinya : "Maka beristiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana


diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah
kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS.
11:112)
Seseorang yang berpendirian teguh dalam agama islam, ia akan mendapatkan
buahnya. Yaitu ketika ia beriman dan diuji oleh Allah, lalu ia semakin teguh di atas
keimanannya.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 12

30
(32 31
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan; "Tuhan kami ialah Allah",
kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan memperoleh sorga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (30)
"Kamilah Pelinduung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula apa yang kamu minta." (31)
"Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(32) (QS. 41:30-32)
Dari ayat- ayat di atas, dapat dikemukakan buah dari istiqamah adalah:
a. Dijauhkan oleh Allah dari rasa takut dan sedih yang negatif, yang tidak wajar atau tidak
pada tempatnya.
b. Akan di tempatkan di surga dengan segala kenikmatannya.
c. Akan dilindungi Allah ba
d. ik di dunia, maupun di akhirat.
4. Iffah / Menjaga Kesucian
Iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan
merendahkannya. Kehormatan timbul dari ketaatan kepada Allah, melaksanakan perintah-
perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Bentuk-bentuk Iffah antara lain :
a. Menjaga kehormatan diri dalam hal seksual antara lain dengan menjaga penglihatan,
pakaian, dan pergaulan; tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada
kemaksiatannya; tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menghantarkannya
kepada perzinaan.

"Dan orang-orang yang tidak mampu nikah hendaklah menjaga kesucian


dirinya, hingga Allah, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya…"
(QS. 24: 33)
b. Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta.
Islam mengajarkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu orang-orang
miskin, dan kepada orang yang miskin untuk tidak meminta-minta.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 13

c. Menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain.


5. Haya’ / Malu
Malu adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu
yang rendah atau tidak baik. Malu adalah akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran
Islam.

"Setiap agama memiliki aran akhlaq, dan akhlaq Islam adalah malu." (HR. Malik)
Kategori malu antara lain adalah:
a. Malu kepada Allah.
Malu kepada Allah seharusnya menjadi dasar dari dua malu yang lain. Karena
Malu kepada Allah bersumber dari iman, bahwa Allah selalu melihat, mendengarkan
dan mengawasi apa yang kita lakukan.
b. Malu terhadap diri sendiri.
c. Malu kepada orang lain.
Rasa malu menjadi pengontrol (rem) bagi manusia dari perbuatan yang tidak
baik. Jika control tersebut hilang, orang akan berbuat apa saja tanpa memperhatikan
baik-buruknya.

" Di antara perkataan yang diketahui orang berasal dari kenabian pertama
ialah:’Jika kamu tidak lagi punya rasa malu, lakukan sesuka hatimu.’” (HR. Bukhari)
6. Tawadhu / Rendah Hati
Tawadhu lawan kata takabbur/sombong. Orang yang tawadhu' tidak menganggap
dirinya lebih (hebat, kaya, pandai, elok dan sebagainya) dari orang lain, meskipun
kenyataannya bisa demikian. Rendah hati bersumber dari kesadaran bahwa apa yang ada
pada dirinya, harta, kekayaan, ilmu, kedudukan dan lainnya berasal dari Allah.
Orang yang sombong merasa dirinya lebih dari orang lain secara berlebihan. Boleh
jadi kenyataannya tidaklah demikian. Orang yang rendah diri adalah orang yang kehilangan
kepercayaan kepada diri sendiri, menganggap dirinya rendah dibanding orang lain. Firman
Allah:

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan hati…" (QS. 25:63)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 14

7. Sabar
Kata sabar berasal dari bahasa Arab "shabr" yang artinya menahan dan mengekang.
Menurut istlah, sabar berarti menehan diri dari segala sesuatau yang tidak disukai karena
meng harap ridha Allah. Sabar tidak hanya terhadap hal-hal yang sering disebut musibah,
seperti sakit, kematian, kemiskinan, dan sebagainya, tetapi juga terhadap hal-hal yang
sering dipandang sebagai nikmat, seperti harta kekayaan, kedudukan dan sebagainya.
Macam macam sabar antara lain :
a. Sabar meneriima cobaan hidup
b. Sabar menahan hawa nafsu
c. Sabar dalam menaati Allah
d. Sabar dalam berdakwah
Sabar mempunyai kedudukan yang istimewa. Di dalam al Quran hal tersebut antara
lain karena sifat sabar dikaitkan dengan keyakinan, syukur, tawakkal, dan taqwa. Orang-
orang yang sabar akan memperoleh tempat yang tinggi di dalam surga Allah. Sabar juga
merupakan cara untuk memperoleh pertolongan Allah dalam urusan dunia dan akhirat.
8. Pemaaf
Maaf berasal dari bahasa arab yang berarti kelebihan atau berlebih.

‫ﻗﻞ‬
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang
lebih dari keperluan."… (QS. 2:219)
Sifat pemaaf merupakan salah satu perwujudan dari taqwa kepada Allah.

.‫ﻟﻠﻤﺘﻘﲔ‬ ‫ﻋﺮﺿﻬﺎ‬ ‫ﻣﻦ‬

"133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS 3:133-134)
9. Mujahadah / Bersungguh-Sungguh
Mujahadah diartikan sebagai mencurahkan segala kemampuan untuk mengatasi hal-
hal yang menghambat pendekatan diri kepada Allah, baik yang bersifat internal, maupun
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 15

eksternal. Hambatan internal bersumber dari jiwa yang mendorong kepada keburukan.
Sedangkan hambatan eksternal datang dari syaitan, orang munafiq, orang kafir, dan para
pelaku kemaksiatan dn kemungkaran. Kerja keras dan perjuangan untuk melawan
hambatan tersebut dinamakan mujahadah.

"Dan orang-orang yang mujahadah/berjuang untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-


benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. 29: 69)
Seseorang bermujahadah kepada jiwa yang selalu mendorong kepada keburukan,
godaan syaithan, kecintaan kepada kehidupan dunia yang berlebihan, dan gangguan dari
orang-orang selain islam.
10. Syaja’ah / Berani
Keberanin merupakan sifat hati yang mantap dan percaya diri dalam menghadapi
bahaya, kesulitan dan sebagainya. Keberanian yang dimaksud berlandaskan kebenaran
dan pertimbangan yang masak. Bentuk-bentuk keberanian antara lain:
a. Keberanian menhadapi musuh dalam peperangan (jihad fi sabilillah)

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan oranr-
orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu- kecuali
berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain-
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa keurkaan dari Allah,
tempatnya ialah neraka jahanam. Dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.
8:15-16)
b. Keberanian menyatakan kebenaran sekalian di depan penguasa yang zalim.

"Jihad yang paling utama adalah memperjuangkan keadilan di depan penguasa


yang zalim.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 16

c. Keberanian untuk mengendalikan diri ketika marah sekalipun dia mampu


melampiaskannya.

‫ﺐ‬
" Bukanlah yang dinamakan pemberani itu yang kuat secara fisik, melainkan
sesungguh nya pemberani itu yang sanggup mengendalikan diri waktu marah.
(Muttafaq 'Alaih)
Sumber keberanian seorang pribadi yaitu meliputi:
a. Rasa takut kepada Allah
b. Lebih mencintai akhirat dari pada dunia
c. Tidak takut mati
d. Tidak menomorsatukan kekuatan materi
e. Tawakkal dan yakin adanya pertolongan Allah

D. Akhlak terhadap Lingkungan


Akhlak kepada lingkungan berarti tingkah laku kita kepada sekitar، bagaimana kita bisa
menjaga apa yang ada di sekitar kita. Bahkan secara lebih luas، akhlak kepada alam berarti
bagaimana cara kita berbuat baik kepada seluruh ciptaan Allah yang ada di alam semesta.
Dengan cara tidak memanfaatkannya dengan jalan eksploitasi besar-besaran sehingga timbul
ketidak seimbangan alam.
Manusia sebagai khalifah di bumi memiliki kewajiban untuk menjaga keseimbangan
alam dan lingkungan. Dunia yang menjadi tempat tinggal manusia beserta isinya sama-sama
makhluk Allah yang selalu memuji asma-Nya. Merusak alam dan lingkungan berarti secara
tidak langsung akan merusak kehidupan manusia karena manusia sangat bergantung pada
alam.
Al-Qur’an telah mengingatkan manusia bahwa segala kerusakan yang ada di dunia ini
akibat dari perbuatan manusia. Manusia serakah yang hanya mementingkan kepentingan
dirinya demi mendapatkan kenikmatan dunia. Allah berfirman :

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah tangan-tangan
manusia”. (QS. 30:41)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 17

Apa yang telah disebutkan oleh Al-Qur’an pada ayat diatas telah dapat kita lihat sejak
dulu. Kerusakan yang ada di alam seperti global warning adalah salah satu bukti bahwa
manusia lah yang sebenarnya merusak alam ini. Dan ketika pemanasan global ini semakin
parah، barulah manusia sadar dan mencoba untuk memperbaikinya.
Jika kita paham betapa pentingnya sumber daya alam bagi kehidupan، maka kita
menjadi tahu dan sadar tentang bagaimana memperlakukan alam dengan sewajarnya. Dalam
hal ini Allah telah mempermudah manusia dengan memberikan petunjuk dalam Al-qur’an
tentang apa yang harus dilakukan oleh manusia terhadap alam lingkungannya، yaitu:
merenungkan، mempelajari، memanfaatlkan، memlihara.
Status khalifah yang diberikan Allah untuk manusia menjadikannya mampu mengelola
bumi dan alam semesta ini، serta membawa rahmat dan cinta kasih kepada sekitarnya. Alam
dan lingkungan yang dijadikan Allah karunia untuk manusia، ditundukkan oleh-Nya agar
manusia memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

“Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya، (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah subhanahu wa ta'ala) bagi kaum yang berpikir.” (Q.S
45:13)

‫ﺎ‬ ◌ۖ
◌ۖ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah، padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?’. Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui”. (QS. 2:30)
Akhlak manusia terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk kepentingan alam،
tetapi jauh dari itu untuk memelihara، melestarikan dan memakmurkan alam ini. Dengan
memenuhi kebutuhannya sehingga kemakmuran، kesejahteraan، dan keharmonisan hidup
dapat terjaga.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 18

Dalam sebuah hadis Rasulullah berpesan agar umatnya gemar menanam sekalipun ia
tahu esok akan mati.

“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah
tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.”
(HR. Bukhari dan Ahmad)
Kewajiban lain atas manusia terhadap alam dan lingkungan adalah:
1. Memelihara dan merenungkan penciptaan alam. Allah berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi، dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.(QS. 3:190)
2. Memanfaatkan alam beserta isinya، karena Allah ciptakan alam seisinya ini untuk
manusia. Akan tetapi memanfaatkannya secara proporsional. Allah berfirman:

◌ۖ
“Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap،
dan Dia menurunkaan air (hujan) dari langit، lalu Dia menghasilkan dengan hujan ini
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah، padahal kamu mengetahui”.(QS. 2:22)

E. Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara


Salah satu naluri manusia adalah mencintai tanah airnya (negaranya). Hal ini sangat
wajar, karena di tananh air itulah ia dilahirkan dan di tanah air itu pulalah ia mencari dan meraih
penghidupan. Perwujudan dari cinta tanah air adalah berbakti kepada tanah air itu. Berbakti
kepada tanah air merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara. Kita wajib patuh kepada
kepala Negara selama kepala Negara tersebut menjalankan roda pemerintahan yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah diterapkan oleh Rasulullah.
Membangun Negara merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara. Membangun
negeri berarti mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pejuang kemerdekaan
kita. Membangun Negara yang melindungi agama Islam hukumnya wajb. Sebaliknya mengacau
atu merusak Negara adalah perbuatan dosa, haram hukumnya. Islam telah memberikan
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 19

tuntunan mengenai kewajiban membangun Negara. Allah subhanahu wa ta'ala telah


memberikan gambaran tentang keadaan yang diberkahinya.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S 7:96)
1. Musyawarah
Secara bahasa musyawarah bermakna mengeluarkan madu dari saran lebah.
Makna ini berkembang menjadi segala sesuatu yang dapat diambil dan dikeluarkan dari
yang lain, termasuk di dalamnya pendapat.
Musyawarah atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan
peraturan di dalam masyarakat mana pun. Setiap Negara maju yang menginginkan
keamanan, ketentraman, kebahagiaan dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang
prinsip musyawarah ini. Tidak aneh jika islam sangat memperhatikan dasar musyawarah ini.
Islam menamakan salah satu surat Al-Qur’an dengan Asy-Syura, dibicarakan di dalamnya
tentang sifat-sifat kaum mukminin, antara lain bahwa kehidupan mereka itu berdasarkanatas
musyawarah, bahkan segala urusan mereka diputuskan berdasarkan musyawarah di antara
mereka.
Abdul kharim zaidan menyebutkan bahwa musyawarah adalah hak umat dan
kewajiban imam atau pemimpin. Dalilnya adalah firman Allah memerintahkan kepada nabi
Muhammad untuk bermusyawarah dengan para sahabat.

◌ۖ ◌ۖ
◌ۚ ◌ۖ

“Maka disebakan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. 3:159)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 20

Ayat diatas turun dalam konteks perang Uhud, dimana pasukan islam nyaris
mengalami kehancuran gara-gara pasukan panah yang di tempatkan Nabi diatas bukit tidak
disiplin menjaga posnya. Akibatnya posisi strategis itu dikuasai musuh dan dari sama
mereka balik menyerang pasukan islam. Namun demikian Nabi tetap bersikap lemah lembut
dan tidah bersikap kasar kepada mereka.
Sebenarnya sebelum perang Uhud Nabi sudah bermusyawarah terlebih dahulu
dengan para sahabat tentang bagaimana menghadapi musuh yang akan dating menyerang
mekkah, apakah ditunggu di kota atau di singsong diluar kota. Musyawarah akhirnya
memilih pendapat yang kedua. Dengan demikian, perintah bermusyawarah kepada Nabi ini
dapat kit abaca sebagai perintah untuk tetap melakukan musyawarah dengan patra sahabat
dalam masalah-masalah yang memang perlu diputuskan bersama.
2. Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl, dalam bahasa arab yang mempunyai arti
antara lain sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan
sebagai membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok dengan status yang sama. Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan
dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai
denan kebutuhannya.
Semua warga Negara sekalipun dengan status social-ekonomi-politik yang berbeda
mendapatkan perlakuan yang sama di mata hokum. dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
adil diartikan (1) tidak berat sebelah; tidak memihak (2) berpihak kepada yang benar;
berpegang pada kebenaran (3) sepatutnya; tidak ewenang-wenang. Beberapa pengertian ini
tetap berangkat dari dua makna kata adil di atas. Dengan prinsip persamaan seseorang
yang adil tidak akan memihak kecuali kepada yang benar. Dan dengan azas keseimbangan
seseorang yang adil berbuat atau memutuslan sesuatu dengan sepatutnya dan tidak
bertindak sewenang-wenang.

◌ۚ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
(QS. 16:90)
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 21

3. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar berarti menyeluruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari munkar. Ma’ruf secara etimologi berarti yang dikenal, sebaliknya munkar
adalah sesuatu yang tidak dikenal.
Ma’ruf adalah apa yang dikenal baik oleh akal sehat dan hati nurani, atau apa saja
yang diperintahkan oleh syariat. Sedangkan munkar adalah apa yang tidak dikenal baik dan
dinilai buruk oleh akal sehat dan hati nurani, atau apa saja yang dilarang syara’.
Dari pengertian diatas tentu ruang lingkup yang ma’ruf dan munkar sangat luas
sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlak, maupun mu’amalat (sosial, politik,
ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan sebagainya).
Jika umat islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi,
disamping mendirikan shola dan membayar zakat merekaa harus melakukan amar ma’ruf
nahi munkar. Kedudukan yang kokoh artinya punya kekuasaan politik maupun ekonomi.

◌ۗ
“ (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
(QS. 22:42)
4. Hubungan Pemimpin dan yang Dipimpin
Allah adalah pemimpin orang-orang yang beriman, yang mengeluarkan mereka dari
kegelapan. Yakni segala bentuk kekufuran, kemusyrikan, kefasikan, dan kemaksiatan. Dan
melarang manusia menyembah sesuatu yang menyerupai Allah dalam dal penyembahan.

“”Allah Pemimpin orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari


kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah
thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah
penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS 2:257)
Secara operasional kepemimpinan Allah itu dilaksanakan orleh Rasulullah, dan
sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman. Mereka
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 22

harus memiliki 4 kriteria, yaitu (1) beriman kepada Allah; (2) mendirikan shalat; (3)
membayar zakat; dan (4) selalu tunduk patuh kepada Allah.

“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang


beriman, yaitu yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” (QS. 5:55)
Kepemimpinan Allah dan Rasul-Nya dalam islam adalah hal yang mutlak diikuti dan
dipatuhi. Sedangkan kepemimpinan orang-orang beriman adalah kepemimpinan relatif.
Kepatuhan orang yang dipimpin kepadanya tergantung faktor kualitas dan integritas
pemimpinnya, dan kemana arah kepemimpinannya yang akan ia bawa.
Sekalipun ada hirarki kepemimpinan dimana pemimpin harus mengayomi dan
memikul tanggung jawab amanah kepemimpinan, dan yang dipimpin harus taat dan patuh
terhadapnya, akan tetapi dalam pergaulan sehari-hari hubungan antar keduanya tetaplaj
dilandasi dengan prinsip ukhuwah islamiyah. Tidak ada kesenjangan, seperti Rasulullah dan
para sahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai