27-12-2021 Tugas DPRD
27-12-2021 Tugas DPRD
STUDI PARLEMEN
“ DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA”
OLEH;
Dhani Himawan
(C1E118037)
2022
Lembar tugas individu kelompok I
- Sejarah
- Komposisi anggota
- BAB V
1. Pemerintah Daerah
Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Pasal 65 ayat (1), dijelaskan mengenai
tugas dari kepala daerah, tugas yang dimaksud yaitu: a. Memimpin pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. Memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat; c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun
dan menetapkan RKPD; d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar
pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; dan f. dihapus. g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Sedangkan tugas dari wakil kepala daerah menurut Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 Pasal 66 ayat (1), yaitu: a. Membantu kepala daerah dalam: 1) Memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2) Mengoordinasikan
kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat
pengawasan; 3) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan 4) Memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota; b. Memberikan saran dan
pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah; c. Melaksanakan
tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan
sementara; dan d. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wakil kepala daerah melaksanakan
tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah yang ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah. Didalam melaksanakan tugasnya, wakil kepala daerah
menandatangani pakta integritas dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.Wakil kepala daerah
wajib melaksanakan tugas bersama kepala daerah hingga akhir masa jabatan.11 Kemudian didalam
melaksanakan tugas yang telah dijelaskan sebelumnya, kepala daerah memiliki kewenangan sebgai
berikut: a. Mengajukan rancangan Perda; b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD; c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; d. Mengambil tindakan
tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat; e.
Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pengaturan otonomi, dalam berbagai undang-undang organik yang pernah berlaku selama
ini seringkali kita temui perbedaan bahkan pertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Misalnya, pengaturan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan
pengaturan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sangat berbeda sekali,
padahal kedua Undang-undang tersebut lahir atas perintah Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini terjadi disebabkan oleh pengaturan otonomi daerah dalam
Undangundang Dasar Tahun 1945 Pra Amademen terlalu sederhana, dimana hanya diatur dalam
satu pasal saja, yaitu “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa”20 Sehingga pembuat Undang-undang organik memegang semacam mandat
blanko yang akan diisi sesuai dengan konfigurasi politik yang dominan. Setelah dilakukan
perubahan terhadap Undang-undang dasar Tahun 1945, tepatnya pada perubahan kedua, Pasal 18
yang semula hanya terdiri dari satu ayat saja berubah menjadi tujuh ayat plus 18A dan 18B yang
masing-masing terdiri dari dua ayat. Paling tidak ada tujuh prinsip penting yang digariskan oleh
Pasal 18 Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasca Amandemen, yaitu: (1) Prinsip daerah mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18
ayat 2; (2) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat 5); (3) Prinsip Kekhususan
dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat 1); (4) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat 2); (5) Prinsip mengakui
dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa(Pasal 18B ayat 1); (6)
Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum (Pasal 18 ayat 3); (7)
Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18A ayat 2).21
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang lahir Pasca Amandemen Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat menjadi titik pijak penataan penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah, karena telah membawa angin perubahan baik pada ranah
paradigma, pola dan fungsi utama penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kinerja pemerintah daerah menurut Inpres No. 7 Tahun 1999 adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi. Permendagri No. 65 tahun 2007 mendefinisikan kinerja pemerintah
daerah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, atau
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi pemerintah daerah yang tertuang dalam
perencanaan strategi dan dapat diukur melalui analisis keuangan daerah. Sedangkan dalam
Permendagri No. 73 tahun 2009 kinerja pemerintah daerah atau disebut dengan kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan capaian atas penyelenggararaan urusan
pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak.
Kinerja pemerintah daerah harus diukur dan dievaluasi secara kontinu. Alasan utamanya adalah
karena pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat.
Menurut Mahsun (2006), pengukuran kinerja merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencatat
dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan dan strategi sehingga dapat
diketahui kamajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Mardiasmo
(2002) mengungkapkan sistem pengukuruan kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer organisasi sektor publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Menurut Mardiasmo (2002) pengukuran kinerja sektor
publik akan 1) membantu memperbaiki kinerja pemerintah daerah, 2) membantu pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan, dan 3) mewujudkan pertanggungjawaban dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD)
dilatarbelakangi oleh pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 1999. Sejak saat itu, pemerintah
sama halnya dengan swasta dituntut untuk memiliki tata kelola yang baik sebagai pembelajaran
dari krisis nasional multidimensional pada tahun 1997-1998. Sebagai bagian dari perwujudan tata
kelola pemerintahan yang baik maka dikeluarkanlah PP No. 6 tahun 2008 mengenai Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Salah satu bentuk evaluasi penyelenggaraan
pemerintah daerah adalah EKPPD. EKPPD merupakan salah satu langkah strategis pemerintah
pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menilai keberhasilan daerah
dalam pelaksanaan otonomi daerahnya, sekaligus sebagai bentuk bahan kebijakan untuk
meningkatkan kapasitas penyelenggaraan pemerintah daerah. EKPPD merupakan satu dari tiga
elemen evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Tata cara pelaksanaan EKPPD diatur dalam
Permendagri No. 73 Tahun 2009 yang merupakan pelengkap PP No. 6 tahun 2008. EKPPD
dilaksanakan setiap tahun oleh pemerintah dan diberlakukan kepada seluruh daerah otonom yang
kepala daerahnya telah diwajibkan menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD). EKPPD dilaksanakan dengan tujuan untuk: 1) mengetahui keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah, 2) sebagai umpan balik dan rekomendasi bagi daerah untuk mendorong
peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, 3) sebagai bahan Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah (DPOD) dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan
nasional dalam hal perimbangan keuangan Pusat dan daerah, penataan daerah, pembinaan, dan
pengawasan daerah, 4) sebagai bahan masukan kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan
pembinaan lebih lanjut dalam rangka peningkatan kinerja daerah melalui program pengembangan
kapasitas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 PP No. 6 tahun 2008, dan 5) sebagai bahan
evaluasi lebih lanjut dalam pemberian peringkat kinerja pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan
kota.
BAB II
- Menurut Abdul Halim dan Thresia Damayanti menyatakan Pengawasan dilihat dari metodenya
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Pengawasan yang melekat dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan langsung suatu
instansi/unit kerja dalam lingkungan pemerintah daerah terhadap bawahannya.
2. Pengawasan fungsioanal yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional APBD yang
meliputi BPKP, ltwilprop, ltwilkab/kota.
- Definisi lain diungkapkan oleh Kusnadi, dkk sebagai berikut: Pengawasan adalah
memantau atau memonitor pelaksanaan rencana apakah telah dikerjakan dengan benar atau tidak
atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan rencana. Pengawasan tidak
akan dapat dilakukan jika tidak ada rencana dan rencana akan menjadi kenyataan jika ditindak
lanjuti oleh pengawasan.
- Fathoni mendefinisikan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan aparat
atau unit bertindak atas nama pimpinan organisasi dan bertugas mengumpulkan segala data dan
informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk menilai kemajuan dan kemenduran
dalam pelaksanaan pekerjaan.
- Sedangkan menurut Henry Fayol yang dikutip oleh Sofyan, pengawasan adalah:
Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang di
tetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip di anut. Juga dimaksud untuk mengetahui
kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari. Dari beberapa
pendapat diatas dapat ditari kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam
menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan
dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Tanpa adanya pengawasan dari pihak pimpinan/atasan
maka perencanaan yang telah ditetapkan akan sulit diterapkan oleh bawahan dengan baik,
sehingga tujuan yang diharapkan akan sulit terwujud. Secara umum tujuan pengawasan adalah
untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang bersih, bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan secara khusus menurut Abdul Halim yaitu:
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengawasan di instansi pemerintahan
daerah adalah sebagai berikut:
3. Terlaksananya tugas umum pemerintah dan pembangunan secara tertib di instansi pemerintah
daerah.
1. Pengawasan
a. Pengertian Pengawasan Menurut Inu Kencana Syafiie (2019: 167), pengawasan dapat
didefinisikan sebagai proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin jalannya
pekerjaan, dengan demikian dapat selesai secara sempurna sebagaimana yang direncanakan
sebelumnya, dengan pengkoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan. Pengawasan
pemerintah adalah pengawasan dari dan terhadap pemerintah, mengapa pemerintah yang berkuasa
mesti dan harus diawasi, hal tersebut disebabkan karena pemerintah memakai uang rakyat, harus
mengatur rakyat dengan baik dan benar, mengurus dan mengatur segala persoalan rakyat dengan
baik dan benar. Menurut Baldric Siregar (2017 : 63), Pengawasan adalah proses untuk memastikan
bahwa kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Pada tahap perencanaan
ditetapkan indikator dan targer kinerja. Keputusan Presiden RI No.74 tahun 2001 pasal 1 ayat 6
menyebutkan bahwa pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar pemerintah daerah sejalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan 12 yang berlaku, selanjutnya juga di sebutkan bahwa pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah terdiri atas pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan
pengawasan masyarakat. Pengawasan menurut peraturan pemerintah No.79 Tahun 2005 pasal 1
tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah menyatakan
bahwa “pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundangundangan”. Pengawasan yang di maksud dalam penelitian ini
adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional yang dilakukan
terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan tujuan serta
peraturan yang berlaku. Proses pengawasan, merupakan tindakan pemeriksaan merupakan hal yang
penting dalam menilai kesesuaian kegiatan yang seharusnya. Berdasarkan penjelasan Peraturan
Pemerintah No.79 Tahun 2005 Pasal 1 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat di katakan bahwa pengawasan sebagai salah satu
fungsi manajerial yang mempunyai peranan yang sanggat penting dalam pelaksanaan dari berbagai
kegiatan unit kerja agar sesuai dengan peraturan awal dari organisasi. Pengawasan ini tidak hanya
untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menentukan apa yang salah didalam 13 pelaksanaan kegiatan
tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari tujuan dan sasaran utama organisasi. Mengacu
kepada beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan jika pengawasan dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan kegiatan unit kerja dan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya sudah ditetapkan. Dalam
kegiatan pengawasan dilakukan secara sitematis dengan berbagi usaha dalam mencari dan
mendeteksi suatu penyimpangan atau kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan.
b. Tahap - Tahap Proses Pengawasan Menurut Andri dan Endang (2019: 65-66), Ada lima
Tahap-tahap proses pengawasan sebagai berikut :
1. Tahap Penetapan Standar Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan
kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Inu Andri dan Endang (2019: 67-68), Ada beberapa manfaat pengawasan, antara
lain :
1. Untuk memberikan ruang reguler bagi supervisi guna merenungkan isi dan pekerjaan
mereka.
5. Untuk memastikan bahwa sebagai pribadi dan sebagai orang pekerja tidak ditinggalkan
tidak peru membawa kesulitan, masalah dan proyeksi saja.
7. Untuk merencanakan dan memanfaatkan sumber daya pribadi dan profesiona yang lebih
baik.
Menurut Andri dan Endang (2019: 64-65), Ada beberapa jenis pengawasan yang dapat
dilakukan, yaitu :
1. Pengawasan Intern dan Ekstern Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh orang atau badan yang ada didalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung
atau pengawasan melekat (Built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada
diluar unit organisasi yang diawasi.
2. Pengawasan Preventif dan Represif Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai
pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Pengawasan ini dilakukan pemerintah
dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara
yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Pengawasan ini juga
dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang
dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan
oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi
lebih awal. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan
setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini dilakukan pada akhir tahun anggaran,
dimana anggaran yang teah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Stelah itu,
dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif Pengawasan dekat (Aktif) dilakukan sebagai bentuk
pengawasan yang dilaksanakan ditempat kegiatan yang bersangkutan. Hal ini berbeda
dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat pertanggungjawaban yang disertai dengan bukti penerimaan
dan pengeluaran.
e. Tujuan Pengawasan
Menurut Sukarna (2011: 112), Ada beberapa tujuan pengawasan, sebagai berikut :
3. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam planning
terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah ditentukan.
6. Untuk mengetahui apakah peaksaan kerja sesuai dengan prosedur dan kebijaksanaan
yang telah ditentukan.
f. Pengawasan Inspektorat
Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daera menentukan :
2. Aparat pengawas intern pemerintah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
inspektorat provinsi dan inspektorat Kabupaten/Kota Pengertian pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2005 menyatakan pengawasan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah
adalah proses kegiatan yang di tujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Tahun 2018 indikator
dalam Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah, antara lain :
1. Ketepatan Waktu Penetapan Perda APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran dan memiliki peranan
yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan daerah. keterlambatan pemerintah daerah
dalam menyelesaikan APBD dikarenakan adanya :
Penjelasan Misi:
a) Meningkatkan Kualitas SDM guna menunjang optimalitas pelaksaaan Tugas Pokok dan
fungsi Sekretariat Dewan dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pemimpin
dan anggota DPRD .
b) Meningkatkan disipli pegawai untuk menunjang tugas-tugas pimpinan dan Anggota
Dewan
c) Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi agar pelayanan kepada Pimpinan dan
Anggota DPRD serta public lebih cepat dan akurat.
d) Meningkatkan kualitas dan pelayanan yang akuntabel Melalui optimalisasi Sistem
Informasi serta koordinasi dan komunikasi antar bagian dan sub bagian guna menunjang
penyelangggaran tugas pokok dan fungsi sekretriat Dewan dalam memberikan pelayanan
Optimal kapada pimpinan dan anggota DPRD.
e) Menyempurnakan standar operasional dan pelayanan kelembagaan yang lebih terbuka
guna menunjang optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi pokok sekretariat dalam
memberikan pelayanan yang optimal kepada pimpinan dan anggota DPRD.
f) Meningkatakan fasilitasi Pembahasan peraturan Perundangan guna menghasilkan produk
undang-undang yang terbaik untuk masyarakat Sulawesi-Tenggara.
g) Meningkatkan Kapasitas Dprd Guna menghasilkan output dari kinerja Dewan yang baik
untuk masyarakat Sulawesi-tenggara
h) Peningkatan Kapasitas Aparatur Sekretariat DPRD Guna menciptakan Iklm kerja yang
baik kedepannya.
B.Sejarah dan Terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara Sebagai Salah Satu
Unsur Pemerintah daerah secara resmi terbentuk pada tanggal 27 April 1964 berdasarkan SK
mentri dalam nomor : Des.2/21/26-1 pada tanggal 23 November7 orang Anggota DPRD –GR
dan di lantik oleh Eni Karim. Pada Tanggal 10 januari 1965 yang sejenak ini mulailah
pelaksaan tugas-tugas legislative Daerah. Anggota DPRD-GR ini Menjalankan tugasnya
secara aktif hanya sampai pada pertengahan bulan Oktober 1965 dan sesudah itu menjadi
beku oleh karenaang yang di ragukan mental ideologinya terutama terjadinya tragedi nasional
G.30,S/PKI. Sejak Pertengahan Bulan selanjutnya selama tahun 1966 tidak dapat menjalankan
tugasnya lagi.
Dengan di keluarkan SK Menteri dalam Negeri tanggal 30 januari 1967 No. Pemda 5/44-
66 anggota-anggota DPRD-GR yang masih ada sebanyak 18 orang telah di berhentikan dengan
Hormat dari jabatannya dengan SK anggota DPRD-GR yang baru sehingga DPRD-GR sudah
dapat berfungsi kembali. Dalam kurin waktu satu tahun, DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
mengeluarkan 20 Perda yang diantaranya mengenai lambang daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara, Pendirian Perusahaan, Pedoman Pelaksanaan Anggara pendapatan dan Belanja
Daerah, Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, Pajak Dan Lain- Lain. Untuk lebih mengetahui,
berikut penjelasan lengkap mengenai sejarah DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara:
1. Periode tahun 1964-1967
Setelah terbentuknya daerah tingkat lahirlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Tanggal 23 November 1964 No. Des. 2/21/26-183 yang mengangkat 27 orang Anggota
DPRD – GR dan dilantik pada tanggal 10 Januari 1965 dengan komposisi sebagai berikut:
a. Partai Politik Jumlah 14 Kursi
PNI 5 kursi
NU 2 kursi
PSII 2 kursi
Parkindo 1 kursi
Katholik 1 kursi
PKI 1 kursi
Jumlah 13 kursi
b. Golongan Karya
Peng nasional 1 kursi
Ulama islam 2 kursi
Ulama kristen 1 kursi
Tani 1 kursi
Pemuda 1 kursi
Buruh 1 kursi
Angkatan darat 1 kursi
Kepolisian 1 kursi
Angkatan 1 kursi
Wanita 1 kursi
Veteran 1 kursi
Sedangkan unsur pimpinan terdiri dari, J. Wayong yang merupakan Kepala Daerah karena
jabatannya (ex. officio) Gubernur sebagai Ketua, yang selanjutnya dijelaskan oleh La Ode Hadi
Gubernur Kepala Daerah berikutnya. Sedangkan Ahmad Safiuddin sebagai Wakil Ketua.
Nama-nama anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara periode 1964 - 1967:
No Nama Partai Politik
.
1. La Ode Muh. Taoha PNI
2. Fakiu Basri PNI
3. Viktor Sidupa PNI
4. Josef de Rosari PNI
5. Surabaya PNI
6. Andi Sunre NU
7. Hadda Ishaq PSII
8. Abd. Hamid Hasan PSII
9. Muh. Assjad Talha PSI
10. B. Lakawa, BA Parkino
11. Andreas Awang Ham Katholik
12. La Ode Tuga Parkindo
13. Abd. Rahim PKI
14. Achmad Sjafiuddin Golkar Pengusaha Nasional
15. La Raa Golkar Al Ui lslam
16. H. Abd. Syukur Golkar Al Ui lslam
17. Arnold J. Manuhutu Golkar Al UI Kristen
18. La Ode Madu Golkar Tani
19. Djuhaepa Balaka Golkar Pemudah
20. Abd. Muis Zainal A Golkar Buruh
21. M. Dg Situju Galkar Angkatan Darat
22. M. Pasono Golkar Angkatan Kepolisian
23. Muhidin S. Golkar Veteran
24. R. Moehadi Golkar Angkatan 45
25. Josien Masie Taolo Golkar Wanita
26. La Ode Saenu Golkar Koperasi
27. PAD Gonstal SH Golkar Cendekiawan
Dengan SK Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 April 1967 juga dilakukan pemberhentian
anggota-anggota DPRD-GR pengangkatan yang kedua dengan komposisi sebagai berikut :
a. Partai politik NU 3 Kursi
PSII 3 Kursi Wanita 1 kursi
PNI 3 Kursi Pemuda 1 kursi
IPKI 3 Kursi Angkatan 66 1 kursi
PARKINDO 3 kursi Kokarmindagri 1 kursi
KATHOLIK 1 kursi Buruh 1 kursi
Tani 1 kursi
Jumlah 14 kursi Peng. Nasional 1 kursi
b. Galongan karya Muhammadiyah 1 kursi
ABRI 4 kursi A. U. Islam 1 kursi
Veteran 1 kursi A. U Kristen 1 kursi
Angkatan 45 1 kursi Jumlah 17 kursi
Cendekiawa 1 kursi
Sehingga jumlah keseluruhan 31 orang. Selanjutnya unsur pimpinan, jabatan ketua
tidak lagi dijabat gubernur kepala daerah, melainkan dari unsur DPRD-GR sebagai
berikkut:
Ketua : Drs. H. La Ode Manarfa
Wakil Ketua : Abd. Hamid Hasan
Anggotanya adalah sebagai berikut
No Nama Partai Politik
.
1. Saeho Pidani NU
2. Haddat Ishaq NU
3. La Ode Rianse NU
4. Muh. Kasim PSI
5. La Raa PSI
6. Josias Sonan PNI
7. La Ode Abd. Wahid PNI
8. Umar Tongasa, BA PNI
9. Maola Daud IPKI
10. Burhan Tawu, BA IPKI
11. Ds. A. A. Rere Parkindo
12. B. Lakawa BA Parkindo
13. Lambertus Lago Katholik
14. Mayor A. Rasjid Golongan Karya Angkatan Darat
15. AKBP KHE. Sompie Golongan Karya AKRI
16. Mayor Salimin Hajo Subroto Golongan Karya ALRI
17. Kapten (U) Salimin Haja Golongan Karya ALRI
Subrato
18. H. Abubaeda Umar Golongan Karya Veteran
19. Supu Jusuf Golongan Karya Angkatan 45
20. Ridwan hasanuddin, SH Golongan Karya Cendekiawan
21. Wa Ode Sitti Halidjah Golongan Karya Wanita
22. Ahd, Madjid BA Golongan Karya Pemuda
23. Drn, H. La Ode Manarfa Golongan Karya Kokarmindagri
24. P. Dg. Nappu Golongan Karya Buruh
25. G. M. Kasenda Golontan Karya Tani
26. Tawa Sabara Golongan Karya Pengusaha Nasionali
27. H. Abd. Razak Golongan Karya Muhammadiyah
28. Kapten Nahwi Rasul Golongan Karya AL.UI Islam
29. Lettu Ds. P. Rumono Golongan Karya Al, UL. Kristen
Pada periode DPRD ini terjadi pergantian pimpinan Dewan dari Fraksi
TNI/POLRI yaitu H. Moch. Rasjid, Sm. lk, dikirim oleh H. Abd. Rachim
dan lanjutannya S. Madijanto, B.Sc., sampai akhir masa jabatan.
a. Fungsi DPRD
Dalam ketentuan pasal 96 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2014
DPRD provinsi mempunyaik fungsi :
1. Fungsi Legislasi
Legislasi adalah bembuatan peraturan perundang–undangan
dan peraturan perundangan–undangan, meskipun pebentukan
legislasi merupakan wewenang Lembaga negara atau penjabat
(legislator), msyarakat atau pihak terkait yang berkepentingan
dengan legislasi dibentuk oleh legislator. Sebab pemberlakuan
bentukan peraturan perundang – undangaan tersebut akan
berimplikasi pada hak kewajiban masyarakat atau pihak terkait.
a.) Menyusun program legislasi nasional (prolegnas)
b.) Menyusun dan membahas rancangan undang – undang (RUU)
c.) Menerima rancangan undang – undang yang diajukan oleh
( DPD ) dewan perwakilan daerah (terkait otonomi daerah:
pembentukan, pemekaran dan pengubahan daerah.
d.) Mebahas rancangan undang – undang (RUU) yang diusulkan
oleh presiden atauppun DPD.
e.) Menetapkan UU Bersama dengan persiden
f.) Menyetujui atau tidak peraturan pemerintah pengganti UU
(yang diajukan) untuk ditetapkan menjadi UU.
2. Fungsi penganggaran
Funsi anggaran diwujudkan dalam pembahasan untuk
persetujuan Bersama terhadap rancatrang perda provinsi/
kabupaten/ kota. Fuhngsi anggara dilaksakan dengan cara :
a.) Pembahasan KUA dan PPAS yang diusulkan oleh gubernur/
walikota berdasarkan RKPD.
b.) Pembahasan rancangan perda provinsi/ kabupaten / kota
tentang APBD provinsi/ kabupaten/ kota.
c.) Membahas rancangan perda propinsi/ kabupaten/ kota tentang
perubahan APBD provinsi kabupaten kota
d.) Membahas rancangan PERDA provinsi/ kabupaten/ kota
tentang pertanggung jawaban APBD provinsi kabupaten kota.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan
terhadap :
a. Pelaksanaan PERDA Provinsi/Kabupaten/Kota dan peraturan
gubernur/Bupati/walikota .
b. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait
dengan penyelenggaran pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota.
c. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan
pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
f. agama
Salah satu fungsi dari DPRD provinsi adalah pengawasan. Fungsi pengawasan
diwujudkan di antaranya dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
provinsi dan peraturan gubernur.
Kemudian salah satu tugas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan adalah melakukan
pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota.
Peraturan Pelaksana
Kami asumsikan yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah keputusan kepala
daerah. Berkaitan dengan keputusan kepala daerah, dalam Pasal 76 ayat (1)
huruf a UU 23/2014 disebutkan bahwa:
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang
secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan
tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam Pasal 17 ayat (3) UU 23/2014 disebutkan bahwa dalam hal
kebijakan Daerah (termasuk keputusan kepala daerah) yang dibuat dalam
rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat membatalkan
kebijakan Daerah.
Mengenai pengawasan perda ini, juga pernah dijelaskan pada artikel Efektivitas
Executive Review Perda, Nur Sholikin berpendapat bahwa Undang-Undang
Pemerintahan Daerah baik itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) maupun penggantinya yaitu UU 23/2014
memberi kewenangan pemerintah mengawasi perda baik ketika masih bentuk
rancangan perda maupun sesudah disahkan.
Lebih lanjut Nur Sholikin dalam artikel yang sama menjelaskan secara
sederhana prosedur pengawasan berjenjang mengatur perda diawasi secara
bertingkat oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai wakil
pemerintah pusat. Gubernur memiliki kewenangan mengawasi perda
kabupaten/kota. Jadi menyimpulkan penjelasan di atas, pengawasan terhadap
perda itu dilakukan oleh Gubernur dan DPRD provinsi. Gubernur memiliki
kewenangan mengawasi perda kabupaten/kota. Selanjutnya DPRD provinsi
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan
gubernur.
Bila dipahami dari sisi manajemen pemerintahan, maka daerah otonom yang
memiliki otonom daerah merupakan sebuah wujud pendelegasian wewenang
dari pemerntah pusat kepada pemerintah daerah mengelola sumber daya negara
dalam memudahkan penyediaan layanan pada masyarakat di daerah. Dengan
demikian interaksi yang terjalin hubungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah baik dalam wilayah maupun dalam hubungan administrasi dalam
konteks wilayah pemerintah daerah dimaknai sebagai organ-self governing,
yaitu council dan mayor yang para pejabatnya dipilih melalui proses pemilihan
umum dengan dibatasi oleh wilayah yurisdiksinya, sedangkan dalam konteks
administrasi, pemerintah daerah didekati dari sisi fungsi, yakni melaksanakan
tugas dan kewenangan pelayanan publik pada hal-hal tertentu yang dirncikan
dan sisanya merupakan kewenangan pemerintah pusat -local government. Oleh
karena Otonomi Daerah itu pula, maka DPRD diberikan kewenangan, antara
lain melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah (pasal; 41 UU
32/2004). Pengawasan ini dengan tujuan untuk menciptakan kualitas prima
pelayanan publik di daerah yang dapat memuaskan publik yang membutuhkan
jasa layanan sekaligus sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban moral-
politik kepada masyarakat yang diwakilinya. Dengan demikian pengawasan ini
dilaksanakan tidak hanya karena terjadi masalah dalam suatu kegiatan pada
Pemerintahan Daerah, tetapi karena memang harus dilaksanakan. Begitu juga
dengan Pemerintah Daerah yang harus tetap memberikan keterangan
pertanggungjawaban atas semua tugas yang dijalankan itu kepada DPRD,
karena ini merupakan amanat konstitusi (Pasal 27 ayat 2 UU 32/2004).
Pengawasan represif jika merunut pada elemen dalam teori yang dikemukakan
oleh Griffin biasa dilakukan sebelum atau setelah ada pengaduan dari penerima
layanan. Bila dilakukan sebelum ada aduan, tindakan represif biasanya didasari
oleh keinginan anggota DPRD untuk melakukan pengukuran kinerja atau
membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sedangkan
pengawasan yang dilakukan setelah adanya aduan acapkali terjadi dibanyak
daerah apabila terjadi ketidakpuasan yang berulang. Dalam konteks pelayanan
di RSUD Pamekasan, tindakan turun tangan langsung oleh anggota dewan
seyogyanya tidak terjadi berulang kali. Meski bernilai positif, hal itu
sesungguhnya mengindikasikan tidak adanya evaluasi yang efektif sehingga
“membuka peluang” terjadinya kejadian yang serupa diwaktu yang akan
datang. Melihat kondisi tersebut, upaya pemberian reward dan punishment bisa
jadi patut dipertimbangkan sebagai bagian dari evaluasi dan pengawasan
preventif ditahun yang akan datang. Meski pengawasan represif bisa
dikategorikan sebagai pengawasan melekat, secara internal pengawasan ini tak
bisa dipisahkan dengan pengawasan preventif yang lebih condong pada trilogi
fungsi anggota DPRD.Untuk itu perlu kiranya dibentuk sistem yang lebih
mendasar sehingga keduanya saling melengkapi. Jika terbentuk dalam sistem
yang kuat, fungsi pengawasan oleh DPRD terhadap pelaksanaan layanan publik
akan lebih sering dibicarakan sisi preventifnya. Hal ini dikarenakan ketika
layanan publik semakin membaik, tindakan-tindakan pengawasan represif
secara otomatis akan semakin jarang dilakukan. Pemerintah (dalam hal ini
DPRD) “hanya” perlu lebih kreatif dan jeli melihat setiap celah buruk
pelayanan, lalu memasukkan setiap solusi yang mungkin bisa dilakukan
sehingga bisa disebut menjadi bagian dari pengawasan preventif.
BAB V
semua anggota DPRD selama menjabat dan dalam menjabat itu anggota DPRD
juga diberikan Hak imunitas/ kekebalan yang diatur oleh peraturan tata tertib
DPRD.
rakyatnya, oleh karena itu DPRD dalam pelaksanaaan fungsi ini berprinsip
berdasarkan rapat Komisi yang juga dapat dilanjutkan dengan rapat dengan
penayagunaan sumber daya keuangan negara. Yang masuk dalam kategori ini
pelaksanaan APBD.
pemerintah daerah dapat mewujudkan pemerintahan yang baik. Dalam hal ini
jika sepanjang fungsi pengawasan DPRD itu dilaksanakan secara baik dan
optimal, maka dengan pengawasan ini akan dapat tercipta pemerintah yang
bersih dan terhindar dari korupsi. Namun sebaliknya jika pengawasan DPRD
hanya sekadar formalitas, maka tidak akan terdapat peemerintahan yang bersih,
kendatipun masih ada pengawas dari lembaga lainnya seperti BPK, inspektorat
adalah bahwa DPRD mewakili komunitasnya, sehingga sudah pasti bahwa DPRD
itu berasal dari berbagai latar belakang. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
kemana diarahkan. Kepala daerah yang berasal dari fraksi yang ada di DPRD,
maka pengawasan oleh fraksi tersebut pada dasarnya pengawasan ini hampir
diabaikan, apalagi kepala daerah tersebut menguasai parttai politik, sudah pasti
kinerja seorang anggota DPRD. Menurut Abcarian dan Masannat, pengaruh sosial
mengatakan bahwa: “Orang-orang dengan status sosial ekonomi yang tinggi seperti
Karena DPRD berasal dari partai politk, maka kendala dalam pelaksanaan
tugas DPRD termasuk fungsi pengawasan adalah sehubungan dewan selalu sibuk
dalam mengurusi urusan partai politik, walaupun di atur dalam tata tertib bahwa
tugas dewan harus diutamakan daripada urusan lain, namun pada kenyataannya
dewan selalu mengutamakan urusan politik. Hal ini tentu karena anggota DPRD
berasal dari partai politik, apalagi sesuai dengan undang-undang No. 17 Tahun
2014 tentang MD3, bahwa partai politik dapat merecaal anggotanya di dewan.
Pelaksanaan fungsi pengawasan bukanlah hal yang mudah, pada dasarnya
pengawasan melibatkan dua belah pihak yaitu pihak yang mengawasi dan pihak
yang diawasi. Fungsi pengawasan DPRD perlu terus dikembangkan baik model
kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Bawasda, atau paling tidak DPRD
memiliki akses kepada hasil pengawasan Bawasda, tetapi hal inipun harus
bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala
daerah.
keuangan.
itu juga menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin prosedur
DPRD Sultra hendaknya juga mampu menjalin hubungan yang lebih baik lagi