Maksud dari fieldtrip ini adalah agar peserta memahami lebih dalam tentang
ilmu Petrologi baik mengidentifikasi maupun melakukan pendeskripsian suatu
batuan.
1
3. Geologi pengamatan regional
STA 1: Watuadeg, Berbah, Sleman
Pada STA pertama yang bertempat di Watuadeg, Berbah, Sleman, pada
kawasan wisata Lava Bantal, secara umum didapati 2 jenis litologi, yaitu batuan
sedimen dan piroklastik dari Formasi Semilir, dan batuan beku ekstrusif yang
membentuk lava bantal. Terbagi menjadi dua LP. Pada LP 1 Secara umum
merfologi berupa daerah aliran sungai opak (dipinggir sungai opak) yaitu di
bagian barat aliran sungai. Terdapat 2 singkapan. Singkapan pertama merupakan
singakapan batuan beku (Pillow lava) dengan dimensi tinggi 0,5 m dan lebar 10
m. Singkapan kedua merupakan singakapan batu pasir dengan dimensi tinggi 2 m
dan lebar 10 m. Pada LP 2 Secara umum merfologi berupa tebing. Singkapan
merupakan singakapan batuan piroklastik dengan dimensi tinggi 10 m dan lebar
15 m.
2
Batuan yang tertua di perbukitan Jiwo berupa kompleks batuan metamorf,
terutama berupa filit, sekis dan marmer. Kedudukan filit terhadap sekis sangat
sukar ditentukan karena kebanyakan singkapan sudah lapuk dan di banyak tempat
terpotong oleh sesar yang sangat kompleks. Disamping itu dijumpai pula kuarsit
yang mempunyai kedudukan baik memotong maupun sejajar atau mengisi celah
diantara bidang foliasi. Erosi dari kuarsit ini menghasilkan butiran kuarsa susu,
berukuran kerikil sampai berangkal dan merupakan penciri khas daerah batuan
metamorf.
Stasiun Pengamatan 1 LP 1
Lokasi
Watuadeg, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Pengamatan
dilakukan dengan batas :
Utara : Aliran sungai Opak
Selatan : Aliran sungai Opak
Timur : Singkapan batuan sedimen
Barat : Singkapan batuan beku (Pillow lava)
3
Morfologi
Secara umum merfologi berupa daerah aliran sungai opak (dipinggir
sungai opak) yaitu di bagian barat aliran sungai.
Deskripsi singkapan
Singkapan terdiri atas batuan beku setinggi 3meter, lebar 10 meter,
melampar utara-selatan sepanjang 20 meter, berstruktur bantal, kondisi
agak terlapukkan. Aliran lava diduga berasal dari arah barat laut.
Singkapan terdiri atas batuan piroklastik setinggi 1.5 meter, melampar
barat laut-tenggara sepanjang 20 meter, berstruktur berlapis
Litologi
Batuan beku ekstrusif basaltik berwarna hitam, tekstur afanitik,
memiliki kristalinitas hipokristalin, ukuran kristal tak teramati, memiliki
kulit berupa gelas pada permukaan batuan. Terdiri dari mineral-mineral
mafik. Nama batuan basal porfiri
Batuan sedimen berwarna abu-abu terkonsolidasi baik, sortasi cukup
baik, ukuran butir ash <1mm-1mm, kemas tertutup, grain supported,
terdiri dari fragmen litik andesit berwarna abu-abu yang rounded, dan
fragmen pumis angular berwarna putih. Nama batuan adalah batupasir
tufan
Potensi Geologi
Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi
Negatif : dan arus/aliran air bisa naik dan merobohkan jembatan
penghubung
U U
Stasiun Pengamatan 1 LP 2
Foto 1. Singkapan batuan sedimen dan beku Foto 2. Singkapan batuan beku STA 1 LP 1
STA 1 LP 1
4
Lokasi
Potensi Geologi
5
Positif : Penambangan batu dan sebagai tempat pembelajaran
Negatif : Longsor
U
U di STA 1
Foto 3. Singkapan batuan piroklastik
LP 2
Foto 4. Singkapan batuan sedimen STA 1 LP 2
Stasiun Pengamatan 2
Lokasi
6
Litologi
Potensi Geologi
Negatif : Longsor
Stasiun Pengamatan 3
Lokasi
STA 3 berada di Desa Kebon, Bayat, Klaten. Berada pada 25 meter
selatan jalan desa:
Utara : Jalan
Selatan : Tebing
Timur : Tebing
Barat : Vegetasi
7
Morfologi
Singkapan berada di kaki sebuah tebing yang berada di bukit setinggi
sekitar 15 meter.
Deskripsi singkapan
Litologi
Potensi Geologi
Negatif : Longsor
Stasiun Pengamatan 4
Foto 6. Singkapan batuan metamorf STA 3 Foto 7. Singkapan batuan metamorf STA 3
8
Lokasi
STA berada di Desa Jokotuo, Bayat, Klaten. Berada sekitar 100 meter
selatan jalan desa.
Utara : Lembah
Selatan : Tebing
Timur : Lembah
Barat : Tebing
Morfologi
Singkapan berada di sebuah tebing yang berada di bukit seinggi
sekitar 30 meter.
Deskripsi singkapan
Singkapan berbentuk tebing yang terdiri dari batuan metamorf
setinggi 25 meter menghadap timur, melampar utara-selatan sepanjang
sekitar 15 meter.
Litologi
Batuan metamorf tidak foliasi berwarna abu-abu, xenoblastik,
kristaloblastik, tekstur khas lepidoblastik, komposisi : mineral kalsit,
mineral dolomit, mineral kuarsa, nama batuan : Marmer
Batuan metamorf foliasi berwarna abu-abu, xenoblastik,
kristaloblastik, tekstur khas lepidoblastik, komposisi : mineral karbonat,
nama batuan : Marmer berfoliasi
Potensi Geologi
Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi
Negatif : Lonsor
Foto 8. Singkapan batuan metamorf di STA 4 Foto 9. Singkapan batuan metamorf STA 4
9
5. Pembahasan dan Interpretasi (meliputi petrogenesa, korelasi)
STA 1
10
terbentuk Pulau Jawa (Bronto, dkk. 2008). Kontak antara batupasir tuff dengan
lava bantal menandakan bahwa adanya cekungan di Watuadeg itu sendiri.
Cekungan ini diyakini merupakan hasil dari pengangkatan Pulau Jawa di bagian
selatan dan kemunculan kubah Gunung Merapi di utara yang juga merupakan
sumber dari endapan vulkaniklastik Watuadeg.
STA 2
Pada STA 2, berdasarkan data catatan lapangan, setelah dilakukan
pengamatan batuan langsung dari lapangan, didapatkan nama batuan berupa batu
dolerite atau dikenal sebagai diabase atau batu mikrogabbro. Diketahui dari
beberapa textbook, genesa dari mikrogabbro sendiri adalah produk dari intrusi
dangkal berupa sill atau dike. Pada sebuah intrusi dangkal, intrusi tersebut akan
berubah atau mendingin menjadi mikrogabbro jika magma intrusi tersebut
mendingin dengan lambat sehingga memberikan waktu untuk kristal tumbuh. Jika
intrusi tersebut mendingin dengan cepat, maka intrusi tersebut akan mendinging
menjadi batuan basalt.
Karakteristik basalt yang hampir sama dengan mikrogabro hanya berbeda
pada ukuran mineral penyusun juga menjadi indikasi basalt sebagai chilled
margin, karena bagian luar intrusi akan mengalami pendinginan yang lebih cepat
dari pada bagian dalam intrusi. Sehingga bagian luar intrusi akan lebih condong
membentuk tekstur afanitik. Pada STA ini dapat diinterpretasikan batuan berasal
dari pendinginan sill karena pada hasil pengukuran dip kekar pada tebing,
didapatkan hasil berkisar antara 70º dan 75º. Hasil ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Kurniawati et al. (2017) yang menyatakan kolom kekar yang
mempunyai kemiringan sekitar antara 74º-76º adalah dapat mencirikan hasil
produk sill.
Menurut Kurniawati dkk. (2017) kekar tiang pada intrusi di daerah Watu
Gajah terbentuk ketika magma menerobos diantara Satuan perselingan batupasir
kasar dengan tuff dan Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau.
Pendinginan magma terjadi pada bagian tepi magma melalui batuan yang
diterobos. Akibat pendinginan terbentuk bidang isotermal yang sejajar dengan tepi
pendinginan (perlapisan batuan). Pembentukan kekar tiang pada Daerah Watu
Gajah menghasilkan satu set kolom kekar tiang yang dapat dilihat
11
kemenerusannya dari atas hingga bagian bawah. Pembentukan kekar tiang di
mulai dari salah satu tepi bidang pendinginan. Di bagian tepi tubuh intrusi atau
dekat dengan chilled margin akan terebentuk kekar dengan ukuran yang lebih
kecil dan frekuensi yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tegangan
maksimum akibat pendinginan magma terakumulasi di bagian chilled margin.
STA 3
Dari hasil pengamatan di STA 3 didapatkan batuan dari singkapan terlihat
mengkilap yang menandakan kemunculan mineral mika, yang menandakan bahwa
strukturnya phyllitic. Dari hasil tersebut diketahui bahwa batuan metamorf di
daerah penelitian termasuk ke dalam kelompok metamorf derajat rendah (low
grade). Hal ini sesusai dengan yang dinyatakan oleh Setiawan dkk. (2003) dimana
daerah Jiwo Timur terdapat batuan metamorf didominasi oleh batuan metamorf
bertekanan rendah.
Terdapat urat marmer yang memotong batuan metamorf yang ada. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa umur dari urat marmer tersebut lebih muda
dibandingkan dengan batuan metamorf yang ada . Urat ini dapat terbentuk akibat
adanya bidang lemah pada batuan metamorf yaitu pada bidang foliasinya. Urat
marmer ini equigranular dengan bentuk kristal hipidioblastik.
Ditemukan juga kuarsit yang melensa diantara filit. Dapat dikatakan
bahwa protolith dari batuan ini adalah batuan pellitic yang mengandung kuarsa
sehingga kuarsa disini terubah menjadi kuarsit yang polikristalin.
STA 4
Pada STA 4 di daerah Jokotuo dapat dijumpai dua jenis batuan metamorf
di daerah ini. Secara garis besar kedua batuan tesebut dibedakan menjadi 2 satuan
yaitu marmer dan Marmer berfoliasi. Dari komposisi batuan menunjukkan
kandungan kalsit yang sangat tinggi dan mendominasi batuan metamorf di
Jokotuo disertai munculnya mineral dolomit. Kalsit dan dolomit terdiri dari Ca
dan Mg yang sangat tinggi. Fakta tersebut bisa menentukan protolith dari batuan
di perbukitan Jiwo yaitu batuan karbonat.
Marmer beroliasi memiliki korelasi dengan marmer yang ada di Jokotuo .
Marmer di Jokotuo diperkirakan terbentuk akibat proses metamorfisme regional.
Sedangkan untuk marmer berfoliasi terbentuk kemungkinan terbentuk akibat
12
terjadinya kontak marmer dengan batuan metamorf lain. Terjadinya kontak
tersebebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi marmer sehingga tidak
komposisinya tidak lagi homogen dan akhirnya memiliki kecendrungan untuk
berfoliasi
Sebelum terjadinya metamorfisme, lingkungan pengendapan di daerah
penelitian diduga bagian dari pesisir pantai, (rawa sampai laut dangkal). Marmer
dapat berasal dari batugamping yang berada di laut dangkal, terendapkan di atas
sedimen pelitik yang kaya material organik dan menjari di daerah transisi darat-
laut. Sedimen pelitik ini nantinya akan termetamorfosa menjadi Marmer berfoliasi
dan marmer.
13
6. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan data yang diperoleh dari kegiatan Fieldtrip Geologi
Dasar ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :
14
7. Daftar Pustaka
Tim Asisten Geologi Dasar. 2013.Panduan Praktikum Geologi Dasar.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geologi of Indonesia,General Geology of
Indonesia and adjacent archipelagoes. Government Printing Office : The
Hague.
Bonewitz, Ronald Louis. 2012. Nature Guide Rocks and Minerals. New York :
Dorling Kindeersley Limited.
Pellant, C. 1992. Rocks and Minerals. London : Dorling Kindersley.
Bronto, dkk. 2008 Gunung Api purba Watuadeg: Sumber Erupsi dan Posisi
Stratigrafi. Yogyakarta: Jurnal Geologi Indonesia.
15
8. Lampiran (ACCan)
16