KELOMPOK 5
A. Skenario
B. Kata kunci
C. Pertanyaan penting
1. Apa yang dimaksud dengan white spot?
2. Apa yang dimaksud dengan karies superfisial?
3. Bagaimana karakteristik white spot dari gigi?
4. Apa penyebab terjadinya white spot pada gigi anak tersebut?
5. Apa saja tahap-tahap terjadinya karies pada anak?
6. Bagaimana upaya pencegahan kasus pada skenario tersebut?
7. Apa yang dimaksud dengan karies dentin?
8. Bagaimana perawatan yang dapat dilakukan untuk kasus pada skenario?
D. Tujuan pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam bentuk fissure pada gigi
anak.
2. Mahasiswa mampu mengetahui tindakan pencegahan karies gigi pada anak.
3. Mahasiswa mampu mengetahui indikasi dan kontraindikasi upaya
pencegahan karies gigi anak.
4. Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam bahan yang digunakan
dalam perawatan karies gigi anak.
PEMBAHASAN
Dalam studi Nagano, tipe V terjadi 34%, tipe IK 26%, tipe I 1%, tipe
U 14%, dan tipe lain 7%. Galil dan Gwinnett meneliti histologi fissure pada
gigi yang tidak erupsi dan menunjukkan bahwa isi fissure sebagian besar
terdiri dari ameloblast yang melapisi dinding fissure, sisa-sisa sel yang
membentuk organ email, dan sel darah merah. Galil dan Gwinnett
mengusulkan bahwa isi pit dan fissure tersebut mungkin secara signifikan
mempengaruhi keefektifan prosedur pencegahan karies. Di daerah tengah
bakteri lebih melimpah, sedangkan di bagian yang lebih dalam dari fissure
massa material amorphous mendominasi dan terjadi mineralisasi yang
lebih banyak. Bakteri tampak menjadi kalsifikasi lebih dalam pada fissure
dan proses ini memiliki efek perlindungan terhadap perkembangan karies.4
1) Fissure berbentuk 'V' atau 'U' yang dangkal dan lebar. Fissure
berbentuk V/U ini dapat bersih dengan sendirinya dan agak tahan
terhadap karies.
2) Fissure berbentuk 'I' atau 'K' yang dalam dan sempit. Fissure
berbentuk I/K rentan terhadap karies dan mungkin memiliki cabang
untuk meningkatkan kompleksitas.
4. Fluoride9
Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor Menurut Donley (2003),
meliputi:
a. Pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang
sampai tinggi
b. Gigi dengan permukaan akar yang terbuka
c. Gigi yang sensitif
d. Anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk
membersihkan gigi (contoh: Down Syndrome)
e. Pasien yang sedang dalam perawatan orthodontic
Kontraindikasi
a. Pasien anak dengan resiko karies rendah
b. Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum berfluor
c. Ada kavitas besar yang terbuka.
2. Fissure Sealant
Fissure sealant adalah bahan yang diaplikasikan pada fisura
dan cekungan- cekungan dari permukaan gigi untuk membuat
pertahanan tipis yang melindungi permukaan yang di sealant dari
kerusakan. Fissure sealant bertujuan untuk mencegah karies pada
daerah pit dan fisura yang merupakan daerah cekungan yang
terlindung sehingga mendukung terjadinya proses karies. Bahan ini
terutama dipakai di daerah oklusal gigi untuk menambal fisura
oklusal, sehingga daerah tersembunyi yang memungkinkan
timbulnya karies dapat dihilangkan12.
Bahan fissure sealant dibagi atas 2 kategori. Kedua kategori
tersebut yaitu sealant berbasis resin dan ionomer kaca. Terdapat
kebaikan dan kekurangan dari sealant berbasis resin. Kebaikan dari
bahan resin adalah resin mampu bertahan lebih lama dan kuat selain
itu juga mampu mengurangi perlekatan koloni S. mutans atau
bakteri lain yang ada di dalam rongga mulut melalui permukaan
restorasi resin komposit yang halus. Resin mampu bertahan lebih
lama dan kuat karena memiliki kemampuan penetrasi yang lebih
bagus. Kekurangan pada bahan ini adalah adanya penyusutan
selama polimerisasi sehingga menimbulkan kebocoran tepi
tumpatan yang membentuk kebocoran mikro. Celah ini
menyebabkan penetrasi mikroorganisme, cairan, substansi kimia
rongga mulut sehingga menyebabkan terjadinya karies sekunder12.
Kelebihan dari fissure sealant ionomer kaca adalah
kemampuan dalam melepaskan fluor dan pengaplikasian yang
mudah sedangkan untuk kekurangannya yaitu rendahnya daya tekan
dan kekuatan tarik yang dimiliki oleh bahan ini. Fissure sealant
ionomer kaca memiliki kemampuan melepaskan fluor yang dalam
jumlah besar dan ikatannya dengan enamel lebih baik dari resin
komposit. Pelepasan fluor yang tinggi memberikan kemampuan
antikariogenik yaitu dengan cara menghambat demineralisasi dan
meningkatkan remineralisasi. ikatan semen ionomer kaca ke
jaringan enamel yang merupakan ikatan kimia dapat mencegah
terjadinya kebocoran mikro mencegah tertumpuknya plak sehingga
dapat menghindari terbentuknya karies sekunder. Selain itu
pengaplikasian ionomer kaca tersembunyi yang memungkinkan
timbulnya karies dapat dihilangkan. terjadinya karies sekunder.
lebih cepat dan mudah tanpa perlu etsa dan bonding dan tidak
membutuhkan peralatan yang mahal. Namun kekurangan dari bahan
ini adalah daya tekan dan kekuatan tarik rendah sehingga
penggunaannya terbatas pada daerah dengan tekanan oklusi yang
kecil12.
3. CPP ACP
Lesi awal ECC atau white spot terjadi pada permukaan halus
maka aplikasi agen remineralisasi, seperti CPP ACP (Casein
Phosphopeptide Amorphous Calcium Phosphat) harus dilakukan.
Lesi karies dengan kavitasi dilakukan restorasi yang sesuai dengan
indikasi untuk mengembalikan bentuk anatomi gigi, dan perawatan
saluran akar dilakukan bila karies sudah mencapai pulpa. Perawatan
gigi tersebut akan mengembalikan fungsi gigi desidui sebagai alat
penguyahan dan estetika sampai gigi permanen erupsi13.
DAFTAR PUSTAKA
clinical practice. 1st Ed. Vincenza: Georg Thieme Verlag KG; 2013. p. 228
3. Khan TN, Khan FR, Rizwan S, et al. Comparison of the adaptability of two
fissure sealants in various tooth fissure morphology patterns. J Ayub Med
Coll Abbottabad 2019; 31(2): 418
4. Bekes K. Pit and fissure sealants. Switzerland : Springer ; 2018. pp. 15-7.
5. Khanna R, Pandey RK, Singh N. Morphology of pits and fissures reviewed
through scanning electron microscope. Dentistry 2015; 5(4): 1.
6. Senjaya AA, Gejir IN, Ratih IADK, Supariani NND. Pit and fissure sealent
sebagai pencegahan karies gigi bagi siswa sekolah dasar negeri kukuh
kecamatan marga tabanan tahun 2018. Jurnal Pengabmas Masyarakat Sehat
2019 ; 1(3) : 174-5.
7. Jain S, Patil RU, Diwan P, Rajput S, Meshram S, Kak S. Principles and
practice of conservative adhesive restorations : a brief review. Int J od Dent
Research 2020 ; 5 (2) : 112.
8. Mardelita S, Sukendro SJ, Karmawati IA. Pelayanan asuhan kesehatan gigi
dan mulut individu. Bahan Ajar Keperawatan Gigi ; 2018. pp. 361
9. Sirat NM. Pengaruh aplikasi topikal dengan larutan NaF dan SnF2 dalam
pencegahan karies gigi. JKG 2014 ; 2(2) : 229-30.
10. Astuti ES. ETIOLOGI, DAMPAK DAN MANAJEMEN EARLY
CHILDHOOD CARIES (ECC). Interdental: Jurnal Kedokteran Gigi. 2020;
16(2): 56-9.
11. Erlin T, Saptarini R. Infant oral care program dalam upaya preventif early
childhood caries. Indonesian Journal of Paediatric Dentistry. 2018; 1(1): 38-
40.
12. Zettira NZ, Probosari N, Lestari PE. Perlekatan Streptococcus mutans pada
Aplikasi Fissure Sealant Berbahan Resin Dibandingkan dengan Ionomer
Kaca Fuji VII (The Attachment of Streptococcus mutans for Fissure Sealant
application Made of Resin Compare With Glass Ionomer Fuji VII). E-Jurnal
Pustaka Kesehatan. 2017; 5(3): p. 442-3.
13. Mc. Donald, R.E. and Every, D.R. Dentistry for the child and adolescent.
St. Louis: Mosby Year BookInc; 2016.
14. Sibarani MR. Karies : etiologi, karakteristik klinis dan tatalaksana. Medical
Journal of the Christian University of Indonesia. 2014; 30(1): p. 20.
15. Astuti ESY, Rochmawati F. Early childhood caries (ecc) pada anak usia
prasekolah di dusun wanasari kecamatan denpasar utara. Interdental: Jurnal
Kedokteran Gigi. 2018 Dec 18;14(2):56.