Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN

Dosen Pengampuh :

Weryanti Laen Langi, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 3

❖ Pemi (221118105)
❖ Geraldi agustab( 221118161 )
❖ Imelda bara’ padang( 221118106 )
❖ Ginalfari Padang lobo' ( 221118134)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makale, 29 Desember 2021

Kelompok 8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..1

A.Latar Belakang………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah………………………………………………1

C. Tujuan Penulisan………………………………………………1

D. Manfaat Penulisan……………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………..3

A. Periode Filsafat Scholastik Islam…………………………………3

B. Periode Filsafat Scholastik Kristen……………………………………..8

BAB III PENUTUP……………………………………………12

A. Kesimpulan…………………………………………………..12

B. Saran………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………13

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat barat Abad Pertengahan (479-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “Abad
Gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu,
tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Para ahli fikir saat itu tidak lagi
memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak
gereja melarang diadakannya penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.
Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat.
Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun
demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan
kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini
mencapai puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil
dalam pengajaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Masa abad pertengahan in juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan
upaya menggiring manusia kedalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang fanatik, dengan
menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengatahuan
terhambat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab) ?
2. Bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Kristen ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab).
2. Untuk mengetahui bagaimana Periode Filsafat Skolastik Kristen.

D. Manfaat Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat


2. Sebagai bahan referensi para pembaca dalam bidang filsafat, khususnya filsafat abad
pertengahan
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Periode Filsafat Scholastik Islam

1. Alkindi (801-865 M)
Nama Al-Kindi adalah sebutan pada suatu suku yang menjadi asal cikal bakalnya yaitu
Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah
selatan Jazirah Arab yang tergolongmemiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan
banyak dikagumi orang.
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabban bin Imron bin
Isma’il al asy’ad bin Qays al – kindi.lahir pada tahun 185 H (8021 M) di Kuffah. Ayahnya
Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Ar-
rassyid dari Bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Pada masa
kecilnya aL-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan Khlifah Harun Ar-Rassyid yang
terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu
Pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan. Pada masa
pemerintahan Ar-rassyid sempat didirikan lembaga yang disebut Bayt Al-hikmah (Balai Ilmu
Pengetahuan). Pada waktu Al-Kindi berusia 9 tahun Ar-Rassyid wafat dan pemerintahan
diambil oleh putranya Al-Amin yang tidak melanjutkan usaha ayahnya Ar-Rassyid untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H)
kemudian saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H)
ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada
masa pemerintahan Al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu – ilmu keislaman dan ilmu
– ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah Al-Kindi menjadi sebagai salah
seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab – kitab Yunani ke
dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran – pikiran pada filosuf
Yunani. Al-Kindi mendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru – gurunya tiak
dikenal, karena tidak

3
terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyelsaikan pendidikannya di Bashrah ia
melanjutkan ke Baghdad hingga tamat. Ia banyak menguasai berbagai macam ilmu yang
berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat,ilmu hitung, manthiq
(logika), geometri, astronomi dan lain – lain. Pendeknya ilmu – ilmu yang berasal dari Yunani
juga ia pelajari dan sekurang – kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai
dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku – buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Suryani inilah Al- Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Karya Al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah – makalah. Tapi amat banyak karangan
– karangan al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya dalam
memberikan batasan – batasan makna istilah – istilah yang digunakan dalam terminologi ilmu
filsafat.
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat – pendapat Aristoteles, dalam
psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil pendapat – pendapat
Socrates dan Plato. Namun kepribadian Al-Kindi sebagai filosuf muslim tetap bertahan. Tidak
sesuai dengan apa yang dikatakan orang – orang.

2. Al Farabi (870-950 M)
Al-farabi mempunyai nama Latin, Abu Nashr Ibn Audgh Ibn Thorban Al-farabi,
sebenarnya nama ini diambil dari nama kota. Beliau lahir di Transoxia, pada tahun 874 M (260
H) di wilayah Wasij di Turki. Ayahnya adalah seorang tentara yang miskin, tetapi semua itu
tidak mengahalanginya untuk menimba ilmu di Baghdad.
Al-farabi terdidik dengan sifat qanaah (sederhana). Sifat itu menjadikan beliau seorang
yang amat sederhana, tidak gila akan harta dan tidak cinta dunia. Beliau lebih menumpukkan
perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi
hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas terakhir pada tahun
950 M (339 M).
Meskipun beliau zuhud namun beliau bukanlah seorang sufi. Beliau merupakan seorang
ilmuan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai berbagai bahasa.

4
Selain itu dia juga merupakan seorang pemusik yang handal. Lagu yang dihasilkan
meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan
untuk bermain musik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat musik yang dikenal sebagai
gambus.
Bukan hanya itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam
bidang perubatan, sains,matematik,dan sejarah. Namaun, ketrampilannya sebagai seorang
ilmuan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahakan kehebatannya dalam bidang ini
mengatasi ahli falasafah islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.
Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau
menentang pendapat yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia.
Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari Raja Charlemagne
(Charles I) dengan pendirian sekolah – sekolah dan perekrutan guru dari Italia, Inggris dan
Irlandia. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama, yakni pengajaran
dasar (diwajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan
tujuh ilmu bebas (liberal art) yang dibagi menjadi dua :
a) Gramatika, retorikadan dialektika (trivium)
b) Aritmatiak,geometri,astronomi dan musik (quadrivium).
Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku – buku suci.
Masa abad pertengahan adalah masa pembentukan kebudayaan barat dengan ciri khas
ajaran Masehi (filsafat Skolastik) yang diwarnai oleh perkembangan peradaban kristen.
Peradaban kristen menjadi dasar bagi kebudayaan masa modern. Peninggalan kebudayaan abad
pertengahan dapat dilihat dari karya seni musik, banguna bercorak gothik sebagai bentuk
pemujaan terhadap gereja.
Filsafat Yunani telah mencapai kejayaannya sehingga melahirkan peradaban Yunani dan
menjadikan titik tolak peradaban manusia di dunia. Filsafat Yunani telah menyebar dan
mempengaruhi di berbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Romawi, karena Romawi
merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Bangsa Romawi yang semula
beragama kristen dan kemudian kemasukan filsafat merupakan suatu formulasi baru yaitu
agama
5
berintegrasi dengan filsafat, sehingga muncullah filsafat Eropa yang tak lain penjelmaan dari
filsafat Yunani.
Filsafat Barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak
gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak
bisa berkembang karena semuanya diatur oleh doktrin – doktrin gereja yang berdasarkan
keyakinan. Apabila terdapat pemikiran – pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para
gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai pada
hukuman mati.

3. Ibnu Sina (980-1037 M)

Ibnu Sina sesungguhnya seorang dokter dengan talenta luar biasa. Ia belajar ilmu
kedokteran sejak usia remaja dari Isa bin Yahya, seorang Kristen. Namun, karena
kecerdasannya, ia segera menjadi populer. Tidak hanya itu. Ia terutama menjadi ahli agama
(Islam) pada usianya yang masih belia, disamping menjadi pemikir filsafat yang berpengaruh
bahkan hingga Eropa.

Ibnu Sina diketahui sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia,
dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Juga, dia yang
pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya
lewat tali pusar. Praktek membedah penyakit-penyakit bengkak ganas dan menjahitnya juga
dirintis oleh Ibnu Sina. Itu hanya beberapa dari temuannya di bidang kedokteran.

Lahir tahun 980 dengan nama lengkap Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Orang
tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman. Ia mempelajari pemikiran
filsafat Platon dan Aristoteles. Bahkan, dikatakannya ia telah membaca karya Aristoteles
sebanyak 40 kali, namun tetap tidak mengerti. Ungkapan ini bisa juga menjelaskan kerendah-
hatiannya, tetapi juga ketertarikannya yang kuat dan penuh antusiaisme pada pemikiran
Aristoteles.

Ajarannya tentang jiwa nampak dipegaruhi Plotinus, yaitu emanasi (pancaran).

6
Menurutnya Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan
langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke
sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama
adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.

Jiwa (al-Nafs) memiliki daya--daya sebagai derivatnya dan atas dasar tingkatan daya--
daya tersebut, pada diri manusia terdapat tiga jiwa (al-nufus al-tsalatsah), yaitu:

Pertama jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah) merupakan tingkatan jiwa yang paling
rendah dan memiliki tiga daya 1) daya nutrisi, 2) daya tumbuhdan 3) daya reproduksi. Dengan
ketiga daya ini manusia berpotensi makan, tumbuh dan berkembang biak seperti halnya
tumbuh-- tumbuhan.

Kedua, jiwa hewani/sensitive (al-nafs al-hayawaniyah) yang memiliki dua daya , yaitu
daya penggerakdandaya persepsi. Pada penggerak terdapat dua daya lagi yaitu daya pendorong
(al-baitsah) dan 2) daya berbuat (al-fa'ilah). Hubungan antara daya pertama dengan daya kedua
sebagaimana hubungan daya potensi dan aktus, tetapi keduanya bersifat potensial sebelum
mencapai aktualisasinya. Yang pertama merupakan kemauan dan yang kedua merupakan
kemampuan. Dengan jelas pemikirannya ini bersumber dari Aristoteles, yang sebelumnya juga
telah dikembangkan filsuf Islam pendahulunya yaitu Al Ghazali.

Ketiga, jiwa rasional (al-nafs al-natiqah). Mempunyai dua daya yakni daya praktis (al-
'amilah) dan daya teoritis (al-alimah). Daya praktis berfungsi menggerakkan tubuh melalui
daya--daya jiwa sensitive / hewani sesuai dengan tuntutan pengetahuan yang dicapai oleh akal
teorities. Akal praktis merupakan saluran yang menyampaikan gagasan akal teoritis kepada
daya penggerak

Tuhan adalah " a necessary existence in itself," sementara alam adalah 'a necessary
existence' karena Tuhan." Yang pertama lebih mulia dari pada yang kedua. Artinya, derajad
alam lebih rendah dari Tuhan. Alasannya, karena waktu tidak ada sehingga kalau berbicara

eksistensi maka hanya dibedakan oleh derajad perwujudannya saja.

4. Al Ghazali (1058-1111 M)
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (lahir 1058
di Thus, Propinsi Khurasan, Persia (Iran), wafat 1111, Thus) adalah seorang filosof dan teolog
muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.

Pokok pemikiran dari al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan


berfilsafat) dimana al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan dengan
kerancuan berfikir mereka. Tiga diantaranya, menurut al-Ghazali menyebabkan mereka telah
kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.

Pemikiran al-Ghazali mengenai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia


sejak kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan
dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran tersebut menjadi
tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah, sehingga
menjadi manusia yang sempurna.

Batas awal berlangsungnya pendidikan menurutnya sejak bersatunya sperma dan ovum
sebagai awal kejadian manusia. Sedangkan batas akhir pendidikan itu orang yang berilmu dan
orang yang menuntut ilmu berserikat pada kebajikan dan manusia lain adalah bodoh dan tak
bermoral.

B. Periode Filsafat Scholastik Kristen

1. Masa Scholastik Awal ( Abad IXXII M)

Masa kebangkitan pemikiran abad pertengahan dimulai pada masa ini setelah terjadi
kemerosotan yang terjadi akibat kuatnya dominasi golongan gereja. Pada mulanya skolastik
muncul pertama kali di Biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain.
pada sekolah-sekolah sat itu diterapkan ajaran yang meliputi studi duniawi atau arts
liberales yang meliputi tata bahasa, retorika, dialektika, (seni diskusi), ilmu hitung, ilmu ukur,

ilmu perbintangan, serta musik.

Menurut Anselmus (1033-1109M), rasio dapat dihubungkan atau digunakan untuk hal-
hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungan antara rasio dengan agama dirumuskannya
dengan “Credo Ut In Telligam” (saya percaya supaya mengerti). Maksudnya adalah orang
yang memiliki kepercayaan agama akan lebih mengerti tentang segala sesuatunya : Tuhan,
manusia, serta dunia. Jadi baginya agama yang diutamakan dalam filsafatnya, tapi tidak
mengingkari kemampuan rasio. Selanjutnya mengenai universalia. Universalia adalah
pengertian umum seperti kemanusiaan, kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Yang
dipersoalkan adalah universalia itu terdapat pada hal sendiri ataukah hanya sekadar nama
buatan pikiran belaka yang tidak riil pada barang atau bendanya?
Terhadap persoalan tersebut, ada tiga pendapat:
a. Ultra-realisme. Menurut pendapat ini universalia adalah perkara-perkara atau esensi yang
benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Universalia mempunyai nilai objektif
lepas dari subjek yang menggambarkannya. Misalnya: kemanusiaan memang sesuatu yang riil.
Manusia individual hanya merupakan kasus spesifik dari yang umum itu. Tokoh terkenal yang
menganut realisme adalah Gulielmus dan Campeaux (1007-1120M)
b. Nominalisme. Nominalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi
saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas. Jadi, universalia tidak mempunyai nilai objektif
pada bendanya tetapi hanyalah merupakan penggambaran dalam pikiran manusia. Tokoh yang
terkenal adalah Rossoellinus dari Compiege (1050-1120).
c. Moderato Realisme. Menyatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada dirinya
sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Gambaran
atau ide ini pada dasarnya objektif, artinya diluar pikiran, yaitu pada kemiripan yang nyata dari
satuan-satuan suatu golongan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Thomas Aquinas dan Petrus
Abaelardus (1079-1180M). Berbeda dengan pemikiran Anselmus yang mengatakan bahwa
berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memnerikan alasan bahwa berpikir itu berada
di luar iman (di luar kepercayaan). Hal ini sesuai dengan metoda dialektika yang tanpa ragu-
ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua
bukti-

9
bukti. Dalam teologi iman hampir kehilangan tempat. Seperti dalam ajaran Trinitas yang
berdasar bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahu Tuhan.

2. Masa Scholastik Keemasan ( 1200-1300 M)

Pada masa skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya
Kristiani. Akan tetapi sejak pertengahan 12 karya-karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf
Islam mulai berpengaruh. Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari
tahun 1200-1300 M. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan
munculnya beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu
pengetahuan.
Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai masa
keemasan, yaitu:
a. Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad 12-13 telah tumbuh
menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b. Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas ini merupakan
gabungan dari beberapa sekolah juga sebagai embrio berdirinya universitas di Paris, Oxford,
Montpellier, Cambridge, dll.
c. Berdirinya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan
sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada
abad ke-13. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan keruhanian saat kebanyakan tokoh-
tokohnya memegang peranan di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas
Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles. Namun,
upaya ini kemudian mendapat perlawanan dari Augustinus disebabkan adanya anggapan
bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar filsuf
Arab (Islam) yang membahayakan ajaran Kristen.
Untuk menghindari pencemaran tersebut, Albertus Magnus dan Thomas Aquinas
sengaja menghilangkan unsur-unsur dari Ibnu Rusyd dengan menerjemahkan langsung dari
bahasa Latinnya. Bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen juga
diganti dengan

10
teori-teori baru yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran ilmiah.
Upaya ini sangat berhasil ditandai dengan terbitnya buku Summa Theologiae sekaligus
membuktikan bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan skolastik. Tokoh yang paling terkenal pada masa ini
adalah Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.

3. Masa Scholastik Akhir ( 1300-1450 M)


Masa ini ditandai dengan kemalasan berpikir filsafati sehingga menyebabkan stagnasi
pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang terkenal
pada masa itu, yaitu Nicolaus Cusanus (1401-1404M). Dari pemikiran filsafatnya ia
membedakan tiga macam pengenalan yang kurang sempurna.
Rasio membentuk konsep-konsep atas dasar pengenalan indrawi dan aktivitasnya sama
sekali dikuasai oleh prinsip-prinsip nonkontradiksi. Disamping pengenalan rasional, masih ada
pengenalan lain, yaitu intuisi. Dengan intuisi manusia dapat mencapai yang tak terhingga,
objek tertinggi filsafat, dimana tidak ada hal-hal yang berlawanan. Intuisi tidak dapat
diekspresikan dengan bahasa rasional dan sebagai pengganti sebaiknya digunakan ibarat dan
simbol.
Allah adalah objek sentral bagi intuisi manusia, dalam diri Allah semua hal yang
berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpaipada taraf
keberadaan yang berhingga. Semua makhluk berhingga berasal dari Allah Sang Pencipta dan
segalanya akan kembali pula kepada-Nya. Di sini filsafat Nicolaus bercorak teologis yang
memadai pemikiran filsafat abad pertengahan. Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai
mata rantai yang menghubungkan abad pertengahan dan abad modern.
Ia adalah pemikir pengujung masa skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara unatuk
mengenal, yaitu melalui: indra, akal, serta intuisi. Dengan akal kita kan mendapatkan
pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita
mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan
indera. Dalam intuisi kita kan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Dengan intuisi kita
kan mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan.
Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan di mana segala sesuatu
menjadi larut, yakni Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan
seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke
masa depan dan pemikirannya tersirat suatu pemikiran yang humanis.
11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zaman pertengahan ialah zaman dimana Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan
adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat. Abad pertengahan memiliki sebutan
lain misalnya abad kegelapan, jaman skolastik atau masa patristik, yang semuanya
menggambarkan corak pemikiran filsafat dan keilmuan yang dibentuk sesuai dengan
perkembangan peradaban Kristen.
Abad ini ditandai dengan keruntuhan budaya Romawi dan upaya untuk kembali
membangun peradaban berdasarkan ajaran filsafat Yunani dan ajaran agama Kristen.
Perkembangan ilmu dan filsafat berlangsung di gereja-gereja pada awalnya, untuk kemudian
mengalami perpecahan dikarenakan domininasi kuat agama terhadap berbagai aspek
kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat berlangsung dengan lambat tetapi pasti
sejalan dengan kontak budaya dengan budaya Islam dan semangat untuk kembali pada
kejayaan peradaban Yunani. Masa ini berakhir dengan pemisahan kekuasaan dan pemikiran
antara ajaran agama yang bertahan di gereja dan perkembangan keilmuan yang mendapat
tempat di lembaga sekolah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

12

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, 2010, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta, Kansius


Bakry,H. 1991.Disekitar Filsafat Skolastik Kristen,Jakarta:Firdaus
Hanafi,A.1983.Filsafat Skolastik.Jakarta:Pustaka Alhusna
Maksum,Ali.2010.Pengantar Filsafat.Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Mustansyir,Rizal.2009.Filsafat Ilmu.Yogyakarta:Pustaka Belajar Offset.

Anda mungkin juga menyukai