Anda di halaman 1dari 16

1.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari fieldtrip ini adalah agar peserta memahami lebih dalam tentang
ilmu Petrologi baik mengidentifikasi maupun melakukan pendeskripsian suatu
batuan.

Tujuan dari fieldtrip ini adalah peserta dapat:

1. Mempraktikan secara langsung ilmu yang didadapat di kelas dan


praktikum di lapangan.
2. Mengetahui jenis-jenis batuan penyusuan suatu daerah
3. Memahami secara langsung cara pendeskripsian suatu batuan
4. Melakukan interpretasi terkait proses pembentukan batuan
penyusun suatu daerah.

2. Perlengkapan Lapangan dan Kegunaannya


Pada kegiatan fieldtrip ini dibutuhkan peralatan dan perlengkapan untuk
menunjang kegiatan di lapangan sehingga menjadi syarat untuk mengikuti
fieldtrip ini. Perlengkapan dan peralatan yang digunakan yaitu:

Perlengkapan Pribadi Perlengkapan kelompok


 Alat tulis  Kamera
 Topi Lapangan (Handphone)
 Jas hujan  GPS (Handphone)
 Peta Topografi  Plastik sampel
 HCL 0,1 M  Kompas Geologi
 BCL  Lup
 HVS  Palu Geologi
 Clipboard  Komperator butir

1
3. Geologi pengamatan regional
STA 1: Watuadeg, Berbah, Sleman
Pada STA pertama yang bertempat di Watuadeg, Berbah, Sleman, pada
kawasan wisata Lava Bantal, secara umum didapati 2 jenis litologi, yaitu batuan
sedimen dan piroklastik dari Formasi Semilir, dan batuan beku ekstrusif yang
membentuk lava bantal. Terbagi menjadi dua LP. Pada LP 1 Secara umum
merfologi berupa daerah aliran sungai opak (dipinggir sungai opak) yaitu di
bagian barat aliran sungai. Terdapat 2 singkapan. Singkapan pertama merupakan
singakapan batuan beku (Pillow lava) dengan dimensi tinggi 0,5 m dan lebar 10
m. Singkapan kedua merupakan singakapan batu pasir dengan dimensi tinggi 2 m
dan lebar 10 m. Pada LP 2 Secara umum merfologi berupa tebing. Singkapan
merupakan singakapan batuan piroklastik dengan dimensi tinggi 10 m dan lebar
15 m.

STA 2: Gedangsari, Gunungkidul.


Daerah di sekitar STA 2 Kecamatan Gedang Sari Kabupaten Gunung
Kidul terletak di kaki Pegunungan Selatan, secara geologi lokasi ini termasuk
dalam Formasi Kebo Butak. Menurut Surono dkk. (1992) batuan yang ada di
daerah ini secara umum berupa sekuen batuan vulkaniklastik. Namun di Desa
Watu Gajah, Kecamatan Gedang Sari dijumpai singkapan intrusi batuan beku sisa
aktivitas penambangan dengan struktur kekar tiang. Daerah ini secara geologi
berada dalam Regional Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat (Bemmelen,
1949). Daerah penelitian secara rinci termasuk Subzona Baturagung (Bemmelen,
1949) atau disebut pula Igir Baturagung (Husein dan Srijono, 2007) dari
Pegunungan Selatan.

STA 3: Desa Kebon, Bayat, Klaten.


Desa Kebon, Bayat, Klaten merupakan STA 3 pada fieldtrip ini. STA 3
termasuk ke dalam formasi Jiwo Timur zona Pegunungan Selatan. Menurut
Setiawan dkk. (2003) pada daerah Jiwo Timur terdapat batuan metamorf
didominasi oleh sekis hijau dimana batuan metamorf fasies ini menjadi penciri
metamorfisme bertekanan rendah di sekitar daerah ini daerah ini.

2
Batuan yang tertua di perbukitan Jiwo berupa kompleks batuan metamorf,
terutama berupa filit, sekis dan marmer. Kedudukan filit terhadap sekis sangat
sukar ditentukan karena kebanyakan singkapan sudah lapuk dan di banyak tempat
terpotong oleh sesar yang sangat kompleks. Disamping itu dijumpai pula kuarsit
yang mempunyai kedudukan baik memotong maupun sejajar atau mengisi celah
diantara bidang foliasi. Erosi dari kuarsit ini menghasilkan butiran kuarsa susu,
berukuran kerikil sampai berangkal dan merupakan penciri khas daerah batuan
metamorf.

STA 4: Jokotuo, Bayat, Klaten.


STA 4 berada di Desa Jokotuo, Bayat, Klaten termasuk ke dalam formasi
Bukit Jiwo (Jiwo Timur). Menurut Setiawan dkk. (2003) Batuan metamorf fasies
sekis biru ditemukan pada Perbukitan Jiwo yang mencirikan proses metamorfisme
bertekanan tinggi dan pada Jiwo Timur batuan metamorf didominasi oleh sekis
hijau. Batuan metamorf fasies sekis hijau juga ditemukan dan menjadi penciri
metamorfisme bertekanan rendah di daerah ini. Marmer yang ada Jokotuo
tersingkap di antara 2 tubuh batuan tubuh sekis tersebut. Sehingga banyak terjadi
kontak antara batuan marmer dengan batuan metamorf yang lain. Hal tersebut
menjadikan marmer yang terdapat di Jiwo Timur memiliki karakteristik yang
berbeda.

4. Hasil pengamatan STA

Stasiun Pengamatan 1 LP 1
Lokasi
Watuadeg, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Pengamatan
dilakukan dengan batas :
Utara : Aliran sungai Opak
Selatan : Aliran sungai Opak
Timur : Singkapan batuan sedimen
Barat : Singkapan batuan beku (Pillow lava)

3
Morfologi
Secara umum merfologi berupa daerah aliran sungai opak (dipinggir
sungai opak) yaitu di bagian barat aliran sungai.
Deskripsi singkapan
Singkapan terdiri atas batuan beku setinggi 3meter, lebar 10 meter,
melampar utara-selatan sepanjang 20 meter, berstruktur bantal, kondisi
agak terlapukkan. Aliran lava diduga berasal dari arah barat laut.
Singkapan terdiri atas batuan piroklastik setinggi 1.5 meter, melampar
barat laut-tenggara sepanjang 20 meter, berstruktur berlapis
Litologi
Batuan beku ekstrusif basaltik berwarna hitam, tekstur afanitik,
memiliki kristalinitas hipokristalin, ukuran kristal tak teramati, memiliki
kulit berupa gelas pada permukaan batuan. Terdiri dari mineral-mineral
mafik. Nama batuan basal porfiri
Batuan sedimen berwarna abu-abu terkonsolidasi baik, sortasi cukup
baik, ukuran butir ash <1mm-1mm, kemas tertutup, grain supported,
terdiri dari fragmen litik andesit berwarna abu-abu yang rounded, dan
fragmen pumis angular berwarna putih. Nama batuan adalah batupasir
tufan
Potensi Geologi
Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi
Negatif : dan arus/aliran air bisa naik dan merobohkan jembatan
penghubung

U U

Stasiun Pengamatan 1 LP 2
Foto 1. Singkapan batuan sedimen dan beku Foto 2. Singkapan batuan beku STA 1 LP 1
STA 1 LP 1

4
Lokasi

Watuadeg, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Pengamatan


dilakukan dengan batas :
Utara : Lereng bukit
Selatan : tebing
Timur : tebing
Barat : Lereng bukit
Morfologi
Singkapan berada di sebuah tebingyangberada di sebuah bukit setinggi
sekitar 30 meter. Bagian utara dan barat LP dibatasi oleh lereng dari
bukit, bagian selatan dan timur dibatasi oleh tebing.
Deskripsi singkapan
Singkapan berupa tebing yang tersusun atas batuan piroklastik
setinggi 15 meter, melampar barat laut-tenggara sepanjang 30 meter,
berstruktur berlapis dengan strike dan dip N 10 E/20 pada bagian atas,
namun struktur masif ditemukan pada bagian bawah-tengah, kondisi agak
terlapukkan.
Litologi
A. Batuan piroklastik berwarna abu-abu terkonsolidasi baik, sortasi
buruk, ukuran butir ash-lapili, non-welded, berstruktur masif, dan
fragmen pumis angular berwarna putih berukuran ash-lapili, kristal
hornblenda, kristal kuarsa, dan fragmen litik andesit . Nama batuan
adalah lapili tuf
B. Batuan piroklastik berwarna putih, terkonsolidasi, ukuran butir pasir
halus-sedang, sortasi cukup baik, kemas tertutup, butiran subangular,
dengan struktur berlapis, terdiri dari material vulkanik. Nama batuan
adalah tuf
C. Batuan silisiklastik, berwarna merah (teroksidasi), ukuran butir < 1
mm (clay) sortasi baik, kemas tertutup, dengan struktur Masif, terdiri dari
material silisiklastik nama batuan mudrock

Potensi Geologi

5
Positif : Penambangan batu dan sebagai tempat pembelajaran
Negatif : Longsor

U
U di STA 1
Foto 3. Singkapan batuan piroklastik
LP 2
Foto 4. Singkapan batuan sedimen STA 1 LP 2

Stasiun Pengamatan 2
Lokasi

STA berada di Desa Gedangsari, Gunungkidul. Berada cukup jauh dari


jalan desa, berjalan kaki menaiki sebuah bukit sekitar 1 km dari jalan
terdekat. Batas – batas
Utara : Lembah
Selatan : Tebing
Timur : Lembah
Barat : Lembah
Morfologi
Singkapan berada di sebuah tebing yang berada di bukit seinggi
sekitar 100 meter. Bagian utara, timur, dan barat singkaan dibatasi oleh
lereng, dan pada bagian selatan terdapat puncak dari bukit tersebut.
Deskripsi singkapan

Singkapan berbentuk tebing yang terdiri dari batuan beku setinggi


sekitar 20 meter menghadap utara, melampar timur laut-barat daya
sepanjang sekitar 50 meter. Singkapan memiliki struktur berupa kekar
tiang dan sebuah patahan naik. Dari hasil pengukuran dip kekar pada
tebing, didapatkan hasil berkisar antara 70º dan 75º

6
Litologi

Batuan beku korok basaltik, warna hitam keabu-abuan, faneritik,


ukuran kristal 1-2 mm, holokristalin, hipidiomorfik, memiliki tekstur khas
ofitik, berstruktur kekar tiang. Teramati kristal plagioklas berwarna putih,
bentuk euhedral prismatik memanjang, kilap kaca, kelimpahan 50%. Juga
terdapat mineral piroksen berwarna hitam, kilap kaca, bentuk prismatik,
dengan kelimpahan 30%. Terdapat pula mineral hornblenda berwarna
hitam dengan kilap kaca sebanyak 20%. Nama batuan adalah mikrogabro.

Potensi Geologi

Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi

Negatif : Longsor

Foto 5. Singkapan batuan beku STA 2

Stasiun Pengamatan 3
Lokasi
STA 3 berada di Desa Kebon, Bayat, Klaten. Berada pada 25 meter
selatan jalan desa:
Utara : Jalan
Selatan : Tebing
Timur : Tebing
Barat : Vegetasi

7
Morfologi
Singkapan berada di kaki sebuah tebing yang berada di bukit setinggi
sekitar 15 meter.
Deskripsi singkapan

Singkapan berbentuk bongkahan batu yang kemungkinan runtuh dari


tebing yang berada di bagian selatan, Bongkahan batu memiliki dimensi
tinggi sekitar 1.5 meter, panjang 5 meter, dan lebar 3 meter. Batuan
memanjang dari arah timur laut-barat daya. Kondisi batuan cukup segar.

Litologi

Batuan metamorf foliasi berwarna hijau kehitam-hitaman, hubungan


antar kristal xenoblastik, ketahanan terhadap metamorfisme
kristaloblastik, tekstur khas lepidoblastik, memiliki struktur foliasi
schistose. Terdiri dari mineral klorit berwarna hijau, mineral muskovit
mineral grafit, mineral amfibol, fasies Green Schist

Terdapat urat marmer yang memotong batuan metamorf yang ada.Urat


marmer ini equigranular dengan bentuk kristal hipidioblastik. Ditemukan
juga kuarsit yang melensa diantara filit.

Potensi Geologi

Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi

Negatif : Longsor

Stasiun Pengamatan 4
Foto 6. Singkapan batuan metamorf STA 3 Foto 7. Singkapan batuan metamorf STA 3

8
Lokasi
STA berada di Desa Jokotuo, Bayat, Klaten. Berada sekitar 100 meter
selatan jalan desa.
Utara : Lembah
Selatan : Tebing
Timur : Lembah
Barat : Tebing
Morfologi
Singkapan berada di sebuah tebing yang berada di bukit seinggi
sekitar 30 meter.
Deskripsi singkapan
Singkapan berbentuk tebing yang terdiri dari batuan metamorf
setinggi 25 meter menghadap timur, melampar utara-selatan sepanjang
sekitar 15 meter.
Litologi
Batuan metamorf tidak foliasi berwarna abu-abu, xenoblastik,
kristaloblastik, tekstur khas lepidoblastik, komposisi : mineral kalsit,
mineral dolomit, mineral kuarsa, nama batuan : Marmer
Batuan metamorf foliasi berwarna abu-abu, xenoblastik,
kristaloblastik, tekstur khas lepidoblastik, komposisi : mineral karbonat,
nama batuan : Marmer berfoliasi
Potensi Geologi
Positif : Tempat wisata dan tempat pembelajaran geologi
Negatif : Lonsor

Foto 8. Singkapan batuan metamorf di STA 4 Foto 9. Singkapan batuan metamorf STA 4

9
5. Pembahasan dan Interpretasi (meliputi petrogenesa, korelasi)
 STA 1

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, di LP 1 yang terletak di aliran


Sungai Opak Watuadeg, terdapat adanya singkapan berupa lava bantal. Lava
bantal tersebut merupakan batuan beku ekstrusif berukuran rata-rata 1x2m,
granularitas porfiro afanitik, kristalinitas hipokristalin, dan hubungan kristalnya
subidiomorfik. Nama batuan: Basal porfiri.
Lava bantal merupakan salah satu produk erupsi gunung api yang bersifat
efusif. Lava bantal terbentuk saat lava erupsi gunung api mengalir dan masuk ke
dalam tubuh air. Lava dengan suhu yang sangat tinggi kemudian mengalami
pendingan yang sangat cepat di dalam tubuh air tersebut. Hal ini dibuktikan
dengan adanya kehadiran gelasan yang melingkupi permukaan lava bantal dan
tekstur merah-terbakar pada pecahan dalam lava bantal yang mencirikan rekahan
permukaan lava bantal akibat panas dari lava yang belum membeku di dalamnya
(Setijadji, Lucas D., 2018).
Hasil pengamatan LP 2 yang berada di bukit sebelah timur laut dari lokasi
wisata Lava Bantal Watuadeg menunjukkan adanya tebing singkapan yang
merupakan hasil endapan material vulkanik. Tebing tersebut berwarna abu-abu
kehitam-hitaman dengan lebar 50m dan tinggi 15m yang menghadap ke utara.
Litologi tebing dari bawah ke atas terdiri dari lapili tuf, tuff, mudrock.
Tebing singkapan pada LP 2 merupakan endapan vulkaniklastik Formasi
Semilir yang berasal dari gunung api di sekitarnya. Kehadiran batupasir tuffan
dan juga mud rock menunjukkan adanya proses sedimentasi yang berlangsung di
daerah tersebut. Proses sedimentasi berkaitan dengan lingkungan pengendapan
tertentu, salah satunya cekungan. Cekungan yang ada di daerah pengamatan
diyakini merupakan Cekungan Yogyakarta yang terbentuk akibat pengangkatan
Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo. Argumentasi tersebut pertama
kali dikemukakan oleh van Bemmelen (1949)
Lava bantal basaltik Watuadeg diyakini bersumber dari Gunung Bibi yang
aktif sejak 0,67 juta tahun lalu (Mulyaningsih, dkk., 2006). Lava bantal basaltik
Watuadeg yang terbentuk di dalam tubuh air (dasar laut) diyakini mengalami
penunjaman kerak Samudera Hindia di bawah kerak Benua Eurasia sehingga

10
terbentuk Pulau Jawa (Bronto, dkk. 2008). Kontak antara batupasir tuff dengan
lava bantal menandakan bahwa adanya cekungan di Watuadeg itu sendiri.
Cekungan ini diyakini merupakan hasil dari pengangkatan Pulau Jawa di bagian
selatan dan kemunculan kubah Gunung Merapi di utara yang juga merupakan
sumber dari endapan vulkaniklastik Watuadeg.
 STA 2
Pada STA 2, berdasarkan data catatan lapangan, setelah dilakukan
pengamatan batuan langsung dari lapangan, didapatkan nama batuan berupa batu
dolerite atau dikenal sebagai diabase atau batu mikrogabbro. Diketahui dari
beberapa textbook, genesa dari mikrogabbro sendiri adalah produk dari intrusi
dangkal berupa sill atau dike. Pada sebuah intrusi dangkal, intrusi tersebut akan
berubah atau mendingin menjadi mikrogabbro jika magma intrusi tersebut
mendingin dengan lambat sehingga memberikan waktu untuk kristal tumbuh. Jika
intrusi tersebut mendingin dengan cepat, maka intrusi tersebut akan mendinging
menjadi batuan basalt.
Karakteristik basalt yang hampir sama dengan mikrogabro hanya berbeda
pada ukuran mineral penyusun juga menjadi indikasi basalt sebagai chilled
margin, karena bagian luar intrusi akan mengalami pendinginan yang lebih cepat
dari pada bagian dalam intrusi. Sehingga bagian luar intrusi akan lebih condong
membentuk tekstur afanitik. Pada STA ini dapat diinterpretasikan batuan berasal
dari pendinginan sill karena pada hasil pengukuran dip kekar pada tebing,
didapatkan hasil berkisar antara 70º dan 75º. Hasil ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Kurniawati et al. (2017) yang menyatakan kolom kekar yang
mempunyai kemiringan sekitar antara 74º-76º adalah dapat mencirikan hasil
produk sill.
Menurut Kurniawati dkk. (2017) kekar tiang pada intrusi di daerah Watu
Gajah terbentuk ketika magma menerobos diantara Satuan perselingan batupasir
kasar dengan tuff dan Satuan perselingan batupasir halus dengan batulanau.
Pendinginan magma terjadi pada bagian tepi magma melalui batuan yang
diterobos. Akibat pendinginan terbentuk bidang isotermal yang sejajar dengan tepi
pendinginan (perlapisan batuan). Pembentukan kekar tiang pada Daerah Watu
Gajah menghasilkan satu set kolom kekar tiang yang dapat dilihat

11
kemenerusannya dari atas hingga bagian bawah. Pembentukan kekar tiang di
mulai dari salah satu tepi bidang pendinginan. Di bagian tepi tubuh intrusi atau
dekat dengan chilled margin akan terebentuk kekar dengan ukuran yang lebih
kecil dan frekuensi yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena tegangan
maksimum akibat pendinginan magma terakumulasi di bagian chilled margin.
 STA 3
Dari hasil pengamatan di STA 3 didapatkan batuan dari singkapan terlihat
mengkilap yang menandakan kemunculan mineral mika, yang menandakan bahwa
strukturnya phyllitic. Dari hasil tersebut diketahui bahwa batuan metamorf di
daerah penelitian termasuk ke dalam kelompok metamorf derajat rendah (low
grade). Hal ini sesusai dengan yang dinyatakan oleh Setiawan dkk. (2003) dimana
daerah Jiwo Timur terdapat batuan metamorf didominasi oleh batuan metamorf
bertekanan rendah.
Terdapat urat marmer yang memotong batuan metamorf yang ada. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa umur dari urat marmer tersebut lebih muda
dibandingkan dengan batuan metamorf yang ada . Urat ini dapat terbentuk akibat
adanya bidang lemah pada batuan metamorf yaitu pada bidang foliasinya. Urat
marmer ini equigranular dengan bentuk kristal hipidioblastik.
Ditemukan juga kuarsit yang melensa diantara filit. Dapat dikatakan
bahwa protolith dari batuan ini adalah batuan pellitic yang mengandung kuarsa
sehingga kuarsa disini terubah menjadi kuarsit yang polikristalin.
 STA 4
Pada STA 4 di daerah Jokotuo dapat dijumpai dua jenis batuan metamorf
di daerah ini. Secara garis besar kedua batuan tesebut dibedakan menjadi 2 satuan
yaitu marmer dan Marmer berfoliasi. Dari komposisi batuan menunjukkan
kandungan kalsit yang sangat tinggi dan mendominasi batuan metamorf di
Jokotuo disertai munculnya mineral dolomit. Kalsit dan dolomit terdiri dari Ca
dan Mg yang sangat tinggi. Fakta tersebut bisa menentukan protolith dari batuan
di perbukitan Jiwo yaitu batuan karbonat.
Marmer beroliasi memiliki korelasi dengan marmer yang ada di Jokotuo .
Marmer di Jokotuo diperkirakan terbentuk akibat proses metamorfisme regional.
Sedangkan untuk marmer berfoliasi terbentuk kemungkinan terbentuk akibat

12
terjadinya kontak marmer dengan batuan metamorf lain. Terjadinya kontak
tersebebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi marmer sehingga tidak
komposisinya tidak lagi homogen dan akhirnya memiliki kecendrungan untuk
berfoliasi
Sebelum terjadinya metamorfisme, lingkungan pengendapan di daerah
penelitian diduga bagian dari pesisir pantai, (rawa sampai laut dangkal). Marmer
dapat berasal dari batugamping yang berada di laut dangkal, terendapkan di atas
sedimen pelitik yang kaya material organik dan menjari di daerah transisi darat-
laut. Sedimen pelitik ini nantinya akan termetamorfosa menjadi Marmer berfoliasi
dan marmer.

13
6. Kesimpulan

Berdasarkan teori dan data yang diperoleh dari kegiatan Fieldtrip Geologi
Dasar ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu :

1. Ditemukan Singkapan batu sedimen dan pillow lava pada STA 1 LP 1


yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian geologi
2. Ditemukan Singkapan batu piroklastik pada STA 1 LP 2 dapat
digunakan sebagai cagar budaya dan objek penelitian geologi
3. Terdapat korelasi antara singkapan batuan di STA 1 LP 1 dan LP 2
4. Ditemukan Intrusi batuan beku dangkal pada STA 2 yaitu dilereng di
Desa Gedangsari, Gunungkidul. Dapat digunakan unuk objek
penelitian geologi
5. Ditemukan Singkapan batu fasies green schist pada STA 3 yaitu
formasi kompleks metamorf dekat rumah warga dapat dijadikan
sebagai objek penelitian geologi
6. Ditemukan Singkapan batu marmer dan batu marmer berfoliasi pada
STA 4 yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian geologi.

14
7. Daftar Pustaka
Tim Asisten Geologi Dasar. 2013.Panduan Praktikum Geologi Dasar.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geologi of Indonesia,General Geology of
Indonesia and adjacent archipelagoes. Government Printing Office : The
Hague.
Bonewitz, Ronald Louis. 2012. Nature Guide Rocks and Minerals. New York :
Dorling Kindeersley Limited.
Pellant, C. 1992. Rocks and Minerals. London : Dorling Kindersley.

Sudarno, et al. 2008. Buku Panduang Praktikum Geologi Struktur. Yogyakarta:


Laboratorium Geologi Dinamika Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.

Mulyaningsih, dkk.2006. Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal sampai


Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Geologi Indonesia.

Bronto, dkk. 2008 Gunung Api purba Watuadeg: Sumber Erupsi dan Posisi
Stratigrafi. Yogyakarta: Jurnal Geologi Indonesia.

15
8. Lampiran (ACCan)

16

Anda mungkin juga menyukai