Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 2

Lestari dan Suteja saling pandang, kemudian mereka memandang lagi kepada ini mereka, janda Galuhsari
yang menarik napas panjang.
“Kemudian delapan tahun yang lalu, dalam sebuah peperangan, ketika mendiang ayah kalian dan
Progodigdoyo sedang bertempur melawan musuh bahu membahu, tiba-tiba dari samping Progodigdoyo
bertindak curang dan khianat, ayahmu diserang dengan keris dan ditusuk lambungnya sehingga roboh“
“Ihhh…..!“ Lestari menjerit dan terisak.
“Si keparat Progodigdoyo!!“ Sutejo mengepal tinju dan sepasang matanya yang amat tajam itu bersinar-sinar.
“Sstttt…., jangan berteriak seperti itu, tejo. Sudah kukatakan, kita tidak berdaya dan rasa penasaran ini harus
kita kubur saja di hati.“
Hening sejenak di balik itu. Sutejo masih berdiri mengepal tinju, Lestari masih terisak dan memeluk paha
ibunya, sedangkan janda galuhsari duduk termenung memandang kosong ke depan.
"Bagaimana ibu bisa tahu apa yang terjadi di medan perang itu?" Tiba-tiba Sutejo bertanya, pertanyaan yang
menunjukkan kecerdikan seorang anak berusia sepuluh tahun.
“Ayahmu yang tersangka telah tewas oleh Progodigdoyo itu ternyata masih kuat untuk merangkak pulang
dan dia mati di dalam pelukanku, masih kuat menceritakan pengkhianatan Progodigdoyo.“
“Kenapa ibu tidak melaporkan kepada gusti adipati, atau kepada sang prabu?“ Lestari berkata penuh
penasaran.
“Hemm, siapa yang akan percaya, anakku? Aku mengkhawatirkan keadaan kalian berdua yang masih kecil,
maka aku diam saja, pura-pura tidak tahu karena kalau aku memusuhinya, kita semua akan celaka. Apa lagi
karena Progodigdoyo adalah saudara sepupu Gusti Adipati Ronggo Lawe.“
“Ibu penakut!“ Tiba-tiba Sutejo berteriak, mukanya merah dan matanya melotot memandang ibunya.
Janda Galuhsari terkejut dan menangis.
“Kalian tidak tahu…..betapa hebat aku menderita…..betapa Progodigdoyo selama ini berusaha untuk
membujukku, untuk mengambil aku sebagai selir, dengan janji-janji muluk namun aku….. aku selalu menolak
dan memperahankan diri…..tanpa berani menyebut-nyebut peristiwa itu…..dia sudah mengancam akan
tetapi agaknya belum memperoleh kesempatan baik. Sekarang…..ada berniat bahwa Tuban akan
memberontak terhadap Mojopahit, hal ini berbahaya sekali, tentu dia akan mempergunakan kesempatan
selagi keadaan kalut untuk melaksanakan ancamannya, yaitu memaksaku. Maka lebih dulu kita harus
menyingkir, minggat ke daerah Mojopahit…..“

Sejenak suasana hening sekali, yang terdengar hanya langkah-langkah halus janda Galuhsari yang mulai
menyalakan lampu-lampu karena cuaca mulai gelap. Kemudian janda cantik itu duduk lagi dan merangkul
Sutejo yang kelihatan masih marah, mencium dahi puteraanya itu.
“Tejo ibumu bersabar dan menahan segala derita demi untuk keselamatan engkau dan mbakyumu. Kalau
tidak ada kalian, apakah kau kira ibu masih suka hidup menderita seperti ini? Lebih baik menyusui ayah
kalian.“
“Ibu….!“ Tejo dan Lestari berteriak dan merangkul ibu mereka. Bertangisanlah tiga orang itu dan akhirnya
janda Galuhsari dapat menenangkan mereka.
“Aku menjadi isteri ayah kalian karena kami saling mencinta, dan dengan cinta kasih segala apa pun dapat
diatasi dan dihadapi, anak-anakku. Selain itu, ibu masih teringat akan wejangan-wejangan mendiang kakek
kalian, yaitu ayahku yangmenjadi pertapa, oleh karena itu, aku tidak menaruh dendam kepada Progodigdoyo.
Dendam menimbulkan kebencian bersemi di dalam hati, maka hidup akan merupakan penderitaan karena
kita tidak akan dapat mengenal cinta kasih.“

》STRUKTUR NOVEL《
1. Orientasi
Lestari dan Suteja saling pandang, kemudian mereka memandang lagi kepada ini mereka, janda Galuhsari
yang menarik napas panjang.
“Kemudian delapan tahun yang lalu, dalam sebuah peperangan, ketika mendiang ayah kalian dan
Progodigdoyo sedang bertempur melawan musuh bahu membahu, tiba-tiba dari samping Progodigdoyo
bertindak curang dan khianat, ayahmu diserang dengan keris dan ditusuk lambungnya sehingga roboh“
“Ihhh…..!“ Lestari menjerit dan terisak.
“Si keparat Progodigdoyo!!“ Sutejo mengepal tinju dan sepasang matanya yang amat tajam itu bersinar-sinar.
“Sstttt…., jangan berteriak seperti itu, tejo. Sudah kukatakan, kita tidak berdaya dan rasa penasaran ini harus
kita kubur saja di hati.“

2. Pengungkapan peristiwa

Hening sejenak di balik itu. Sutejo masih berdiri mengepal tinju, Lestari masih terisak dan memeluk paha
ibunya, sedangkan janda galuhsari duduk termenung memandang kosong ke depan."Bagaimana ibu bisa
tahu apa yang terjadi di medan perang itu?" Tiba-tiba Sutejo bertanya, pertanyaan yang menunjukkan
kecerdikan seorang anak berusia sepuluh tahun. “Ayahmu yang tersangka telah tewas oleh
Progodigdoyo itu ternyata masih kuat untuk merangkak pulang dan dia mati di dalam pelukanku, masih
kuat menceritakan pengkhianatan Progodigdoyo.““Kenapa ibu tidak melaporkan kepada gusti adipati,
atau kepada sang prabu?“ Lestari berkata penuh penasaran.

3. Menuju konflik

Hemm, siapa yang akan percaya, anakku? Aku mengkhawatirkan keadaan kalian berdua yang masih kecil,
maka aku diam saja, pura-pura tidak tahu karena kalau aku memusuhinya, kita semua akan celaka. Apa lagi
karena Progodigdoyo adalah saudara sepupu Gusti Adipati Ronggo Lawe.“
“Ibu penakut!“ Tiba-tiba Sutejo berteriak, mukanya merah dan matanya melotot memandang ibunya.
Janda Galuhsari terkejut dan menangis.
“Kalian tidak tahu…..betapa hebat aku menderita…..betapa Progodigdoyo selama ini berusaha untuk
membujukku, untuk mengambil aku sebagai selir, dengan janji-janji muluk namun aku….. aku selalu menolak
dan memperahankan diri…..tanpa berani menyebut-nyebut peristiwa itu…..dia sudah mengancam akan
tetapi agaknya belum memperoleh kesempatan baik. Sekarang…..ada berniat bahwa Tuban akan
memberontak terhadap Mojopahit, hal ini berbahaya sekali, tentu dia akan mempergunakan kesempatan
selagi keadaan kalut untuk melaksanakan ancamannya, yaitu memaksaku. Maka lebih dulu kita harus
menyingkir, minggat ke daerah Mojopahit…..“

4. Puncak konflik
Sejenak suasana hening sekali, yang terdengar hanya langkah-langkah halus janda Galuhsari yang mulai
menyalakan lampu-lampu karena cuaca mulai gelap. Kemudian janda cantik itu duduk lagi dan merangkul
Sutejo yang kelihatan masih marah, mencium dahi puteraanya itu.
“Tejo ibumu bersabar dan menahan segala derita demi untuk keselamatan engkau dan mbakyumu. Kalau
tidak ada kalian, apakah kau kira ibu masih suka hidup menderita seperti ini? Lebih baik menyusui ayah
kalian.“

5. Penyelesaian
“Ibu….!“ Tejo dan Lestari berteriak dan merangkul ibu mereka. Bertangisanlah tiga orang itu dan akhirnya
janda Galuhsari dapat menenangkan mereka.
“Aku menjadi isteri ayah kalian karena kami saling mencinta, dan dengan cinta kasih segala apa pun dapat
diatasi dan dihadapi, anak-anakku.
6. Koda
Selain itu, ibu masih teringat akan wejangan-wejangan mendiang kakek kalian, yaitu ayahku yangmenjadi
pertapa, oleh karena itu, aku tidak menaruh dendam kepada Progodigdoyo. Dendam menimbulkan
kebencian bersemi di dalam hati, maka hidup akan merupakan penderitaan karena kita tidak akan dapat
mengenal cinta kasih.“

》Kaidah pembahasaan《
1.Menggunaan banyak kalimat bermakna lampau
• Kemudian delapan tahun yang lalu, dalam sebuah peperangan, ketika mendiang ayah kalian dan
Progodigdoyo sedang bertempur melawan musuh bahu membahu, tiba-tiba dari samping Progodigdoyo
bertindak curang dan khianat, ayahmu diserang dengan keris dan ditusuk lambungnya sehingga roboh
• Hening sejenak di balik itu. Sutejo masih berdiri mengepal tinju, Lestari masih terisak dan memeluk paha
ibunya, sedangkan janda galuhsari duduk termenung memandang kosong ke depan.
• Bagaimana ibu bisa tahu apa yang terjadi di medan perang itu?" Tiba-tiba Sutejo bertanya, pertanyaan yang
menunjukkan kecerdikan seorang anak berusia sepuluh tahun.
• Hemm, siapa yang akan percaya, anakku? Aku mengkhawatirkan keadaan kalian berdua yang masih kecil,
maka aku diam saja, pura-pura tidak tahu karena kalau aku memusuhinya, kita semua akan celaka. Apa lagi
karena Progodigdoyo adalah saudara sepupu Gusti Adipati Ronggo Lawe.
• Kalian tidak tahu…..betapa hebat aku menderita…..betapa Progodigdoyo selama ini berusaha untuk
membujukku, untuk mengambil aku sebagai selir, dengan janji-janji muluk namun aku….. aku selalu menolak
dan memperahankan diri…..tanpa berani menyebut-nyebut peristiwa itu…..dia sudah mengancam akan
tetapi agaknya belum memperoleh kesempatan baik. Sekarang…..ada berniat bahwa Tuban akan
memberontak terhadap Mojopahit, hal ini berbahaya sekali, tentu dia akan mempergunakan kesempatan
selagi keadaan kalut untuk melaksanakan ancamannya, yaitu memaksaku. Maka lebih dulu kita harus
menyingkir, minggat ke daerah Mojopahit….

2.Menggunakan konjungsi kronologis

Anda mungkin juga menyukai