Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang

merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh

karena terganggu fungsinya. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada

kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 0C) akibat suatu proses ekstra kranial. 1-4 Dalam

praktek sehari-hari orangtua sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karena setiap kejang

kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak.5 Kejang merupakan gangguan

syaraf yang sering dijumpai pada anak.1-3 Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah

usia 5 tahun. 1-3

Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6 : 1. 1,2

Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90 anak yang

mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami

kejang setelah usia 12 tahun.1 Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal

merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsi.6 Sebagian besar peneliti melaporkan angka

kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 – 5 %. 3 Kejang demam merupakan penyakit kejang

yang paling sering dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan

peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang

dengan tepat dan cepat. Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi

terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat untuk profilaksis

rumat.6
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy

(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan

suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit

akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.7

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal

lebih dari 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial. 1-4 Dalam praktek sehari-hari orang tua sering

cemas bila anaknya mengalami kejang, karena setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan

epilepsi dan trauma pada otak.5

B. Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam

setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau

keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan elektrolit.6

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

1. riwayat kejang demam dalam keluarga.

2. usia kurang dari 18 bulan.

3. temperatur tubuh saat kejang.

4. Jenis kelamin

5. lamanya demam.7

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :


3

1. adanya gangguan perkembangan neurologis.

2. kejang demam kompleks

3. riwayat epilepsi dalam keluarga

4. lamanya demam.7

C. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti, demam sering disebabkan infeksi saluran

pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kadang-

kadang demam tidak terlalu begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Namun demikian ada

beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam , misalnya :

1. Demam itu sendiri

2. Efek produk toksik dari mikro organisme terhadap otak

3. Respon alergik yang abnormal terhadap infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Ensefalitis viral yang ringan yang tidak diketahui

6. Gambungan semua faktor tersebut diatas.2

D. Klasifikasi

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.

Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%

di antara seluruh kejang demam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:


4

1. Kejang lama > 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara

bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang

demam.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.8

E. Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3

tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang

hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion

Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi

rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada

anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada

anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari

kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada

tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak

menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)

biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
5

otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu

tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan

kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga

terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat

menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.9

F. Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik

klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi

reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar

kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis

Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti

oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi

pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% pasien.3

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila

suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik

beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang.
6

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti

proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh.10

G. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam

antara lain:

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah

kejang demam, seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan

saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf

pusat.

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik,

menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama

disertai suhu dibawah 39° C.

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah usia<

15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga,

kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam

yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam akomlpeks.6

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai

kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang tergantung pada jenis

kejang.

- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.


7

- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.6

3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi maupun

laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa

hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-

gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan

gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik,

walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG

abnormal. EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya

epilepsi di kemudian hari.3

H. Diagnosa Banding

Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan

cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti

hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop

juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak

dengan kejang demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat, dan sianosis

sehingga menyerupai kejang demam.3

I. Penatalaksanaan

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:

1. Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua

pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah untuk
8

mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir

dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi

keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan fungsi jantung.

Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.

Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal.3

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai

meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering

mengalami meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi

berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan.

Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab.3

3. Pengobatan Profilaksis

Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang merupakan

pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam

berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat).

Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:

1. Profilaksis intermitten, pada waktu demam.

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan

orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.

Diazepam intermiten memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya lebih


9

cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien

dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan

lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam

dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 3

dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk

dan hipotonia.3

2. Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah sebesar 16

mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah

berulanggnya kejang demam. Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis

kejang demam adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik

dibandingkan efek fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping

hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus

menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di

kemudian hari.3

Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat

dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap hari dapat diberi pada

keadaan berikut:

1. Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya cerebral palsy,

retardasi mental, mikrosefali).

2. Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit, bersifat fokal, atau diikuti

kelainan neurologis sepintas atau menetap.


10

3. Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat genetik pada orang tua

atau saudara kandung.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang , hindarilah rasa panik

dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan sebagai berikut:

1. Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping

2. Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak

3. Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air dingin. Langkah ini

diperlukan untuk membantu menurunkan suhu badanya.

4. Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.

5. Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa ke dokter agar

dapat ditangani lebih lanjut.3

3. Mengatasi segera bila terjadi kejang.3

Komplikasi
           Epilepsi

Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung
lama dan dapat menjadi matang
           Retardasi mental

Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis

           Hemiparese
11

Biasanya terjadi pada pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari
30 menit)

           Gagal pernapasan

Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi


spasme

           Kematian

J. Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian

kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan

mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil

kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang

berulang baik umum atau fokal.11


12

BAB III

KESIMPULAN

Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal :

1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital tubuh.

Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh karena

mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat digunakan luminal

suntikan intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam intranasal.

2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada

saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga dianjurkan pada anak usia kurang

dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit ditemukan. Pemeriksaan laboratorium

penunjang lain dilakukan sesuai indikasi.

3. Pengobatan profilaksis.

a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal

lebih dari 380 C) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam atau

kloralhidrat supositoria.

b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari untuk

mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk

penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat

tarapeutik obat dan efek sampingnya.


13

DAFTAR PUSTAKA

1. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan terjadinya

kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai Penerbit FK-USU,

1999:1–44.

2. Lumbantobing SM. Kejang demam. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1995;1–52.

3. Soetomenggolo TS. Kejang demam. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S,

Panyunting. Neurologi anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 1999. h. 244-52.

4. Chistopher M, Verity, Rosemary G, Jean G. Longterm intelectual and behavioral out

comes of children with fessbrile convulsion. N Engl J Med 1998; 388:1723-8.

5. Baumann RJ. Technical report: treatment of the child with simple febrile seizures.

Pediatrics 1999; 103:79-86.

6. Dewanto, G. Dkk.2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit

Saraf. hal 25. Jakarta: EGC

7. Antonius HP dkk, Pedoman Pelayanan Medis IDAI.2009;150-153.

8. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34:592-8.

9. Poorwo, Sumarmo S. 2005 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

10. Behrman, dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta EGC.

11. Ellenberg JH dan Nelson KB. Febrile seizures and later intellectual performance.

Arch Neurol 1978; 35:17-21.

12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika


14

Anda mungkin juga menyukai