Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN QIRAAH ALQURAN

Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Quran III

oleh:
Muhamad Iza Al-Asqolani (NIM 1181030105)

JURUSAN ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
BANDUNG
2019KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji atas kehadirat Allah swt. yang hanya dengan
rida dan seizin-Nya, kita dapat melaksanakan semua kewajiban sebagai
mahasiswa demi teraihnya sebuah kesuksesan. Selawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. kepada keluarganya, kepada
sahabatnya, kepada umatnya hingga akhir zaman.

Penulis juga tidak lupa memanjatkan rasa syukur kepada Allah swt.,
karena berkat rahmat-Nya lah makalah dengan judul “Kajian Qiraah Alquran”
ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat banyak, dan juga
teriring doa Jaza>kumulla>h khairan katsiran kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini, khususnya kepada dosen Ulumul Quran III ini
yang telah memandu penulis agar makalah ini bisa dibuat dengan semaksimal
mungkin.

Penulis juga menyadari bahwa walau usaha yang telah penulis curahkan
secara maksimal ini, mungkin masih terdapat sangat banyak kekurangan di
dalamnya. Maka dari itu, penulis sangat menginginkan kritik dan saran dari para
pembaca makalah ini, agar penulis bisa membuat penelitian keilmuan lainnya
dengan jauh lebih baik.

Harapan penulis, semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu


menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya ilmu
tentang qiraah Alquran ini. Akhir kata, semua kebenaran yang ada dalam makalah
ini datangnya dari Allah swt. dan semua kesalahan yang ada, murni dibuat oleh
penyusun makalah ini.
Bandung, 15 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................1


B. Batasan Masalah .....................................................................................1
C. Rumusan Masalah ..................................................................................1
D. Tujuan .....................................................................................................2
E. Manfaat ..................................................................................................2
F. Metode Penyusunan ...............................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN .................................................................................3

A. Pengertian Qiraah ...................................................................................3


B. Sejarah Munculnya Qiraah .....................................................................5
C. Macam-macam Qiraah ...........................................................................8
D. Faktor dan Akibat Munculnya Ragam Qiraah .......................................12

BAB III: PENUTUP .........................................................................................14

A. Kesimpulan ............................................................................................14
B. Saran .......................................................................................................14

ii
DAFTAR PUSTAKA 15BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan qiraah dalam mushaf Alquran, penyebabnya tidak lepas dari
sejarah bagaimana Islam bisa tersebar di muka bumi, khususnya di negeri Arab.
Ketika Islam mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri Arab, hingga ke luar negeri,
para ahli Alquran yang mengajarkan Alquran di berbagai kota dan daerah di Arab
Saudi menyebabkan munculnya berbagai macam qiraah. Hal ini disebabkan
karena di negeri Arab sendiri, memiliki keberagamaan dalam melafalkan
bahasanya sendiri.
Walau kini keberagaman qiraah telah disatukan menjadi satu qiraah yang
ada dalam mushaf Utsmani, namun beberapa imam atau para pembaca Alquran di
seluruh belahan dunia saat ini masih ada yang suka membaca Alquran dengan
ragam qiraah lainnya. Hal ini mungkin akan menimbulkan kebingungan dan
protes dari orang-orang yang belum mengetahui keberagamaan qiraah Alquran ini.
Maka dari itu, penulis hendak sedikit menjelaskan tentang bagaimana
qiraah ini bisa muncul dalam pelafalan Alquran, dan apa saja macam-macam
qiraah yang diakui keberadaannya oleh syariat Islam.

B. Batasan Masalah
1. Pengertian qiraah.
2. Sejarah munculnya qiraah.
3. Macam-macam qiraah beserta tokohnya.
4. Faktor dan akibat munculnya ragam qiraah.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian qiraah?
2. Bagaimana sejarah munculnya qiraah?

1
3. Apa saja macam-macam qiraah beserta tokohnya?
4. Apa saja faktor dan akibat munculnya ragam qiraah?

D. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian qiraah.
2. Memaparkan sejarah munculnya qiraah.
3. Menjelaskan macam-macam qiraah beserta tokohnya.
4. Memaparkan faktor dan akibat munculnya ragam qiraah.

E. Manfaat Makalah

Manfaat dari pembahasan mengenai qiraah ialah kita dapat mempelajari


bagaimana qiraah itu bisa ada dalam ilmu Alquran, juga dapat menghindari
dugaan orang-orang yang belum mengetahui tentang ilmu qiraah, dan menuduh
muqra`-nya sebagai orang yang salah melafalkan Alquran.

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan untuk menyusun makalah ini ialah dengan book
survey, yaitu dengan cara meneliti buku-buku atau kitab-kitab ulumul quran yang
berkaitan dengan tema yang sedang dibahas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiraah
Qiraah secara bahasa berasal dari bahasa Arab ‫ات‬ ٌ ‫قِ َرا َء‬, bentuk jamak dari
َ ِ‫ق‬. Qiraah juga merupakan bentuk masdar dari ً‫ َرا َءة‬Gِ‫ َرأُ – ق‬G‫رأ – يَ ْق‬Gَ‫ق‬.1 Sedangkan
ٌ‫را َءة‬G
secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya hal-hal
yang berhubungan dengan cara pembacaan Alquran; pembacaan ayat-ayat
Alquran.2 Sedangkan menurut Az-Zurqani, qiraah adalah:

‫مذهب يذهب إليه إمام من أئمة الق راء خمالفا به غريه يف النطق بالقرآن الكرمي مع اتفاق الروايات‬
.‫والطرق عنه سواء أكانت هذه املخالفة يف نطق احلروف أم يف نطق هيئاهتا‬
Suatu cara membaca Alquran dari seorang imam ahli qiraah yang berbeda
dengan imam-imam yang lainnya, sekalipun riwayat dan jalur periwayatannya
sama, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf ataupun bentuknya.3
Definisi lainnya dikutip oleh Kadar M. Yusuf dari Muhasyin dalam
bukunya, bahwa qiraah adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang cara menuturkan
atau menyampaikan kata-kata (kalimat) Alquran, baik yang disepakati maupun
yang diperbedakan sesuai dengan jalan orang yang menukilkannya.4
Dari kedua definisi ini dapat dipahami bahwa ilmu qiraah ialah ilmu yang
mempelajari cara membaca Alquran yang dilakukan oleh para imam ahli qiraah
yang berbeda-beda cara pembacaannya. Adapun yang berbeda cara pembacaannya
ialah bukan ayat-ayat Alquran-nya yang berbeda, akan tetapi perbedaan pelafalan
pada kata-kata tertentu di dalam setiap ayat dalam Alquran. Atau suatu kata yang
1
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: ITQAN Publishing, Cetakan
Ketiga), hlm. 155.
2
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. KBBI Edisi Kelima (Versi 0.2.1 Beta (21).
3
Muhammad ‘Abd Al-‘Adzim Az-Zurqani, Manahil al-‘Irfani fi ‘Ulum al-
Qur’an. (Mathbu’ah ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakahu, Cetakan Ketiga.) Jilid 1, hlm.
412. Al-Maktabah Asy-Syamilah.
4
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2012, Cetakan Pertama), hlm.
45.

3
bisa dibaca dengan lebih dari satu cara. Perbedaan qiraah dalam Alquran ini juga
bukan berarti banyak versi dalam Alquran, bukan pula ada ketidaksepakatan
dalam Alquran, bukan pula Alquran-nya yang berbeda. Sungguh Alquran adalah
kitab suci yang mulia, yang di dalamnya tidak ada keraguan sedikitpun. Hal ini
tidak lain karena pada saat Islam mulai tersebar ke seluruh pelosok jazirah Arab,
para ahli qiraah atau yang kita kenal sebagai Qurra` ketika mereka mengajarkan
Alquran ke penduduk setempat, mereka menemukan perbedaan dalam pelafalan
huruf-huruf atau kalimat-kalimat dalam Alquran.
Hal ini juga menunjukkan bahwa di negeri Arab sendiri terdapat perbedaan
dialek atau lahjah antara suku-suku atau daerah yang ada di sana. Hal ini pun
sesuai dengan sabda Nabi saw.:
ٍ ‫ إِ َّن ه َذا الْ ُقرآ َن أُنْ ِزَل علَى سبع ِة أَحر‬...
.ُ‫ف فَا ْقَرءُوا َما َتيَ َّسَر ِمْنه‬ ُ ْ َ َْ َ ْ َ
... Sesungguhnya Alquran ini diturunkan atas tujuh huruf, maka bacalah yang
kamu anggap mudah darinya.5
Hadis ini bisa menjadi dalil bolehnya membaca Alquran menggunakan dialek
yang dikuasai oleh orang-orang yang membacanya. Dan perbedaan ini pula bukan
perbedaan secara keseluruhan ketika membaca Alquran, melainkan hanya
beberapa ayat-ayat tertentu saja. Ini juga tidak menjadi dalil bahwa setiap orang
boleh sesuka hatinya membaca Alquran dengan dialeknya yang berbeda-beda,
melainkan ini harus berdasarkan petunjuk dari Nabi saw. Untuk bisa membaca
Alquran dengan qiraah-qiraah ini pun harus mendapatkan sanadnya langsung dari
para guru yang bersanad kepada imam yang kemudian bersanad pula kepada Nabi
Muhammad saw. atau secara musalsal (sambung menyambung).
Walaupun seseorang tersebut mampu memahami dan mengerti keragaman
qiraah dari berbagai kitab-kitab yang ada, jika ia tidak menerima secara lisan,
ataupun ijazah langsung dari gurunya atau para imam ahli qiraah, maka ia tidak
diperbolehkan membaca Alquran dengan qiraah yang berbeda. Adapun macam-
macam qiraah yang telah disetujui oleh Nabi saw. akan dibahas pada pembahasan
berikutnya.

5
Lihat: HR. Abu Dawud no. 1477; Al-Bukhari no. 4992; Muslim no. 1936; At-
Tirmidzi no. 2943.

4
B. Sejarah Munculnya Qiraah
Pada mulanya, ilmu qiraah ini tidak ada pada zaman Nabi saw., karena
segala bentuk perbedaan pelafalan ayat-ayat Alquran yang terdengar, akan
langsung dihadapkan kepada Nabi saw., Seperti yang terdapat dalam kisah ‘Umar
bin Al-Khaththab:

‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ‫مَسِ ع‬


َ ‫ت ه َش َام بْ َن َحكي ِم بْ ِن ح َزام َي ْق َرأُ ُس َورةَ الْ ُف ْرقَ ان يِف َحيَ اة َر ُس ول اللَّه‬ ُ ْ
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫وف َكثِ ريٍة مَل ي ْق ِرئْنِيه ا رس‬ ٍ ‫فَاس تمعت لِِقراءتِ ِه فَ ِإ َذا ه و ي ْقرؤه ا علَى ح ر‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ُْ َ ُ ُ َ َ َُ َ َ ُ َ َ ُ ْ ََ ْ
ُ‫ك َت ْق َرأ‬َ ُ‫الس َورةَ الَّيِت مَسِ ْعت‬ُّ ‫ت َم ْن أَْق َرأ ََك َه ِذ ِه‬ ِ
ُ ‫ُس ا ِوُرهُ يِف الصَّاَل ة فَا ْنتَظَْرتُهُ َحىَّت َس لَّ َم َفلَبَْبتُهُ َف ُق ْل‬
َ‫تأ‬ ُ ‫فَك ْد‬
ِ
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ َ ‫ول اللَّ ِه ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم َف ُق ْلت لَه َك َذبت َفواللَّ ِه إِ َّن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ ْ ُ ُ َ ََ َْ ُ َ ُ ‫قَ َال أَْقَرأَنِ َيه ا َر ُس‬
ِ
ُ ُ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم أَق‬
ُ‫وده‬
ِ ِ ِ ‫ك فَ انْطَلَ ْق‬
َ ‫ت بِ ه إِىَل َر ُس ول اللَّه‬ ُ ُّ ‫َو َس لَّ َم هَلَُو أَْق َرأَيِن َه ِذ ِه‬
َ ُ‫الس َورَة الَّيِت مَسِ ْعت‬
ٍ
َ‫َّك أَْق َرأْتَيِن ُس َورة‬ َ ‫ان َعلَى ُح ُروف مَلْ ُت ْق ِرئْنِ َيه ا َوإِن‬ ِ َ‫ول اللَّ ِه إِيِّن مَسِ عت ه َذا ي ْق رأُ س ورةَ الْ ُفرق‬
ْ َ ُ ََ َ ُ ْ َ ‫ت يَا َر ُس‬ ُ ‫َف ُق ْل‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َه َك َذا‬ ِ ُ ‫ان َف َق َال يا ِه َشام ا ْقرأْه ا َف َقرأَه ا الْ ِق راء َة الَّيِت مَسِ عتُه َف َق َال رس‬ ِ َ‫الْ ُفرق‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ُْ ََ ََ ََ ُ َ ْ
ِ ِ ُ ‫أُنْ ِزلَت مُثَّ قَ َال ا ْقرأْ يا عمر َف َقرأْتُها الَّيِت أَْقرأَنِيها َف َق َال رس‬
َّ‫ت مُث‬ ْ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َه َك َذا أُنْ ِزل‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ َ َ َ َُ ُ َ َ ْ
.ُ‫ف فَا ْقَرءُوا َما َتيَ َّسَر ِمْنه‬ ٍ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم إِ َّن الْ ُقرآ َن أُنْ ِزَل علَى سبع ِة أَحر‬ ُ ‫قَ َال َر ُس‬
ُ ْ َ َْ َ ْ َ ََ َْ ُ َ
Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Jizam membaca surat Al-Furqan pada
masa Rasulullah saw. masih hidup. Aku dengarkan bacaannya, tetapi bacaannya
banyak dengan huruf yang belum pernah Rasulullah saw. bacakan kepadaku.
Hingga hampir saja aku melabraknya pada saat ia salat, tapi aku tunggu dia
sampai salam. Ketika sudah salam, aku tarik sorbannya seraya menanyakan
kepadanya: “Siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” Ia
menjawab: “Rasulullah saw. yang mengajarkannya kepadaku”. Lalu aku katakan
kepadanya: “Dusta kau!, Demi Allah, Sungguh Rasulullah saw. juga telah
membacakannya kepadaku, tapi tidak seperti yang kamu bacakan”. Kemudian
aku bawa dia menghadap Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku
telah mendengar ia membaca surat Al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak
pernah engkau bacakan kepadaku. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Wahai
Hisyam, bacalah surat tersebut!” kemudian ia pun membaca dengan bacaan
seperti yang aku dengar tadi. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Demikianlah

5
surat itu diturunkan”. Kemudian Rasulullah saw. pun bersabda: “Bacalah wahai
‘Umar.” Kemudian aku baca dengan bacaan seperti yang diajarkan Rasulullah
saw. kepadaku. Maka Rasulullah saw. bersabda: “Demikianlah surat itu
diturunkan”. Dia pun menambahkan: “Sesungguhnya Alquran itu diturunkan
dengan tujuh huruf, maka bacalah apa yang kamu anggap mudah darinya.”6
Adapun kisah tersebut terjadi ketika Rasulullah saw. masih hidup, segala
bentuk perbedaan bisa langsung ditanyakan langsung kepada Rasulullah saw.
Akan tetapi ketika Nabi saw. telah wafat, maka ini menjadi sebuah masalah di
tengah-tengah umat Islam. Tetapi, sebelum Rasulullah saw. wafat, dia telah
memberikan petunjuk mengenai masalah ini. Sebagaimana sabdanya:
ٍ ‫وُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل وأُيَبِّ بْ ِن َك ْع‬ ٍ‫ود و َسامِل‬
ٍ ِ ِ ٍِ ِ
‫ب‬ َ َ َ ُ‫ُخ ُذوا الْ ُق ْرآ َن م ْن أ َْرَب َعة م ْن َعْبد اللَّه بْ ِن َم ْسع‬
Ambillah (pelajarilah) Alquran oleh kalian dari empat (sahabat): ‘Abdullah bin
Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.7
Orang-orang yang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad saw. di atas berasal dari
kalangan para sahabat yang memang Nabi Muhammad saw. telah mengetahui
kefasihan dan yang paling baik bacaannya. Para sahabat yang terkenal juga
sebagai Al-Qurra` (pembaca Alquran), yaitu ada tujuh orang: ‘Utsman bin ‘Affan,
‘Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu
Ad-Darda` dan Abu Musa Al-‘Asy’ari.8 Para sahabat ini lah yang nantinya akan
menjadi guru qiraah dari para tabiin.
Ilmu qiraah baru muncul pada masa tabiin. Para ahli qiraah pada masa
tabiin ini dikenal juga dengan Qira`ah as-Sab’ah yang masyhur. Mereka adalah:
Nafi’ Al-Madani, Ibnu Katsir Al-Makki, Abu ‘Amar bin Al-Ala`, Ibnu ‘Amir Ad-
Dimasyqi, ‘Ashim bin Abi An-Nujud Al-Kufi, Hamzah bin Habib Al-Zayyat dan
Al-Kisa`i. Sedangkan yang dikenal dengan Qira`ah al-‘Asyr ialah dengan
ditambahkan Abu Ja’far, Ya’qub Al-Hadhrami dan Khalaf bin Hisyam Al-Bazzar.

6
Lihat: HR. Al-Bukhari no. 5041; Muslim no. 1936; At-Tirmidzi no. 2943; Abu
Dawud no. 1477.
7
Lihat: HR. Al-Bukhari no. 4999; Muslim no. 6488; At-Tirmidzi no. 3810.
8
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: ITQAN Publishing, Cetakan
Ketiga), hlm. 158.

6
Sedangkan yang dikenal dengan Qira`ah al-Arba’ah wa al-‘Asyr ialah dengan
ditambahkan Ibnu Muhaitsin, Al-Yazidi, Hasan Al-Bashri dan Al-A’masy.9
Ilmu qiraah sendiri menyebar ke beberapa daerah di Arab, yaitu di kota
Madinah, Makkah, Kufah, Bashrah dan Syam.

C. Macam-Macam Qiraah
Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa Nabi
saw. pernah bersabda bahwa Alquran itu diturunkan atas tujuh huruf, terdapat
beberapa penafsiran dan penjelasan sebagai berikut:
‘Umar bin Al-Khaththab menjelaskan bahwasanya Alquran diturunkan
dengan bahasa Mudhar.10 Suku-suku yang termasuk di dalamnya adalah Hudzayl,
Kinanah, Qays, Dhibbah, Taymu Ar-Rabab, Asad Ibnu Khuzaymah dan Quraisy.11
Jadi yang dimaksud oleh ‘Umar bin Al-Khaththab ialah tujuh huruf di sini
menunjukkan gaya bahasa atau lahjah (dialek) dari tiap suku-suku yang ada di
jazirah Arab ketika membaca Alquran. Sebagian ulama berpendapat, yang
dimaksud dengan tujuh huruf di sini tujuannya ialah untuk mempermudah dan
memperluas bacaan.
Dari dua pendapat ini, yang penulis mampu pahami ialah bahwasanya
memang Alquran itu diturunkan dan bisa dibacakan menurut dialek-dialek yang
ada di suku-suku bangsa Arab. Agar mereka tidak kesulitan dalam melafalkan
Alquran jika harus terpaku dengan satu dialek. Bahkan Ibnu Al-Jazari
menjelaskan tujuan adanya Alquran diturunkan atas tujuh huruf ini ialah dari
dialog antara Nabi saw. dengan Jibril. Ketika itu Jibril ‘alaihi as-salam
mengatakan: “Sesungguhnya Allah swt. memerintahkanmu agar umatmu
membaca Alquran atas satu huruf”. Maka lantas Nabi saw. menjawab: “Aku

9
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an – Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. (Depok:
KENCANA, Cetakan Pertama, 2017), hlm. 107; Jalal Ad-Din As-Suyuthi, Al-Itqan fi
‘Ulum Al-Qur`an. (Al-Hay`ah Al-Mishriyah Al-‘Aamah li Al-Kitab, 1974), Jilid 1, hlm.
274. Al-Maktabah Asy-Syamilah.
10
Mudhar adalah suku-suku yang ada di jazirah Arab. (Ibrahim Alibyariy,
Pengenalan Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cetakan Ketiga,
1996), hlm. 100)
11
Ibrahim Alibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, Cetakan Ketiga, 1996), hlm. 100.

7
memohon kepada Allah yang Maha Pengampun dan Maha Pemberi Pertolongan,
sesungguhnya umatku tidak akan sanggup dengan hal ini”. Dan Nabi saw. pun
terus menolak perintah ini hingga akhirnya Allah swt. mengabulkan dengan tujuh
huruf.12
Dari hadis Nabi saw. tersebut lah, didapati lah tokoh-tokoh qiraah yang
dikenal sebagai imam qiraah yang tujuh, sepuluh dan empat belas, sebagai
berikut:
1. Nafi’ Al-Madani, nama lengkapnya adalah Abu Ruwayn Nafi’ bin
13
‘Abdurrahman bin Abi Nu’aim Al-Laysi, (70-169 H.). Nafi’
meriwayatkan qiraah ini dari gurunya, dan semua gurunya mempelajari
qiraat dari Ibnu ‘Abbas. Ia menjadi pernah menjadi imam qiraah di
Madinah.14
2. Ibnu Katsir Al-Makki, nama lengkapnya adalah Imam Haramillah Abu
Ma’bad Abdullah bin Katsir bin Al-Muthallib (45-120 H.)15. Ibnu Katsir
mempelajari qiraah dari Abdullah bin Sa’ib. Dan ia pernah menjadi imam
qiraah di Mekkah.
3. Abu ‘Amar bin Al-Ala`, nama lengkapnya Abu Amr Zaban bin Al-Ala` At-
Tamimi Al-Bashri (70-154 H.). Ia meriwayatkan qiraah dari Anas bin
Malik. Ia menjadi imam qiraah di Mekkah, Madinah, Bashrah dan Kufah.
4. Ibnu ‘Amir Ad-Dimasyqi, nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir
bin Yazid (8-118 H.). Ia meriwayatkan qiraah dari Al-Mughirah dan Abu
Ad-Darda`.

12
Ahmad Mukhtar ‘Abd Al-Hamid ‘Umar, Al-Mu’jam Al-Mausu’i li Alfadz Al-
Qur`an Al-Karim wa Qira`atahu. (Madinah Al-Munawarah), Jilid 1, hlm. 16. Al-
Maktabah Asy-Syamilah.
13
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2012, Cetakan Pertama), hlm.
52.
14
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2012, Cetakan Pertama), hlm.
52.; Imam As-Suyuthi, Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi, terjemahan:
Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta: GEMA INSANI PRESS,
Cetakan Kedelapan, 1993), hlm. 76.
15
Perlu diperhatikan, bahwa Ibnu Katsir di sini bukanlah Ibnu Katsir seorang
mufasir terkenal, nama lengkap Ibnu Katsir yang merupakan seorang mufasir adalah
Imaduddin Abi Al-Fida’ Isma’il bin Katsir Al-Quraysy Ad-Dimasqi. (Kadar M. Yusuf,
Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2012, Cetakan Pertama), hlm. 52.)

8
5. ‘Ashim bin Abi An-Nujud Al-Kufi, nama lengkapnya adalah Abu Bakar
Asim bin Abu Nujud Al-Asadi Al-Kufi (127 H.). ia adalah bekas budak
bani Asad. Ia adalah ahli qiraah di Kufah.16
6. Hamzah bin Habib Al-Zayyat, nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib
bin Imarah Az-Zayyat (80-156 H.). Ia meriwayatkan qiraah dari Al-
A’masy. Ia ahli qiraah di Kufah.
7. Al-Kusa`i, nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah Al-Kusa`i (189 H.). ia
meriwayatkan qiraah dari Abi ‘Imarah dan Isma’il bin Ja’far. Ia adalah ahli
qiraah di Kufah setelah Hamzah Al-Zayyat.17

Mereka adalah para imam ahli qiraah yang tujuh, sedangkan imam ahli
qiraah yang sepuluh adalah sebagai berikut:

8. Abu Ja’far, nama lengkapnya adalah Yazid Al-Qa’qa’ Al-Makhzumy Al-


Madany Al-Qari’ (130 H.). Ia adalah imam ahli qiraah di Madinah, dan
terkenal dengan gelar Al-Qari’.
9. Ya’qub Al-Hadhrami, nama lengkapnya adalah Ibnu Ishaq bin Yazid bin
Abdullah bin Abu Ishaq. (117-205 H.). Ia adalah imam ahli qiraah di
Bashrah.
10. Khalaf bin Hisyam Al-Bazzar, nama lengkapnya adalah Abu Muhammad
Al-Asady Al-Bazzar Al-Baghdady (150-229 H.).18

Sedangkan ahli qiraah yang empat belas adalah sebagai berikut:

11. Ibnu Muhaisyin, nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abdurrahman


As-Sahmy. Penduduk Mekkah bersama Ibnu Katsir.

16
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2012, Cetakan Pertama), hlm.
53; Imam As-Suyuthi, Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi, terjemahan:
Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta: GEMA INSANI PRESS,
Cetakan Kedelapan, 1993), hlm. 78.
17
Imam As-Suyuthi, Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi,
terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta: GEMA INSANI
PRESS, Cetakan Kedelapan, 1993), hlm. 78
18
Imam As-Suyuthi, Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi,
terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta: GEMA INSANI
PRESS, Cetakan Kedelapan, 1993), hlm. 80.

9
12. Al-Yazidy, nama lengkapnya adalah Yahya bin Mubarak. Imam ahli qiraah
dari Bashrah.
13. Al-Hasan Al-Bashri, nama lengkapnya adalah Abu Sa’ad bin Yasar.
14. Al-A’masy, nama lengkapnya adalah Sulaiman bin Mihran.19
Adapun macam-macam qiraah dalam segi sanad, terbagi menjadi enam
macam:20
1. Mutawatir, ini adalah jenis qiraah yang banyak diriwayatkan oleh orang-
orang. Sehingga bisa dipastikan tidak akan adanya kedustaan di antara
mereka. Qiraah ini adalah yang paling sesuai dengan kaidah bahasa Arab
yang benar, juga paling sesuai dengan rasm ‘Utsmani. Dan jumhur ulama
menilai bahwa Qira`ah Sab’ah adalah mutawatir, dan mereka yang
meriwayatkan qiraah ini dari para imam yang tujuh juga adalah
mutawatir.21 Maka qiraah ini boleh dibaca di dalam salat, dan di luar salat.
2. Masyhur, jenis ini adalah jenis qiraah yang sanadnya bersambung sampai
kepada Rasulullah saw., sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang benar,
juga tidak menyalahi rasm ‘Utsmani. Hanya saja, yang meriwayatkannya
tidak sampai sebanyak qiraah mutawatir. Qiraah ini juga boleh dibaca di
dalam dan di luar salat.
3. Ahad atau Shohih, jenis qiraah ini adalah qiraah yang sanadnya selamat
dari kecacatan, akan tetapi praktik qiraahnya banyak yang menyalahi rasm
mushaf ‘Utsmani, juga menyalahi kaidah bahasa Arab yang berlaku. Jenis
qiraah ini juga tidak terkenal di kalangan ahli Qurra`. Maka qiraah jenis
ini, kita tidak boleh membacanya dan juga tidak wajib meyakininya.
Contoh dari qiraah ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Hakim dan Abu Bakrah, bahwasannya Nabi saw. membaca:
‫ان‬ ٍّ ‫ض ٖر َو َعبَاقَ ِر‬
ٖ ‫ي ِح َس‬ ٍ ‫ُمتَّ ِكئِ ْينَ َعلَ ٰى َرفَا َر‬
ۡ ‫ف ُخ‬

19
Imam As-Suyuthi, Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi,
terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta: GEMA INSANI
PRESS, Cetakan Kedelapan, 1993), hlm. 80.
20
Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur’an dan Qiroat. (Jakarta: PUSTAKA AL-
KAUTSAR, Cetakan Pertama, 1996), hlm. 121.
21
Ibrahim Alibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, Cetakan Ketiga, 1996), hlm. 117.

10
Padahal Hafsh membacanya seperti berikut ini:
22
ٖ ‫ض ٖر َو َع ْبقَ ِريٍّ ِح َس‬
. ‫ان‬ ٍ ‫ُمتَّ ِكئِ ْينَ َعلَ ٰى َرفْ َر‬
ۡ ‫ف ُخ‬
4. Syadz, qiraah ini memiliki sanad yang tidak bersambung kepada
Rasulullah saw. (terputus). Contohnya seperti qiraah dari Hasan Al-Bashri,
ia membaca surat Al-Fatihah ayat kelima dengan qiraah seperti berikut ini:
23
. ُ‫ك ي ُۡعبَ ُد َوإِيَّاكَ ن َۡست َِعين‬
َ ‫إِيَّا‬
Ia membacanya dengan fi’il mudhari majhul ber-dhamir ‘huwa’ (dia).
Tentu ini menyalahi ayat kelima dari surat ini. Maka qiraah ini tidak boleh
dijadikan pegangan.
5. Maudhu’, qiraah ini adalah qiraah yang bisa dikatakan sebagai qiraah
palsu. Dan tidak berasal dari Rasulullah saw. sama sekali. Contohnya
seperti qiraah Muhammad bin Ja’far Al-Khuza`i yang menisbatkan kepada
Imam Abu Hanifah:
24
. ‫إِنَّ َما يَ ْخ َشى هّٰللا ُ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَ َما َء‬
Dengan men-dhammah-kan kalimat Allah dan mem-fathah-kan
Al-‘Ulama. Padahal yang benar adalah sebaliknya. Maka qiraah ini tidak
boleh dijadikan pegangan sama sekali.
6. Mudraj atau Syabih bi al-Mudraj, qiraah ini adalah qiraah yang di
dalamnya terdapat tambahan kalimat, yang biasanya dijadikan penafsiran
dari ayat Alquran, seperti qiraah Sa’ad bin Abi Waqqash:25
26
. ‫ت ِم ْن أُ ِّم‬
ٌ ‫َولَهُ أَ ٌخ أَوْ أُ ْخ‬
Dengan tambahan ‫ ِم ْن أُ ِّم‬. Maka hukum qiraah seperti ini adalah tidak boleh
dijadikan pegangan, juga tidak boleh diikuti.

D. Faktor dan Akibat Munculnya Ragam Qiraah


Pada pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwasanya faktor yang
menjadi penyebab munculnya ragam qiraah adalah dari perbedaan dialek antara
suku-suku bangsa Arab. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw. di
22
Lihat: QS. Ar-Rahman [55]: 76.
23
Lihat: QS. Al-Fatihah [1]: 5.
24
Lihat: QS. Fathir [35]: 28.
25
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an – Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. (Depok:
KENCANA, Cetakan Pertama, 2017), hlm. 110.
26
Lihat: QS. An-Nisa` [4]: 12.

11
atas, bahwasanya Alquran itu diturunkan atas tujuh huruf. Dan faktor lainnya
adalah untuk mempermudah umat Nabi Muhammad saw. dalam pelafalan setiap
ayat dalam Alquran.
Adapun akibat dari perbedaan ragam qiraah di antara para imam (qurra`)
ini ada yang menimbulkan perbedaan dalam penafsiran suatu ayat dan juga dalam
pengambilan suatu hukum (istinbath al-hukm), ada juga yang tidak.
Adapun yang tidak menimbulkan perbedaan penafsiran maupun hukum
ialah seperti dalam ayat-ayat berikut; Imam Hamzah membaca (‫)عليهم وإليهم ولديهم‬
dengan men-dhammah-kan huruf “‫( ”ه‬Ha) menjadi (‫ َد ْيهُ ْم‬GGَ‫) َعلَ ْيهُ ْم َوإِلَ ْيهُم َول‬. Contoh
lainnya ialah perbedaan dalam pembacaan lafaz ‫ تالها‬- ‫ا‬GG‫ا – طحاه‬GG‫حاها – دحاه‬GG‫ض‬
(dhuheha – daheha – thaheha – taleha). Maka ini tidak akan mengubah makna
dari ayat tersebut.27
Sebaliknya, perbedaan penafsiran dan istinbath al-hukm terdapat pada
contoh-contoh sebagai berikut; dalam Alquran surat Al-Ma`idah ayat 6, terdapat
sebuah lafaz:
٦ … ‫ أَ ۡو ٰلَ َم ۡستُ ُم ٱلنِّ َسٓا َء‬...
Pada potongan ayat ini terdapat dua pelafalan qiraah, yang pertama yaitu dengan
memendekkan bacaan huruf lam (‫)أَوْ لَ َم ْستُ ُم النِّ َسا َء‬. Jika huruf lam ini dibaca pendek,
maka ini mempunyai arti bersentuhan kulit secara tekstual. Maka dari itu mazhab
Imam Asy-Syafi’i menetapkan hukum bahwasanya seseorang yang bersentuhan
kulit antara lawan jenis, maka wudunya batal. Baik jika hanya bersentuhan secara
tidak sengaja dan tanpa disertai syahwat, apalagi disertai dengan syahwat.
Sebaliknya, bila huruf lam pada potongan ayat tadi dipanjangkan ( ‫)أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء‬
maka ia berarti bersentuhan yang disertai syahwat (hubungan badan antara suami
dan istri). Maka mazhab Imam Hanafi dan Maliki menetapkan hukum bahwa
wudunya seseorang itu batal apabila mereka bersentuhan kulit dengan disertai
syahwat, atau juga jika berhubungan badan.28

27
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: ITQAN Publishing, Cetakan
Ketiga), hlm. 169.
28
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an – Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. (Depok:
KENCANA, Cetakan Pertama, 2017), hlm. 113; Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an.
(Yogyakarta: ITQAN Publishing, Cetakan Ketiga), hlm. 170.

12
Contoh qiraah lainnya yang menimbulkan perbedaan penafsiran dan juga
pengambilan suatu hukum terdapat pada Alquran surat Al-Baqarah ayat 222:
٢٢٢ ... َ‫ َواَل ت َۡق َربُوه َُّن َحتَّ ٰى يَ ۡط ُه ۡر ۖن‬...
Imam Nafi dan Abu ‘Amir membaca kalimat ini dengan men-sukun-kan huruf
‘tha’ dan men-dhammah-kan huruf ‘Ha’, sehingga kalimat ini mempunyai arti
bahwa wanita yang haid itu boleh dicampuri ketika ia sudah bersih dari haidnya,
walau belum bersuci.
Adapun Imam Al-Kisa`i dan Hamzah membaca kalimat ini dengan men-
tasydid-kan dan mem-fathah-kan huruf ‘tha’ juga men-tasydid-kan dan meng-
kasrah-kan huruf ‘ha’ ( َ‫)يُطَّهِّرْ ن‬. Sehingga kalimat ini diterjemahkan dengan lafaz (
َ‫ ْلن‬GGG‫“ )يَ ْغ ِس‬mandi”. Maka seorang wanita tidak boleh dicampuri sebelum ia
bersuci/mandi.29 Perbedaan penafsiran yang ada dalam ragam qiraah yang ada ini
wajib kita yakini keberadaannya dan kita tidak boleh menafikannya. Dan ilmu
tentang qiraah ini sangat penting untuk dipelajari, mengingat ilmu qiraah ini
sangat berpengaruh dalam proses penafsiran ayat dan juga pengambilan suatu
hukum (istinbath al-hukm).

29
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an – Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. (Depok:
KENCANA, Cetakan Pertama, 2017), hlm. 112.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dari makalah ini bisa
ditarik sebuah kesimpulan:
1. Qiraah adalah ilmu tentang cara pelafalan suatu kalimat dalam Alquran
berdasarkan dialek-dialek bangsa Arab yang tujuh. Dan semuanya
dibenarkan oleh Nabi saw.
2. Ilmu qiraah tidak ada pada zaman Nabi saw., akan tetapi ia muncul pada
zaman sahabat nabi, hingga tabiin. Ilmu ini berkembang di kota-kota
seperti Madinah, Mekkah, Kufah, Bashrah dan Damaskus.
3. Macam-macam qiraah terbagi menjadi dua, menurut segi imam qiraah, ia
terbagi menjadi qiraah yang tujuh, sepuluh dan empat belas. Sedangkan
menurut segi sanad, ia terbagi menjadi enam: qiraah mutawatir, qiraah
masyhur, qiraah ahad atau shohih, qiraah syadz, qiraah maudhu’ dan
qiraah syabih bi al-Madruj. Dimana tiga jenis pertama bisa diamalkan, dan
tiga jenis terakhir itu tertolak.
4. Faktor-faktor penyebab adanya ragam qiraah ialah salah satunya adalah
karena adanya keragaman dialek pada suku banga Arab. Dan akibat dari
adanya keragaman dialek ini adalah mengakibatkan perbedaan dalam
penafsiran dan juga pengambilan suatu hukum (istinbath al-hukm).

B. Saran
Akhir kata, semua yang ada di dalam makalah ini masih sangat banyak
kekurangan. Semoga dengan adanya makalah ini, bisa menambahkan pengetahuan
bagi pembacanya. Dan penulis juga berharap kritik dan masukannya mengenai
karya penulis ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

‘Umar, Ahmad Mukhtar ‘Abd Al-Hamid. Al-Mu’jam Al-Mausu’i li Alfadz Al-Qur`an Al-
Karim wa Qira`atahu. (Madinah Al-Munawarah). Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Akaha, Abduh Zulfikar. 1996, Al-Qur’an dan Qiroat. (Jakarta: PUSTAKA AL-
KAUTSAR, Cetakan Pertama).
Alibyariy, Ibrahim. 1996, Pengenalan Sejarah Al-Qur’an. (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, Cetakan Ketiga).
Al-Ja’fi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah. Shahih Al-
Bukhari. (Ar-Riyadh: Daar As-Salam, 1419 H.). Al-Maktabah Asy-Syamilah.
An-Naisaburi, Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi. Shahih
Muslim. (Beirut: Daar Al-Jabal Beirut, Daar Al-Afaaq Al-Jadidah.). Al-Maktabah
Asy-Syamilah
As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats. Sunan Abi Dawud. (Beirut: Daar Al-
Kitab Al-‘Arabi). Al-Maktabah Asy-Syamilah.
As-Suyuthi, Jalal Ad-Din. 1974, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur`an. (Al-Hay`ah Al-Mishriyah
Al-‘Aamah li Al-Kitab). Al-Maktabah Asy-Syamilah.
As-Suyuthi, Jalal Ad-Din. Mukhtashar Al-Itqan fi ‘Ulul Al-Qur’an li As-Suyuthi,
terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid. 1993, Apa itu Al-Qur’an. (Jakarta:
GEMA INSANI PRESS, Cetakan Kedelapan).
At-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa Abu ‘Isa. Jami’ As-Shahih Sunan At-Tirmidzi. (Beirut:
Daar Ihya At-Turats Al-‘Arabi). Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Az-Zurqani, Muhammad ‘Abd Al-‘Adzim. Manahil al-‘Irfani fi ‘Ulum al-Qur’an.
(Mathbu’ah ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakahu, Cetakan Ketiga.). Al-Maktabah
Asy-Syamilah.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. KBBI Edisi Kelima (Versi 0.2.1 Beta (21).
Drajat, Amroeni. 2017, Ulumul Qur’an – Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. (Depok:
KENCANA, Cetakan Pertama).
Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an. (Yogyakarta: ITQAN Publishing, Cetakan
Ketiga).
Yusuf, Kadar M. 2012, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, Cetakan Pertama).

15

Anda mungkin juga menyukai