Anda di halaman 1dari 10

KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

PENGEMBANGAN MODEL INDEKS PEMBANGUNAN GIZI

Irwan Budiono

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Kemajuan pembangunan gizi dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Gizi (IPG). Perlu
Diterima September 2012 pengembangan instrumen IPG untuk menilai dan memetakan kemajuan pembangunan gizi
Disetujui Oktober 2012 yang dicapai oleh kabupaten atau kota. Masalah penelitian adalah bagaimana pengembangan
Dipublikasikan Januari 2013 model indeks pembangunan gizi. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan model indeks
pembangunan gizi. Metode penelitian survei dilakukan di kota dan Kabupaten Semarang. Pengkajian
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan melalui FGD,
Keywords:
serta eksplorasi pendapat pakar untuk pengembangan instrumen. Penelitian kuantitatif untuk
Nutrition;
mengkontruksi instrumen dan pengukuran IPG. Hasil penelitian menunjukkan IPG terdiri dari 4
Development;
dimensi utama yaitu status gizi, konsumsi energi dan zat gizi, keamanan pangan, serta gaya hidup.
Index
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata IPG Kota Semarang sebesar 0,701 (kategori sedang), dengan
rata-rata tiap dimensi adalah : status gizi 0,947 (baik), konsumsi energi dan zat gizi 0,458 (kurang),
keamanan pangan 0,729 (sedang), gaya hidup 0,672 (sedang). Rata-rata IPG Kabupaten Semarang
sebesar 0,652 (sedang), dengan rata-rata tiap dimensi adalah : status gizi 0,979 (baik), konsumsi
energi dan zat gizi 0,474 (kurang), keamanan pangan 0,833 (baik), gaya hidup 0,322 (kurang).
Simpulan penelitian menunjukkan rendahnya indeks dimensi gaya hidup (khususnya di Kabupaten
Semarang) sehingga perlunya Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) gizi lebih intensif.

DEVELOPMENT OF NUTRITION DEVELOPMENT INDEX MODEL

Abstract
Nutritional development progress can be measured by Nutrition Development Index (NDI). It is neces-
sary for NDI development to assess and mapping the nutritional development progress achieved by a
county. Research problem was how develop the nutrition development index nutrition development
index model. Research purpose was to develop the nutrition development index nutrition development
index model in Semarang districts Assessment used qualitative and quantitative approaches. Qualita-
tive research was used by focus group discussions (FGD) and expert opinion exploration to develop the
instrument. Quantitative research was used to construct instruments, and NDI measurement. The re-
sults showed four main dimensions of IPG were nutritional status, energy and nutrients consumption,
food safety, and lifestyle. The results showed an average of IPG of Semarang city was 0.701 (medium
category). The average of each dimension: 0.947 nutritional status (good), the consumption of energy
and nutrients 0,458 (approximately), food safety 0.729 (medium), 0.672 lifestyle (moderate). The aver-
age of IPG Semarang District was 0.652 (medium). The average of each dimension was 0.979 nutri-
tional status (good), the consumption of energy and nutrients 0.474 (approximately), 0,833 food safety
(good), lifestyle 0.322 (approximately). Conclusion, index lifestyle dimensional was low (especially in
Semarang District), so need Information, Education, and Communication (IEC) about nutrition more
intensive.

© 2013 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Gedung F1, Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Email: irwan_budiono@staff.unnes.ac.id
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

Pendahuluan Metode

Pembangunan nasional pada dasar- Penelitian ini menggunakan dua pen-


nya adalah sebuah upaya pembangunan yang dekatan, yaitu penelitian kualitatif dan kuanti-
didalamnya melibatkan multi sektor. Diper- tatif. Dengan penelitian kualitatif akan dikem-
lukan adanya sinergi antar sektor agar upaya bangkan instrumen indeks pembanguna gizi
pembangunan dapat dilaksanakan secara (IPG). Penelitian kuantitatif dilakukan untuk
komprehensif dan mengoptimalkan potensi mengkontruksi instrumen serta pengkajian
masyarakat (Oktia Woro, 2012). Salah satu sek- IPG Kota Semarang.
tor penting dari upaya pembangunan tersebut Subyek penelitian pada tahap penelitian
adalah pembangunan bidang gizi. Keberhasilan kualtitatif melibatkan perwakilan organisasi
pembangunan gizi secara empiris telah terbukti profesi PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indone-
akan memperbaiki kualitas sumber daya ma- sia), kepala Puskesmas, peneliti bidang gizi dari
nusia (SDM). Perbaikan kualitas SDM ini pada perguruan tinggi lain, pengelola program gizi
gilirannya akan mendukung keberhasilan pem- Dinas Kesehatan Kota Semarang. Pada tahap
bangunan nasional (Soekirman, 2003). penelitian kuantitatif pengakjian IPG dilaku-
Secara internasional, keberhasilan kan pada unit terkecil di tingkat Kecamatan.
pembangunan dapat diukur dengan suatu in- IPG suatu Kota ditentukan dari skor rata-rata
deks, yaitu indeks pembangunan manusia IPG seluruh Puskesmas di wilayah kerja Dinas
(IPM). IPM merupakan ukuran agregat yang Kesehatan Kota.
dipengaruhi oleh tingkat ekonomi, pendidi- Data primer penelitian diperoleh mela-
kan dan kesehatan. Kualitas SDM Indonesia lui wawancara dan focus group discusion (FGD)
saat ini masih tertinggal dibandingkan negara dengan melibatkan subyek yang telah ditentu-
lain. Hal ini ditunjukkan oleh posisi IPM In- kan. Adapun data sekunder diperoleh melalui
donesia yang berada pada urutan ke-108 dari review dokumen yang terkait dengan fokus pe-
177 negara. Posisi IPM negara ASEAN lainnya nelitian. Proses pengumpulan data pada tahap
lebih baik dibanding Indonesia, seperti Malay- kualitatif dikumpulkan melalui teknik focus
sia pada urutan ke-56, Filipina 77, Thailand 67, group discussion (FGD). Pada tahap penelitian
Singapura 22, dan Brunai 25 (UNDP, 2006). kuantitatif, akan dilakukan tiga kegiatan utama,
Sama halnya dengan IPM, diperlukan yaitu ujicoba 1, uji coba 2, dan pengkajian IPG
suatu indeks untuk menilai keberhasilan pem- Kota/ Kabupaten. Validitas instrumen dilaku-
bangunan gizi. Keberadaan indeks pembangu- kan terhadap content validity, yang melibatkan
nan gizi (IPG) diperlukan sebagai upaya pem- para pakar bidang terkait.
etaan kemajuan pembangunan gizi di suatu IPG terdiri dari 4 dimensi yaitu status
wilayah. Adanya IPG diperlukan mengingat gizi, konsumsi energi dan zat gizi, keamanan
sampai saat ini situasi gizi di Indonesia masih pangan, dan gaya hidup. Masing-masing di-
menunjukkan adanya masalah gizi yang klasik. mensi diukur dengan beberapa parameter,
Hasil uji coba pengkajian indeks pem- yang setiap parameter diberi nilai antar 1 sam-
bangunan gizi (IPG) Kota Semarang pada ta- pai dengan 5. Skor 5 merupakan kondisi yang
hun 2010 telah berhasil mendesain instrumen diharapkan menjadi target secara nasional.
IPG yang hasil pengkajiannya telah digunakan Adapun skor dibawahnya yaitu 1 sampai de-
sebagai bahan kajian dalam perencanaan pro- ngan 4, diberikan untuk pencapaian parameter
gram gizi Kota Semarang tahun 2010 (Irwan beberapa level dibawah target nasional yang di-
Budiono, 2010). Oleh karena itu, perlu dilaku- harapkan.
kan upaya pengkajian IPG dengan melibatkan Indeks dimensi dihitung dengan for-
wilayah kajian yang lebih luas. Hal ini dimak- mula sebagai berikut :
sudkan untuk menilai kemungkinan ketersedi-
aan data serta keberlanjutannya apabila ditera- Nilai Aktual – Nilai Minimum
Indeks Dimensi =
pkan pada wilayah yang lebih luas. Nilai Maksimum – Nilai Minimum

Sedangkan skore IPG dihitung dengan

167
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

formula sebagai berikut : Gambar 2. Secara rinci pencapaian IPG seluruh


Kecamatan di Kota Semarang beserta indeks
IPG = ¼ (Indeks Dimensi Status Gizi) + ¼ tiap dimensinya dapat dilihat pada tabel 1.
(Indkes Dimensi Konsumsi energi dan zat gizi)
+ ¼ (Indeks Dimensi Keamanan Pangan) + ¼ Indeks Pembangunan Gizi Kabupaten Sema-
(Indeks Gaya Hidup Sehat) rang
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
Selanjutnya kategori IPG dinilai dengan IPG Kabupaten Semarang sebesar 0,652. IPG
kategori sebagai berikut : tertinggi dicapai oleh Kecamatan Ambarawa
sebesar 0.783, sedangkan IPG terendah dicapai
Indeks Kategori oleh Kecamatan Bancak sebesar 0,461.
Pembangunan Gizi termasuk Berikut ini gambaran indeks IPG me-
0,800 – 1 nurut wilayah Kecamatan di Kabupaten Sema-
Baik
rang di sajikan pada Gambar 3.
Pembangunan Gizi termasuk
0,500 – 0,799 Secara rinci pencapaian IPG seluruh
Sedang
Kecamatan di Kabupaten Semarang beserta in-
Pembangunan Gizi termasuk
0 – 0,499 deks tiap dimensinya dapat dilihat pada tabel 2.
Kurang
Dimensi Status Gizi
Alir penelitian ini dapat dilihat seperti
Hasil penelitian yang menunjukkan ra-
tampak pada bagan berikut :
ta-rata indeks dimensi status gizi sebesar 0,946
di Kota Semarang, dan 0,978 di Kabupaten Se-
marang mempunyai arti bahwa pembangunan
gizi di kedua kota tersebut telah berhasil mem-
bawa masyarakat pada dimensi status gizi se-
cara baik. Namun demikian terdapat beberapa
catatan penting yang perlu mendapat perha-
tian, yaitu :
Masih ditemukannya prevalensi BBLR
yang cukup tinggi, yaitu di Kecamatan Tugu
Kota Semarang (1,35%) dan Kecamatan Ka-
liwungu Kabu/paten Semarang (1,94%). Ke-
jadian BBLR ini memberikan gambaran bahwa
terdapat masalah gizi kurang pada masa se-
belum dan selama kehamilan (JE. Siza, 2008).
Permasalahan tersebut apabila merujuk pada
beberapa penelitian terdahulu sangat ditentu-
kan oleh tingginya angka kemiskinan (Soekir-
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian man, 2005). Kemiskinan menyebabkan akses
ibu hamil terhadap makanan yang cukup gizi
Hasil dan Pembahasan menjadi tidak tercapai, sehingga berakibat ter-
jadinya gizi kurang pada masa sebelum dan
Indeks Pembangunan Gizi Kota Semarang selama kehamilan. Penelitian S.A Rizvi (2007)
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata di Karachi Pakistan, menunjukkan faktor risiko
IPG Kota Semarang sebesar 0,701. IPG ter- terhadap kejadian BBLR yang signifikan adalah
tinggi dicapai oleh Kecamatan Gayamsari sebe- kejadian anemia. Oleh karena itu pemberian
sar 0.884, sedangkan IPG terendah dicapai oleh tablet besi pada ibu hamil merupakan upaya
Kecamatan Semarang Utara sebesar 0,580. yang penting dalam menekan kejadian BBLR.
Gambaran indeks IPG menurut wilayah Peneliti lain, Usha Ramakrishnan (2004) ber-
Kecamatan di Kota Semarang di sajikan pada pendapat bahwa perbaikan asupan gizi ibu
hamil melalui pemberian makanan tambahan

168
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

0.884
1.000

0.799

0.788
0.766

0.744

0.726
0.723

0.699
0.688
0.658

0.649

0.640
0.630

0.627

0.622
0.580
Prosentase
0.500

0.000

Smg Timur

Gajahmungkur
Gayamsari
Smg Tengah

Smg Utara

Smg Selatan

Ngaliyan
Pedurungan
Smg Barat

Tembalang
Genuk

Banyumanik
Candisari

Gunungpati

Mijen

Tugu
Kecamatan

Gambar 2. Indeks Pembangunan Gizi menurut wilayah Kecamatan di Kota Semarang

Tabel 1. Indeks Pembangunan Gizi di Kota Semarang

Indeks
Indek
Indeks Dimensi Indeks Indeks
Dimensi
Kecamatan Dimensi Konsumsi Dimensi Gaya Pembangunan
Keamanan
Status Gizi Energi dan Hidup Gizi
Pangan
Zat Gizi
Smg Tengah 1.000 0.393 1.000 0.500 0.723
Smg Utara 0.750 0.321 0.750 0.500 0.580
Smg Timur 0.950 0.571 0.917 0.625 0.766
Smg Selatan 0.800 0.429 0.667 0.625 0.630
Smg Barat 1.000 0.464 0.667 0.500 0.658
Gayamsari 1.000 0.536 1.000 1.000 0.884
Candisari 0.950 0.393 0.667 0.500 0.627
Gajahmungkur 1.000 0.500 0.500 0.750 0.688
Genuk 1.000 0.429 0.667 0.500 0.649
Pedurungan 0.850 0.500 1.000 0.625 0.744
Tembalang 1.000 0.571 0.417 0.500 0.622
Banyumanik 1.000 0.571 0.750 0.875 0.799
Gunungpati 0.950 0.429 0.667 0.750 0.699
Mijen 0.950 0.286 0.667 1.000 0.726
Ngaliyan 0.950 0.536 0.667 1.000 0.788
Tugu 1.000 0.393 0.667 0.500 0.640
Rata-rata 0.947 0.458 0.729 0,672 0,701
Keterangan :
Warna hijau = kategori baik; kuning = kategori sedang; merah = kurang

dan suplementasi mikro nutrien dapat menu- dengan kematian. Selain itu BBLR memberikan
runkan kejadian BBLR. Upaya perbaikan gizi investasi sumber daya manusia yang kurang
keluarga, khususnya pada ibu hamil untuk me- mampu bersaing kelak dikemudian hari.
nekan kejadian BBLR sangat penting, mengi- Temuan rata-rata prevalensi gizi buruk
ngat dampak kejadian BBLR sangat fatal. Penel- di Kota Semarang sebesar 2,02%, dan di Kabu-
itian Olalekan A. Uthman (2008) dan Bonaface paten Semarang sebesar 0,19% menunjukkan
Kalanda (2009) di Nigeria dan Malawi menun- masalah gizi buruk pada balita masih merupa-
jukkan asosiasi yang kuat antara kejadian BBLR kan masalah gizi yang perlu mendapat priori-

169
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

1.000

0.783
0.755
0.750

0.746
0.738
0.714

0.708

0.714
0.702
0.667

0.625

0.622

0.628
0.597
0.586

0.565
0.535

0.493
0.461
Indeks
0.500

0.000
UngaranTimur

Jambu

Getasan

Susukan

Tuntang

Tengaran
Pabelan
UngaranBarat
Bancak
Pringapus
Suruh

Bandungan

Banyubiru

Klepu

Bringin
Sumowono
Ambarawa
Kaliwungu

Bawen
Kecamatan

Gambar 3. Indeks Pembangunan Gizi menurut wilayah Kecamatan di Kabupaten Semarang

Tabel 2. Indeks Pembangunan Gizi di Kabupaten Semarang

Indeks
Indek
Indeks Dimensi Indeks Indeks
Dimensi
Kecamatan Dimensi Konsumsi Dimensi Gaya Pembangunan
Keamanan
Status Gizi Energi dan Hidup Gizi
Pangan
Zat Gizi
UngaranTimur 0.950 0.571 0.833 0.500 0.714
Suruh 1.000 0.500 0.667 0.500 0.667
Bancak 1.000 0.429 0.417 0.000 0.461
Pringapus 1.000 0.500 1.000 0.500 0.750
UngaranBarat 1.000 0.429 0.917 0.000 0.586
Jambu 0.950 0.464 0.917 0.500 0.708
Bandungan 1.000 0.536 0.917 0.500 0.738
Getasan 0.950 0.357 1.000 0.500 0.702
Ambarawa 1.000 0.464 0.667 1.000 0.783
Kaliwungu 0.950 0.571 1.000 0.500 0.755
Susukan 0.950 0.536 1.000 0.500 0.746
Banyubiru 1.000 0.500 1.000 0.000 0.625
Tuntang 0.950 0.357 0.833 0.000 0.535
Sumowono 1.000 0.429 0.833 0.125 0.597
Klepu 1.000 0.571 0.917 0.000 0.622
Bawen 0.950 0.357 0.667 0.000 0.493
Bringin 1.000 0.429 0.833 0.000 0.565
Tengaran 0.950 0.571 0.833 0.500 0.714
Pabelan 1.000 0.429 0.583 0.500 0.628
Rata-rata 0.979 0.474 0.833 0.322 0.652
Keterangan :
Warna hijau = kategori baik; kuning = kategori sedang; merah = kurang

tas. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Gu- dengan BB/TB, Z skore < - 3, dan atau disertai
bernur Jawa Tengah no 71 tahun 2004 tentang tanda-tanda klinis.
standar pelayanan minimal bidang kesehatan, Satu hal yang harus menjadi catatan
disebut KLB gizi buruk bila ditemukan 1 kasus penting adalah bahwa gizi buruk merupa-
gizi buruk menurut BB/U dan dikonfirmasi kan fenomena gunung es, dimana terdapat

170
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

balita rawan gizi buruk yang suatu saat dapat tinggi, bahkan bisa mencapai 40%.
memburuk keadaannya jika tidak diantisipasi Dugaan yang dapat dikemukakan terkait
(Soekirman, 2005; Peter G Lunn, 2002; Raheela besaran masalah anemia pada ibu hamil ini
MA, 2002). adalah kemungkinan dikarenakan batasan /
Meskipun masih terdapat balita dengan kriteia anemia yang berbeda. WHO memberi-
gizi buruk, upaya pembangunan yang dilak- kan batasan anemia gizi besi pada ibu hamil
sanakan tampaknya telah berhasil memper- adalah 11 gr/dl. Sehingga dalam hal ini diperlu
baiki status gizi balita. Hal ini dapat dilihat dilakukan evaluasi dan standarisasi pemerik-
prosentase balita gizi baik di dua kota tersebut saan Hb yang dilakukan Puskesmas.
lebih dari 80%. Di Kota Semarang rata-rata Rata-rata prevalensi ibu hamil KEK
prosentase balita gizi baik mencapai 81,6%, se- sebesar 3,8% di Kota Semarang, dan 10,28%
mentara itu di Kabupaten Semarang mencapai di Kabupaten Semarang. Meskipun angka ini
83,88%. Keberhasilan ini perlu dipertahankan telah menunjukkan perbaikan, namun perlu
dan diperbaiki dengan mengoptimalkan peran diperhatikan bahwa masih adanya ibu hamil
setiap pemangku kepentingan dalam mendu- KEK dapat diasumsikan sebagai puncak gu-
kung upaya perbaikan gizi masyarakat. nung es atas masalah gizi kurang pada ibu
Apabila memperhatikan angka prevalen- hamil. Dimana suatu saat jika kondisi rawan
si anemia pada ibu hamil secara nasional, pre- gizi memburuk, maka akan terjadi peningka-
valensi anemia ibu hamil di Kota Semarang dan tan kejadian ibu hamil KEK. Apabila ini terjadi
Kabupaten Semarang ini telah menunjukkan maka dampak buruknya tidak saja dirasakan
cukup baik, yaitu di bawah 50%. Menurut krite- oleh ibunya, tetapi juga akan ditanggung oleh
ria WHO, rata-rata prevalensi anemia pada ibu anak yang dilahirkannya. Ibu yang selama ke-
hamil sebesar 9,3913%. Menunjukkan derajad hamilannya kurang gizi akan menyebabkan
kegawatan masalah anemia pada ibu hamil ini anaknya lahir dengan kurang gizi pula. Oleh
termasuk dalam kategori ringan (mild), karena karena itu upaya kesehatan yang ditujukan
kurang dari 10%. kepada ibu hamil harus dipertahankan dan
Catatan penting yang perlu ditegaskan ditingkatkan. Merujuk pada grand strategi
dalam hal ini adalah bahwa prevalensi anemia pertama dari desa siaga salah satunya adalah
pada ibu hamil ini belum bisa menggambarkan menggerakan dan memberdayakan masyarakat
kondisi riil di masyarakat. Hal ini disebabkan untuk hidup sehat (Kepmenkes No. 564/Men-
data anemia ibu hamil ini dikumpulkan hanya kes/ SK/VIII/2006). Maka dalam hal pelayanan
dari satu sumber pelayanan kesehatan saja, kesehatan ibu hamil perlu ditumbuh kembang-
yaitu di Puskesmas. Sementara itu banyak ibu kan dalam masyarakat suatu keadaan dimana
hamil yang menggunakan pelayanan di luar masyarakat sangat peduli pada terpenuhinya
Puskesmas. kebutuhan gizi pada kelompok rawan, terma-
Catatan lain adalah perlunya validasi suk pada ibu hamil.
data besaran masalah anemia pada ibu hamil.
Temuan prevalensi anemia ibu hamil sebesar Dimensi Konsumsi Energi dan Zat Gizi
0% di Kecamatan Gajahmungkur dan Tem- Berikut ini akan dibahas beberapa cata-
balang Kota Semarang, serta di Kecamatan tan penting terkait dimensi tersebut :
Ungaran Timur Kabupaten Semarang, agak Hasil pengkajian menunjukkan tidak
kontras bila dibandingkan dengan temuan be- tersedianya data konsumsi energi dan protein
berapa penelitian terdahulu. Penelitian Irwan keluarga perkapita perhari baik di Dinas Ke-
Budiono (2008) pada perkampungan nelayan sehatan Kota Semarang maupun Kabupaten
di Mangkang Kota Semarang menunjukkan Semarang. Hal ini disebabkan survei konsumsi
prevalensi anemia ibu hamil mencapai 26,7%. yang merupakan bagian penting dalam kegia-
Bondevik (2000) dalam penelitiannya juga tan surveilans gizi tidak berjalan dengan baik.
mengungkapan bahwa prevalensi anemia ibu Selanjutnya tidak dilaksanakannya survei kon-
hamil cukup tinggi di negara berkembang. sumsi menyebabkan tidak dapat dihitung skor
Prevalensi ibu hamil di Indonesia dan di nega- pola pangan harapan dari masyarakat. Ditin-
ra miskin/berkembang pada umumnya relatif jau dari kepentingan pembangunan gizi, tidak

171
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

tersedianya data ini tidak dapat memberikan hirkan bayinya yang dilaksanakan di rumah
gambaran analisis situasi masalah konsumsi dan atau rumah bersalin dengan pertolongan
yang mungkin dihadapi masyarakat. Dalam pe- dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suple-
ngembangan program gizi data ini sangat pen- mentasi vitamin A dosis tinggi (200.000 SI)
ting untuk memberikan arah upaya pemecahan diberikan pada periode sebelum 40 hari. Pada
masalah gizi yang dihadapi masyarakat. masa ini kekurangan vitamin A dapat membe-
Hasil penelitian yang menunjukkan rata- rikan dampak kesehatan yang serius, oleh kare-
rata cakupan bayi dan balita mendapat kapsul na itu keberhasilan program ini sangat penting
vitamin A baik di Kota Semarang maupun di untuk diperhatikan.
Kabupaten Semarang lebih dari 90% merupa- Agar cakupan pemberian vitamin A
kan pencapaian yang menggembirakan. Bah- pada bayi dan balita serta ibu nifas terpenuhi,
kan ada wilayah yang cakupannya lebih dari beberapa hal berikut perlu diperhatikan :
100%, ini mengindikasikan dua hal. Pertama, (1) Perlunya peningkatan upaya komunika-
realisasi pemberian kapsul vitamin A pada bayi si, informasi, dan edukasi (KIE) gizi yang
berjalan secara simultan dan sinergis dengan bersifat masal. Artinya masyarakat harus
wilayah Kecamatan yang lain. Hal ini dapat di- diarahkan untuk mengetahui, memahami,
lihat dari adanya Kecamatan dengan cakupan- sampai akhirnya berperilaku mendukung
nya kurang dari 100%, namun di wilayah Ke- program suplementasi vitamin A. Jalur dan
camatan yang lain cakupannya lebih dari 100%. media yang dipakai hendaknya juga lebih
Hal ini menunjukkan subyek sasaran dilayani inovatif dan bervariasi.
oleh Kecamatan lainnya. Kedua, kemungkinan (2) Perlunya konseling gizi di berbagai instansi
adalah identifikasi sasaran (bayi dan balita) terhadap sasaran ibu anak
yang kurang maksimal. (3) Perlunya membangun infrastruktur, ter-
Pemberian kapsul vitamin A merupakan masuk sarana pelayanan kesehatan yang
salah satu program penanggulangan masalah terjangkau
kekurangan vitamin A (KVA) melalui suple- (4) Perlunya dukungan lintas program, bahkan
mentasi vitamin A dosis tinggi 2 kali setahun. lintas sektor
Program ini dilaksanakan untuk mencegah (5) Perlunya sweeping dari kader kesehatan
berkembangnya kembali masalah xeropthal- dengan sasaran ibu dan anak yang belum
mia dengan segala manifestasinya (gangguan mendapat kapsul vitamin A pada bulan
penglihatan, buta senja, kebutaan, tingginya pemberian kapsul vitamin A
kejadian penyakit infeksi, sampai dengan ke- Hasil penelitian yang menunjukkan rata-
matian). rata cakupan pemberian 90 tablet Fe untuk ibu
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hamil dari seluruh Kecamatan di Kota Sema-
cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A rang sebesar 88,20%, sedangkan di Kabupaten
baik di Kota Semarang maupun di Kabupaten Semarang mencapai 86,10%. Hal ini menun-
Semarang lebih dari 90% . Pencapaian ini apa- jukkan belum tercapainya target minimal Jawa
bila dibandingkan dengan standar pelayanan Tengah tahun 2010, yaitu sebesar minimal
minimal (SPM) propinsi Jawa Tengah tahun 90%.
2007 sebesar 86%, telah berhasil cukup baik. Pemberian tablet besi pada ibu hamil di-
Namun melihat distribusi cakupan di setiap harapkan dapat mencegah terjadinya anemia
Kecamatan yang tidak merata, dan bahkan di di gizi besi pada ibu hamil. Untuk mendapatkan
Kota Semarang ditemukan 2 wilayah cakupan- manfaat yang maksimal, maka harus diupaya-
nya kurang dari 80%, yaitu di Kecamatan Sema- kan agar tablet yang telah diberikan diminum
rang Utara hanya (69,14%) dan Mijen (58,13%). oleh ibu hamil tersebut (Christian P, et al,
Sementara itu di Kabupaten Semarang terdapat 2003). Tingginya prevalensi anemia pada ibu
1 Kecamatan yang cakupannya di bawah 80%, hamil dimungkinkan disebabkan karena tablet
yaitu di Kecamatan Bawen (70,98%). Hal ini besi yang diberikan tidak dikonsumsi. Perha-
harus menjadi perhatian khusus untuk upaya tian terhadap konsumsi tablet besi ini penting
perbaikan cakupan di masa yang akan datang. mengingat dampak kesehatan akibat kekuran-
Ibu nifas adalah ibu yang baru mela- gan besi pada ibu hamil sangat serius. Beberapa

172
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

penelitian epidemiologi menunjukkan adanya are, yaitu sebesar 28.235 penderita dengan an-
hubungan antara anemia pada ibu hamil tri- gka kesakitan sebesar 19,89 per 1000 penduduk
mester terakhir dengan bayi lahir sebelum wak- (Dinkes Kota Semarang, 2007).
tunya, bayi lahir dengan berat badan rendah Cakupan tempat pengelolaan makan
(BBLR), dan kematian bayi (Lindsay H Allen, (TPM) diperiksa yang memenuhi syarat juga
2000). Bahkan suatu penelitian meta analisis menunjukkan perlunya perbaikan. Di Kabu-
menunjukkan risiko kematian yang cukup be- paten Semarang rata-rata cakupannya baru
sar, risiko kematian karena anemia di Afrika sebesar 77,59%. Sedangkan di Kota Semarang
sebesar 20%, dan di Asia sebesar 22,6%. Hal ini rata-ratanya 86,10%. Sementara itu target yang
berarti apabila ibu hamil dapat dicegah tidak ingin dicapai Jawa Tengah pada tahun 2010
mengalami anemia, maka 20 – 23 % kematian minimal adalah 80%.
ibu karena melahirkan dapat dicegah. Kondisi ini diduga ikut memberikan
kontribusi pada kejadian penyakit yang penu-
Dimensi Keamanan Pangan larannya dapat terjadi melalui makanan.
Berikut ini adalah beberapa catatan
penting untuk diulas : Dimensi Gaya Hidup
Laporan tentang kejadian keracunan Berikut ini beberapa catatan penting un-
makanan yang dikumpulkan oleh Dinas Ke- tuk menjadi perhatian dalam pengembangan
sehatan mungkin bukan gambaran besaran program gizi pada masa yang akan datang.
masalah yang sesungguhnya terjadi di lapan- Rata-rata prosentase keluarga sadar
gan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan gizi (kadarzi) baik di Kota Semarang maupun
kejadian yang tidak terekam oleh Dinas Kese- Kabupaten Semarang masih di bawah 80%.
hatan. Ketiadaan sistem yang mengatur pelapo- Pencapaian ini perlu ditingkatkan kembali,
ran masalah kesehatan yang melibatkan ber- mengingat salah satu paradigma pembangunan
bagai pusat pelayanan kesehatan baik instansi kesehatan adalah meningkatkan pemberdayaan
swasta maupun negeri dapat menjadi penyebab masyarakat dalam upaya kesehatan. Dalam
kemungkinan tidak terekamnya data oleh Di- konsep kadarzi pemberdayaan masyarakat
nas Kesehatan. Oleh karena itu perlu dipikirkan tersebut diharapkan dapat membuat setiap
adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang keluarga mampu mengenali masalah gizi dan
memadai. kesehatan anggota keluarganya serta mampu
Faktor yang secara tidak langsung mem- mengatasi atau mengupayakan bantuan untuk
pengaruhi status gizi adalah pola asuh, terma- mengatasi masalah tersebut.
suk di dalamnya adalah kesehetan lingkungan Kadarzi merupakan langkah awal yang
dan air bersih (Soekirman, 2005). Terkait den- penting, karena masalah gizi bukanlah masalah
gan hal tersebut, di Kabupaten Semarang rata- yang pemecahannya sederhana, tetapi sa-
rata cakupan air bersih diperiksa yang meme- ngat kompeks. Penangangan masalah gizi tidak
nuhi syarat sebesar 87,38%. Cakupan ini telah dapat dilihat dari hilir saja tetapi juga harus
memenuhi target Jawa Tengah yang diharap- dilihat dari hulunya. Pendekatan pembangu-
kan pada tahun 2010 minimal mencapai 80%. nan gizi secara lintas program dan lintas sek-
Sementara itu di Kota Semarang, cakupan air tor perlu dilakukan, agar upaya pembangunan
bersih diperiksa yang memenuhi syarat baru gizi dapat berjalan secara sinergis. Selanjutnya
mencapai 64,01%. mengingat keluarga adalah lingkup organisasi
Pada masa yang akan datang hendaknya terkecil, tempat dimana perilaku gizi dan gaya
cakupan air bersih ini perlu mendapat perha- hidup terbentuk, maka peningkatan kesadaran
tian serius. Hal ini dikarenakan masih tinggi- akan gizi bagi keluarga merupakan langkah
nya kejadian penyakit infeksi yang dapat ditu- awal yang penting (Abas Basuni Jahari, 2005).
larkan melalui air (water born disease). Air PHBS sebagai salah satu parameter di-
yang tercemar E. Coli misalnya dapat meni- mensi gaya hidup, datanya diambil dari peng-
ngkatkan risiko kejadian diare pada balita. Data kajian PHBS oleh Dinas Kesehatan Kota Sema-
Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2007 rang. Dalam PHBS ini diukur secara komposit
menunjukkan tingginya kejadian penyakit di- variabel kesehatan ibu dan anak serta gizi, vari-

173
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

abel kesehatan lingkungan, variabel gaya hidup, kepada perbaikan dimensi gaya hidup. Khu-
dan variabel upaya kesehatan masyarakat. susnya di Kabupaten Semarang terdapat 9 Ke-
PHBS dipilih sebagai parameter untuk menilai camatan yang skor indeksnya masih kurang.
dimensi gaya hidup, karena di dalamnya telah Keadaan ini berpotensi memunculkan tidak
dinilai aspek penting terkait gaya hidup yang saja masalah gizi kurang, namun juga berpo-
tersebar dalam 4 variabel tersebut. Persentase tensi memunculkan masalah gizi lebih. Oleh
PHBS strata sehat utama dan paripurna sebesar karena itu langkah perbaikan melalui KIE gizi
87,96% di Kota Semarang dan 54,20% di Kabu- secara lintas program dan lintas sektor perlu
paten Semarang perlu tetap mendapat perha- diperkuat, dengan harapan meningkatnya ke-
tian. Perlu diupayakan pencapaiannya sesuai luarga sadar gizi dan berperilaku hidup bersih
dengan target Jawa Tengah, yaitu minimal 80% dan sehat.
pada tahun 2010.
Penutup
Indeks Pembangunan Gizi (IPG) Kota Sema-
rang dan Kabupaten Semarang Rata-rata indeks pembangunan gizi
Hasil penelitian yang menunjukkan ra- (IPG) Kota Semarang sebesar 0,701, sesuai kri-
ta-rata indeks pembangunan gizi (IPG) Kota teria termasuk dalam kategori sedang. Adapun
Semarang sebesar 0,701 dan Kabupaten Se- rata-rata tiap dimensi adalah : status gizi adalah
marang sebesar 0,652 sesuai kriteria termasuk 0,947 (kategori baik), konsumsi energi dan zat
dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan gizi 0,458 (kategori kurang), keamanan pangan
masih adanya beberapa dimensi yang perlu 0,729 (kategori sedang), gaya hidup 0,672 (kat-
diperbaiki. egori sedang).
Apabila melihat komposisi indeks dari Rata-rata indeks pembangunan gizi
setiap dimensinya, tampak bahwa dimensi (IPG) Kabupaten Semarang sebesar 0,652,
konsumsi energi dan zat gizi baik di Kota Se- sesuai kriteria termasuk dalam kategori sedang.
marang maupun Kabupaten Semarang meru- Adapun rata-rata tiap dimensi adalah : status
pakan satu dimensi yang pencapaiannya masih gizi adalah 0,979 (kategori baik), konsumsi
kurang. Banyaknya pencapaian dimensi kon- energi dan zat gizi 0,474 (kategori kurang),
sumsi energi dan zat gizi yang masuk dalam keamanan pangan 0,833 (kategori baik), gaya
kriteria kurang ini perlu diwaspadai, karena hidup 0,322 (kategori kurang).
hal ini merupakan indikasi akan terjadinya
masalah yang terkait dengan dimensi status Daftar Pustaka
gizi, baik gizi makro(seperti kejadian KEP pada
balita), maupun gizi mikro (seperti anemia, dan Abas Basuni Jahari. 2005. Keluarga Sadar Gizi (ka-
Kekurangan Vitamin A). Artinya Kecamatan darzi) dalam menuju gizi baik untuk semua.
yang dimensi konsumsi energi dan zat gizinya Gizi Indon,28 (1): 1 – 8
termasuk sedang/ kurang, suatu saat berpotensi Bondevik, GT., Eskeland, B., Ulvik, R.J. 2000.Ane-
mia in pregnancy : possible causes and risk
menurunkan nilai dimensi status gizi.
factors in Nepali women. European Journal of
Perlu diwaspadai pula dimensi keamanan Clinical Nutrition,54: 3-8
pangan, khususnya di Kecamatan Bancak Ka- Boniface Kalanda, dan Francine Verhoeff. 2009.
bupaten Semarang yang indeksnya kurang. Low birth weight and fetal anemia asriskfac-
Parameter dalam dimensi ini yang terdiri dari tor for infant morbidity in rural Malawi. Ma-
penggunaan air bersih dan tempat pengelo- lawi Medical Journal,21 (2):69 - 74
laan makan yang tidak memenuhi syarat dapat Christian P et al. 2003. Effects of alternative mater-
memicu timbulnya masalah penyakit infeksi. nal micronutrient suplements on low birth
Selanjutnya masalah penyakit infeksi ini akan weight in rural Nepal : double blind ran-
menurunkan status gizi. Oleh karena itu berba- domised community trial. British Medical
Journal, 236(15):1–6
gai upaya perbaikan kesehatan lingkungan sa-
Dinkes Kota Semarang. 2007. Profil Kesehatan Kota
ngat diperlukan untuk menciptakan kondisi Semarang Tahun 2006. Dinkes Kota Sema-
agar status gizi yang optimal dapat tercapai. rang.
Kewaspadaan lain juga perlu ditujukan

174
Irwan Budiono / KEMAS 8 (2) (2013) 166-175

Irwan Budiono. 2008. Prevalensi dan determinan hazard modul. Internal Journal of Epidemiol-
kejadian anemia pada ibu hamil. Studi pada ogy
keluarga nelayan di Mangkang Semarang. Peter G Lunn. 2002. Growth retardation and stunt-
Laporan Penelitian Dosen Muda DP2M Dik- ing of children in developing countries. Brit-
ti Universitas Negeri Semarang tahun 2008. ish Journal of Nutrition, 88:109-110
Irwan Budiono. 2010. Pengembangan model indeks Raheela MA Mian, dan Mohammed Ali. (2002) The
pembangunan gizi (studi dalam kerangka nutritional status of school – age children in
pemetaan kemajuan pembangunan gizi). an urban squatter settlement in Pakistan. Pa-
Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional kistan Journal of Nutrition 1 (3) : 121- 123
Universitas Negeri Semarang tahun 2010. S.A. Rizvi, J Hatcher, R Qureshi. 2007. Maternal risk
JE. Siza. 2008. Risk factors associated with low birth factors associated with low birth weight in
weight of neonates pregnant women attend- Karachi : a case control study. Eastern Medit-
ing a referral hospital in northern Tanzania. eranian Health Journal,13(6):1343- 1351
Tanzania Journal of Health Research, 10(1) Soekirman. 2005. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakar-
Kepmenkes No. 564/Menkes/ SK/VIII/2006. ta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Pengembangan Desa Siaga dan Pos Kesehatan Soekirman dkk. 2003. Situational Analysis of Nutri-
Desa. tion Problems in Indonesia: Its Policy, Pro-
Lindsay H Allen. 2000. Anemia and iron deficiency: grams and Prospective Development. IPB.
effects on pregnancy outcome1–3. Am J Clin Bogor.
Nutr,71(suppl):1280S–4S. United Nation Development Programme (UNDP).
Oktia Woro. 2012. Daerah Positive Deviance sebagai .2006. Human Development Report 2006.
Rekomendasi Model Perbaikan Gizi. Jurnal New York: Oxford University Press.
Kemas, 7(2):95-103 Usha Ramakrishnan. .2004. Nutrition and low birth
Olalekan A Uthman. 2008. Effect of low birth weight weight: from research to practice. American
on infant mortality; analysis using weibul Journal of Clinical Nutrition, 79(1):17-21

175

Anda mungkin juga menyukai