Anda di halaman 1dari 63

Tugas kelompok 1 individu

STUDI PARLEMEN
“ DPRD PROVINSI SULAWESI TENGGARA”

OLEH;

Dhani Himawan

(C1E118037)

Program Studi Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Halu Oleo

2022
Lembar tugas individu kelompok I

Judul tugas: Fungsi (DPRD) dalam aspek pengawasan.

 Bab I menguraikan tentang DPRD/Parlemen ( teori teori )

- Bagaimana presentase DPRD, minimal 10 halaman

 Bab II Teori pengawasan DPRD referensi (Buku/internet),minimal 10 halaman

 Bab III gambaran umum DPRD sultra

- Sejarah

- Komposisi anggota

- Lembaga DPRD, minimal 10 halaman

 Bab IV, fungsi pengawasan DPRD

- Pengawasan yang telah di lakukan DPRD

- Hasil pengawasan DPRD sultra

- BAB V

- Pandangan mahasiswa tentang pengawasan DPRD provinsi.


BAB I

Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

dalam aspek pengawasan

A. Dewan perwakilan rakyat daerah ( DPRD)

1. Pemerintah Daerah

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah


dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.7 Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat
administrasi negara dalam lingkungan pemerintahan daerah lainnya, kepala daerah dibantu oleh
wakil kepala daerah. Kepala daerah adalah pimpinan eksekutif di lingkungan pemerintahan daerah.
Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 59 ayat (1)
dan (2) dijelaskan bahwa Setiap Daerah dipimpin oleh kepala Pemerintahan Daerah yang disebut
kepala daerah. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Daerah provinsi disebut
gubernur, untuk Daerah kabupaten disebut bupati, dan untuk Daerah kota disebut wali kota.8
Pengaturan dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah selama ini telah diletakan
peran kepala daerah sebagai peran kunci, mengingat kepala daerah merupakan komponen
signifikan bagi keberhasilan pembangunan nasional. Efektifitas pemerintahan negara tergantung
pada efektifitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga keberhasilan kepemimpinan di
daerah menentukan kesuksesan kepemimpinan nasional. Ketidakmampuan kepala daerah dalam
mensukseskan pembangunan daerah berimplikasi pada rendah atau berkurangnya kinerja dan
efektifitas penyelenggaraan pembangunan nasional. Agar perubahan dalam kerangka otonomi
daerah efektif, dibutuhkan kepemimpinan kepala daerah yang visioner dan kuat, yaitu
kepemimpinan yang transformasional, kepemimpinan yang mampu mengubah tatanan
pemerintahan dan tatanan administrasi negara menjadi lebih bersih, efektif dan efisien. Fungsi
kepemimpinan tranformasional ini sangat penting, karena berfungsi sebagai penggerak perubahan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan.9 Kepala daerah dibantu oleh wakil kepala daerah
yang dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil. Masa jabatan kepala daerah adalah selama lima
tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama
hanya untuk satu kali masa jabatan.

2. Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah

Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Pasal 65 ayat (1), dijelaskan mengenai
tugas dari kepala daerah, tugas yang dimaksud yaitu: a. Memimpin pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b. Memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat; c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun
dan menetapkan RKPD; d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar
pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; dan f. dihapus. g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Sedangkan tugas dari wakil kepala daerah menurut Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 Pasal 66 ayat (1), yaitu: a. Membantu kepala daerah dalam: 1) Memimpin
pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2) Mengoordinasikan
kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat
pengawasan; 3) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan 4) Memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah
kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota; b. Memberikan saran dan
pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah; c. Melaksanakan
tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan
sementara; dan d. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wakil kepala daerah melaksanakan
tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah yang ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah. Didalam melaksanakan tugasnya, wakil kepala daerah
menandatangani pakta integritas dan bertanggung jawab kepada kepala daerah.Wakil kepala daerah
wajib melaksanakan tugas bersama kepala daerah hingga akhir masa jabatan.11 Kemudian didalam
melaksanakan tugas yang telah dijelaskan sebelumnya, kepala daerah memiliki kewenangan sebgai
berikut: a. Mengajukan rancangan Perda; b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan
bersama DPRD; c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; d. Mengambil tindakan
tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat; e.
Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 1


angka 4 yang dimaksud dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Pasal 1 angka 4 yang dimaksud dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Berbeda
dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah.
DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.13
Adapun fungsi pokok dari lembaga perwakilan (parlemen) itu pertama-tama adalah pengawasan
terhadap eksekutif, kemudian barulah fungsi legislate (fungsi pembuatan undang-undang). Bentuk-
bentuk pengawasan oleh parlemen itu bermacam-macam. Apabila kita meneliti konstitusi berbagai
Negara di dunia kita dapat menemukan beberapa bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh
lembaga parlemen terhadap kinerja pemerintah. Diantara bentuk-bentuk yang penting dalam rangka
pengwasan adalah : (1) mengangkat dan memberhentikan kabinet; (2) hak menentukan dan
mengawasi anggaran dan keuangan; (3) melindungi hak milik dan kekayaan warga masyarakat; (4)
menyelenggarakan forum perdebatan parlemen; (5) melakukan dengar pendapat; (6) hak interplasi
dan pertanyaan; (7) melaksanakan fungsi pemerintahan secara bersama; dan (8) melaksanakan
fungsi semi-legislatif dan semi-judisial.14 Untuk mewujudkan cita-cita demokrasi atau kedaulatan
rakyat di daerah, maka dibentuk dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Dalam perspektif
sejarah, kedudukan dan wewenang DPRD menurut Konstitusi di Indonesia mengalami pasang
surut.15 Pada awal kemerdekaan, di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, yang diterbitkan
tanggal 23 november 1945 menyebutkan bahwa DPRD yang saat itu bernama Badan Perwakilan
Daerah (BPRD) dipimpin oleh kepala daerah. BPRD berwenang memilih badan eksekutif yang
juga dikepalai oleh kepala daerah, yang sekaligus adalah aparat pusat. Jadi sangat jelas bagaimana
sangat lemahnya kedudukan DPRD saat itu, begitu pula dengan kewenagannya. Selanjutnya, pada
tahun 1948 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1948, barulah kedudukan dan
wewenang DPRD terangkat pesat. Berdasarkan undang-undang ini DPRD memegang kekuasaan
pemerintah daerah. Di dalam UndangUndang Nomor 2 tahun 1948, disebutkan bahwa Pemerintah
Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD)
yang diketuai oleh Kepala Daerah, dan kekuasaan Pemerintah Daerah ada di tangan DPRD.
Sedangkan DPD bertanggung jawab kepada DPRD. Ini berarti kedudukan DPRD lebih tinggi dari
Kepala Daerah.16 Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959, kemudian mengikis kewenangan
DPRD, karena dalam PenPres ini disebutkan bahwa kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab
kepada DPRD. Bahkan kepala daerah dinyatakan sebagai alat daerah dan pusat. Dengan penetapan
kebijakan ini maka tersirat bahwa kedudukan DPRD berada di bawah kepala daerah karena
kedudukannya sebagai alat pusat. Kemudian dengan diterbitkannnya Undang-Undang Nomor 6
tahun 1959, menetapkan bahwa DPRD dan kepala daerah adalah pemerintah daerah. Dengan
disejajarkannya kedudukan DPRD dan kepala daerah sebagai mitra, bukan berarti mengangkat
lembaga ini ini pada posisi yang lebih baik dalam pemerintahan daerah, tapi justru melepaskan
lembaga ini dari fungsinya sebagai institusi demokrasi di daerah.17 Penyejajaran kedudukan antara
DPRD dengan kepala daerah masih dilanjutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974,
meskipun kepala daerah dipilih dan dicalonkan oleh DPRD. Tidak adanya pemisahan yang jelas
antara lembaga eksekutif dan legislatif di daerah, bukan saja mengaburkan fungsi dan peran kedua
lemabga itu, tapi juga meniadakan sistem kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah. Akuntabilitas
pemerintah daerah tidak pernah dipertanyakan. Tiadanya sistem check and balances telah
memungkinkan kepala daerah tidak mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada
masyarakat yang dipimpin melalui wakil-wakil mereka di DPRD.

4. Tinjauan Umum Peraturan Daerah

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedangkan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota.19 Dalam rangka melaksanakan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah, kepala daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan daerah
membuat peraturan daerah sebagai dasar hukum bagi daerah dalam menyelenggarakan otonomi
daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan daerah. Peraturan daerah yang
dibuat oleh daerah hanya berlaku dalam batasbatas yuridiksi daerah yang bersangkutan. Walaupun
demikian peraturan daerah yang ditetapkan oleh daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
peraturan perudangundangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan
perundangundangan.

5. Eksistensi Peraturan Daerah

Pengaturan otonomi, dalam berbagai undang-undang organik yang pernah berlaku selama
ini seringkali kita temui perbedaan bahkan pertentangan antara yang satu dengan yang lain.
Misalnya, pengaturan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan
pengaturan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sangat berbeda sekali,
padahal kedua Undang-undang tersebut lahir atas perintah Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Hal ini terjadi disebabkan oleh pengaturan otonomi daerah dalam
Undangundang Dasar Tahun 1945 Pra Amademen terlalu sederhana, dimana hanya diatur dalam
satu pasal saja, yaitu “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk
susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa”20 Sehingga pembuat Undang-undang organik memegang semacam mandat
blanko yang akan diisi sesuai dengan konfigurasi politik yang dominan. Setelah dilakukan
perubahan terhadap Undang-undang dasar Tahun 1945, tepatnya pada perubahan kedua, Pasal 18
yang semula hanya terdiri dari satu ayat saja berubah menjadi tujuh ayat plus 18A dan 18B yang
masing-masing terdiri dari dua ayat. Paling tidak ada tujuh prinsip penting yang digariskan oleh
Pasal 18 Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasca Amandemen, yaitu: (1) Prinsip daerah mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18
ayat 2; (2) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat 5); (3) Prinsip Kekhususan
dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat 1); (4) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat 2); (5) Prinsip mengakui
dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa(Pasal 18B ayat 1); (6)
Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum (Pasal 18 ayat 3); (7)
Prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (Pasal 18A ayat 2).21
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian digantikan dengan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang lahir Pasca Amandemen Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat menjadi titik pijak penataan penyelenggaraan
desentralisasi dan otonomi daerah, karena telah membawa angin perubahan baik pada ranah
paradigma, pola dan fungsi utama penyelenggaraan pemerintahan daerah.

B. Presentase DPRD dalam aspek pengawasan

Kinerja pemerintah daerah menurut Inpres No. 7 Tahun 1999 adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi. Permendagri No. 65 tahun 2007 mendefinisikan kinerja pemerintah
daerah sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, atau
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi pemerintah daerah yang tertuang dalam
perencanaan strategi dan dapat diukur melalui analisis keuangan daerah. Sedangkan dalam
Permendagri No. 73 tahun 2009 kinerja pemerintah daerah atau disebut dengan kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan capaian atas penyelenggararaan urusan
pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau dampak.
Kinerja pemerintah daerah harus diukur dan dievaluasi secara kontinu. Alasan utamanya adalah
karena pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat.
Menurut Mahsun (2006), pengukuran kinerja merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencatat
dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan dan strategi sehingga dapat
diketahui kamajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Mardiasmo
(2002) mengungkapkan sistem pengukuruan kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer organisasi sektor publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Menurut Mardiasmo (2002) pengukuran kinerja sektor
publik akan 1) membantu memperbaiki kinerja pemerintah daerah, 2) membantu pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan, dan 3) mewujudkan pertanggungjawaban dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD)
dilatarbelakangi oleh pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 1999. Sejak saat itu, pemerintah
sama halnya dengan swasta dituntut untuk memiliki tata kelola yang baik sebagai pembelajaran
dari krisis nasional multidimensional pada tahun 1997-1998. Sebagai bagian dari perwujudan tata
kelola pemerintahan yang baik maka dikeluarkanlah PP No. 6 tahun 2008 mengenai Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Salah satu bentuk evaluasi penyelenggaraan
pemerintah daerah adalah EKPPD. EKPPD merupakan salah satu langkah strategis pemerintah
pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menilai keberhasilan daerah
dalam pelaksanaan otonomi daerahnya, sekaligus sebagai bentuk bahan kebijakan untuk
meningkatkan kapasitas penyelenggaraan pemerintah daerah. EKPPD merupakan satu dari tiga
elemen evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Tata cara pelaksanaan EKPPD diatur dalam
Permendagri No. 73 Tahun 2009 yang merupakan pelengkap PP No. 6 tahun 2008. EKPPD
dilaksanakan setiap tahun oleh pemerintah dan diberlakukan kepada seluruh daerah otonom yang
kepala daerahnya telah diwajibkan menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(LPPD). EKPPD dilaksanakan dengan tujuan untuk: 1) mengetahui keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah, 2) sebagai umpan balik dan rekomendasi bagi daerah untuk mendorong
peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, 3) sebagai bahan Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah (DPOD) dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan
nasional dalam hal perimbangan keuangan Pusat dan daerah, penataan daerah, pembinaan, dan
pengawasan daerah, 4) sebagai bahan masukan kepada kementerian dan lembaga untuk melakukan
pembinaan lebih lanjut dalam rangka peningkatan kinerja daerah melalui program pengembangan
kapasitas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 PP No. 6 tahun 2008, dan 5) sebagai bahan
evaluasi lebih lanjut dalam pemberian peringkat kinerja pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan
kota.
BAB II

Teori pengawasan (DPRD)

A. Teori fungsi pengawasan

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan


penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan di capai. Melalui pengawasan di
harapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengasan tercipta
suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.21 Dalam kaitannya dengan
akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan mejaga
legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu system
pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan
ekstern (external control). Disamping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social
control). Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas
rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;

2. Menyaranakan agar ditekan adanya pemborosan;

3. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

Pengertian pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan pasal 1


Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa: “Pengawasan atas Penyelenggaran
Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin Agar Pemerintahan
Daerah berjalan secara efisien sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundangundangan.”

- Menurut Abdul Halim dan Thresia Damayanti menyatakan Pengawasan dilihat dari metodenya
terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Pengawasan yang melekat dilaksanakan oleh pimpinan atau atasan langsung suatu
instansi/unit kerja dalam lingkungan pemerintah daerah terhadap bawahannya.

2. Pengawasan fungsioanal yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional APBD yang
meliputi BPKP, ltwilprop, ltwilkab/kota.

- Definisi lain diungkapkan oleh Kusnadi, dkk sebagai berikut: Pengawasan adalah
memantau atau memonitor pelaksanaan rencana apakah telah dikerjakan dengan benar atau tidak
atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan rencana. Pengawasan tidak
akan dapat dilakukan jika tidak ada rencana dan rencana akan menjadi kenyataan jika ditindak
lanjuti oleh pengawasan.

- Fathoni mendefinisikan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan aparat
atau unit bertindak atas nama pimpinan organisasi dan bertugas mengumpulkan segala data dan
informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk menilai kemajuan dan kemenduran
dalam pelaksanaan pekerjaan.

- Sedangkan menurut Henry Fayol yang dikutip oleh Sofyan, pengawasan adalah:
Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang di
tetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip di anut. Juga dimaksud untuk mengetahui
kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari. Dari beberapa
pendapat diatas dapat ditari kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam
menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan
dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik. Tanpa adanya pengawasan dari pihak pimpinan/atasan
maka perencanaan yang telah ditetapkan akan sulit diterapkan oleh bawahan dengan baik,
sehingga tujuan yang diharapkan akan sulit terwujud. Secara umum tujuan pengawasan adalah
untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku guna menciptakan aparatur pemerintahan yang bersih, bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sedangkan secara khusus menurut Abdul Halim yaitu:

1. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Menilai apakah kegiatan dengan pedoman akuntansi yang berlaku.

3. Menilai apakah kegiatan dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif.


4. Mendeteksi adanya kecurangan.

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pengawasan di instansi pemerintahan
daerah adalah sebagai berikut:

1. Agar terlaksananya penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien


dan efektif.

2. Ridak terjadi penyimpangan atau hambatan-hambatan pelaksanaan keuangan daerah.

3. Terlaksananya tugas umum pemerintah dan pembangunan secara tertib di instansi pemerintah
daerah.

1. Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan Menurut Inu Kencana Syafiie (2019: 167), pengawasan dapat
didefinisikan sebagai proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin jalannya
pekerjaan, dengan demikian dapat selesai secara sempurna sebagaimana yang direncanakan
sebelumnya, dengan pengkoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan. Pengawasan
pemerintah adalah pengawasan dari dan terhadap pemerintah, mengapa pemerintah yang berkuasa
mesti dan harus diawasi, hal tersebut disebabkan karena pemerintah memakai uang rakyat, harus
mengatur rakyat dengan baik dan benar, mengurus dan mengatur segala persoalan rakyat dengan
baik dan benar. Menurut Baldric Siregar (2017 : 63), Pengawasan adalah proses untuk memastikan
bahwa kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Pada tahap perencanaan
ditetapkan indikator dan targer kinerja. Keputusan Presiden RI No.74 tahun 2001 pasal 1 ayat 6
menyebutkan bahwa pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar pemerintah daerah sejalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan
perundang-undangan 12 yang berlaku, selanjutnya juga di sebutkan bahwa pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah terdiri atas pengawasan fungsional, pengawasan legislatif, dan
pengawasan masyarakat. Pengawasan menurut peraturan pemerintah No.79 Tahun 2005 pasal 1
tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah menyatakan
bahwa “pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundangundangan”. Pengawasan yang di maksud dalam penelitian ini
adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional yang dilakukan
terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan tujuan serta
peraturan yang berlaku. Proses pengawasan, merupakan tindakan pemeriksaan merupakan hal yang
penting dalam menilai kesesuaian kegiatan yang seharusnya. Berdasarkan penjelasan Peraturan
Pemerintah No.79 Tahun 2005 Pasal 1 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat di katakan bahwa pengawasan sebagai salah satu
fungsi manajerial yang mempunyai peranan yang sanggat penting dalam pelaksanaan dari berbagai
kegiatan unit kerja agar sesuai dengan peraturan awal dari organisasi. Pengawasan ini tidak hanya
untuk mencari kesalahan, tetapi untuk menentukan apa yang salah didalam 13 pelaksanaan kegiatan
tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari tujuan dan sasaran utama organisasi. Mengacu
kepada beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan jika pengawasan dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan kegiatan unit kerja dan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya sudah ditetapkan. Dalam
kegiatan pengawasan dilakukan secara sitematis dengan berbagi usaha dalam mencari dan
mendeteksi suatu penyimpangan atau kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan.

b. Tahap - Tahap Proses Pengawasan Menurut Andri dan Endang (2019: 65-66), Ada lima
Tahap-tahap proses pengawasan sebagai berikut :

1. Tahap Penetapan Standar Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan
kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan.

2. Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Digunakan sebagai dasar atas


pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat.

3. Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Beberapa proses yang berulang-ulang dan


kontinu, yang berupa pengamatan laporan, metode, pengujian, dan sampel.

4. Tahap Perbandingan Pelaksanaan Dengan Standar dan Analisa Penyimpangan Digunakan


untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan menganalisanya, juga
digunakan sebagai alat pengambilan keputusan.

5. Tahap Pengambilan Koreksi Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan


dimana peru ada peraikan dalam pelaksanaan.
a. Manfaat Pengawasan

Menurut Inu Andri dan Endang (2019: 67-68), Ada beberapa manfaat pengawasan, antara
lain :

1. Untuk memberikan ruang reguler bagi supervisi guna merenungkan isi dan pekerjaan
mereka.

2. Untuk mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam bekerja.

3. Untuk menerima informasi dan perspektif lain mengenai pekerjaan seseorang.

4. Untuk menjadi dukungan, baik segi pribadi ataupun pekerjaan.

5. Untuk memastikan bahwa sebagai pribadi dan sebagai orang pekerja tidak ditinggalkan
tidak peru membawa kesulitan, masalah dan proyeksi saja.

6. Untuk memiliki ruang guna mengeksplorasi dan mengekspresikan distress, restimulation


pribadi, transferensi atau counter-transferensi yang mungkin dibawa oleh pekerjaan.

7. Untuk merencanakan dan memanfaatkan sumber daya pribadi dan profesiona yang lebih
baik.

8. Untuk menjadi pro-aktif bukan re-aktif.

9. Untuk memastikan kualitas pekerjaan.

d. Jenis - Jenis Pengawasan

Menurut Andri dan Endang (2019: 64-65), Ada beberapa jenis pengawasan yang dapat
dilakukan, yaitu :

1. Pengawasan Intern dan Ekstern Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan
oleh orang atau badan yang ada didalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung
atau pengawasan melekat (Built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada
diluar unit organisasi yang diawasi.
2. Pengawasan Preventif dan Represif Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai
pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan,
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Pengawasan ini dilakukan pemerintah
dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara
yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Pengawasan ini juga
dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang
dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan
oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi
lebih awal. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan
setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini dilakukan pada akhir tahun anggaran,
dimana anggaran yang teah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Stelah itu,
dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan.

3. Pengawasan Aktif dan Pasif Pengawasan dekat (Aktif) dilakukan sebagai bentuk
pengawasan yang dilaksanakan ditempat kegiatan yang bersangkutan. Hal ini berbeda
dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat pertanggungjawaban yang disertai dengan bukti penerimaan
dan pengeluaran.

e. Tujuan Pengawasan

Menurut Sukarna (2011: 112), Ada beberapa tujuan pengawasan, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak.

2. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan


pencegahan agar supaya tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya
kesalahan-kesalahan yang baru.

3. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam planning
terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah ditentukan.

4. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan biaya sesuai dengan program (fase/tingkat


pelaksanaan) seperti yang ditentukan dalam planning atau tidak.
5. Untuk mengetahui hasil pekerjaan dengan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam rencana (standar).

6. Untuk mengetahui apakah peaksaan kerja sesuai dengan prosedur dan kebijaksanaan
yang telah ditentukan.

f. Pengawasan Inspektorat

Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daera menentukan :

1. Pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan Aparat Pengawas


Intern Pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.

2. Aparat pengawas intern pemerintah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah
inspektorat provinsi dan inspektorat Kabupaten/Kota Pengertian pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 2005 menyatakan pengawasan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah
adalah proses kegiatan yang di tujukan untuk menjamin agar Pemerintahan Daerah berjalan
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. Indikator Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Menurut Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Tahun 2018 indikator
dalam Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah, antara lain :

1. Ketepatan Waktu Penetapan Perda APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran dan memiliki peranan
yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan daerah. keterlambatan pemerintah daerah
dalam menyelesaikan APBD dikarenakan adanya :

a. Keterlambatan penyusunan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD)


sehingga terlambat diserahkan kepala daerah kepada DPRD.

b. Kurangnya koordinasi antara eksekutif dan legislatif.

c. DPRD tidak menjalankan fungsi anggaran dengan baik.


d. Tidak adanya akses bagi masyarakat pada proses pembahasan RAPBD karena rapat badan
Anggaran dan komisi bersifat tertutup.

e. Terjadinya tarik ulur kepentingan politik lokal.

f. Keterlambatannya evaluasi oleh pemerintah.

2. Opini BPK Pemerintah Provinsi Tahun 2015 dan Tahun 2018

Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat


kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) adalah salah satu dari empat jenis opini yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa keuangan
terhadap hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah. Laporan keuangan pemerintah daerah
yang tidak memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang dikarenakan:

a) Masih lemahnya pengelolaan/administrasi aset

b) Pengelolaan aset tidak taat asas

c) Tindak lanjut hasil temuan tahun sebelumnya tidak tuntas.

3. Realisasi Belanja APBD Tahun 2016

Meningkatnya Realisasi Belanja APBD akan dapat mengurangi tingkat kemiskinan,


pengangguran dan meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi
kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Realisai belanja APBD bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai pendapatan, belanja,
transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan
dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan
ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran. Adapun penyebab tidak terealisasinya belanja
Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dikarenakan :

d) Penetapan perda APBD yang tidak tepat waktu.

e) Melakukan perubahan APBD menjelang akhir tahun anggaran berjalan.


f) Tidak maksimalnya penyerapan dari masing- masing OPD.

g) Lemahnya perencanaan yang dilakukan oleh Pemda.


BAB III

Gambaran umum (DPRD) Sulawesi tenggara

A. Gambaran Umum Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi-Tenggara

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (disingkat DPRD


Sulawesi Tenggara atau DPRD Sultra) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah di Provinsi Sulawesi
Tenggara, Indonesia. DPRD Sulawesi Tenggara beranggotakan 45 orang yang dipilih melalui
pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Sulawesi Tenggara terdiri dari 1
Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara
terbanyak.
Anggota DPRD Sulawesi Tenggara yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu
2019 yang dilantik pada 7 Oktober 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara,
Charis Mardiyanto, di Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Komposisi anggota DPRD
Sulawesi Tenggara periode 2019-2024 terdiri dari 11 partai politik dimana Partai Amanat
Nasional adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 8 kursi, kemudian disusul oleh
Partai Golkar yang meraih 7 kursi serta PDI Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai NasDem
yang masing-masing meraih 5 kursi. Pada Pemilu 2014, DPRD Sulawesi Tenggara
menempatkan 45 orang wakil rakyat yang tersebar ke dalam beberapa fraksi. Dprd sultra
terbagi dalam 4 Komisi :
Komisi 1 : Bidang Pemerintahan
Komisi 2 : Bidang Ekonomi dan Keuangan
Komisi 3 : Bidang Pembangunan
Komisi 4 : Pendidikan dan Kesehatan

1. Visi DPRD provinsi Sulawesi Tenggara


Visi Merupakan rumusan umum mengenal keaadaan yang di inginkan pada akhir periode
perencanaan, Visi secretariat DPRD provini Sulawesi tenggara adalah Terwujudnya pelayanan
secretariat Dewan yang profesional, transparan, dan akuntabel dalam memfasiltasi pelakasanaan
tugas DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
a. Terwujudnya Pelayanan Sekretariat DPRD yang Profesional sesuai dengan tugas poko
dan fungsi yang di embannya, Mencerminkan toralitas kerja dan pelayanan berkualitas
yang diberikan sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya keahlian SDM dalam jajaran
sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya.
b. Terwujudnya pelayanan yang transparan, mencermikan sikap dan perilaku pada jajaran
sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya yang selalu terbuka, menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.

c. Terwujudnya pelayanan yang akuntabel, mencerminkan etika pada jajaran sekretariat


DPRD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan selalu menjunjung tinggi
tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Terwujudnya pelayanan prima dalam melayani pimpinan dan anggota DPRD Provinsi
Sulawesi Tenggara, yang mencerminkan kinerja pelayanan tugas dan fungsi sekretariat
DPRD untuk menunjang kelancaran dan efektivitas pelaksanaan fungsi, hak dan
kewajiban DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah.

2. Misi DPRD provinsi Sulawesi Tenggara


Misi Merupakan Rumusan Umum Mengenai Upaya-Upaya yang akan Di laksanakan
untuk mewujudkan visi, untuk itu dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan
tindakan nyata yang sesuai dengan peran strategis dari sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi
tenggara yaitu:
Adapun Misi Sekretariat Dewan perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi-Tenggara yaitru
a. Meningkatkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Sekretariat DPRD provinsi Sulawesi
Tenggara
b. Meningkatkan Disiplin
c. Meningkatkan sistem Informasi yang terbuka
d. Menyempurnakan SOP
e. Melaksanakan Pelayanan Prima

Penjelasan Misi:
a) Meningkatkan Kualitas SDM guna menunjang optimalitas pelaksaaan Tugas Pokok dan
fungsi Sekretariat Dewan dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pemimpin
dan anggota DPRD .
b) Meningkatkan disipli pegawai untuk menunjang tugas-tugas pimpinan dan Anggota
Dewan
c) Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi agar pelayanan kepada Pimpinan dan
Anggota DPRD serta public lebih cepat dan akurat.
d) Meningkatkan kualitas dan pelayanan yang akuntabel Melalui optimalisasi Sistem
Informasi serta koordinasi dan komunikasi antar bagian dan sub bagian guna menunjang
penyelangggaran tugas pokok dan fungsi sekretriat Dewan dalam memberikan pelayanan
Optimal kapada pimpinan dan anggota DPRD.
e) Menyempurnakan standar operasional dan pelayanan kelembagaan yang lebih terbuka
guna menunjang optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi pokok sekretariat dalam
memberikan pelayanan yang optimal kepada pimpinan dan anggota DPRD.
f) Meningkatakan fasilitasi Pembahasan peraturan Perundangan guna menghasilkan produk
undang-undang yang terbaik untuk masyarakat Sulawesi-Tenggara.
g) Meningkatkan Kapasitas Dprd Guna menghasilkan output dari kinerja Dewan yang baik
untuk masyarakat Sulawesi-tenggara
h) Peningkatan Kapasitas Aparatur Sekretariat DPRD Guna menciptakan Iklm kerja yang
baik kedepannya.
B.Sejarah dan Terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara Sebagai Salah Satu
Unsur Pemerintah daerah secara resmi terbentuk pada tanggal 27 April 1964 berdasarkan SK
mentri dalam nomor : Des.2/21/26-1 pada tanggal 23 November7 orang Anggota DPRD –GR
dan di lantik oleh Eni Karim. Pada Tanggal 10 januari 1965 yang sejenak ini mulailah
pelaksaan tugas-tugas legislative Daerah. Anggota DPRD-GR ini Menjalankan tugasnya
secara aktif hanya sampai pada pertengahan bulan Oktober 1965 dan sesudah itu menjadi
beku oleh karenaang yang di ragukan mental ideologinya terutama terjadinya tragedi nasional
G.30,S/PKI. Sejak Pertengahan Bulan selanjutnya selama tahun 1966 tidak dapat menjalankan
tugasnya lagi.

Dengan di keluarkan SK Menteri dalam Negeri tanggal 30 januari 1967 No. Pemda 5/44-
66 anggota-anggota DPRD-GR yang masih ada sebanyak 18 orang telah di berhentikan dengan
Hormat dari jabatannya dengan SK anggota DPRD-GR yang baru sehingga DPRD-GR sudah
dapat berfungsi kembali. Dalam kurin waktu satu tahun, DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
mengeluarkan 20 Perda yang diantaranya mengenai lambang daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara, Pendirian Perusahaan, Pedoman Pelaksanaan Anggara pendapatan dan Belanja
Daerah, Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, Pajak Dan Lain- Lain. Untuk lebih mengetahui,
berikut penjelasan lengkap mengenai sejarah DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara:
1. Periode tahun 1964-1967
Setelah terbentuknya daerah tingkat lahirlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Tanggal 23 November 1964 No. Des. 2/21/26-183 yang mengangkat 27 orang Anggota
DPRD – GR dan dilantik pada tanggal 10 Januari 1965 dengan komposisi sebagai berikut:
a. Partai Politik Jumlah 14 Kursi
PNI 5 kursi
NU 2 kursi
PSII 2 kursi
Parkindo 1 kursi
Katholik 1 kursi
PKI 1 kursi

Jumlah 13 kursi

b. Golongan Karya
Peng nasional 1 kursi
Ulama islam 2 kursi
Ulama kristen 1 kursi
Tani 1 kursi
Pemuda 1 kursi
Buruh 1 kursi
Angkatan darat 1 kursi
Kepolisian 1 kursi
Angkatan 1 kursi
Wanita 1 kursi
Veteran 1 kursi
Sedangkan unsur pimpinan terdiri dari, J. Wayong yang merupakan Kepala Daerah karena
jabatannya (ex. officio) Gubernur sebagai Ketua, yang selanjutnya dijelaskan oleh La Ode Hadi
Gubernur Kepala Daerah berikutnya. Sedangkan Ahmad Safiuddin sebagai Wakil Ketua.
Nama-nama anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara periode 1964 - 1967:
No Nama Partai Politik
.
1. La Ode Muh. Taoha PNI
2. Fakiu Basri PNI
3. Viktor Sidupa PNI
4. Josef de Rosari PNI
5. Surabaya PNI
6. Andi Sunre NU
7. Hadda Ishaq PSII
8. Abd. Hamid Hasan PSII
9. Muh. Assjad Talha PSI
10. B. Lakawa, BA Parkino
11. Andreas Awang Ham Katholik
12. La Ode Tuga Parkindo
13. Abd. Rahim PKI
14. Achmad Sjafiuddin Golkar Pengusaha Nasional
15. La Raa Golkar Al Ui lslam
16. H. Abd. Syukur Golkar Al Ui lslam
17. Arnold J. Manuhutu Golkar Al UI Kristen
18. La Ode Madu Golkar Tani
19. Djuhaepa Balaka Golkar Pemudah
20. Abd. Muis Zainal A Golkar Buruh
21. M. Dg Situju Galkar Angkatan Darat
22. M. Pasono Golkar Angkatan Kepolisian
23. Muhidin S. Golkar Veteran
24. R. Moehadi Golkar Angkatan 45
25. Josien Masie Taolo Golkar Wanita
26. La Ode Saenu Golkar Koperasi
27. PAD Gonstal SH Golkar Cendekiawan

Dalam perkembangannya selanjutnya telah terjadi pemberhentian dari anggota-


anggota DPRI - GR tersebut diatas berturut-turut yaitu:
 Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Tanggal 21 April 1966 diberhentikan
dengan rasa hormat anggota anggota yang mewakili PKI yaitu saudara Abdul Rahim dan
Abd Muin Zainal Arifin.
 Dengan Surat Keputusan Gubernur Tanggal I Sulawesi Tenggara 30 April 1966 No. •
Dengan Surat Keputusan G uberur Kepala Daerah Tingkat 1 Sulawesi Tenggara Tanggal
5 Mei 1966 No. 46/1966 telah diberhentikan sementara anggota-anggota yang mewakili
partai politik Partindo yaitu La Ode Tuga dan Djubarpa Balaka.
 Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Des. 14/2/31-118 Tanggal 23 Juni
1966 telah diberhentiknn dengan bormat masing-masing saudara Ahmad Sjafiuddin R.
Mochadi, PAD Gonstal, SH.
 Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingknt 1 Sulawesi Tenggara Tanggal
1 Oktober 1966 No. 90/1966 telah diberhentikan dengan hormat anggota yang mewakili
partai politik PNI saudara La Ode Muh. tanha.
Pertengahan bulan Oktober 1965, DPRD-GR tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya
karena peristiwa G.30.S/PKI.

2. Periode Tahun 1967 – 1971


Dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri No. Penda 1/5/44-66 tanggal 30
Januari 1967, Menteri Dalam Negeri memberhentikan dengan hormat 18 orang anggota
DPRD-GR dan dengan SK yang sama. Mengangkat anggota baru, Sehingga DPRD-GR
dapat berfungsi kembali, dengan komposisi sebagai berikut:
c. Partai Politik
PNI 3 kursi
NU 2 kursi
IPKI 1 kursi
Parkindo 1 kursi
Katholik 1 kursi d. Golongan Karya
Angkatan Laut 1 kursi
Jumlah 8 kursi Angkatan Udara 1 kursi
Angkatan Kepolisian 1 kursi
Alim Ulama Islam 1 kursi
Alim Ulama Kristen 1 kursi
Angkatan 45 1 kursi
Veteran 1 kursi
Tani/Nelayan 1 kursi K.K.K.D.N 1 kursi
Peng, Nas./Koperasi 1 kursi Muhammadiyah 1 kursi
Pemuda 1 kursi ABRI 1 kursi
Wanita 1 kursi
Jumlah 15
Buruh 1 kursi
Kursi
Anggota DPRD-GR yang diangkat berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. Penda
1/5/44-66 adalah :
No Nama Partai Politik
.
1. Umar Tongasa BA (PNI)
2. La Ode Abd. Wahid PNI
3. Josias Soaru PNI
4. La Ode Rianse NU
5. Saeho Pidani NU
6. Lambertus Lago Katholik
7. Burhan Tawu IPKI
8. Ds. A A. Rere Parkindo
9. Major (L) Solimin Hardjo Subroto (Golongan Karya ABRI
Subroto
10. Kapten (U) Zulkarnain Golongan Karya AURI) 11 Kompol.
Tk.
11. Kompol Tk. II. K.E sompie Golongan Karya AURI
12. Kapten Nahwi Rasul Golongan Karya AU Kristen
13. Lettu Ds. Rumono Golangan Karya Angkatan 45
14. Supu Jusuf Golangan Karya Angkatan 45
15. Haji Abubaeda Golongan Karya Veteran
16. GMU Kasenda Golongan Karya Tani Nelayan
17. Tawa sabara Golongan karya tani nelayan
18. Abdul Madjid BA Golongan Karya Pemuda
19. Wa Ode St. Halidjah Golongan Karya Wanita
20. Ir. Muhammad Saleh Golongan Karya Buruh
21. Drs. H La Ode manarfa Golongan Karya KKKDN
22. Hadji Abdul Razak Golongan Karya ABRI
23. Mayor Abdul Rasjid Golongan Karya ABRI

Dengan SK Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 April 1967 juga dilakukan pemberhentian
anggota-anggota DPRD-GR pengangkatan yang kedua dengan komposisi sebagai berikut :
a. Partai politik NU 3 Kursi
PSII 3 Kursi Wanita 1 kursi
PNI 3 Kursi Pemuda 1 kursi
IPKI 3 Kursi Angkatan 66 1 kursi
PARKINDO 3 kursi Kokarmindagri 1 kursi
KATHOLIK 1 kursi Buruh 1 kursi
Tani 1 kursi
Jumlah 14 kursi Peng. Nasional 1 kursi
b. Galongan karya Muhammadiyah 1 kursi
ABRI 4 kursi A. U. Islam 1 kursi
Veteran 1 kursi A. U Kristen 1 kursi
Angkatan 45 1 kursi Jumlah 17 kursi
Cendekiawa 1 kursi
Sehingga jumlah keseluruhan 31 orang. Selanjutnya unsur pimpinan, jabatan ketua
tidak lagi dijabat gubernur kepala daerah, melainkan dari unsur DPRD-GR sebagai
berikkut:
 Ketua : Drs. H. La Ode Manarfa
 Wakil Ketua : Abd. Hamid Hasan
 Anggotanya adalah sebagai berikut
No Nama Partai Politik
.
1. Saeho Pidani NU
2. Haddat Ishaq NU
3. La Ode Rianse NU
4. Muh. Kasim PSI
5. La Raa PSI
6. Josias Sonan PNI
7. La Ode Abd. Wahid PNI
8. Umar Tongasa, BA PNI
9. Maola Daud IPKI
10. Burhan Tawu, BA IPKI
11. Ds. A. A. Rere Parkindo
12. B. Lakawa BA Parkindo
13. Lambertus Lago Katholik
14. Mayor A. Rasjid Golongan Karya Angkatan Darat
15. AKBP KHE. Sompie Golongan Karya AKRI
16. Mayor Salimin Hajo Subroto Golongan Karya ALRI
17. Kapten (U) Salimin Haja Golongan Karya ALRI
Subrato
18. H. Abubaeda Umar Golongan Karya Veteran
19. Supu Jusuf Golongan Karya Angkatan 45
20. Ridwan hasanuddin, SH Golongan Karya Cendekiawan
21. Wa Ode Sitti Halidjah Golongan Karya Wanita
22. Ahd, Madjid BA Golongan Karya Pemuda
23. Drn, H. La Ode Manarfa Golongan Karya Kokarmindagri
24. P. Dg. Nappu Golongan Karya Buruh
25. G. M. Kasenda Golontan Karya Tani
26. Tawa Sabara Golongan Karya Pengusaha Nasionali
27. H. Abd. Razak Golongan Karya Muhammadiyah
28. Kapten Nahwi Rasul Golongan Karya AL.UI Islam
29. Lettu Ds. P. Rumono Golongan Karya Al, UL. Kristen

Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri No. Penda 5/5/12/34-244 Tanggal 4


Nopember 1967 telah diberhentikan dengan hormat dari anggota DPRD-GR Provinsi Sulawesi
Tenggara masing-masing: 1) La Ode Abd Wahid (PNI), 2) Burhan Tawu, BA (IKPI), 3) Ir.
Moh. Saleh (Golongan Karya Buruh); 4) G, M.U. Kasenda (Golangan Karya Tani); 5) Kapten
Udara Zulkarnain (Golongan Karya AU).
Dengan keputusan yang sama telah diangkat sebagai anggota DPRD-GR maaing-
maning : 1) La Ode Mbai (PNI), 2) Anwar La Tumbu (IPKI) : 31 P. Dg, Nappu
(Golongun Karya Buru); 4) H. Patoro (Golongan Karya Tanij: 5) Letnan Muda Udara
Kosasi Sutman (Golongan Karya AU; 6) Rachman Ambo, BA (Golangan Karya
Angkatan 66).
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.12 tahun 1970 tentang
Pemurnian Partai-Partai Politik dan Golongan Karya di dalam DPRD-GR, maka dengan
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Pemda 4/4/3-63 Tanggal 12 Maret 1970
telah diadakan pemurnian dan penambahan jumlah anggota DPRD - GR dari 31 orang
menjadi 37 orang.
Keputusan itu juga memberhentikan 12 orang anggota yaitu 10 orang dari partai
politik, dan 2 golongan dari golongan karya, dan mengangkat 18 anggota anggota baru
yang terdiri dari 12 orang dari partai politik dan 6 orang dari golongan karya. Dengan
demikian kamposisi keanggotaan DPRD-GR berubah menjadi :
a. Partai politik b. Golongan karya
PNI 3 kursi ABRI 4 kursi
NU 3 kursi Gakari 4 kursi
PSII 3 kursi Hankam 3 kursi
IPKI 2 kursi Soksi 4 kursi
Parkindo 2 kursi Pembangunan 2 kursi
Katholik 1 kursi Profesi 2 kursi
Parmusi 3 kursi
Perti 1 kursi Jumlah 19 kursi
Jumlah 18 kursi
Sehingga jumlah keseluruhan anggota mencapai 37 orang dengan unsur pimpinan
terpilih, adalah sebagai berikut.
 Ketua : Drs H. La Ode Manarfa
 Wakil Ketua : Abd. Hamid Hasan
Dan anggota-anggotanya adalah sebagai berikut:
No Nama Partai Politik
.
1. Machmid B.Se PNI
2. Abd. Hafid Saranani PNI
3. Sjamsuddin Mansjah PNI
4. Maola Daud IPKI
5. Anwar Latumbu IPKI
6. Abd. Hamid Hasan PSII
7. La Roa PSI
8. Pangkalan Umar PSII
9. Haddad Ishaq NU
10. Sikaka Pidani NU
11. Drs.Arajad Djamaluddin NU
12. .B. Lakawa, BA Parkindo
13. Ds.AA Rere Parkindo
14. Lambertur Logo Katholik
15. Darwis Mansjur Perti
16. H. Abd. Razak Parmusji
17. M. Kawim Marewa Parmusji
18. P. Dg. Nappu Parmusji
19. Walikota Dr. A. Lalawi Golongan Karya ABRI ADI
20. 20. Letmu (U) R S. Golongan Karya ABRLAU
Muntoro
21. Letikol Suroso Golongan Karya ABRI AL
22. Dr. Suronn Golongan Karya ABRI POLRI
23. Dra. H. La Ode Manarfa Golongan Karya Kokarmindagri
24. HM Nabw Rasul Golongan Karya Al. UL. Islam
25. Ds. P. Rumono Golongan Karya Al. UL. Kristen
26. H. Supu Jusuf Golangan Karya Angkatan 45
27. H. Abubaeda Umar Golongan Karya Veteran
28. Tawa Sabara Golongan Karya Peng Nasional/Koperasi
29. Abd Madjid, BA Golongan Karya Pemuda
30. Wa Ode Siti Halidjah Golongan Karya Wanita
31. Drs. Thoha Mansjur Golongan Karya Cendekiawan
32. Rachman Ambo, BA Golangan Karya Angkatan 66
33. Ridwan Hananuddin, SH Golongan Karya Persaja
34. M. Djawas Jacob Golongan Karya Buruh
35. H. M. Thajeb Dioe Golongan Karya Soksi
36. Letkol. M. Ukkas Arifin Golongan Karya Hansip
37. Abd. Rachman Golongan Karya Nelayan/Tani

3. Periode Tahun 1971 – 1977


Hasil Pemilu 1971, diresmikan anggota- anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebanyak 40 orang berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 21/Pd. Tahun 1971
Tanggal 10 Oktober 1971 dan pada tanggal atas nama Menteri Dalam Negeri dengan
komposisi keanggotaan sebagai berikut:
a. Partai Politik Parmusi 1 Kursi
PSII 1 kursi
b. Golongan Karya
Golongan Karya 32 Kursi (termasuk 2
yang diangkat)
ABRI 6 kursi
Untuk unsur pimpinan yang dipilih :
 Ketua : Drs. Abdullah Silondae
 Wakil Ketua : Laode Maliki
 Wakil Ketua : Madjid joenoes
Nama-nama anggota periode 1971 – 1977 adalah sebagai berikut:
No Nama Partai Politik
.
1. Dra. Abdullah Silondae Golongan Karya
2. La Ode Maliki Galongan Karya
3. Abd. Madjid Joenoes Golongan Karya ABRI
4. Abd. Hamid Hasan PSI
5. Beddu Hamzah, BA Parmusi
6. Baruga Tekaka Golongan Karya
7. Abdul Manan Golorgan Karya
8. Tawa Sabara Golongan Karya
9. M. Muh. Thajeb Diee Golongan Karya
10. Ny. Saartje Sophin L Golongan Karya
W.
11. Mukminah Rachman Golongan Karya
12. La Ode Ado Golongan Karya
13. Abdullah Ashal, SH Golongan Karya
14. Drs. Ibrahim Pallatje Golongan Karya
15. Ny. Wataana La Amba Golongan Karya
16. Ny. St. Aminah Golongan Karya
Suripatty
17. Bantuan Madjid BA Golongan Karya
18. H. Abubaeda Umar Golongan Karya
19. Drs. Abdurrauf Golongan Karya
Tarimana
20. Abd. Rachman Golongan Karya
21. Muh. Saleh Umarellah, Golongan Karya
SH
22. Sjamsuddin Thamrin, Golongan Karya
BA
23. Raden Soewarno Golongan Karya
24. Wa Ode St. Halidjah Golongan Karya
25. Indradjava Dg. Golongan Karya
Tombong
26. La Ode Abd. Aziz Golongan Karya
27. Haloma Balaka, BA Golongan Karya
28. Ny.St. Aminah Harahap Golongan Karya
29. Iskandar Batnan Golongan Karya
30. La Ode Abd.Salam Golongan Karya
31. Ny. Haryati Soetriadji Golongan Karya
32. Minteng H. A. Agu Golongan Karya
33. Taherang Demay Golongan Karya
34. Dr. Alexander a Lalawi Golongan Karya ABRI AD
35. R Moedjieno Golongan Karya ABRI AL
36. Kaadjawn Golongan Karya ABRI AU
37. Drs. Soerono Golongan Karya ABRI POL
38. Abd. Muis Lalarekeng Golongan Karya ABRI POL
39. M. Ukkas Arifin Golongan Karya diangkat
40. Muhammad Djawas Golongan Karya diangkat
Jacob

4. Periode Tahun 1977-1982


Hasil Pemilu 1977, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 323/00/oD/tahun 1977 Tanggal 15 Juli 1977 diresmikan anggota
DPRD Propinni Sulawesi Tenggara sebanyak 36 orang yang dilantik
pada tanggal 18 Juli 1977 dengan komposisi sebagai berikut :
 Gol. Politik (PPP) 1 Kursi
 Golongan Karya 30 Kursi
 Golongan Karya ABRI 5 Kursi

Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi penambahan 4


orang anggota DPRD untuk Golongan Karya ABRI 1 Kursi, Golongan
Karya Bukan ABRI 3 Kursi. Selunjutnya unsur pimpinan yang
disepakati adalah sebagai berikut:
 Ketua : Majid Joenoes
 Wakil Ketua : La Ide Maliki
 Wakcil Ketua : Amir Sayitno
Nama-nama anggota periode 1977-1982 adalah sebagai berikut:
No Nama Partai Politik
.
1. Haji Hasan PPP
2. Tawa Subara Golkar
3. Drs. Abdullah Silondae Golkar
4. La Ode Abdul Aziz Golkar
5. Amir Pidani Golkar
6. Drs. Abd. Galib Golkar
7. A. Minteng Agu Golkar
8. Dra. Djamluddin Safaa Golkar
9. Ny. Putri Dg. Tommi, BA Golkar
10. Andi Abdullah Golkar
11. Mukminah Rachman Golkar
12. Baruga Tekaka Golkar
13. Iskandar Batnan Golkar
14. La Ode Abdul Salam Golkar
15. Ny. Res Lawalio Golkar
16. Paulina Razak Golkar
17. Ny. Sukinah Toding Allu Golkar
18. Drs. Arifin Golkar
19. Ny. Wa Ode Mustari Rauf, Golkar
BA
20. Makmur Dg. Sitakka Golkar
21. KH Muh. Thahir Rachim Golkar
22. Djamil Muchsin Golkar
23. Kasenda Gerit Melangton Golkar
Umbah
24. La Ode Moh. Shalihi Golkar
25. Ny. Siti Aminah Suripaty Golkar
26. La Ode Kadiroen Golkar
27. Abd, Muluk Tawang Golkar
28. Abdullah Ashal, SH Golkar
29. Mayer Inf. Drs. Salin Rukka AD
30. Walikota Inf. Hasanuddin AD
Hasta
31. Kapten (L) MS Syamsi AL
32. Mayer Purn (U) R. Toesno AU
W.
33. Kapten Pol. Amiruddin POL

5. Periode Tahun 1982-1987


Berdasarkan Hasil pemilu, 1982,dengan keputusan menteri dalam
Negeri No.161. 54-472 tanggal 21 Juli 1982 telah diresmikan anggota
DPRD provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara sebanyak 40 orang
yang dilantik pada tanggal 26 Juli 1982 dengan komposisi sebagai berikut:
 Gol. Politik ( PPP) 1 Kursi
 Golongan karya 33 Kursi
 Golongan karya ABRI 6 Kursi
Struktur keanggotaannya adalah sebagai berikut:
 Ketua : Majied Joenoes
 Wakil ketua : Lo Ode Maliki
Nama-nama anggota periode 1982-1987 adalah sebagai berikut:
No Nama Partai Politik
.
1. Haji Hasan PPP
2. HW. Rosminah Silondae Golongan Karya
3. Madjied Joenoes Golongan Karya
4. Amir Sayitno Golongan Karya
5. La Ode Abd. Aziz Golongan Karya
6. A. Minteng Agu Golongan Karya
7. Ny. Putiri Dg. Tommy, BA Golongan Karya
8. Amir Pidani Golongan Karya
9. Ny. Dra. Wa Ode Mustari Rauf Golongan Karya
10. Drs. Djamaluddin Safaa Golongan Karya
11. J.S. Lumangkun Golongan Karya
12. La Ode Abd. Salam Golongan Karya
13. La Ode Kadiroen Golongan Karya
14. Djamil Muchsin Golongan Karya
15. Usman Golongan Karya
16. Banawula Sinapoy Golongan Karya
17. Ny. Paulina Razak Golongan Karya
18. Baruga Tekaka Golongan Karya
19. Soeharno Golongan Karya
20. Dra. Wa Ode Asnah Ganiu Golongan Karya
21. Ny. Paulina Toding Pali Golongan Karya
22. Ny. Wa Taana La Amba Golongan Karya
23. G.M.U Kasenda Golongan Karya
24. H. Hasanuddin Kando Golongan Karya
25. La Ode Rasjid Golongan Karya
26. H.M.I Mapilawa, Sm. Hk Golongan Karya
27. Ny. H. Syamsianah Muchtar Golongan Karya
28. Tommy F.A. Yusuf Golongan Karya
29. Ny. Sutantirah Darisno Golongan Karya
30. Ny. Sitti Aminah Harahap Golongan Karya
31. H. M. Kasim Marewa Golongan Karya
32. La Ode Maane Bolu, BA Golongan Karya
33. Letkol. Inf. Chadid, BA Angkatan Darat
34. Letkol. Laut (Adm) Sail La Angkatan Laut
Anda
35. Kol. Pol H.S. Fabanyo Polisi
36. Djafar Yusuf, SH Golongan Karya diangkat
37. Armyn A. Rere Golongan Karya diangkat
38. Kol. Inf. Supardi Angkatan Darat
39. Mayor Inf. Hasan Batek Angkatan Darat
40. Mayor Udara (Adm.) Drs. Angkatan Udara
Subandi
Dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
161.54-1041 tanggal 14 Agustus 1987 tentang Pengesahan Pimpinan DPRD
Propinsi Sulawesi Tenggara dengan komposisi dan personalia sebagai berikut :
 Ketua : Majied Joenoes
 Wakil Ketua : Amir Sayitno
 Wakil Ketua : La Ode Abdul Aziz
Dalam perkembangannya selanjutnya telah terjadi pergantian antar
waktu anggota-anggota DPRD Tingkat I Propinsi Sulawesi Tenggara
sebagai berikut:
a. Pergantian Antar Waktu
1) Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 161.54-615
Tanggal 13 Oktober 1983 telah dilantik Letkol. Inf Purn. Agus
Prijadi menggantikan Kol. Inf. Supardi dari Golongan Karya
Angkatan Darat pada tanggal 30 November 1983.
2) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
161.54/782/PUOD Tanggal 16 Februari 1984 telah dilantik Letkol.
Pol. Andi Patawari menggantikan Kolonel Pol. H.S. Fabanyo dari
Golongan Karya ABRI pada tanggal 29 Februari 1984.
3) Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 161.54-313
tanggal 11 Maret 1986 telah dilantik Fikri Joenoes menggantikan
Drs. Djamaluddin Safaa dari Golongan Karya pada tanggal 20
Maret 1986.
b. Karena Meninggal Dunia Sesuai Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 161.54-237 tanggal 21 Februari 1986 telah dilantik La Ode
Rianse pada tanggal 20 Maret 1986 menggantikan H. M. Djafar Jusuf,
SH yang telah meninggal dunia pada tanggal 28 November 1984.

6. Periode Tahun 1987-1992


Berdasarkan hasil Pemilu 1987, diikuti dengan Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 161.54-872 Tanggal 8 Juli 1987 diresmikan anggota
DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara sebanyak 45 orang
dengan komposisi sebagai berikut :
 Golongan Politik (PPP) 1 Kursi
 Golongan Karya 35 Kursi
 Golongan Karya ABRI 9 Kursi
Dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
161.54-1104 tanggal 4 Agustus 1987 tentang Pengesahan Pimpinan DPRD
Provinsi Sulawesi Tenggara dengan komposisi dan anggota sebagai berikut:
 Ketua : Madjied Joenoes
 Wakil Ketua : H. La Ute
 Wakil Ketua : Drs Faisal Hasanuddin
7. Periode 1992 – 1997
Hasil Pemilu 1992, komposisi dan jumlah anggota DPRD Provinsi
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara berdasarkan Keputusan Menteri
Dalam Neget Nomor 161.54-820 Tanggal 22 Juli 1992, berjumlah 45 orang
yang terdiri dari 4 Fraksi yaitu :
 Fraksi Persatuan Pembangunan 1 kursi
 Fraksi Karya Pembangunan 34 Kursi
 Fraksi Partai Demokrasi Indonesia 1 Kursi
 Fraksi ABRI 9 Kursi

Berdasarkan sidang Pleno Dewan, dipilihlah unsur pimpinan dengan


komposisi sebagai berikut :
 Ketua : Madjid Joenoes
 Wakil Ketua : Brigjen Soedjatmiko
 Wakil Ketua : Ny. H. Mieke Anas Bunggasi

Setahun menjabat, ketua terpilih Madjid Joenoes mengundurkan diri


dari jabatannya, sehingga dilakukan pergantian unsur pimpinan pada 25
Februari 1994 yaitu:
 Ketua : Brigjen Soedjatmiko
 Wakil Ketua : H. La Ode Ab. Wahid , BA
 Wakil Ketua : Ny. Hj. Mieke Anas Bunggasi

Nama-nama anggota periode 1982-1987 adalah sebagai berikut:


No Nama Partai Politik
.
1. H. Moh. Ali Sahib PPP
2. H. Madjied Joenoen Golkar
3. HM I chlas Mapilawa, SH Golkar
4. Dra. Hj. Nurhayati R. Golkar
5. H. Lamarundu Golkar
6. H. Socharno Golkar
7. H. Amir Pidani, Sm. Hk Golkar
8. H. Andi Minteng Agu Golkar
9. Dra. Ardin Sarewo Golkar
10. Drs. Moh. Amir Manab Golkar
11. Tommy F.A Yusuf Golkar
12. Drs. Filkri Joenoes Golkar
13. Ny. H.W. Rosminah Silondae Golkar
14. H. Abdul Clani, SH Golkar
15. Ny. Dra. Wa Ode Mustari Rauf Golkar
16. Ny. Hj. R. St. Maryam A. Sugianto Golkar
17. H. Harun Said Golkar
18. H. Andry Djufri, SH Golkar
19. H. Ady Mangilep Golkar
20. Ny. Theresia Sri Rahayu Golkar
21. Ny. Hj. Putiri Tommy, BA Golkar
22. Misbahuddin Usman Golkar
23. Pieter Rata Lawole Golkar
24. Paladengi Daeng Nappu Golkar
25. Drs. Gafaruddin Safaa Golkar
26. Drn. La Ode Ate, Sm Hk Golkar
27. Ny. Hj. Mieke Anas Bunggasi Golkar
28. La Ode Palaido Golkar
29. Ny. Supiah La Aowu Golkar
30. Ny. Hj. Sigowa Arung Karim Aburaera Golkar
31. H. La Ode Abdul Wahid, BA Golkar
32. K.H. Hameah Mappa Golkar
33. H. La Ode Munsjir Golkar
34. Ny. Syamsiah B. Lawele Golkar
35. Ir. H. R. M. Ridho Soesilo Golkar
36. Leonard Pingak PDI
37. Brigjen TNI Soedjatmiko TNI/POLRI
38. Kol. Inf. Abdullah Jaman, SH TNI/POLRI
39. Kol. Laut (KH) I Gusti Ngurah Pandu TNI/POLRI
Suganda, SH
40. Letkol. Inf. Gomal Gunawan TNI/POLRI
41. Letkol. CHK. H. Widodo, SH TNI/POLRI
42. Letkol. LEK Supil, SE TNI/POLRI
43. Letkol. Inf. Tjardiman TNI/POLRI
44. Letkol. Inf. H. Djumadi Yunus TNI/POLRI
45. Letkol. Pol. H. Abdullah Dollar TNI/POLRI

8. Periode tahun 1997-1999


Hasil Pemilu 1997, Golkar Mencapai 97,22%, PPP 2,07, dan PDI
0,71%, maka diperoleh keanggotaan DPRD Sultra sebagai berikut:
 Fraksi Persatuan Pembangunan : 1 Kursi
 Fraksi Karya Pembangunan : 35 Kursi
 Fraksi ABRI : 9 Kursi

Sedangkan unsur Pimpinan DPRD:


 Ketua : H. M. Saleh Lasata
 Wakil Ketua : Prof. H. Eddy A. Mokodompit, MA.
 Wakil Ketua : Prof Drs. H. La Ode Sirajuddin Djarudju

Nama-nama anggota periode 1997 – 1999 adalah sebagai berikut :


No Nama Partai Politik
.
1. H. M. Saleh Lasata TNI/POLRI
2. Prof. H. Eddy Agussalim Mokodompit, MA Golkar
3. Prof. Drs. H. La ode Sirajuddin Djarudju Golkar
4. Drs. Asmaun Parate PPP
5. Haji Chadid, BA Golkar
6. Ny. Hj. St. Maryam Arifin Sugianto Golkar
7. La Ode Palaido Golkar
8. Ny. Hj. Mieke Anas Bunggasi Golkar
9. Hj. Wilhemina Rosmina Silondae Golkar
10. Drs. Fikri Joenoes Golkar
11. Dra. La ode Ate, Sm.Hik Golkar
12. Haji Harun Said Golkar
13. H. Lamarundu Golkar
14. Wa Ode Muflika Maane Bolu Golkar
15. Drs. Pariama Mbyo, SH Golkar
16. H. La ode Kadiroen Golkar
17. Drs. H. La Ode Muh. Salihin Sabora Golkar
18. Drs. Tumbo Saranaani Golkar
19. Drs. Anwar Muin Golkar
20. Armyin Adel Berty Rere Golkar
21. H. Andi Muh. Tayeb Kasim Golkar
22. H. Abdullah Dollar BA Golkar
23. Ny. Hj. Putiri Tommy, BA Golkar
24. Dris. La Atjeh Amin Golkar
25. Hj. Sigowa Arung Karim Aburaera Golkar
26. Muddin Musa, SH Golkar
27. Prof. Drs. H. Ahmad Sarita Golkar
28. Nanik Puji Rahayu Golkar
29. Haji Ritmbuata Golkar
30. Ir. Andi Syamsal Bahri AM Golkar
31. Stemu Alwi, SE., MS Golkar
32. H. M. Yamin Indas Golkar
33. Drs. Zainal Asmada Golkar
34. Noldy Poli Golkar
35. Drs. HM Ali Jumanna Golkar
36. Dris. Mustafa Husba, S Ip Golkar
37. Drs. Muhammad Basri Golkar
38. Aljas Muhammad, SE TNI/POLRI
39. Djamaluddin Beddu TNI/POLRI
40. H. Achwan Daud, S.lp TNI/POLRI
41. Abd.Rachim TNI/POLRI
42. Jacob Pakilaran TNI/POLRI
43. Torinding Laha TNI/POLRI
44. H. Abdul Muis Hasan TNI/POLRI
45. Moch. Rasjid Sm.Ik TNI/POLRI

9. Periode tahun 1999 – 2004


DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara hasil Pemilu 1999 berjumlah 45
(empat puluh lima) kursi dengan komposisi sebagai berikut:
 Partai GOLKAR sebanyak 25 kursi
 PDIP sebanyak 6 kursi
 PPP sebanyak 3 kursi
 PBB sebanyak 2 kursi
 PAN sebanyak 1 kursi
 PKB sebanyak 1 kursi
 PK sebanyak 1 kursi
 PDI sebanyak 1 kursi
 TNI dan POLRI sebanyak 5 kursi

Dari sejumlah 45 kursi ini, terbentuk 4 Fraksi yang bukan


merupakan alat kelengkapan dewan yaitu :
 Fraksi Partai Golkar sebanyak 25 kursi
 Fraksi Partai PDIP sebanyak 6 kursi
 Fraksi Partai Reformasi sebanyak 9 kursi yang merupakan
gabungan dari PPP, PBB, PAN, PKB, PK, dan PDI.
 Fraksi TNI dan POLRI sebanyak 5 kursi

Adapun pimpinan DPRD periode ini adalah sebagai berikut :


 Ketua : H. Hino Biohanis.
 Wakil Ketua : H. Andry Djufri, SH.
 Wakil Ketua : S. Madjanto, Bsc.
 Wakil Ketua : Drs. H.Baiduri Mokhram.

Nama-nama anggota periode 1999 – 2004 adalah sebagai berikut:


No Nama Partai Politik
.
1. H. Hino Biohanis Golkar
2. H. Andry Djufri, SH PAN
3. S. Madijanto, B.Sc TNI-POLRI/TNI-AL
4. H. Baiduri Mokhram PDI Perjuangan
5. Drs. La Ode Nufail PPP
6. H. Rustam Petta Nyalla, SH PPP
7. Drs. H. Asmaun Parate PPP
8. Drs. L.A. Rasjid S. PDI Perjuangan
9. La Kadidaa PDI Perjuangan
10. Abd. Hasid Pedansa PDI Perjuangan
11. H. Moh. Abidin Ramli, SH PDI Perjuangan
12. 1 G. Suwandi PDI Perjuangan
13. H. Akhmad Aljufri PBB
14. Dr. H.L.M. Sjahrul, M.Se. PBB
15. Suharman, S.Pi Partai Keadilan
16. Leonard Pingak PDI
17. H. La Ode Diki, SH Golkar
18. La Ode Palaido Golkar
19. H. Amir Pidani, Sm.Hk Golkar
20. Hj. Siti Haola Nurmala Mokodompit Golkar
21. Armin Adelberty Rere Golkar
22. H. Ruslimin Mahdi, SH Golkar
23. Drs.HLM Salihin Sabora Golkar
24. Drs. H. La Ode Ate, Sm Hk. Golkar
25. Dra. La Atjeh Amin Golkar
26. H. Chadid, BA Golkar
27. Drg. Sutan Harahap, MM Golkar
28. Darman Golkar
29. Abdul Hasaan Mbou Golkar
30. Noldy Poli Golkar
31. H. Misbahuddin Usman Golkar
32. Drs. H. Anas Bunggasi Golkar
33. Ny. Hj. Wa ode Mufliha Maane Golkar
Bolu
34. H. Hasanuddin Silondae, SH Golkar
35. Sahrun Gaus, SP., MM Golkar
36. H. Umar saranani Golkar
37. Hj. Andi Besse Sao-San, SH Golkar
38. L. M. Bariun, SH Golkar
39. H. M.Tharir Syarkawi PKB
40. H. Bob Hardian TNI/POLRI
41. Elyas Mamucule, Sm.lk TNI/POLRI
42. Asgar Kamil, SH Golkar
43. Abd. Rahim Golkar
44. Winarno TNI/POLRI
45. Dra. Sahat Marul Sinaga, Apt, MM TNI/POLRI

Pada periode DPRD ini terjadi pergantian pimpinan Dewan dari Fraksi
TNI/POLRI yaitu H. Moch. Rasjid, Sm. lk, dikirim oleh H. Abd. Rachim
dan lanjutannya S. Madijanto, B.Sc., sampai akhir masa jabatan.

10. Periode tahun 2004 – 2009


Dewan Perwakitan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara hasil
Pemilu 2004 berjumlnh 45 (empat puluh lima) kursi dengan komposisi
sebagai berikut:
 Partai Golkar sebanyak 17 kursi
 PDIP sebanyak 3 kursi
 PBB sebanyak 3 kursi
 PBR sebanyak 2 kursi
 PKB sebanyak 2 kursi
 PPP sebanyak 5 kursi
 PKS sebanyak 4 kursi
 PAN sebanyak 6 kursi
 PNEK sebanyak 3 kursi

Dari 45 anggota DPRD tersebur terbentuklah 5 Fraksi yang terdiri dari:


 Fraksi Partai Golkar (FPG) sebanyak 17 kursi
 Fraksi Kebersamnan sebanyak 10 kursin yang merupakan gabungan
dari PDIP, PKB, PBB, dan PBR.
 Fraksi Amanut Kemerdekaan sebanyak 9 kursi yang merupakan
gabungan dari PAN dan PNBK.
 Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP) sebanyak 5 kursi
 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sebanyak 4 kursi

Adapun unsur terpilih adalah :


 Ketua : H. Hino Biohanis, S. Sos.
 Wakil Ketua : H. Nur Alam, SE, setelah terpilih sebagai Gubernur
Sultra,
digantikan Ir. Hj. Masyhura
 Wakil ketua : Kadir Ole

Pada periode ini terjadi pergantian antar waktu terhadap unsur


pimpinan dan anggota DPRD masing-masing :
Pertama, H. Nur Alam SE Wakil Ketua dari Partai Amanat Nasional
mengundurkan diri karena pencalonannya dan terpilih sebagai Gubernur
Sulawesi Tenggara periode 2008 - 2013, digantikan oleh Muh. Gazali
Hafid, SH.. Sehingga jabatan Wakil Ketua DPRD dari H. Nur Alam,
SE, berdasarkan hasil keputusan rapat paripurna terpilih dan
menetapkan Ir. Hj. Masyhura sebagai Wakil Ketua juga dari Partai
Amanat Nasional.
Kedua, H.M. Saleh Lasata, anggota dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan mengundurkan diri karena pencalonannya dan terpilih
sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013,
digantikan oleh Frans Delu.
Ketiga, Drs. H. Adel Berty, M.Si. anggota dari Partai Golkar berhenti
karena kasus hukum dan digantikan oleh Asgar Kamil, SH. Keempat, H.
Akhmad Aljufri, anggota dari Partai Bulan Bintang berhenti karena
permintaan sendiri dan digantikan oleh Drs. H. Baso Suamir dari Partai
Bulan Bintang

Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi


Sulawesi Tenggara yang diresmikan dengan Keputusan Menteri Datam
Negeri Nomor 161.54-684 Tahun 2004 setelah mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu Ketua Pengadilan
Tinggi dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara
tanggal 5 Oktober 2004. Keempat puluh lima anggota tersebut adalah
sebagai berikut:

No Nama Partai Politik Daerah Pemilihan


.
1. H. Hino Biohanis Golkar Sultra 1
2. Hj. Mieke Anas Bunggasi Golkar Sultra 1
3. Muddin Musa, SH Golkar Sultra 1
4. H. La Ode Halami Golkar Sultra 1
5. H.Umar Saranani Golkar Sultra 2
6. Drs. Muhammad Basri Golkar Sultra 2
7. Hj. Yoni Yokoyama Golkar Sultra 2
Sinapoy
8. Drs. Adel Berty, M.Si Golkar Sultra 3
9. Drs.Fikri Joenoes Golkar Sultra 3
10. Firdaus Tahrir, SE Golkar Sultra 3
11. H. La Ode Diki, SH Golkar Sultra 4
12. H.Ruslimin Mahdi, SH Golkar Sultra 4
13. Abdul Hasan Mbou Golkar Sultra 4
14. Drs. La Atjeh Amin Golkar Sultra 4
15. H.La Ode Palaido Golkar Sultra 5
16. Drs. H. La Ode Ate, Sm.Hk Golkar Sultra 5
17. La Ode Mbaliada Golkar Sultra 5
18. H.Nur Alam,SE PAN Sultra 1
19. Hj. Nuraeni Andry Djufri PAN Sultra 1
20. Drs.H.Harli Tombili PAN Sultra 2
21. Drs. Sabaruddin Labamba PAN Sultra 3
22. Ir. Hj. Masyhura PAN Sultra 4
23. La Ode Iskandar PAN Sultra 5
24. Drs. H. Hoesein Effendy, PPP Sultra 1
SH
25. Ir. H. Andi Pangerang PPP Sultra 3
Umar
26. Abdul Rasyid Syawal, S.Pd PPP Sultra 4
27. La Ode Moane Obi, SP, PPP Sultra 4
M.Si
28. Kadir Ole PPP Sultra 5
29. Andi Masyur, SS PKS Sultra 1
30. Salahuddin SP PKS Sultra 2
31. Yaudu Salam Ajo,S.Pi PKS Sultra 4
32. La Pili,S.Pd PKS Sultra 5
33. H.Akhmad Aljufri PBB Sultra 1
34. Ir. H. Dinamis Y. PBB Sultra 3
Makkajareng
35. dr. H. L. M. Sjahrul,M.Sc PBB Sultra 4
36. Nengah Tangsi PNBK Sultra 2
37. Hasriadi Basir,ST PNBK Sultra 3
38. Mudasir Usman, SE PNBK Sultra 4
39. Abd.Hasid Pedansa PDI-P Sultra1
40. Hermanto, SH., M.Hum PDI-P Sultra 4
41. H. M.Saleh Lasata PDI-P Sultra 5
42. Drs. H. Muh. Adriah Saleh PKB Sultra 1
43. Dr. H. M. Amin Nompo, PKB Sultra 4
SKM.
44. H.Muhammad Djalil PBR Sultra 3
45. Drs. H. Ryha Madi PBR Sultra 4
BAB IV

Fungsi pengawasan DPRD Sulawesi tenggara

a. Fungsi kinerja pengawasan DPRD Sulawesi tenggara

a. Fungsi DPRD
Dalam ketentuan pasal 96 ayat 1 UU Nomor 23 tahun 2014
DPRD provinsi mempunyaik fungsi :
1. Fungsi Legislasi
Legislasi adalah bembuatan peraturan perundang–undangan
dan peraturan perundangan–undangan, meskipun pebentukan
legislasi merupakan wewenang Lembaga negara atau penjabat
(legislator), msyarakat atau pihak terkait yang berkepentingan
dengan legislasi dibentuk oleh legislator. Sebab pemberlakuan
bentukan peraturan perundang – undangaan tersebut akan
berimplikasi pada hak kewajiban masyarakat atau pihak terkait.
a.) Menyusun program legislasi nasional (prolegnas)
b.) Menyusun dan membahas rancangan undang – undang (RUU)
c.) Menerima rancangan undang – undang yang diajukan oleh
( DPD ) dewan perwakilan daerah (terkait otonomi daerah:
pembentukan, pemekaran dan pengubahan daerah.
d.) Mebahas rancangan undang – undang (RUU) yang diusulkan
oleh presiden atauppun DPD.
e.) Menetapkan UU Bersama dengan persiden
f.) Menyetujui atau tidak peraturan pemerintah pengganti UU
(yang diajukan) untuk ditetapkan menjadi UU.

2. Fungsi penganggaran
Funsi anggaran diwujudkan dalam pembahasan untuk
persetujuan Bersama terhadap rancatrang perda provinsi/
kabupaten/ kota. Fuhngsi anggara dilaksakan dengan cara :
a.) Pembahasan KUA dan PPAS yang diusulkan oleh gubernur/
walikota berdasarkan RKPD.
b.) Pembahasan rancangan perda provinsi/ kabupaten / kota
tentang APBD provinsi/ kabupaten/ kota.
c.) Membahas rancangan perda propinsi/ kabupaten/ kota tentang
perubahan APBD provinsi kabupaten kota
d.) Membahas rancangan PERDA provinsi/ kabupaten/ kota
tentang pertanggung jawaban APBD provinsi kabupaten kota.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi Pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan
terhadap :
a. Pelaksanaan PERDA Provinsi/Kabupaten/Kota dan peraturan
gubernur/Bupati/walikota .
b. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait
dengan penyelenggaran pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota.
c. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan
pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

4. Tugas dan Wewenang


Tugas dan wewenang DPRD pada dasarnya sudah diatur dalam
UU No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pada pasal 101
ayat 1 untuk tugas dan wewenang DPRD Provinsi, dan pasar 154
ayat 1 untuk tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota.
Adapun tugas dan wewenang DPRD Provinsi :
a. Membentuk PERDA Provinsi Bersama gubernur.
b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan PERDA
provinsi tentang APBD Provinsi yang diajukan oleh
gubernur.
c. Melaksanakan pengawasan terhadap PERDA Provinsi dan
APBD Provinsi.
d. Memilih gubernur dan wakil gubernur dalam halam hal
terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa jabatan.
e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian dan
pengangkatan gubernur kepada presiden melalui Menteri
untuk mendapatkan pengesahan pengangakatan dan atau
pemberhentian.
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintahan daerah provinsi terhadap rencana perjanjian
internasional di daerah provinsi.
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah
provinsi.
h. Memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban
gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
provinsi.
i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah provinsi.
j. Menjelaskan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.

DPRD Merupakan Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Kabupaten/Kota merupakan salah


satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam ketentuan Pasal 1 angka
2 Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU
23/2014”) sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“Perppu 2/2014”)
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (“UU 9/2015”) dikatakan bahwa pemerintahan daerah
(“pemda”) adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 4 UU 23/2014 disebutkan juga bahwa Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemda. DPRD kabupaten/kota
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemda kabupaten/kota. Anggota
DPRD kabupaten/kota adalah pejabat daerah kabupaten/kota.

Sebagai bagian dari pemda tentunya DPRD kabupaten/kota memiliki fungsi,


tugas dan wewenang.

Fungsi Pengawasan oleh DPRD

Terkait fungsi pengawasan secara jelas dalam ketentuan Pasal 153 UU


23/2014 disebutkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
kabupaten/kota meliputi:

a. pelaksanaan peraturan daerah kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali


kota;
b. pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; dan
c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa DPRD kabupaten/kota


tidak memiliki kewenangan terhadap pengawasan lembaga vertikal di lingkup
kabupaten/kota. Fungsi pengawasan dilaksanakan terhadap pelaksanaan
peraturan daerah maupun peraturan bupati dan Anggaran Pendapat Belanja
Daerah (“APBD”). Sedangkan fungsi pengawasan lembaga vertikal lainnya
yang bukan dibentuk atau dilaksanakan berdasarkan Peraturan Derah
Kabupaten/Kota atau Peraturan Bupati/Wali Kota dan tidak dibiayai oleh
APBD, maka DPRD Kabupten/Kota tidak memiliki kewenangan fungsi
pengawasan yang diatur dalam Pasal 153 UU 23/2014.

Sedikit informasi bahwa instansi vertikal yang ada di daerah (kabupaten/kota)


merupakan instansi yang menerima limpahan wewenang urusan pemerintahan
absolut dari pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi.

Urusan pemerintahan absolut tersebut meliputi:

a. politik luar negeri;

b. pertahanan;

c. keamanan;

d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan

f. agama

Instansi vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah


nonkementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan
kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi.

b. Pengawasan dan hasil yang telah di lakukan DPRD.

Pengawasan Perda Provinsi

Salah satu fungsi dari DPRD provinsi adalah pengawasan. Fungsi pengawasan
diwujudkan di antaranya dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
provinsi dan peraturan gubernur.

Pengawasan Perda Kabupaten/Kota


Perlu diketahui dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
kabupaten/kota dan Tugas Pembantuan oleh Daerah kabupaten/kota, Presiden
dibantu oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Kemudian salah satu tugas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan adalah melakukan
pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota.

Dalam melaksanakan tugas, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat


mempunyai wewenang, salah satunya adalah membatalkan Perda
Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota. Selain gubernur, berdasarkan
Pasal 149 ayat (1) huruf c jo. Pasal 153 ayat (1) huruf a UU 23/2014 bahwa
DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi pengawasan yang diwujudkan dalam
bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota.

Peraturan Pelaksana

Sebagai informasi tambahan, terdapat peraturan pelaksana dari UU 23/2014


yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (“PP 12/2017”) yang
mengatur perihal pengawasan oleh DPRD sebagai berikut:

Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) PP 12/2017

Pengawasan oleh DPRD bersifat kebijakan.

Pengawasan oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah;

pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan
pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) PP 12/2017 juga disebutkan bahwa pengawasan


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah:

provinsi, dilaksanakan oleh:

Menteri Dalam Negeri (“menteri”), untuk pengawasan umum; dan

menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pengawasan


teknis;

kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat


untuk pengawasan umum dan teknis.

Pengawasan umum salah satunya meliputi kebijakan daerah (Perda, Perkada,


dan keputusan kepala daerah).

Pengawasan Keputusan Kepala Daerah

Kami asumsikan yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah keputusan kepala
daerah. Berkaitan dengan keputusan kepala daerah, dalam Pasal 76 ayat (1)
huruf a UU 23/2014 disebutkan bahwa:

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang
secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan
tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, dalam Pasal 17 ayat (3) UU 23/2014 disebutkan bahwa dalam hal
kebijakan Daerah (termasuk keputusan kepala daerah) yang dibuat dalam
rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat membatalkan
kebijakan Daerah.

Mengenai pengawasan perda ini, juga pernah dijelaskan pada artikel Efektivitas
Executive Review Perda, Nur Sholikin berpendapat bahwa Undang-Undang
Pemerintahan Daerah baik itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) maupun penggantinya yaitu UU 23/2014
memberi kewenangan pemerintah mengawasi perda baik ketika masih bentuk
rancangan perda maupun sesudah disahkan.

Lebih lanjut Nur Sholikin dalam artikel yang sama menjelaskan secara
sederhana prosedur pengawasan berjenjang mengatur perda diawasi secara
bertingkat oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai wakil
pemerintah pusat. Gubernur memiliki kewenangan mengawasi perda
kabupaten/kota. Jadi menyimpulkan penjelasan di atas, pengawasan terhadap
perda itu dilakukan oleh Gubernur dan DPRD provinsi. Gubernur memiliki
kewenangan mengawasi perda kabupaten/kota. Selanjutnya DPRD provinsi
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan
gubernur.

Hubungan Konsepsional Pengawasan DPRD dengan Eksekutif Dalam


Pelayanan Publik

Bila dipahami dari sisi manajemen pemerintahan, maka daerah otonom yang
memiliki otonom daerah merupakan sebuah wujud pendelegasian wewenang
dari pemerntah pusat kepada pemerintah daerah mengelola sumber daya negara
dalam memudahkan penyediaan layanan pada masyarakat di daerah. Dengan
demikian interaksi yang terjalin hubungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah baik dalam wilayah maupun dalam hubungan administrasi dalam
konteks wilayah pemerintah daerah dimaknai sebagai organ-self governing,
yaitu council dan mayor yang para pejabatnya dipilih melalui proses pemilihan
umum dengan dibatasi oleh wilayah yurisdiksinya, sedangkan dalam konteks
administrasi, pemerintah daerah didekati dari sisi fungsi, yakni melaksanakan
tugas dan kewenangan pelayanan publik pada hal-hal tertentu yang dirncikan
dan sisanya merupakan kewenangan pemerintah pusat -local government. Oleh
karena Otonomi Daerah itu pula, maka DPRD diberikan kewenangan, antara
lain melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah (pasal; 41 UU
32/2004). Pengawasan ini dengan tujuan untuk menciptakan kualitas prima
pelayanan publik di daerah yang dapat memuaskan publik yang membutuhkan
jasa layanan sekaligus sebagai sebuah bentuk pertanggungjawaban moral-
politik kepada masyarakat yang diwakilinya. Dengan demikian pengawasan ini
dilaksanakan tidak hanya karena terjadi masalah dalam suatu kegiatan pada
Pemerintahan Daerah, tetapi karena memang harus dilaksanakan. Begitu juga
dengan Pemerintah Daerah yang harus tetap memberikan keterangan
pertanggungjawaban atas semua tugas yang dijalankan itu kepada DPRD,
karena ini merupakan amanat konstitusi (Pasal 27 ayat 2 UU 32/2004).

Bentuk Pelaksanaan Mekanisme Pengawasan Represif

Pengawasan represif jika merunut pada elemen dalam teori yang dikemukakan
oleh Griffin biasa dilakukan sebelum atau setelah ada pengaduan dari penerima
layanan. Bila dilakukan sebelum ada aduan, tindakan represif biasanya didasari
oleh keinginan anggota DPRD untuk melakukan pengukuran kinerja atau
membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan.Sedangkan
pengawasan yang dilakukan setelah adanya aduan acapkali terjadi dibanyak
daerah apabila terjadi ketidakpuasan yang berulang. Dalam konteks pelayanan
di RSUD Pamekasan, tindakan turun tangan langsung oleh anggota dewan
seyogyanya tidak terjadi berulang kali. Meski bernilai positif, hal itu
sesungguhnya mengindikasikan tidak adanya evaluasi yang efektif sehingga
“membuka peluang” terjadinya kejadian yang serupa diwaktu yang akan
datang. Melihat kondisi tersebut, upaya pemberian reward dan punishment bisa
jadi patut dipertimbangkan sebagai bagian dari evaluasi dan pengawasan
preventif ditahun yang akan datang. Meski pengawasan represif bisa
dikategorikan sebagai pengawasan melekat, secara internal pengawasan ini tak
bisa dipisahkan dengan pengawasan preventif yang lebih condong pada trilogi
fungsi anggota DPRD.Untuk itu perlu kiranya dibentuk sistem yang lebih
mendasar sehingga keduanya saling melengkapi. Jika terbentuk dalam sistem
yang kuat, fungsi pengawasan oleh DPRD terhadap pelaksanaan layanan publik
akan lebih sering dibicarakan sisi preventifnya. Hal ini dikarenakan ketika
layanan publik semakin membaik, tindakan-tindakan pengawasan represif
secara otomatis akan semakin jarang dilakukan. Pemerintah (dalam hal ini
DPRD) “hanya” perlu lebih kreatif dan jeli melihat setiap celah buruk
pelayanan, lalu memasukkan setiap solusi yang mungkin bisa dilakukan
sehingga bisa disebut menjadi bagian dari pengawasan preventif.
BAB V

Pandangan mahasiswa tentang pengawasan DPRD

Sejauh ini DPRD Sultra sudah melaksanakan fungsi pengawasan

dengan baik. Fungsi pengawasan merupakan fungsi yang melekat terhadap

semua anggota DPRD selama menjabat dan dalam menjabat itu anggota DPRD

juga diberikan Hak imunitas/ kekebalan yang diatur oleh peraturan tata tertib

DPRD.

Anggota DPRD harus bertanggung jawab dan bisa amanah bagi

rakyatnya, oleh karena itu DPRD dalam pelaksanaaan fungsi ini berprinsip

proporsional (seimbang antara anggaran dan kemanfaatannya), profesional

(optimal dalam pelaksanaan tugas sehingga memberikan manfaat bagi

pengelolaan pemerintah daerah) dan berprinsip ketaatan hukum (mencegah

terjadinya penyimpangan-penyimpangan, prinsip-prinsip ini mengharapkan

agar mencapai tujuan yaitu dapat melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan

yang baik, taat asas dan bebas dari Korupsi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pengawasan oleh DPRD yang

dilaksanakan oleh komisi untuk mereview, mempelajari dan mengevaluasi secara

kontinue beberapa aspek sebagai berikut:

a. Pengawasan Terhadap Peraturan Perundang- undangan.

Pengawasan DPRD menilai penerapan dan keefektifan peraturan

perundang-undangan. Pengawasan meninjau apakah mereka dikasanakan

sesuai dengan maksud lembaga legislatif. Lingkup ini tidak mendapatkan


perhatian dan alokasi sumber daya yang cukup dari DPRD. Hampir tidak ada

program atau kegiatan pengawasan yang dilaksanakan oleh DPRD untuk

menilai efektivitas pelaksanaan kinerja kepala daerah sebagai lembaga yang

menjalankan pemerintahan. DPRD mengakui hal ini terjadi karena pemerintah

daerah dianggap mempunyai kapasitas yang memdai untuk melaksanakan

pemerintahan. Pengawasan internal juga perlu dilakukan ketika DPRD

melaksanakan fungsi-fungsinya. Misalnya ketika ketika merumuskan peraturan

perundang- undangan, DPRD harus melakukan pengawasan internal agar

pertentangan Raperda yang sedang dibahas terhadap peraturan perundang-

undangan di atasnya atau perda lain yang dapat dihindarkan.

Dalam kegiatan ini DPRD terlebih dahulu melakukan penilaian

berdasarkan rapat Komisi yang juga dapat dilanjutkan dengan rapat dengan

pimpinan untuk menilai tentang keefektifan pelaksanaan pemerintahan yang

berhubungan dengan komisi masing-masing. Kemudian dari hasil penialian

tersebut yang diputuskan dalam rapat, ditentukan apakah pelaksanaan

pemerintahan yang ada efektif dilaksanakan, atau pelaksanaannya sesuai

dengan keinginan dari pada peleksanaan pemerintahan itu sendiri.

b. Pengawasan Terhadap Pengadministrasian.

Pengawasan juga dilakukan terhadap pengadministrasian dan pelaksanaan

program yang diciptakan dengan peraturan, seperti misalnya APBD. Dengan

pengawasan ini, DPRD dapat merumuskan rekomendasi kebijakan pemerintah dapat

dilanjutkan, diperbaiki atau perlu dihentikan. Pengawasan terhadap pelaksanaan


administrasi pemerintah seperti ini cukup sering dilaksanakan karena pada

umumnya terkait dengan proyek-proyek.

c. Pengawasan Terhadap Pelaksana Kegiatan Pemerintahan.

Pengawasan DPRD juga dilakukan terhadap lembaga- lembaga dan

pelaksanaan berbagai kegiatan lain di tingkat daerah, terutama jika mereka

terkait dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain, termasuk

penayagunaan sumber daya keuangan negara. Yang masuk dalam kategori ini

adalah pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan kepala daerah dan

pelaksanaan APBD.

d. Pengawasan Pembentukan Tata Pemerintahan Yang Bersih Dari KKN.

DPRD melakukan pengawasan dalam rangka menciptakan pemerintahan

yang bersih, sebagaimana fungsi pengawsan yang sesungguhnya adalah agar

pemerintah daerah dapat mewujudkan pemerintahan yang baik. Dalam hal ini

jika sepanjang fungsi pengawasan DPRD itu dilaksanakan secara baik dan

optimal, maka dengan pengawasan ini akan dapat tercipta pemerintah yang

bersih dan terhindar dari korupsi. Namun sebaliknya jika pengawasan DPRD

hanya sekadar formalitas, maka tidak akan terdapat peemerintahan yang bersih,

kendatipun masih ada pengawas dari lembaga lainnya seperti BPK, inspektorat

apalagi pengawasan internal tidak akan dapat berharap banyak terhadap

pengawasan internal, dalam menciptakan pemerintahan yang bersih.

Namun harus dipahami bahwa keberadaan DPRD sebagai pengawas

adalah bahwa DPRD mewakili komunitasnya, sehingga sudah pasti bahwa DPRD
itu berasal dari berbagai latar belakang. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD

pada umumnya diakui sebagai instrumen politik oleh masing-masing partai

politik yang disampaikan lewat fraksi. Sehingga pengawasan diarahkan pada

kepentingan politk partai yang akibatnya akan mempengaruhi pengawasan itu

kemana diarahkan. Kepala daerah yang berasal dari fraksi yang ada di DPRD,

maka pengawasan oleh fraksi tersebut pada dasarnya pengawasan ini hampir

diabaikan, apalagi kepala daerah tersebut menguasai parttai politik, sudah pasti

kepala daerah akan mengendalikan kegiatan fraksi yang ada di DPRD.

Tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi juga mempengaruhi

kinerja seorang anggota DPRD. Menurut Abcarian dan Masannat, pengaruh sosial

merupakan satu diantara sumber tingkah laku politik individu, selanjutnya

mengatakan bahwa: “Orang-orang dengan status sosial ekonomi yang tinggi seperti

pengusaha dan profesional umumnya lebih terlibat dalam hal pemikiran-

pemikiran politik. Sedangkan yang cenderung bersikap apolitis biasanya adalah

mereka yang berasal dari kelompok sisial ekonomi lebih rendah.”

Karena DPRD berasal dari partai politk, maka kendala dalam pelaksanaan

tugas DPRD termasuk fungsi pengawasan adalah sehubungan dewan selalu sibuk

dalam mengurusi urusan partai politik, walaupun di atur dalam tata tertib bahwa

tugas dewan harus diutamakan daripada urusan lain, namun pada kenyataannya

dewan selalu mengutamakan urusan politik. Hal ini tentu karena anggota DPRD

berasal dari partai politik, apalagi sesuai dengan undang-undang No. 17 Tahun

2014 tentang MD3, bahwa partai politik dapat merecaal anggotanya di dewan.
Pelaksanaan fungsi pengawasan bukanlah hal yang mudah, pada dasarnya

pengawasan melibatkan dua belah pihak yaitu pihak yang mengawasi dan pihak

yang diawasi. Fungsi pengawasan DPRD perlu terus dikembangkan baik model

maupun tekniknya, karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan

kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah

pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif, seperti mengawasi

projek-projek pembangunan atau pengawasan terhadap daftar anggaran satuan

kerja (DASK) yang merupakan kompetensi Bawasda, atau paling tidak DPRD

memiliki akses kepada hasil pengawasan Bawasda, tetapi hal inipun harus

dipertimbangkan dengan baik, mengingat Bawasda selama ini merupakan

bagian dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang user-nya adalah kepala

daerah.

Sekiranya upaya-upaya penguatan fungsi legislatif tersebut dapat

dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya

peningkatan performance DPRD. Kedepan hal ini merupakan tuntutan

mengingat Undang-undang No. 32 tahun 2004 menempatkan DPRD dan kepala

daerah sebagai dua unsur pemerintahan daerah yang memiliki hubungan

kemitraan yang menuntut adanya kesejajaran dalam kualitas kerja.

Upaya-upaya untuk mengatasi kendala yang muncul di atas DPRD

menempuh cara sebagai berikut

a. Membangun kerjasama dan komunikasi yang lebih baik lagi


terhadap eksekutif agar tercipta transparansi yang sehat.

b. Harus mempunyai rasa tanggung jawab yang besar dalam

melaksanakan tugas dan mendahulukan kepentingan masyarakat

luas tidak kepentingan kelompok politiknya.

c. DPRD Sultra juga terus berupaya meminta keterbukaan

masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.

d. Meluruskan kebijakan dengan aturan-aturan yang ada.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance

dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu

diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab

sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-

Undang Dasar. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara

nyata kemampuan Daerah dalam mengatur dan mengurus rumah

tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang

keuangan.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah menetapkan ketentuan-ketentuan

pokok yang memberikan pedoman kebijaksanaan dan arahan bagi Daerah

dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain

itu juga menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin prosedur

umum perpajakan dan Retribusi Daerah. Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah sebagai subsistem Pemerintahan Negara dimaksudkan untuk


meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan dan

pelayanan Masyarakat sebagai Daerah Otonomi.

Bagi DPRD Sultra, hendaknya senantiasa amanah untuk mendengar

dan memperhatikan aspirasi masyarakat dengan cara meminta keterbukaan

masyarakat dalam perannya melakukan fungsi pengawasan, dan harus punya

tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan tugas dengan mendahulukan

kepentingan masyarakat luas tidak kepentingan kelompok politik. Kemudian,

agar fungsi pengawasan ini lebih mampu menekan terjadinya penyimpangan,

artinya DPRD mampu meluruskan kebijakan dengan aturan-aturan yang ada.

DPRD Sultra hendaknya juga mampu menjalin hubungan yang lebih baik lagi

dengan stakeholders terkait (eksekutif), dalam kerjasama dan komunikasi

agar terjalin transparansi yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai