Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONISME

Makalah disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen
Pengampu: Bapak Sukarman, S.Pd.I., M.Pd.I

Kelas: 5 PBI A2

Oleh:

FITRIA MAFAIZATUL IMAMA 191320000461

SINDI MELINDA 191320000462

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA (UNISNU)
TAHUN 2021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
serta nikmatNya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Filsafat Rekonstruksionisme” ini dengan baik. Sholawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Muhammad saw. Yang kita
nantikan syafaatnya di hari kiamat semoga kelak dan di akui sebagai ummat
beliau yang baik.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Sukarman, S.Pd.I.,
M.Pd.I `selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan yang telah
membimbing kami dalam proses pendalam materti pada makalh ini, juga
kepada teman-teman yang telah berpartisipasi mencurahkan ide, waktu dan
tenaganya dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari betul bahwasannya masih terdapat banyak kekurangan


dan kesalahan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Saran dan masukan yang membangun kami perlukan untuk
makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menjadi penambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai kebutuhan
pendidik mengenai teori dalam filsafat pendidikan.

Jepara, 21 Desember 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai tindakan merupakan proses yang sudah barang tentu beraspek teoretik
dan praktek. Keduanya perlu dipandang sebagai dua sisi mata uang yang hanya dapat dibedakan
karena saling berhubungan dan saling membutuhkan. Aspek praktek dari pendidikan perlu
memperoleh perhatian yang cukup baik bagi pengembangan ilmunya maupun bagi peningkatan
keberhasilannya dalam praktek. Teori pendidikan dikembangkan secara sistematis sehingga
diperoleh ilmu pendidikan sistematis dan fakta-fakta dari pendidikan yang telah lampau sehingga
diperoleh ilmu pendidikan historis. Ilmu pendidikan memiliki sifat komprehensif sehingga
mengandung kemungkinan pengembangan yang cukup luas.

Banyak orang menilai bahwa praktik pendidikan sekarang ini masih jauh dari yang
diharapkan. Banyak pula yang berpendapat bahwa pendidikan nasional telah gagal menjalankan
misinya untuk membentuk manusia-manusia yang cakap dan berkepribadian serta membangun
bangsa yang berkarakter. Keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan dan
terpengaruh oleh kehancuran, kebingungan serta keragu-raguan, demikianlah menurut pendapat
beberapa pemikir yang menyatakan bahwa budaya modern telah mengalami krisis, sembari
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun konsep baru mengenai pola hidup
kebudayaan yang lebih bercorak modern. Beberapa pemikiran itulah kemudian dikenal dengan
Rekonstruksionisme. Lahirnya aliran rekonstruksionisme ini berawal dari krisis kebudayaan
modern. Aliran rekonstruksionisme muncul sebagai reaksi dari adanya pemahaman dalam aliran
perenialisme maupun aliran progresivisme, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena
upaya aliran rekonstruksionisme dalam mengembangkan pendidikan diawali oleh keprihatinan
para rekonstruksionis terhadap adanya krisis kebudayaan modern. Rekonstruksionisme berupaya
mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam
suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang baru. Oleh karena itu, diperlukanlah kerja sama antar umat manusia.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui
pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula
demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam
pengawasan umat manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin akan dibahas dalam pembuatan makalah ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan rekonstruksionisme dan apa yang melatar
belakangi munculnya filsafat pendidikan tersebut?
2. Apa saja prinsip-prinsip filsafat pendidikan rekonstruksionisme?
3. Bagaimanakah implikasi filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan
nasional?
C. Tujuan Makalah
Setelah dirumuskan masalah tersebut maka makalah ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan pengertian filsafat pendidikan rekonstruksionisme dan apa yang melatar
belakangi munculnya filsafat pendidikan tersebut.
2. Menjelaskan prinsip-prinsip filsafat pendidikan rekonstruksionisme.
3. Menjelaskan implikasi filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Rekonstruksionisme


Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct, “Re” yang berarti kembali dan “construct”
yang berarti menyusun. Bila kedua kata tersebut digabung maka dapat dimaknai menjadi
menyusun kembali. Adapun imbuhan „-isme‟ yang disisipkan dalam istilah di atas akan
mengubah makna tersebut kepada penegasan bahwa ia merupakan suatu paham atau aliran
tertentu. Istilah tersebut telah lazim digunakan dalam percakapan seharihari, namun dalam
konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme ialah suatu paham kritik sosial dalam
pendidikan, yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Filsafat Pendidikan Rekonstruksi dikenal pula dengan social
reconstructionisme, yang merupakan suatu aliran filsafat pendidikan yang dipengaruhi oleh ide-
ide Pragmatisme dan Marxisme. Aliran rekonstruksionisme merupakan aliran dalam filsafat
pendidikan yang berawal dariadanya krisis kebudayaan modern yang dipelopori oleh tokoh
bernama George Count dan Harold pada tahun 1930-an. Aliran rekonstruksionisme sepaham
dengan aliran perenialisme dalam hendak mengatasi krisis kehidupan modern. Tetapi aliran
rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara dan jalan pemencahan yang ditempuh filsafat
perenialisme. Aliran perenialisme memilih untuk kembali kepada kebudayaan lama yang mereka
anggap paling ideal dan yang telah teruji dan terbukti mampu membawa manusia mengatasi
krisis. Sementara itu aliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu konsensus yang paling
luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Aliran ini juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan
dimaksudkan adalah pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar dan
pendidikan yang lebih baik . oleh karena itu pendidikan harus mengembangkan ideologi
kemasyarakatan yang demokratis. Rekonstruksionisme memiliki persepsi bahwa masa depan
suatu bangsa merupakan dunia yang diatur dan diperintah oleh masyarakat yang demokratis.
Lembaga pendidikan harus memiliki tujuan, metode, dan peranan yang sesuai dengan situasi,
kebutuhan, dan berorientasi kepada masyarakat. Rekonstruksionisme menganggap diharuskan
adanya pendidikan dengan unsur-unsur pembelajaran yang berkaitan dengan masalah-masalah
global.
B. Latar Belakang Munculnya Aliran Rekonstruksionisme
Pada tahun 1930-an, dunia mengalami krisis ekonimi yang sangat hebat. Sistem kapitalisme
telah menumbuhkan sikap kesombongan terhadap Negara-negara yang merasa memiliki sistem
perekonomian di atas atau disebut dengan Negara-negara maju. Amerika merasa sanggup hidup
dengan perekonomian mereka sendiri. Hingga pada akhirnya deficit perdagangan Amerika
menjadi elemen penting ekonomi dunia pada awal abad ke-21. Antara tahun 1990 sampai tahun
2000 defisit perdagangan Amerika naik dari 100 miliar menjadi 450 miliar. Krisis yang terjadi di
Amerika tersebut secara otoatis juga telah menjadi krisis dunia sehingga menyebabkan
lumpuhnya bangsa-bangsa kapitalis secara ekonomi. Adanya krisis tersebut juga berdampak
terhadap pendidikan. Krisis inilah yang menjadi latar belakang munculnya aliran
rekonstruksionisme yang bertujuan untuk dapat berusaha merombak tata susunan lama dalam
pendidikan dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekontruksionisme sebagai sebuah sistem pendidikan, berawal dari terbitnya Reconstruction
in Philosophy karya John Dewey pada tahun 1920. Kemudian ulasan Dewey tersebut dijadikan
gerakan oleh George Counts dan Harold Rugg pada tahun 1930-an, melalui keinginan mereka
untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai media rekonstruksi terhadap masyarakat. Melalui
tulisannya yang berjudul Dare the School Build a New Social Order?, George Count mencoba
mempertanyakan bagaimana sistem sosial dan ekonomi masyarakat pada saat itu, telah menjadi
persoalan yang cukup mendasar bagi masyarakat. Maka pendidikan menurutnya, harus menjadi
agen perubahan bagi rekontruksi sosial. Count juga mengkritik model pendidikan Progresivisme
yang telah gagal mengembangkan sebuah teori kesejahteraan sosial dan bahkan ditegaskan
bahwa pendidikan yang berpusat pada anak (the child centered approach) tidak menjamin bagi
terciptanya ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam menghadapi abad
ke-20. Kemunculan Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada
tahun 1930.
Pandangan Count mengajak para pendidik untuk membuang mentalitas budaknya, agar
secara hati-hati menggapai kekuatan dan kemudian berjuang membentuk sebuah tatanan sosial
baru yang didasarkan pada sistem ekonomi kolektif dan prinsip-prinsip politik demokratis. Ia
menyeru kalangan professional pendidikan untuk mengorganisir diri dari tingkat Taman Kanak-
Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) dan menggunakan kekuatan terorganisir mereka
untuk kepentingan-kepentingan masyarakat luas. Kecenderungan pemikiran tersebut
memunculkan sebuah kebalikan dari peran tradisional sekolah sebagai pengalih budaya yang
bersifat pasif menuju agen reformasi kemasyarakatan yang bersifat aktif.
C. Prinsip-prinsip Pemikiran Dalam Aliran Rekonstruksionisme
1. Menciptakan tatanan social yang mendunia
Dunia sedang dilanda krisis kemanusiaan, jika praktik-praktik pendidikan yang ada tidak
segera direkonstruksi, maka peradaban dunia yang ada akan mengalami kehancuran. Persoalan-
persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas, kesenjangan global dalam
distribusi (penyebaran) kekayaan, proliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan
penggunaa teknologi yang tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia dan akan
memusnahkannya jika tidak dikoreksi sesegera mungkin. Persoalan-persoalan tersebut menurut
kaum rekonstruksionis berjalan seiring dengan tantangan totalitarianisme modern, yakni
hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kebodohan
fungsional penduduk dunia. Mengingat persoalan-persoalan yang bersifat mendunia, maka
soslusinya pun harus demikian. Solusi efektif satu satunya dari persoalan-persoalan dunia adalah
dengan menciptakan tatanan social yang mendunia.

2. Pendidikan Formal sebagai agen utama dalam tatanan sosial


Menurut kaum rekonstruksionis, sekolah yang mencerminkan nilai-nilai sosial bersama hanya
mengalihkan perhatian dari kejahatan politik, sosial, dan ekonomi yang saat ini melanda umat
manusia. Sekolah dapat dan harus secara radikal mengubah peran tradisional mereka dan menjadi
sumber inovasi sosial. Kritik terhadap rekonstruksi sosial menunjukkan bahwa Brameld dan
rekan-rekannya memiliki keyakinan besar pada kekuatan guru dan pendidik lain yang bertindak
sebagai alat utama perubahan sosial. Rekonstruksionis berkomentar bahwa satu-satunya alternatif
untuk rekonstruksi sosial adalah kekacauan global dan hilangnya peradaban manusia
sepenuhnya. Dalam pandangan mereka, pendidikan dapat menjadi sarana untuk menyamarkan
kebutuhan mendesak akan perubahan sosial untuk mencegah perubahan, atau membentuk
keyakinan masyarakat dan membimbing mereka ke masa depan, penggerak utama perubahan
sosial.

3. Penerapan Prinsip Demokratis dalam Metode Pengajaran


Seperti aliran progresif lainnya, kaum rekonstruksionis tidak sendiri dalam pandangan
tentang sistem politik demokrasi terbaik. Perspektif yang dibangun adalah bahwa praktik
demokrasi perlu diterapkan di kelas setelah siswa diberitahu tentang kesempatan untuk memilih
dari berbagai pilihan ekonomi, politik dan sosial. Brameld dalam Knight (2007:189)
menggunakan istilah “bias diskriminatif” untuk menggambarkan posisi (pendapat) guru terhadap
konten pendidikan yang kontroversial. Sebagai tanggapan, guru mengizinkan tes bukti terbuka
untuk mendukung atau menentang pendapat mereka dan menyajikan alternatif sejujur mungkin.
Guru, di sisilain, tidak boleh menyembunyikan pendapat mereka dan harus siap untuk secara
terbuka mengungkapkan dan membela sisi mereka. Selain itu, guru harus dapat menerima
pendapatnya seluas-luasnya.
4. Pembelajaran Perubahan Sosial pada Pendidikan Formal

Pendidikan perlu meningkatkan kesadaran siswa tentang masalah sosial dan mendorong
mereka untuk secara proaktif memberikan solusi. Kesadaran sosial dapat dimunculkan ketika
siswa memiliki keberanian untuk mempertanyakan status quo dan mempertimbangkan isu-isu
kontroversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik, dan pendidikan. Penelitian dan diskusi
penting akan membantu siswa mengidentifikasi penipuan dan disfungsi dalam beberapa aspek
dari sistem saat ini dan mengembangkan alternatif untuk pengetahuan tradisional. Ilmu-ilmu
sosial seperti antropologi, ekonomi, sosiologi, politik, dan psikologi adalah dasar dari kurikulum
yang membantu peneliti rekonstruksi mengidentifikasi kontroversi, konflik, dan kontradiksi
utama. Peran pendidikan adalah untuk mengungkap ruang lingkup masalah budaya manusia dan
mencapai konsensus seluas-luasnya tentang tujuan utama pengorganisasian umat manusia dalam
tatanan budaya dunia. Menurut rekonstruksionisme, masyarakat dunia yang ideal harus berada di
bawah kendali mayoritas warga yang mengelola dan menentukan nasib mereka dengan baik.
Rekonstruksionisme memandang kurikulum sebagai objek yang mencakup berbagai persoalan
sosial, ekonomi, dan politik umat manusia, termasuk persoalan sosial dan pribadi kaum terpelajar
itu sendiri. Isi kurikulum membantu mempersiapkan bidang “ilmu sosial” dan proses penemuan
ilmiah (scientific research) sebagai cara kerja untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Ketika
datang ke peran guru, rekonstruksionis memiliki pandangan yang sama dengan progresifisme.
Guru perlu menyadari masalah manusia, mengidentifikasi masalah yang harus dipecahkan, dan
memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Guru harus mendorong siswa untuk
menggunakan ide-ide yang berbeda dalam menyelesaikan masalah ini. Selain itu, guru perlu
membantu menciptakan berbagai kegiatan pembelajaran dalam waktu yang bersamaan. Sekolah
merupakan aktor utama dalam perubahan sosial, politik dan ekonomi di masyarakat. Sudah
menjadi tugas sekolah untuk mengembangkan “social engineering” dengan tujuan mengubah
wajah masyarakat secara radikal sekarang dan di masa depan. Sekolah memimpin masyarakat
menuju masyarakat baru yang diinginkan. Jika tidak, setiap individu dan setiap kelompok
nantinya akan secara mandiri memecahkan masalah sosial sebagai pengaruh dan langkah
inventif. Dengan demikian, bagi rekonstruksionis sekolah dijadikan alat atau media untuk
mencapai tatanan yang lebih progresif dan berkemakmuran.
D. Implikasi Aliran Rekonstruksionisme Terhadap Pendidikan
A. Tujuan pendidikan
1. Rekonstruksi Sekolah adalah lembaga terpenting untuk membawa perubahan sosial, ekonomi
dan politik dalam masyarakat.
2. Misi sekolah rekonstruksionis adalah untuk mengembangkan "insinyur" sosial, atau warga
negara, yang bertujuan untuk secara radikal mengubah wajah masyarakat saat ini.
3. Tujuan pendidikan rekonstruksi adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang masalah
sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global dan untuk
membekali mereka dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah ini.

B. Pendidik dan Peserta didik

Peserta didik adalah generasi muda yang harus berlatih keras untuk tumbuh menjadi manusia
pembangun masyarakat masa depan dan menjadi insinyur sosial yang dibutuhkan untuk membangun
masyarakat masa depan. Guru sebagai pendidik perlu membantu siswa mengenali dan merasa sadar
akan masalah manusia dan membuat mereka merasa berkewajiban untuk memecahkan masalah
tersebut. Guru harus dapat membantu siswa menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru perlu
mengembangkan cara berpikir yang berbeda untuk menciptakan pilihan pemecahan masalah yang
menjanjikan. Menurut Brameld (Kneller, 1971), ada lima teori dalam pedagogi rekonstruksi.
1. Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata
sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan
lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial.
4. Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana
dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk
menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu
bersifat universal.

C. Kurikulum
Kurikulum mencakup kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum mencakup banyak
masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah pribadi siswa
itu sendiri. Program rehabilitasi yang didefinisikan secara ilmiah untuk tindakan kolektif. Struktur
organisasi kurikulum dibentuk dari sub-bidang ilmu-ilmu sosial dan proses penelitian ilmiah sebagai
metode pemecahan masalah.

Kurikulum dapat ditinjau dan dimaknai dari aspek lain, seperti:

1) Kurikulum dapat dipandang sebagai produk, yaitu sebagai hasil karya pengembang
kurikulum.

2) Kurikulum dianggap sebagai program. H. Sebagai alat yang dilaksanakan sekolah untuk
mencapai tujuannya. Hal ini memungkinkan Anda untuk mempelajari berbagai mata pelajaran,
tetapi juga dapat mencakup kegiatan yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa Anda.

3) Kurikulum juga dapat dilihat sebagai apa yang diharapkan siswa: pengetahuan, sikap, dan
keterampilan khusus.

4) Kurikulum sebagai pengalaman siswa.

Keempat pandangan di atas berkaitan dengan perencanaan kurikulum, tetapi pandangan tersebut
adalah tentang apa yang sebenarnya terjadi pada setiap siswa. Pengembang kurikulum perlu
memiliki nilai filosofis yang jelas tentang apa yang mereka wakili. Kurikulum sebagai rekonstruksi
sosial lebih mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu. Tujuannya adalah
tanggung jawab untuk masa depan masyarakat. Meskipun tugas kurikulum tersebut bukanlah hal
baru, pendidikan selalu menjadi bagian dari fungsi pendidikan karena selalu dikaitkan dengan tujuan
masa depan.

D. Metode Pendidikan

Metode pendidikan merupakan unsur yang tidak boleh diabaikan dalam proses pendidikan karena
juga menentukan berhasil tidaknya tujuan pendidikan. Tidak heran, sebagian orang percaya bahwa
metode lebih penting daripada materi (Mukodi, 2011: 77). Bahkan, Imam Barnadiv juga
mengingatkan kita bahwa metode parenting sangat penting dan jika dipilih dengan bijak akan
berdampak penting. Ini karena sifat manusianya. Sebagai "kompleksitas" dan dalam masyarakat yang
penuh "kompleksitas", manusia dapat mengembangkan "di luar" substansinya dengan "hubungan"
yang tepat (Barnadib, 2002: 36). Jadi apa metode pendidikan rekonstruksionis? Dari sudut pandang
rekonstruksionis, metode pengajaran pada dasarnya harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi,
yang mengandalkan sebagian besar kecerdasan "asli" untuk mencerminkan masalah manusia dan
memberikan solusi yang efektif. Setelah siswa diberi kesempatan untuk memilih dari berbagai
pilihan ekonomi, politik dan sosial, mereka perlu menggunakan prosedur demokrasi di dalam kelas.
Tidak heran jika Brameld dan rekan-rekannya sangat yakin akan kekuatan guru sebagai sarana utama
perubahan sosial (George R.K., 2007:187). Seperti gerakan progresif lainnya, kaum rekonstruksionis
tidaklah unik karena mereka melihat demokrasi sebagai sistem politik terbaik. Dalam pandangan
mereka, adalah penting untuk menggunakan praktik demokrasi di kelas setelah memungkinkan siswa
untuk memilih dari berbagai pilihan ekonomi, politik dan sosial. (George R.K., 2007:187). Lebih
penting lagi, menurut sekolah ini, diperlukan kemandirian berpikir dari siswa. Hal ini sejalan dengan
filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu memaksimalkan kemandirian siswa. (Dewantara, 1977: 243).
Brameld juga menggunakan istilah "bias defensif" untuk menggambarkan posisi (pendapat) guru
dalam kurikulum yang kontroversial. Sebagai tanggapan, guru mengizinkan tes bukti publik yang
sejalan dengan pendapat mereka dan menawarkan alternatif sejujur mungkin. Guru, di sisi lain, perlu
terbuka untuk pendapat mereka dan dialog dengan siswa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan dapat dilihat dari dua aspek: pendidikan sebagai praktik dan pendidikan sebagai
teori. Ditambah dengan upaya mengkaji pendidikan sebagai teori, kita dapat mengambil
pendekatan filosofis yang mencakup rekonstruksionisme sosial. Dalam penerapannya pada dunia
pendidikan dan pembelajaran, sekolah rekonstruktif mengharuskan pembelajaran menjadi upaya
sadar peserta didik untuk beradaptasi dengan setiap perkembangan guna membangun
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan baru yang meningkat.
B. Saran
Dalam memahami aliran filsafat pendidikan essensialisme dan implikasinya dalam
pendidikan maka diperlukan kajian yang lebih dalam melalui literatur-literatur terkait secara
terperinci sehingga diperoleh pemahaman yang benar-benar matang dan terpecaya.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, M. AKSIOLOGI REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM.


Purnamasari, I. (2015). REKONSTRUKSIONISME-FUTURISTIK DALAM PENDIDIKAN DI
INDONESIA. CIVIS, 5(2).
Sari, H. P. (2020). Rekonstruksionisme Pendidikan Islam Menurut Muhammad Iqbal. Al-Fikra:
Jurnal Ilmiah Keislaman, 19(1).
Qomariyah, N. (2017). Pendidikan Islam Dan Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme. Al-
Falah: Jurnal Ilmiah Keislaman dan Kemasyarakatan, 17(2), 197-217.
Mukodi, M. S. I. PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA REKONSTRUKSI SOSIAL: Perspektif
Filsafat Rekontruksionisme.
Filsafat, R. (2018). Pengaruh filsafat rekonstruksionisme terhadap rumusan konsep pendidikan serta
tinjauan islam terhadapnya.
https://danaliqreen.blogspot.com/2013/12/aliran-rekontruksionisme.html
https://www.academia.edu/16679610/Makalah_Filsafat_Pendidikan_Aliran_Rekonstruksionisme#:~:
text=Latar%20Belakang%20Kemunculan%20Aliran%20Filsafat%20Rekonstruksionisme%20pada
%20tahun,ekonomi%20kapitalis%20telah%20meningkatkan%20sikap%20egosentris%20masyarakat
%20dunia.

Anda mungkin juga menyukai