Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336512221

ANALISA DENSIFIKASI INACORS UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI SATU


REFERENSI GEOSPASIAL DI INDONESIA (InaCORS Densification Analysis to
Support The Geospatial Reference System Implement...

Conference Paper · September 2018

CITATIONS READS

0 754

7 authors, including:

Isnaini Annuriah Ossy Maulita


Badan Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial
12 PUBLICATIONS   1 CITATION    2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Oktadi Prayoga Muhammad Faris Al Kautsar


Badan Informasi Geospasial Universitas Dian Nuswantoro Semarang
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Disaster mitigation on evacuees movement analysis View project

Pemetaan Kelautan Terpadu - Integrasi Data Batimetri Nasional 2009 - 2012 View project

All content following this page was uploaded by Isnaini Annuriah on 18 October 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Densifikasi InaCORS untuk Mendukung Implementasi Satu Referensi Geospasial di Indonesia………………………………………………(Mundakir et al)

DENSIFIKASI INACORS UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI SATU


REFERENSI GEOSPASIAL DI INDONESIA

(INACORS DENSIFICATION TO SUPPORT THE IMPLEMENTATION OF GEOSPATIAL


REFERENCE IN INDONESIA)

Isnaini Annuriah Mundakir, Ossy Maulita Budiawati, Yunanta Cahya Daniswara,


Oktadi Prayoga, Muhammad Al Kautsar, Wilma Fitri
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor km 46, Cibinong 16911
E-mail: isnaini.annuriah@big.go.id

ABSTRAK

Informasi geospasial yang baik dihasilkan melalui referensi geospasial yang berkualitas. Referensi
geospasial di Indonesia diatur dalam Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (Perka BIG) Nomor 15
tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013. Berdasarkan Perka BIG No. 15 tahun 2013
datum yang digunakan di Indonesia untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan informasi geospasial adalah
adalah SRGI2013. Datum SRGI2013 merupakan referensi tunggal yang digunakan dalam pemetaan untuk
mewujudkan Kebijakan Satu Peta sehingga seluruh informasi geospasial yang dihasilkan tidak saling
tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Infrastruktur yang digunakan dalam percepatan implementasi
satu referensi geospasial adalah Jaring Kontrol Geodesi (JKG). JKG berupa stasiun pengamatan geodetik
tetap/kontinu atau yang biasa disebut stasiun InaCORS merupakan JKG yang beroperasi secara terus
menerus serta mendukung tersedianya informasi geospasial yang bereferensi ke datm SRGI2013. Namun
demikian ketersediaan stasiun InaCORS yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial masih belum
tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan baru tersebar rapat di Pulau Jawa. Densifikasi stasiun
InaCORS merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan satu referensi geospasial dari
Sabang sampai Merauke. Densifikasi tersebut diawali dengan analisis persebaran lokasi stasiun InaCORS
untuk menentukan lokasi stasiun InaCORS baru yang sesuai. Analisis spasial menggunakan informasi
gespasial dasar dan tematik terkait dilaksanakan menggunakan program aplikasi pengolah data spasial.
Dengan radius jangkauan layanan stasiun CORS sejauh 50 km diperoleh 180 stasiun CORS baru untuk
melayani penentuan posisi yang bereferensi ke datum tunggal nasional. Selain perapatan tersebut perlu
dilakukan optimalisasi serta revitaslisasi stasiun InaCORS yang belum melayani pengguna secara online.

Kata kunci: referensi geospasial, stasiun InaCORS, GNSS CORS, datum SRGI2013, Kebijakan Satu Peta

ABSTRACT
Good geospatial information is generated from quality geospatial reference. Geospatial reference in
Indonesia is regulated in the Regulation of the Head of the Geospatial Information Agency (Perka BIG)
Number 15 of 2013 concerning the Indonesian Geospatial Reference System 2013. Based on it, the datum
used in Indonesia for all geospatial information implementation activities is SRGI2013. The SRGI2013 Datum
is a single reference used in mapping to realize the One Map Policy. The infrastructure used in accelerating
the implementation of a geospatial reference is the Geodetic Control Network (JKG). JKG in the form of a
fixed/continuous geodetic observation station is commonly called the InaCORS station. Its is a JKG that
operates continuously and supports the availability of geospatial information that references SRGI2013.
However, the availability of InaCORS stations is still not evenly distributed in Indonesia except in Java.
InaCORS station densification is one of the ways to realize a good geospatial reference from Sabang to
Merauke. The densification begun by analyzing the distribution of the InaCORS station location to determine
the location of the new InaCORS station. Spatial analysis using related basic and thematic information was
carried out using a spatial data processing application program. With a radius of service coverage of the
CORS station as far as 50 km, the 180 new CORS stations were obtained to serve position determination
referring to the national single datum. In addition to these revenues, it is necessary to optimize and
revitalize the InaCORS station which has not yet served users online.

1283
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Keywords: geospatial references, InaCORS stations, GNSS CORS, SRGI2013 datum, One Map Policy

PENDAHULUAN
Informasi geospasial yang baik dihasilkan melalui referensi geospasial yang berkualitas.
Referensi geospasial di Indonesia diatur dalam Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial
(Perka BIG) Nomor 15 tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013.
Berdasarkan Perka BIG No. 15 tahun 2013 datum yang digunakan di Indonesia untuk seluruh
kegiatan penyelenggaraan informasi geospasial adalah adalah SRGI2013. Dengan berlakunya
datum SRGI2013 sebagai referensi tunggal pemetaan di Indonesia diharapkan seluruh informasi
geospasial yang dihasilkan tidak saling tumpang tindih antara satu dengan yang lain untuk
mempercepat terwujudnya Kebijakan Satu Peta, mulai dari skala 1:50.000 yang diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016, hingga perlunya peta yang tidak saling tumpang tindih
untuk skala yang lebih besar guna mendukung berbagai kepentingan.
Salah satu realisasi SRGI2013 tersebut adalah sebaran Jaring Kontrol Geodesi. JKG merupakan
bagian dari informasi geospasial dasar yang diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial. Jaring Kontrol Geodesi diatur dalam Peraturan Kepala BIG No. 14
tahun 2013 mengenai Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Pemutakhiran Informasi
Geospasial Dasar, JKG terdiri atas tiga komponen yaitu stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinu,
titik pengamatan geodetik periodik, serta titik kontrol geodetik lainnya. Ketiga jenis titik tersebut
dibutuhkan untuk menerapkan datum SRGI2013 di seluruh elemen data dan informasi geospasial
di Indonesia seperti pilar untuk pengikatan atau stake out di lapangan, kegiatan akuisisi data,
serta pembuatan peta dasar maupun peta tematik dalam berbagai jenis skala. Berdasarkan jenis
JKG-nya, stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinu atau yang biasa disebut sebagai
Continuously Operating Reference Station (CORS) merupakan jenis JKG yang lebih efisien untuk
digunakan sebagai acuan dalam pemetaan untuk mengimplementasikan datum SRGI2013.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia mengenai Pembangunan CORS, “CORS adalah titik
kontrol geodetik yang dilengkapi dengan alat penentu posisi berbasis satelit dan beroperasi secara
kontinu, untuk mengumpulkan, merekam, mengirim data ke pusat pengolah data atau pengguna
secara realtime”. CORS digunakan sebagai infrastruktur untuk pekerjaan dengan tigkat akurasi
tinggi dalam bidang survei, pemetaan, navigasi, dan geodesi. CORS dapat diakses secara realtime
maupun post processing oleh pengguna yang menggunakan receiver dengan spesifikasi tertentu.
CORS melayani pengguna yang melakukan mengukuran Global Navigation Satellite Systems (GNSS)
dengan metode DGPS dan RTK. Receiver GNSS agar dapat mengakses CORS harus dilengkapi
dengan sambungan internet untuk komunikasi data dari stasiun CORS ke receiver (Rizos, 2008).
Beberapa keunggulan mengunakan CORS dalam sistem GNSS antara lain adalah sebagai sistem
referensi yang stabil, meningkatkan akurasi dalam wilayah kerja, mengurangi kesalahan,
mengingkatkan kualitas data, meningkatkan efisiensi kerja dalam survei GNSS, dan pengiriman
data tidak terbatas pada jumlah terminal dan mengurangi biaya pengguna (Sunantyo, 2009).

CORS dikelola BIG CORS mulai tahun 1996 (Aditya dkk, 2012) dan kemudian berkembang
mulai tahun 2009, hingga saat ini berjumlah sebnayak 137. Stasiun CORS yang dikelola Badan
Informasi Geospasial (BIG) disebut sebagai stasiun InaCORS. CORS mendukung percepatan dalam
kegiatan survei dan pemetaan. Untuk pembuatan peta skala menengah, sebaran stasiun INACORS
yang tersedia saat ini sudah mencukupi kebutuhan referensi pemetaan. Namun demikian untuk
pembuatan peta skala besar, jumlah stasiun InaCORS yang tersedia masih belum mencukupi serta
belum merata di wilayah Indonesia seperti dalam Gambar 1, dengan jangkauan layanan sejauh
radius 50 km.

1284
Densifikasi InaCORS untuk Mendukung Implementasi Satu Referensi Geospasial di Indonesia………………………………………………(Mundakir et al)

Gambar 1. Sebaran stasiun InaCORS BIG sampai awal tahun 2018.

Sampai dengan awal tahun 2018, BIG memiliki 137 stasiun InaCORS yang terdiri atas 112
stasiun dengan komunikasi data online dan 25 stasiun dengan komunikasi data offline dengan
rincian persebarannya terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 1, sebaran
stasiun InaCORS di Pulau Jawa sudah rapat, namun wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua perlu ditambah untuk perapatan persebaran serta perluasan
jangkauan layanan.

Tabel 1. Persebaran stasiun InaCORS online dan offline


Jumlah Stasiun Jumlah Stasiun Jumlah Total
Provinsi
Online Offline Stasiun
Bali 2 1 3
Banten 4 2 6
Bengkulu 1 0 1
Daerah Istimewa Yogyakarta 3 0 3
DKI Jakarta 1 0 1
Jawa Barat 15 4 19
Jawa Tengah 11 0 11
Jawa Timur 18 1 19
Kalimantan Barat 4 0 4
Kalimantan Selatan 1 0 1
Kalimantan Tengah 2 0 2
Kalimantan Timur 2 0 2
Kalimantan Utara 1 0 1
Kepulauan Riau 1 0 1
Lampung 1 3 4
Maluku 4 1 5
Maluku Utara 2 0 2
Aceh 1 1 2
Nusa Tenggara Barat 1 0 1
Nusa Tenggara Timur 8 3 11
Papua 6 0 6
Papua Barat 5 0 5
Sulawesi Selatan 4 2 6
Sulawesi Tengah 3 3 6
1285
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Jumlah Stasiun Jumlah Stasiun Jumlah Total


Provinsi
Online Offline Stasiun
Sulawesi Tenggara 1 0 1
Sulawesi Utara 2 0 2
Sumatera Barat 5 2 7
Sumatera Selatan 2 0 2
Sumatera Utara 1 2 3
Total Stasiun InaCORS 112 25 137

Sebagai salah satu infrastruktur referensi penyelenggaraan pemetaan nasional, penempatan


stasiun InaCORS memiliki syarat tertentu agar dapat berfungsi dengan baik dan melayani data dan
informasi geospasial dasar. Guna mengetahui lokasi yang sesuai untuk dibangun stasiun InaCORS
baik dari segi jangkauan kewilayahan maupun memenuhi syarat pembangunan stasiun InaCORS,
maka dilakukan penelitian mengenai analisis densifikasi stasiun InaCORS.

METODE
Analisis densifikasi stasiun InaCORS dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Repubik Indonesia dengan memperhatikan lokasi yang belum terjangkau layanan InaCORS.
Penelitian yang dilaksanakan fokus untuk menganalisis lokasi stasiun CORS baru yang mampu
melayani survei dan pemetaan secara cepat di seluruh wilayah permukiman di Indonesia, yang
diasumsikan merupakan kawasan yang berkembang dan dinamis untuk berbagai aspek, seperti
sosial dan ekonomi. Wilayah hutan belum menjadi prioritas dalam penelitian ini. Selain itu,
pemanfaatan CORS untuk pemantauan sesar di seluruh wilayah Indonesia juga belum
dilaksanakan dalam penelitian ini.
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas informasi spasial dasar seperti batas
administrasi level provinsi dan kabupaten/kota, sebaran stasiun InaCORS sampai awal tahun 2018,
informasi wilayah permukiman, dan lokasi ibukota kabupaten/kota. Analisis dilakukan
menggunakan program aplikasi ArcGIS dengan melakukan analisis spasial berupa buffer dan
analisis visual. Buffer dilakukan sesuai radius jangkauan layanan InaCORS BIG yaitu sejauh 50 km.
Analisis visual dilakukan untuk mengeliminasi atau menambah lokasi stasiun InaCORS baru antar
kabupaten/kota yang jaraknya kurang dari jarak satu radius jangkauan atau lebih jauh dari dua
kali jarak radius jangkauan agar lokasi efisien dan efektif. Diagram alir penelitian dapat dilihat
dalam Gambar 2.

Mulai

stasiun InaCORS eksisting Batas administrasi (area) Wilayah permukiman Ibukota kab/kota

Buffer jangkauan InaCORS Syarat lokasi CORS

Jangkauan layanan eksisting Analisis wilayah belum terlayani

Wilayah belum terlayani InaCORS Analisis lokasi stasiun InaCORS baru

Selesai Lokasi stasiun InaCORS baru

Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian.

1286
Densifikasi InaCORS untuk Mendukung Implementasi Satu Referensi Geospasial di Indonesia………………………………………………(Mundakir et al)

Berdasarkan dokumen singkat megenai Kajian Desain CORS Ideal yang disusun Pusat Jaring
Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG tahun 2016, syarat lokasi yang sesuai untuk
penempatan stasiun InaCORS adalah:
a. Ditempatkan di lokasi yang terjamin ketersediaan listrik 24 jam / 7 hari.
b. Terdapat sistem listrik cadangan (backup power).
c. Ditempatkan di lokasi yang memiliki jaminan terhadap keamanan perangkat.
d. Kemudahan akses ke lokasi untuk pembangunan dan perawatan.
e. Tersedia jaringan komunikasi (internet) atau memungkinkan dilakukannya instalasi jaringan
f. Sedapat mungkin ditempatkan di lokasi instansi pemerintahan.
g. Jangkauan lokasi (radius 50 km) dapat mencakup pusat kegiatan dan permukiman (wilayah
terbangun).
Analisis yang dilaksanakan menggunakan program aplikasi ArcGIS dapat dilihat dalam
Gambar 3. Dalam Gambar 3 terlihat wilayah Pulau Jawa memiliki kawasan permukiman yang
paling rapat dibandingkan dengan wilayah lain, yang ditunjukkan dengan warna merah (untuk
Pulau Jawa terlingkupi jangkauan sehingga warnanya menjadi kurang jelas). Kawasan
permukiman tersebut sudah dijangkau dengan layanan InaCORS secara menyeluruh di Pulau Jawa
yang ditunjukkan dengan warna hijau. Namun demikian, wilayah permukiman di pulau lain masih
belum terjangkau layanan InaCORS, khususnya di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Sebaran
ibukota sebagai acuan penempatan stasiun InaCORS baru ditunjukkan dengan lingkaran berwarna
hitam.

Gambar 3. Analisis penentuan lokasi stasiun InaCORS baru menggunakan ArcGIS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jangkauan layanan stasiun InaCORS untuk pemetaan secara real time menggunakan metode
Real Time Kinematic (RTK) adalah 50 km. Jangkauan layanan InaCORS BIG terdapat dalam
Gambar 3. Wilayah yang sudah terlayani dan belum terlayani InaCORS terdapat dalam Gambar
4. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 137 Tahun 2017 tentang
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan diketahui bahwa jumlah kabupaten/kota di
Indonesia di Indonesia adalah 524. Lima ratus dua puluh empat kabupaten/kota tersebut memiliki
luas dan konfigurasi bentuk wilayah yang beragam.

1287
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Gambar 3. Jangkauan layanan InaCORS BIG.

Gambar 4. Wlayah yang sudah dan belum mendapat layanan InaCORS BIG.

Wilayah yang belum terlayani InaCORS dan kawasan permukiman menjadi dasar penentuan
lokasi stasiun InaCORS yang baru. Lokasi stasiun CORS yang ideal untuk memenuhi persyaratan
yang terdapat dalam subbab metode adalah lokasi ibukota kabupaten/kota. Contoh analisis lokasi
untuk stasiun InaCORS baru di Pulau Sumba guna memperluas jangkauan layanan InaCORS
teredapat dalam Gambar 5. Di Pulau Sumba, baru terdapat 1 stasiun CORS yaitu di Waingapu
(CORS Waingapu disingkat menjadi CWAI). Dengan interpretasi visual terhadap sebaran wilayah
nonhutan berupa daerah berwarna merah, maka dapat ditentukan lokasi stasiun InaCORS yang
baru yaitu di ibukota Kabupaten Sumba Barat.

1288
Densifikasi InaCORS untuk Mendukung Implementasi Satu Referensi Geospasial di Indonesia………………………………………………(Mundakir et al)

Gambar 5. Contoh pemilihan lokasi Stasiun InaCORS baru.

Berdasarkan analisis terhadap konfigurasi bentuk kabupaten/kota, sebaran stasiun InaCORS


yang tersedia sampai awal 2018, serta informasi wilayah permukiman, maka dibutuhkan sebaran
stasiun InaCORS seperti dalam Gambar 6. Dengan persebaran stasiun tersebut, diharapkan
seluruh informasi geospasial yang dihasilkan di Indonesia, baik dasar maupun tematik, mengacu
ke satu referensi geospasial yaitu SRGI2013. Sebaran stasiun InaCORS yang baru bersama stasiun
yang sudah ada sampai awal tahun 2018 mampu menjangkau hampir seluruh kawasan
permukiman di wilayah Indonesia seperti dalam Gambar 7. Namun demikian, pada Gambar 7
terlihat adanya lokasi yang tidak terlayani stasiun InaCORS BIG. Berdasarkan citra satelit dari
Google Map, lokasi tersebut merupakan kawasan hutan, serta sebagian kawasan pertambangan
dan perkebunan yang belum memungkinkan untuk dipasangi infrstruktur stasiun InaCORS yang
melakukan pelayanan secara online (kendala keamanan dan komunikasi). Untuk lokasi tersebut,
perlu dilakukan survei pendahuluan lebih lanjut guna identifikasi kesesuaian instalasi stasiun
InaCORS. Sebagai hipotesa awal, jenis stasiun CORS yang dapat dibangun pada lokasi tersebut
adalah yang bersifat offline.

Gambar 6. Sebaran stasiun hasil analisis densifikasi penentuan lokasi stasiun InaCORS.

1289
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Gambar 7. Jangkauan layanan hasil analisis densifikasi stasiun InaCORS.

Jumlah InaCORS baru yang dibutuhkan adalah 180 stasiun. Jumlah tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok wilayah seperti dalam Tabel 2. Selain pembangunan 180
stasiun tersebut, akan dilakukan revitalisasi dan optimalisasi dari stasiun yang telah ada untuk
mengoptimalkan kemampuan layanan 25 stasiun InaCORS yang komunikasi datanya masih offline
yang terdapat dalam Tabel 1. Mengenai jumlah stasiun baru hasil analisis densifikasi stasiun
InaCORS.

Tabel 2. Jumlah stasiun baru hasil analisis densifikasi stasiun InaCORS BIG
No. Kelompok Wilayah Jumlah Stasiun Baru
1. Sumatera 50
2. Kalimantan 35
3. Sulawesi 46
4. Bali 3
5. Nusa Tenggara 13
6. Maluku 11
7. Papua 22

Densifikasi stasiun InaCORS menghasilkan data GNSS yang selain bermanfaat untuk
mendukung implementasi Kebijakan Satu Peta juga bermanfaat untuk percepatan penyediaan
informasi geospasial dasar skala besar, serta manajemen kebencanaan, seperti studi terhadap
karakteristik dan penyebab dari berbagai macam bencana lama yang terjadi seperti gempa bumi,
letusan gunung berapi, penurunan muka tanah (Gumilar dkk, 2011), dan tanah longsor. Beberapa
stasiun InaCORS menjadi bagian dari Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).
Sistem stasiun InaCORS pada InaTEWS berperan penting karena jika terjadi gempa bumi yang
berpotensi terjadi tsunami, maka lokasi dari gempa dapat diperkirakan dengan adanya stasiun
stasiun InaCORS.

KESIMPULAN
Referensi geospasial merupakan komponen fundamental dalam implementasi Kebijakan Satu
Peta untuk mewujudkan data spasial yang satu referensi sehingga tidak saling tumpang tindih.
1290
Densifikasi InaCORS untuk Mendukung Implementasi Satu Referensi Geospasial di Indonesia………………………………………………(Mundakir et al)

Densifikasi stasiun InaCORS sebagai Jaring Kontrol Geodesi yang beroperasi secara kontinu serta
mendukung akuisisi data survei dan pemetaan secara cepat merupakan salah satu solusi strategis
agar seluruh data dan informasi geospasial bereferensi ke datum SRGI2013. Berdasarkan analisis,
180 stasiun InaCORS baru mampu memperluas jangkauan layanan InaCORS ke hampir seluruh
wilayah Indonesia. Dengan 180 stasiun baru dan 137 stasiun yang telah ada, layanan InaCORS
terhadap kebutuhan data geospasial dasar untuk survei dan pemetaan menjadi merata dan
kontinu di seluruh wilayah, mulai dari percepatan penyediaan informasi geospasial dasar sampai
pembuatan informasi geospasial tematik. Selain mampu melayani kebutuhan survei dan pemetaan
secara metara, stasiun InaCORS dapat mendukung mitigasi dan penelitian kebencanaan seperti
tsunami, gempa bumi, tanah longsor, erupsi gunung berapi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang membantu penyusunan penelitian
serta tulisan ini, khususnya kepada Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) BIG
yang telah memberikan informasi sebaran stasiun InaCORS dalam penelitian, Pusat Pemetaan
Batas Wilayah yang menyediakan informasi batas administrasi, serta Pusat Pemetaan Rupabumi
dan Toponimi BIG yang telah memerikan informasi sebaran ibu kota kabupaten/kota dan wilayah
terbangun. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat JKGG, Kepala
Bidang Geodinamika serta seluruh staf PJKGG yang membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Aditiya, A., Efendi, J., & Syafii, A. (2014). InaCORS: Infrastructure of GNSS CORS in Indonesia. An artcle in
FIG Congress 2014, 16-21 June 2014. Kuala Lumpur.
Badan Informasi Geospasial. (2013). Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 15 Tahun 2013
tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013. Badan Informasi Geospasial. Cibinong.
Badan Informasi Geospasial. (2013). Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 14 Tahun 2013
tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Pemutakhiran Informasi Geospasial Dasar.
Badan Informasi Geospasial. Cibinong.
Badan Standardisasi Nasional. (2014). Standar Nasional Indonesia mengenai Prosedur Pembangunan
Continuously Operating Reference Station (CORS). SNI:2964:2014. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta.
Gumilar, I., Abidin, H.Z., Andreas, H, L.M. Sabri, Gamal. (2011). Status Terkini Penurunan Muka Tanah Di
Wilayah Semarang. Proceeding of FIT Ikatan Surveyor Indonesia dan Seminar Nasional ISBN : 978 –
602 – 96012 -1 -3, 24 November 2011. Semarang.
Menteri Dalam Negeri. (2017). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan. Menteri Dalam Negeri. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2011). Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 49. Sekretariat Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2011). Peraturan Presiden RI No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000. Lembaran Negara RI Tahun 2016, No.
28. Sekretariat Negara. Jakarta.
Rizos, C., and Lim, S. (2008). An Optimal Design for Server-Based RTK System. An article in ION GNSS 21st
International Technical Metting of The Satelitte Division, 30 October - 2 November 2006. Savannah.
Sunantyo, T.A. (2009). GNSS CORS Infrastructure and Standard in Indonesia. An article in 7th FIG Regional
Conference, 19-22 October 2009. Hanoi.

1291

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai