Anda di halaman 1dari 36

TUGAS PENGUKURAN KINERJA

KELAS: A
NAMA/NIM:
NUR PRANGAWAYU / 122180017

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
BSC (Balanced Scorecard)

1. Konsep Balanced Scorecard


Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
pengimplementasian konsep tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1)
kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Pada tahap awal
eksperimennya, Balanced Scorecard merupakan kartu skor yang digunakan untuk
mencatat skor hasil kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak
diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas
kinerja eksekutif. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja
eksekutif diukur secara berimbang dari dua perspektif: keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena
eksekutif akan dinilai kinerja mereka berdasarkan kartu skor yang dirumuskan
secara berimbang, eksekutif diharapkan akan memusatkan perhatian dan usaha
mereka pada ukuran kinerja nonokeuangan dan ukuran jangka panjang (Mulyadi,
2007: 3).
Dalam perkembangan selanjutnya, Balanced Scorecard tidak hanya berkaitan
dengan kartu yang dipakai untuk mencatat skor eksekutif. Balanced Scorecard lebih
dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk perencanaan strategik, yaitu sebagai
alat untuk menterjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi organisasi ke dalam rencana tindakan (action plans) yang komprehensif,
koheren, terukur, dan berimbang. Kekuatan sesungguhnya Balanced Scorecard
bukan terletak pada kemampuannya sebagai pengukur kinerja eksekutif, namun
justru pada kemampuannya sebagai alat perencanaan strategik. Robert S. Kaplan
dan David P. Norton membuat pernyataan pada tahun 1995 tentang kekuatan
sesungguhnya Balanced Scorecard seperti berikut ini: Namun, kekuatan
sesungguhnya Balanced Scorecard terjadi pada saat Balanced Scorecard diubah dari
suatu sistem pengukuran kinerja menjadi sistem manajemen. Pada tahun yang
sama, kedua pencipta Balanced Scorecard tersebut menegaskan kembali tettang
perkembangan peran Balanced Scorecard yang tidak lagi sekadar sebagai sistem
pengukuran kinerja yang telah disempurnakan melalui pernyataan mereka berikut
ini: Balanced Scorecard telah berubah dari suatu system pengukuran kinerja yang
telah disempurnakan menjadi inti sistem manajemen (Mulyadi, 2007: 9).
Balanced Scorecard tidak lagi mempunyai arti harafiah sebagai pengukur
kinerja, namun telah mempunyai makna yang tersirat sebagai kerangka berpikir
(framework of thinking) dalam pengembangan peta strategi. Pada hakikatnya tujuan
utama pengelolaan perusahaan adalah untuk menjadikan perusahaan sebagai
institusi pelipat ganda kekayaan. Oleh karena itu, proses pengelolaan diarahkan
untuk menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan (perspektif
keuangan). Untuk mencapai sasaran keuangan tersebut, pengelolaan diarahkan
untuk menghasilkan produk dan jasa yang mampu memenangkan pilihan customer
(perspektif pelanggan). Untuk berkemampuan memenangkan pilihan pelanggan di
pasar yang menjadi target perusahaan, pengelolaan diharapkan untuk membangun
kompetensi inti yang mengungguli pesaing. Oleh karena itu, proses pengelolaan
diarahkan untuk membangun keunggulan proses (excellent processes) yang
dimanfaatkan untuk menghasilkan produk dan jasa (perspektif proses bisnis
internal) dan membangun keberdayaan sumber daya manusia melalui pembangunan
modal manusia, modal informasi dan modal organisasi (perspektif proses
pembelajaran dan pertumbuhan).
2. Pengertian Balanced Scorecard
Terdapat beberapa pengertian Balanced scorecard yang disampaikan oleh para
ahli sebagai berikut:
 Hansen and Mowen, Balance scorecard (strategic-based responsibility
accounting system) is a responsibility accounting system objectives and
measures for four different perspective: the financial perpective, the customer
perspective, the process perspective, and the learning and growth
(infrastructure) perspective.
 Hilton, Maher, dan Selto, Balanced scorecard is causal model of lead and lag
indicators of performance that demonstrate how changes in one operation cause
are balanced by changes in others.
 Morse, Davis, dan Hartgraves, Balanced scorecard is a performance
measuresement system that include financial and operational measures which
are relatef to the organizational goals. The basic premise is to establish a set of
indicators that can be used to monitor performance progress and then compare
the goals that are setablished with the results
 Edward J. Blocker, Kung A Chen & Thomas W. Lin, Balanced scorecard is an
accounting report that include the firm critical success factors in four area
bellows:
 Financial Performance
 Customer Satisfaction
 Internal Business Process
 Innovation and Learning
Dari keempat ahli tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa pengertian
Balanced scorecard adalah suatu laporan akuntansi yang meliputi empat sukses
faktor, yaitu keuangan, konsumen, internal perusahaan, dan adanya inovasi serta
pembelajaran yang dilakukan oleh perusahaan. Diharapkan dengan pengaplikasian
system Balanced scorecard itu akan diperoleh suatu hasil kinerja yang lebih baik.
3. Karakteristik Balanced Scorecard
Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih
tepat dinamakan suatu “Strategic based responsibility accounting system” yang
menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan operasional dan
tolak ukur kinerja untuk empat perspektif yang berbeda, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses usaha internal dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan.
Dalam pendekatan Balanced Scorecard, penekanan adalah pada perbaikan yang
berkesinambungan (continuous improvement) bukan hanya mencapai tujuan khusus
seperti laba sekian milyar rupiah. Apabila suatu organisasi tidak melakukan
perbaikan yang berkesinambungan, organisasi tersebut mungkin akan kalah
bersaing. Tolak ukur yang digunakan dalam Balanced scorecard yang terdiri dari 4
kelompok di atas dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.1 Balanced Scorecard Memberikan suatu Kerangka Kerja untuk
Menjabarkan Strategi ke dalam Istilah Operasional

Gambar 1.2 Dari Strategi ke Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard


Manajer harus secara hati-hati memilih tolak ukur kinerja untuk Balanced
Scorecard perusahaan. Pertama, tolak ukur kinerja harus konsisten dengan strategi
perusahaan. Kedua, scorecard seharusnya tidak mempunyai terlalu banyak tolak
ukur kinerja. Apabila organisasi secara keseluruhan mempunyai balanced sorecard
secara menyeluruh, setiap individual yang bertanggung jawab akan memiliki
scorecard pribadinya masing-masing juga. Scorecard ini akan terdiri dari hal-hal
yang individual yang dapat secara pribadi mempengaruhi secara langsung terhadap
tolok ukur kinerja pada Balanced scorecard secara keseluruhan.
Mengembangkan suatu Balanced Scorecard mencakup proses secara khusus
mendesain suatu sistem pengukuran manajemen strategik. Prosesnya dimulai
dengan melakukan penilaian pendahuluan dari strategi usaha secara keseluruhan
dengan fokus pada integrasi proses ekonomi secara keseluruhan. Setelah proses,
tujuan, dan sasaran secara keseluruhan diidentifikasi, tolak ukur yang dipercaya
paling baik mengandung esensi kemajuan organisasi terhadap tujuan dan sasaran
harus dipilih.
4. Key Success Factor
 Faktor Keberhasilan Kritikal
Faktor keberhasilan kritikal merupakan tolok ukur aspek kinerja
perusahaan yang penting terhadap keunggulan kompetitifnya dan sebab itu
terhadap keberhasilan. Sistem manajemen biaya strategik mengembangkan
informasi strategik yang memasukan informasi yang bersifat keuangan maupun
nonkeuangan. Di masa lalu, perusahaan cenderung berfokus terutama pada
ukuran kinerja keuangan, seperti pertumbuhan penjualan dan laba, aliran kas,
dan nilai persedian. Sebaliknya, perusahaan dalam lingkungan bisnis yang
kontemporer menggunakan manajemen strategik untuk memfokuskan terutama
pada ukuran operasional yang bersifat non keuangan, seperti pangsa pasar,
mutu produk, kepuasan pelanggan, dan peluang pertumbuhan. Ukuran
keuangan menunjukan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi
keuangan perusahaan jangka pendek. Oleh karena itu, juga memberikan
pengembalian jangka pendek bagi pemegang saham. Sebaliknya, faktor yang
bersifat non keuangan menunjukan posisi kompetitif perusahaan untuk saat ini
dan masa yang akan datang yang merupakan ukuran yang dipandang dari tiga
sudut pandang (a) Pelanggan; (b) Proses bisnis internal; dan (c) Inovasi dan
pembelajaran, misalnya sumber daya manusia. Ukuran strategik yang bersifat
keuangan dan nonkeuangan, biasanya disebut dengan kunci keberhasilan
kritika.
Balanced Scorecard merupakan rencana tindakan yang merupakan dasar
untuk mengimplementasikan strategi yang ditunjukkan oleh Critical Success
Factors (CSFs). Setiap kelompok CSFs dalam Balanced scorecard meringkas
kinerja perusahaan secara keseluruhan untuk tujuan strategiknya seperti tampak
sebagai berikut:

Gambar 1.3 Balanced Scorecard Memberikan Rencana Tindakan untuk


Pencapaian Keberhasilan Kompetitif dengan Cara Memfokuskan Perhatian
pada CSFs pada Empat Bidang Kunci
Balanced Scorecard merupakan ukuran yang kompetitif jika memasukan semua
CSFs yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kompetitif. Oleh
karena itu, Balanced Scorecard membantu manajer untuk memfokuskan pada
CSFs perusahaan dan mengurang pandangan yang hanya memperhatikan laba
yang seringkali ditemukan dalam laporan akuntansi yang hanya didasarkan ada
hasil keuangan saja. Balanced scorecard juga memnberikan pandangan ke
depan jika CSFs yang bersifat non keuangan, seperti mutu dan ukuran
pelayanan jasa, yang dicapai memberikan manfaat yang baik di masa yang
akan datang.
 Implementasi Balanced Scorecard
Tahap dalam implementasi Balanced Sscorecard sebagai berikut.
a. Management must define the organization’s primary objectives.
b. The organization must understand how stakeholders and processes
contribute to its primary objectives
c. The organization must develop a set of secondary objectives that are the
drives of performance on primary objectives
d. The organization must develop a set of measures to monitor performance on
both primary and secondary objectives.
e. the organization must develop a set of processes, along with their attendant
implicit and explicit contracts with stakeholders, to achieve those primary
objectives
f. The organization must make specific and, therefore, public statements about
its beliefs concerning how processes create results.
5. Perbedaan Manajemen Strategik Tradisional Dengan Manajemen Strategik
Berbasis Balanced Scorecard
a. Orientasi
Manajemen strategik tradisional tidak berfokus ke customer. Di dalam
manajemen tradisional, proses manajemen strategik mencoba menjawab empat
pertanyaan utama berikut ini: (1) Siapa kita? (2) Berada di mana kita sekarang?
(3) Kemana kita akan menuju? (4) Bagaimana kita menuju ke sana? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut tidak berorientasi ke customer. Strategi yang berorientasi ke
pemenuhan kebutuhan customer menyebabkan perusahaan tidak mampu
memantau perubahan kebutuhan customer. Manajemen strategik dalam
manajemen tradisional menggunakan pandangan luas terhadap pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Semua stakeholders dipandang sama
pentingnya bagi perusahaan dalam manajemen strategik tradisional. Manajemen
strategik dipacu oleh pesaing, bukan customer, sehingga strategic initiatives
yang dipilih lebih didominasi dengan langkah-langkah yang ditempuh untuk
mengalahkan pesaing, bukan untuk memuasi kebutuhan customer.
Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard berorientasi ke
customer. Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard dipacu oleh usaha
untuk menghasilkan value terbaik bagi customer, sehingga dikenal pula dengan
nama customer value-based model of strategic management. Tiga pertanyaan
yang harus dicari jawabannya dalam proses manajemen berbasis Balanced
Scorecard adalah: (1) Untuk memenuhi kebutuhan customer apa kita berbisnis?
(2) Bagaimana kita dapat menyediakan value terbaik untuk memuaskan
kebutuhan customer tersebut? (3) Apa yang dapat kita peroleh dari penyediaan
value tersebut?
Pertanyaan pertama menunjukkan bahwa proses manajemen strategik
merupakan customer-driven process, proses yang dipacu oleh usaha untuk
memenuhi kebutuhan tertentu customer; bukan proses yang dipacu oleh
kebutuhan internal perusahaan, sebagaimana proses manajemen strategik dalam
manajemen tradisional. Manajemen strategik menuntut manajemen untuk
melakukan eksplorasi ke lingkungan makro dan lingkungan industri yang akan
dijadikan tempat beroperasinya perusahaan. Pertanyaan kedua menuntut
manajemen untuk mencari inisiatif strategik yang mampu menghasilkan value
terbaik untuk memuasi kebutuhan customer, kemudian menjabarkan inisiatif
tersebut ke dalam langkah-langkah taktikal dan operasional. Pertanyaan ketiga
menuntut manajemen untuk melipatgandakan laba perusahaan dari hasil
pemenuhan customer, agar perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan bertumbuh.
b. Tahapan
Manajemen strategik tradisional terdiri dari empat tahap: perencanaan
strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran, pengimplementasian, dan
pengendalian. Manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard terdiri dari
enam tahap: perumusan strategi, perencanaan strategik, penyusunan program,
penyusunan anggaran, pengimplementasian, dan pemantauan. Perencanaan laba
jangka panjang dalam manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard dipecah
ke dalam tiga tahap yang berpisah: perumusan strategi, perencanaan strategik,
dan penyusunan program. Perencanaan laba jangka panjang dimulai dari langkah
pertama berupa perumusan strategi yang menghasilkan misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi. Langkah berikutnya adalah
perencanaan strategik yang berupa proses penerjemahan misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategik
yang komprehensif, koheren, terukur, dan terimbang. Langkah terakhir adalah
penyusunan program berupa proses penjabaran inisiatif strategik ke dalam
program; rencana kegiatan jangka panjang disertai dengan sumber daya yang
diperoleh dari dan dikorbankan untuk perwujudan sasaran-sasaran strategik.
c. Lingkup
Manajemen strategik tradisional mencakup lingkup yang sempit, hanya
berfokus ke perspektif keuangan. Sedangkan manajemen strategik berbasis
Balanced Scorecard mencakup lingkup yang luas, melampaui perspektif
keuangan. Dengan digunakannya Balanced Scorecard sebagai alat penerjemah
misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi, perencanaan
strategik menghasilkan sasaran strategik yang komprehensif; mencakup
perspektif keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Perluasan cakupan ke perspektif customer, proses bisnis internal,
serta pembelajaran dan pertumbuhan ini dimaksudkan untuk memfokuskan
usaha personel ke pemacu sesungguhnya kinerja keuangan perusahaan, sehingga
perusahaan mampu menjadi institusi pelipatganda kekayaan.
d. Koherensi
Dalam manajemen tradisional, koherensi keluaran yang dihasilkan oleh
tahap perencanaan strategik, penyusunan program, dan penyusunan anggaran
tidak dipandang penting. Sebagai akibatnya, perencanaan strategik hanya
menghasilkan daftar sasaran-sasaran strategik, dan diantara sasaran strategik
yang satu dengan sasaran strategik yang lain tidak dibangun hubungan sebab
akibat. Bahkan di antara misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi tidak dibangun keterkaitan erat dengan sasaran strategik dan inisiatif
strategik. Dalam manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard, ada lima
koherensi sebagai berikut:
 Koherensi antara hasil trendwatching dan analisis SWOT dengan misi, visi,
tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi.
 Koherensi antara misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi
yang dirumuskan pada tahap perumusan strategi dengan sasaran-sasaran
strategik yang dirumuskan pada tahap perencanaan strategik.
 Koherensi antara inisiatif strategik yang dipilih pada tahap perencanaan
straegik dengan program yang dirumuskan pada tahap penyusunan program.
 Koherensi antara program yang dipilih pada tahap penyusunan program
dengan anggaran yang dirumuskan pada tahap penyusunan anggaran.
 Koherensi di antara sasaran strategik di berbagai perspektif: keuangan,
customer, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
6. Empat Perspektif Dalam Balanced Scorecard
Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1996: 41) membagi Balanced Scorecard
ke dalam empat perspektif, yaitu :
a. Perspektif Finansial
Dalam perspektif finansial ini terdapat perbedaan tujuan finansial dalam
masing-masing tahap siklus hidup bisnis, yaitu:
 Bertumbuh (growth)
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup
perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi
pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini, mereka harus melibatkan
sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan
berbagai produk dan jasa baru; membangun dan memperluas fasilitas
produksi; membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya
hubungan global; dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat
dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin beroperasi
dengan arus kas yang negatif dan pengembalian modal investasi yang rendah.
Investasi yang dibuat untuk masa depan mungkin mengkonsumsi uang kas
yang lebih banyak dari yang dapat dihasilkan saat ini oleh produk, jasa, dan
pelanggan perusahaan yang masih terbatas. Tujuan finansial keseluruhan
perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan
pendapatan, tingkat pertumbuhan penjualan di pasar baru, kepada pelanggan
baru dan dihasilkan dari produk dan jasa baru, mempertahankan tingkat
pengeluaran yang memadai untuk pengembangan produk dan proses, sistem,
kapabilitas pekerja, dan penetapan saluran pemasaran, penjualan dan
distribusi baru.
 Bertahan (sustain)
Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada
tahap bertahan, situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi
penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu
menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini
diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara
bertahap tumbuh tahun demi tahun. Proyek investasi akan akan lebih
diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas, dan
peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi yang
memberikan pengembalian modal dan pertumbuhan jangka panjang seperti
yang dilakukan pada tahap pertumbuhan.
Kebanyakan unit bisnis di tahap bertahan akan menetapkan tujuan
finansial yang terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat
dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi
seperti laba operasi dan marjin kotor. Ukuran ini menganggap investasi
modal di dalam unit bisnis sudah tetap (given/exogenous) dan meminta para
manajer untuk memaksimalkan pendapatan yang dihasilkan dari investasi
modal. Tujuan finansial dalam tahap bertahan akan bertumpu pada ukuran
finansial tradisional, seperti ROCE, laba operasi, dan marjin kotor. Proyek
investasi dalam kategori ini akan dievaluasi dengan memakai discounted cash
flows, analisa penganggaran modal (capital budgeting) standar. Sebagian
perusahaan akan memakai berbagai ukuran finansial baru, seperti nilai
tambah ekonomis dan nilai pemegang saham. Semua ukuran ini menyatakan
tujuan finansial klasik; menghasilkan tingkat pengembalian modal investasi
yang tinggi.
 Menuai (harvest)
Sebagian unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus
hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin “menuai” investasi yang dibuat
pada dua tahap sebelumnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang
besar; cukup untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan
atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap proyek investasi harus
memiliki periode pengembalian investasi yang definitif dan singkat. Tujuan
utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan
finansial keseluruhan untuk bisnis pada tahp menuai adalah arus kas operasi
(sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
Setiap investasi harus memberikan pengembalian kas yang segera dan pasti.
Pada prakteknya, tidak ada pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
atau untuk meningkatkan kapabilitas karena singkatnya waktu yang tersisa
dalam masa hidup ekonomis unit bisnis yang berada dalam tahap menuai.
b. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, perusahaan melakukan
identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar
merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan finansial
perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan
berbagai ukuran pelanggan penting (kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan
profitabilitas) dengan pelanggan dan segmen sasaran. Perspektif pelanggan juga
memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran, secara
eksplisit, proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan
pasar sasaran.
Di masa lalu, perusahaan dapat memusatkan diri pada kapabilitas
internal, dengan mengandalakan kinerja produk dan inovasi teknologi. Tetapi
perusahaan yang tidak memahami kebutuhan pelanggan akan memudahkan para
pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk dan jasa yang lebih baik
sesuai dengan preferensi pelanggan. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang
saat ini berpindah fokus secara eksternal kepada pelanggan. Jika ingin mencapai
kinerja finansial jangka panjang yang hebat, setiap unit bisnis harus menciptakan
dan memberikan produk dan jasa yang bernilai bagi pelanggan.
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, selain keinginan untuk
memuaskan dan menyenangkan pelanggan, para manajer unit bisnis juga harus
menterjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan
dengan pasar dan pelanggan yang spesifik. Perusahaan harus mengidentifikasi
berbagai segmen pasar, baik dalam populasi pelanggan yang ada saat ini maupun
pelangggan potensial dan kemudian memilih segmen mana yang akan mereka
masuki. Mengidentifikasi proporsi nilai yang akan diberikan kepada segmen
pasar menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan ukuran perspektif
pelanggan. Dengan demikian, perspektif pelanggan scorecard menterjemahkan
misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan yang spesifik yang berkenaan
dengan pelanggan dan segemen untuk dikomunikasikan ke seluruh perusahaan.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan
identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pelanggan dan pemegang saham. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses
tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial
yang baik. Model rantai nilai generik memberi suatu template yang dapat
disesuaikan oleh setiap perusahaan dalam mempersiapkan perspektif setiap
bisnis internal. Model ini terdiri atas tiga rantai nilai proses bisnis internal
utama, yaitu :
 Inovasi
Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang
sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian
menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut Thomas L. Wheelen dan J. David Hunger (2006, 303), inovasi dapat
diukur tingkatannya dari yang inkremental (penambahan) sampai ke radikal.
Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.4, kapabilitas perusahaan (yang
sudah ada atau baru) saling berhubungan dengan lingkup strateginya (terbatas
atau tidak terbatas) ke empat bentuk dasar kategori dari inovasi. Perusahaan
dapat menekankan pada salah satu dari kategori tersebut atau melakukan
semuanya.

Gambar 1.4 Kategori Inovasi


 Kuadran 1 : Improving Core Businesses
Tipe dari inovasi ini adalah berfokus pada penambahan inovasi yang
dapat dikembangkan dengan cepat dan tidak mahal. Hal ini termasuk
perluasan jaringan (line extensions) dan pengemasan yang lebih bagus
dan ini sering menjadi bagian dari horizontal growth strategy.
Kemungkinan besar kelemahannya adalah market myopia – memberi
tekanan pada produk dan pelanggan saat ini.
 Kuadran 2 : Exploiting Strategic Advantages
Tipe dari inovasi ini adalah berfokus pada pengambilan merk dan
jaringan produk yang sudah ada kepada pelanggan dan pasar baru
tanpa memerlukan perubahan besar pada kemampuan yang sudah
dimiliki. Hal ini berarti bergerak keluar dari lingkup strategi
perusahaan saat ini dengan pengambilan kapabilitas dengan
menyebarkannya sepanjang jangkauan yang lebih luas dari pasar dan
pelanggan melalui diversifikasi yang terkonsentrasi. Kemungkinan
besar kelemahannya adalah secara relatif mendorong pesaing dengan
kemampuan yang sama dapat meniru inovasi tersebut.
 Kuadran 3 : Developing New Capabilities
Tipe dari inovasi ini adalah berfokus pada memperdalam kepuasan
pelanggan dan loyalitas merek atau macam produk dengan menambah
kapabilitas baru perusahaan tanpa memperkenalkan perubahan besar
dalam lingkup strategi. Perusahaan mungkin mengembangkan atau
membeli teknologi, bakat, atau bisnis baru untuk pelayanan yang lebih
baik dari lingkup pelanggan dan pasar yang dimiliki perusahaan saat
ini. Kemungkinan besar kelemahannya adalah pada biaya investasi
dan waktu pelaksanaan.
 Kuadran 4 : Creating Revolutionary Change
Tipe dari inovasi ini adalah berfokus pada inovasi yang radikal yang
melebihi macam produk dan merek saat ini untuk membuat perubahan
yang mendasar dalam lingkup strategi maupun kapabilitasnya. Hal ini
dapat berarti model bisnis baru dan masa depan baru yang
revolusioner bagi perusahaan. Kemungkinan besar kelemahannya
adalah tingginya resiko dari kegagalan.
 Operasi
Proses operasi, langkah utama kedua dalam rantai nilai generik, adalah
tempat dimana produk dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada
pelanggan. Proses ini secara historis telah menjadi fokus sebagian besar
sistem pengukuran kinerja perusahaan. Pelaksanaan operasi yang baik dan
penghematan biaya dalam berbagai proses manufaktur dan layanan jasa tetap
merupakan tujuan yang penting. Tetapi kehebatan operasional mungkin hanya
salah satu komponen, dan barangkali bukanlah komponen yang paling
menentukan, dari upaya perusahaan mencapai tujuan finansial dan pelanggan.
 Layanan purna jual
Langkah utama ketiga dalam rantai nilai internal adalah layanan kepada
pelanggan setelah penjualan atau penyampaian produk dan jasa. Layanan
purna jual mencakup garansi dan berbagai aktifitas perbaikan, penggantian
produk yang rusak dan yang dikembalikan.
d. Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dan terakhir pada Balanced Scorecard
mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif fiansial,
pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus
dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalah menyediakan infrastruktur yang
memungkinkan tujuan ambisius dalam perspektif lainnya dapat dicapai. Tujuan
dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong
dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard yang
pertama.
Balanced Scorecard menekankan pentingnya menanamkan investasi bagi
masa datang, dan bukan dalam bidang investasi tradisional saja, seperti peralatan
baru, riset, dan pengembangan produk baru. Perusahaan juga harus melakukan
investasi dalam infrastruktur; para pekerja, sistem dan prosedur jika ingin
mencapai tujuan pertumbuhan keuangan jangka panjang yang ambisius.
Tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan :
 Kapabilitas pekerja
Dewasa ini, hampir semua pekerjaan rutin telah dilakukan secara
otomatis, dan perusahaan jasa semakin memberi pelanggannya akses
langsung kepada pemrosesan transaksi melalui sistem informasi dan
komunikasi yang canggih. Selain itu, melakukan pekerjaan yang sama terus-
menerus, dengan tingkat efisiensi dan produktivitas yang sama, tidak lagi
cukup untuk mencapai keberhasilan. Gagasan untuk meningkatkan proses dan
kinerja untuk pelanggan harus datang dari pekerja lini depan yang paling
dekat dengan proses internal dan pelanggan perusahaan. Pergeseran ini
memerlukan pelatihan kembali para pekerja sehingga kepandaian dan
kreativitas dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam
kapabilitas pekerja ini terdapat tiga kelompok pengukuran utama pekerja,
yaitu Kepuasan pekerja, retensi pekerja dan produktivitas pekerja
 Kapabilitas sistem informasi
Jika ingin agar para pekerja bekerja efektif dalam lingkungan kompetitif
dunia bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan,
proses internal, dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Para pekerja
garis depan perlu mendapat informasi yang akurat dan tepat waktu tentang
setiap hubungan yang ada antara perusahaan dengan pelanggan.
 Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan
Meskipun pekerja yang terampil dilengkapi dengan akses kepada
informasi yang luas, tidak akan memberi kontribusi bagi keberhasilan
perusahaan jika mereka tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik
perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat keputusan
dan mengambil tindakan. Oleh karenanya, faktor enabler yang ketiga bagi
tujuan pembelajaran dan pertumbuhan terfokus kepada iklim perusahaan yang
mendorong timbulnya motivasi dan inisiatif pekerja.
7. Balanced Scorecard sebagai Rerangka Perencanaan Strategik
Setelah mencatat keberhasilan penerapan Balanced Scorecard sebagai perluasan
kinerja eksekutif, Balanced Scorecard kemudian diterapkan ke tahap manajemen
yang lebih strategik sebelum penilaian kinerja. Dalam sistem perencanaan,
pengukuran kinerja terjadi pada tahap pengimplementasian rencana. Personel tidak
akan dapat diminta pertanggungjawaban atas kinerjanya jika tahap perencanaan,
personel tersebut tidak merencanakan kinerja yang akan diwujudkan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, menyusul keberhasilan penerapan Balanced
Scorecard di tahun 1992, pendekatan Balanced Scorecard kemudian diterapkan
dalam proses perencanaan strategik.
Pemanfaatan Balanced Scorecard pada sistem perencanaan strategik sebagai alat
untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi
perusahaan ke dalam sasaran-sasaran strategik dengan empat atribut:komprehensif,
koheren, terukur, dan berimbang. Kekomprehensivan dan kekoherenan rencana
strategik yang dihasilkan melalui pandekatan Balanced Scorecard berdampak besar
terhadap proses perencanaan berikutnya: penyusunan program (programming) dan
penyusunan anggaran (budgeting). Program dan anggaran yang dimanfaatkan untuk
menjabarkan lebih lanjut inisiatif startegik pilihan akan berisi rencanan laba jangka
panjang dan rencana laba jangka pendek yang komprehensif dan koheren pula.
8. Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2001: 18), Balanced Scorecard memiliki keunggulan sebagai
berikut:
 Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan,
meluas ke tiga perspektif yang lain: pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif tersebut menghasilkan
manfaat:
 Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan,
karena dalam perencanaan, perhatian dan usaha personel difokuskan ke
perspektif nonkeuangan; perspektif yang di dalamnya terletak pemacu
sesungguhnya kinerja keuangan.
 Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang
kompleks, karena Balanced Scorecard menghasilkan rencana yang
mencakup perspektif luas (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan), sehingga rencana yang dihasilkan mampu
dengan kompleks merespon perubahan lingkungan.
 Koheren
Balanced Scorecard membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di
antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik.
Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab-akibat antara keluaran
yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran yang dihasilkan
sistem perencanaan strategik. Sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem
perencanaan startegik merupakan penerjemahan visi, tujuan, dan strategi yang
dihasilkan sistem perumusan strategi.
 Berimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan.
 Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem
tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaransasaran strategik yang sulit untuk
diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
serta dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun
dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif nonkeuangan
tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan.
Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif
tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan,
sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan berkesinambungan.

Gambar 1.5 Keseimbangan Sasaran-Sasaran Strategik yang Diterapkan dalam


Perencanaan Strategik
Integrated Performance Measurement System (IPMS)

IPMS adalah sistem baru pengukuran kinerja yang dikembangkan di centre for
strategic manufacturing, university of strathclyqe, glasow (bititci et al, 1997; Suwigyo
et al, 1998). Model ini menggambarkan struktur dan komponen dari sistem pengukuran
kinerja yang terintegtrasi dan disusun berdasarkan hasil kerja masa lalu dan sekarang
serta berdasarkan pada praktek industri terbaik. IPMS sebagai suatu model dapat
digunakan sebagai acuan sistem pengukuran kinerja yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
 Menyusun seluruh tugas dan aktivitas dalam organisasi sesuai tujuan krisis level
atas
 Memberikan kendali bisnis pada semua bagian didalamnya searah dengan
strategi bisnis yang dimiliki
 Memberikan program perbaikan searah dengan strategi bisnisnya
 Memaksimalkan efek usaha perbaikan
a). Struktur IPMS
Model IPMS membagi level bisnis suatu perusahaan ke dalam 4 level, yaitu
business (corporate), business unit, business process dan activity. Proses unit bisnis
terdiri dari sejumlah proses bisnis. Proses dapat dikelompokkan menjadi:
 Proses Inti, merupakan proses bisnis yang menunjukkan alasan dasar tentang
keberadaan organisasi
 Proses Pendukung, sebagai tambahan pada proses bisnis inti dimana terdapat
sejumlah proses lain yang mendukung proses bisnis inti
b). Element Tiap Level
 Stakeholder Requirement, untuk mengetahui siapa saja stakeholder atau pihak-
pihak yang berkepentingan pada bisnis dan selanjutnya mengidentifikasi
permintaan mereka
 External Monitor, memonitor posisinya terhadap pesaing dan kinerja kelas
dunia untuk mengetahui perkembangan kebutuhan dan bisnis
 Objective, didasarkan pada keterlibatan dan kekritisan perkembangan kebutuhan
bersama dengan target dan skala waktu yang tepat
 Measure, harus memiliki ukuran kinerja yang benar-benar menunjukkan tingkat
kinerja bisnis yang dicapai dan dapat menunjukkan seberapa hasil pencapaian
tujuan pada tiap level ukuran kinerja untuk masing-masing bisnis berbeda, serta
diperlukan ketelitian dan pemahaman yang baik agar diperoleh ukuran kinerja
yang benar. Ukuran kinerja dibedakan menjadi 2, yaitu:
o Direct Measures, ukuran kinerja yang langsung dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan dari suatu tujuan.
o Pseudo Measures, ukuran kinerja pendukung yang tidak langsung dapat
digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan suatu tujuan.
c). Tahapan IPMS
 Mengidentifikasi dan membuat daftar stakeholder bisnis dan requirement dari
masing-masing stakeholder
 Membandingkan kemampuan bisnis dalam memenuhi requrement stakeholder
dengan bisnis lain yang sejenis dalam memenuhi requirement dari
stakeholdernya
 Menetapkan objek bisnis
 Mendefinisikan measures yang digunakan untuk mengukur pencapaian objective
 Check apakah ada measures yang konflik, validasi
 Spesifikasikan masing-masing measures
d). Karakteristik IPMS
 Framework, langkah-langkah yang digunakan untuk mengidentifikasi indikator-
indikator kinerja yang diperlukan
 Strating point, level tertinggi sebagai unit dasr menentukan indikator-indikator
kinerja yang diperlukan
 Control/improvement, ukuran yang digunakan sebagai indikator pengendalian,
indikator perbaikan atau keduanya
 Prioritisation, menentukan bobot tiap indikator kinerja
 Relate to strategy/objective, model secara langsung menunjukan hubungan
indikator kinerja dengan strategi/tujuan
 Deployment, proses menterjemahkan indikator level yang labeh tingi ke level
dibawahnya
 Levels of organisation, mengidentifikasi perbedaan level dalam organisasi
 Started specific objective, tujuan spesifik dari model
 Review, model memberikan aturan bahwa indikator harus direview secara
periodik
 External monitor, modek dibuat dengan melakukan external monitor
 Timely feed back, model memberikan timely feed back
 Integration, model menghasilkan indikator yang terintegrasi dan coherent
 Interaction, model dapat berinteraksi antara faktor yang mempengaruhi kinerja

Performance Prism

1. Konsep Performance Prism


Performance Prism (Cranfield University) adalah pengukuran kinerja inovatif
dan kerangka kerja manajemen kinerja dari generasi kedua atau dapat juga diartikan
bahwa Performance Prism merupakan suatu model yang digunakan untuk pengukuran
kinerja yang menggambarkan kinerja organisasi sebagai bangun 3 dimensi (prisma)
yang memiliki 5 bidang sisi, yaitu sisi kepuasan stakeholder, strategi, proses,
kapabilitas, dan kontribusi stakeholder [2]. Pengukuran kinerja yang digunakan berasal
dari visi dan strategi badan usaha yang dijabarkan dalam lima perspektif Performance
Prism sehingga membentuk sebuah framework (kerangka). Performance Prism.
Selanjutnya akan diidentifikasikan siapa saja stakeholder dalam perusahaan untuk dicari
keinginan maupun kebutuhannya dan dilakukan pengukuran kinerja pada setiap
stakeholder perusahaan.
2. Karakteristik Performance Prism
Performance Prism bekerja dalam dua cara: dengan menganggap bahwa
keinginan dan kebutuhan adalah milik para stakeholder, dan secara khusus apa yang
organisasi inginkan dan butuhkan dari para stakeholder-nya. Dengan cara ini, hubungan
timbal balik dengan tiap-tiap stakeholder dapat diperiksa. (Neely, A.D. and Adams,
C.A.(c).2000).
Performance Prism berdasarkan pada kepercayaan bahwa organisasi-organisasi
yang menginginkan kesuksesan jangka panjang dalam lingkungan bisnis saat ini
memiliki gambaran yang jelas tentang siapa stakeholder utama mereka dan apa yang
mereka inginkan. Mereka menetapkan strategi apa yang akan mereka kejar untuk
memastikan bahwa nilai tersebut diserahkan ke para stakeholder ini. Mereka memahami
proses apa yang dibutuhkan oleh perusahaan jika strategi ini diantarkan dan mereka
menetapkan kemampuan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan proses tersebut.
Organisasi-organisasi yang sangat canggih juga berpikir secara hati-hati tentang apa
yang diinginkan oleh stakeholder-nya. Loyalitas karyawan, profitabilitas konsumen,
investasi jangka panjang, dll. Intinya, mereka memiliki model bisnis yang jelas dan
pemahaman eksplisit tentang apa yang membentuk dan menggerakkan kinerja yang
baik.
Menurut visi Performance Prism, salah satu kesalahan besar dari pengukuran
kinerja adalah pengukuran tersebut harus diperoleh dari strategi. Dengarkan pembicara
konferensi tentang masalah tersebut. Baca teks manajemen apapun yang menulis
tentang topik ini. Sembilan dari sepuluh kemungkinan, pernyataan yang akan muncul
adalah: “dapatkan pengukuranmu dari strategimu”. Ini adalah gagasan yang menarik
secara konseptual, dimana orang-orang berhenti mempertanyakannya. Namun jika kau
memperoleh pengukuran dari strategimu, maka kau salah mengerti tentang tujuan
pengukuran dan peran strategi. Itulah mengapa Prisma Kinerja memulai prosesnya
dengan berpikir tentang Stakeholder dan apa yang mereka inginkan.
Sebuah prisma membiaskan cahaya. Ini menggambarkan kompleksitas
tersembunyi dari sesuatu yang tampak sederhana seperti cahaya putih dan
menguraikannya dalam elemen-elemennya. Jadi seperti itulah Performance Prism.
Performance Prism ini mengilustrasikan kompleksitas tersembunyi dari dunia
perusahaan kita. Kerangka-kerangka tradisional memilih elemen-elemen kompleksitas
ini. Meskipun masing-masing menawarkan perspektif yang berbeda tentang kinerja,
naman harus diakui bahwa yang ditawarkan oleh semuanya adalah sebuah perspektif
tunggal tentang kinerja. Namun, kinerja tidak bersifat uni-dimensi. Untuk memahami
kesatuannya, kita harus memandang dari berbagai perspektif yang saling berhubungan
yang ditawarkan oleh Performance Prism.
3. Lima Pertanyaan Pokok untuk Keputusan Pengukuran
a. Siapakah stakeholder utaman. Apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka
butuhkan?
b. Strategi apa yang harus kita gunakan, untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan
para stakeholder utama ini?
c. Apa proses kritis yang kita butuhkan, jika kita melaksanakan strategi ini?
d. Kemampuan apa yang kita butuhkan untuk menjalankan dan meningkatkan
proses ini?
e. Kontribusi apa yang kita butuhkan dari stakeholder kita jika kita
mempertahankan dan mengembangkan kemampuan ini?
4. Lima Perspektif dalam Performance Prism
a. Kepuasan Stakeholder
Siapa saja stakeholder organisasi dan apa saja keinginan dan kebutuhan
mereka? Stakeholder yang dipertimbangkan di sini meliputi konsumen, tenaga
kerja, supplier, pemilik/investor, serta pemerintah dan masyarakat sekitar.
Penting bagi perusahaan berupaya memberikan kepuasan terhadap apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh stakeholder-nya serta melakukan komunikasi
yang baik dengan mereka agar stakeholder dapat menjalankan perannya secara
baik demi keberhasilan perusahaan.
b. Strategi
Strategi apa yang dibutuhkan untuk memberikan kepuasan terhadap
keinginan dan kebutuhan para? Strategi dalam hal ini sangat diperlukan untuk
mengukur kinerja organisasi sebab dapat dijadikan sebagai monitor (acuan)
sudah sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai, sehingga pihak manajemen
bisa mengambil langkah cepat dan tepat dalam membuat keputusan untuk
menyempurnakan kinerja organisasi.
c. Proses
Proses-proses apa saja yang dibutuhkan untuk meraih strategi yang sudah
ditetapkan? Proses di sini diibaratkan sebagai mesin dalam meraih sukses: yaitu
bagaimana caranya agar organisasi mampu memperoleh pendapatan yang tinggi
dengan pengeluaran serendah mungkin, misalnya dengan pengoptimalan sistem
pengadaan barang.
d. Kapabilitas (Kemampuan)
Kemampuan-kemampuan apa saja yang dibutuhkan untuk menjalankan
proses yang ada? Kapabilitas atau kemampuan di sini maksudnya adalah
kemampuan yang dimiliki oleh organisasi meliputi keahlian sumber dayanya,
praktik-praktik bisnisnya, pemanfaatan teknologi, serta fasilitas-fasilitas
pendukungnya. Kemampuan organisasi ini merupakan pondasi yang paling dasar
yang harus dimiliki oleh organisasi untuk dapat bersaing dengan organisasi-
organisasi lainnya.
e. Kontribusi Stakeholder
Kontribusi apa yang perusahaan butuhkan dan inginkan dari para
stakeholder untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki? Untuk
menentukan apa saja yang harus diukur yang merupakan tujuan akhir
pengukuran kinerja dengan model Performance Prism ini, maka organisasi harus
mempertimbangkan hal-hal apa saja diinginkan dan dibutuhkan dari para
stakeholder-nya. Sebab organisasi dikatakan memiliki kinerja yang baik jika
mampu menyampaikan apa yang diinginkannya dari para stakeholder yang
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi mereka.

Gambar 1 Hubungan antarperspektif Performance Prism


5. Kelebihan dan Kelemahan Performance Prism
Kelebihan Performance Prism jika dibandingkan dengan Balanced Scorecard
misalnya, terletak pada pertimbangan stakeholder perusahaan yang diturunkan secara
sistematis dimulai dari faktor yang mendasari kepuasan konsumen sampai dengan
kontribusi yang diberikan oleh stakeholder tersebut atau dapat pula dikatakan meliputi
semua stakeholder organisasi, meliputi investor, pelanggan dan perantara, karyawan,
supplier, pemerintah dan masyarakat. Sedangkan kelemahan dari model Performance
Prism adalah model ini tidak memiliki sistem pengukuran yang standar. Oleh karena
itu, untuk membantu memfasilitasi strategi, proses, kapabilitas untuk mencapai
kepuasan stakeholder dan mengetahui kontribusi yang diberikan oleh stakeholder,
digunakan success map. Tujuan dari success map adalah untuk mengidentifikasi
hubungan antara stakeholder yang diprioritaskan dengan keinginan dan kebutuhan
organisasi (strategi, proses dan kapabilitas).

Total Performance Scorecard (TPS)

1. Definisi
Menurut Rampersad (2005:10) Total Performance Scorecard (TPS) meliputi
penggabungan dan pengembangan konsep Balanced Scorecard, TQM dan Competence
Management. Total Performance Scorecard (TPS) didefinisikan sebagai proses
sistematis, pengembangan, dan pembelajaran yang bersifat berkesinambungan,
bertahap, dan rutin, yang terpusat kepada perbaikan kinerja pribadi dan organisasi
secara berkelanjutan. Perbaikan, pembelajaran, dan pengembangan merupakan tiga
kekuatan mendasar dalam konsep manajemen terpadu. TPS mencakup seluruh kesatuan
misi dan visi organisasi, peran kunci, nilai inti, faktor penentu keberhasilan, tujuan,
tolok ukur kinerja, target, serta tindakan perbaikan, dan juga proses hasil perbaikan,
pengembangan, dan pemelajaran yang bersinambung. Konsep terpadu dari Scorecard
(TPS) menurut Rampersad (2005:10) terdiri atas 5 unsur:
 The Personal Balanced Scorecard (PBSC) mencakup misi, visi, peran kunci dan
tujuan. Pengelolaan diri dan pelatihan diri merupakan inti PBSC dan terfokus
kepada manajer sekaligus karyawan di dalam keseluruhan organisasi.
 The Organizational Balanced Scorecard (OBSC). Disini misi, visi dan peran kunci
pribadi disebut ambisi organisasi.
 Total Quality Management (TQM). Adalah cara hidup disiplin didalam keseluruhan
organisasi dimana perbaikan bersinambung sangat penting.
 Competence Management (CM). Meliputi proses pengembangan bersinambung
dari potensi manusia di dalam organisasi.
 Kolb’s Learning Cycle ( Siklus belajar Kolb). Proses pemelajaran nalurian, belajar
melalui pengalaman.
Enam Prinsip TPS menurut Rampersad (2005:19) :
a. Fokus pada kepuasan pelangggan.
b. Tujuan Pribadi dan Organisasi yang Konsisten.
c. Hasrat dan Kenikmatan.
d. Etika dan Prilaku Berdasarkan Fakta.
e. Orientasi Proses.
f. Fokus pada Perbaikan, Perkembangan, dan Pemelajaran Tahan Lama
TPS didefinisikan sebagai proses sistematis perbaikan, dan rutin, yang terpusat
kepada perbaikan, pengembangan dan pembelajaran yang bersifat bersinambung,
bertahap dan rutin, yang terpusat pada perbaikan kinerja pribadi dan organisasi secara
berkelanjutan. TPS = PROSES BERSINAMBUNG [(PERBAIKAN) +
(PENGEMBANGAN) + (PEMBELAJARAN)]. TPS mencakup seluruh kesatuan misi
dan visi organisasi, peran kunci, nilai inti, faktor penentu keberhasilan, tujuan, tolak
ukur kinerja, target, serta tindakan perbaikan, dan juga proses hasil perbaikan,
pengembangan, dan pembelajaran yang bersinambung. Konsep TPS berawal dengan
mempelajari dan merumuskan ambisi pribadi owner, kemudian menyeimbangkannya
dengan perilaku pribadi dan ambisi bersama organisasi.
2. Karakteristik
Terdapat 2 karakteristik Total Performance Scorecard (TPS) adalah:
 TPS mengacu kepada pengembangan pribadi maksimal dari seluruh rekan kerja
dalam perusahaan dan penggunaan optimal kemampuan mereka untuk mewujudkan
kinerja organisasi.
 Konsep TPS berawal dengan mempelajari dan merumuskan ambisi pribadi tiap
karyawan, kemudian menyeimbangkannya dengan perilaku pribadi dan ambisi
peribadi.
3. Kelebihan & kelemahan
Berikut kelebihan TPS:
 Metode TPS mempertimbangkan pentingnya merumuskan ambisi perorangan dan
menyeimbangkannya dengan perilaku pribadi serta ambisi organisasi untuk
mencapai pengembangan organisasi dan strategi yang permanen.
 Metode TPS tidak hanya mengulas tentang perencanaan strategi saja tetapi juga
tentang bagaimana pelaksanaan strategi tersebut dan bagaimana memperbaiki,
mengembangkan dan mempelajari untuk mencapai kinerja organisasi
yangberkelanjutan.
 Mencakup misi dan visi personal maupun organisasi, peran kunci, nilai inti, faktor
penentu keberhasilan, tujuan, tolak ukur kinerja, target, serta tindakan perbaikan,
dan juga proses hasil perbaikan, pengembangan, dan pembelajaran yang
bersinambung
Berikut kelemahan TPS:
 Tahap 1 yaitu merumuskan, diawali dengan perumusan PBSC dilanjutkan
perumusan OBSC tidak sesuai untuk prusahaan yang baru berdiri dan perusahaan
yang mengubah strategi bisnisnya. Dengan kata lain, metode TPS ini hanya berlaku
untuk perbaikan, pengembangan dan pembelajaran kinerja perusahaan yang
memiliki kemampuan karyawan sama dengan strategi bisnis perusahaan atau
perusahaan yang telah berinvestasi dalam jumlah besar pada sumber daya manusia.
 Perspektif yang merupakan kategori hasil usaha terpenting dalam OBSC hanya
terdiri dari empat perspektif (keuangan, pelanggan, proses internal, dan
pengetahuan dan pembelajaran).
 Organizational Balance Scorecard (OBSC) diambil dari Balance
Scorecardmenurut (Mc. Adam dan O’neill, 1999) bahwa BSC tidak
mengindikasikan bagaimana pelanggan dan pasar baru dapat mengidentifikasikan.
 Pada tahap 2 dari metode TPS yaitu mengomunikasikan dan menghubungkan, tidak
menjelaskan kategori-kategori penting dan hal-hal yang perlu diukur di dalam
menghubungkan korporasi dan level-level dibawahnya.
4. Tahapan
Ada tahapan Total Prformance Scorecard terdiri dari 5 tahap yaitu:
a. Tahap merumuskan yaitu meliputi Personal Balance Scorecard (PBSC) dan
Organizational Balance Scorecard (OBSC).
Tahap merumuskan diambil dari BSC yang dibagi menjadi Personal Balance
Scorecard dan Organizational Balance Scorecard.
 Pengembangan
Pengembangan metode Total Performance Scorecard merupakan metode Total
Performance Scorecard yang telah diperbaiki kelemahannya. Pada pengembangan
ini, juga melibatkan beberapa metode lain yaitu Performance Scorecard (PSC).
Hubungan Perfomance Scorecard Management Cycle (PSC) dan Total Perfomance
Scorecard (TPS).
 Hubungan Perfomance Scorecard Management Cycle (PSC) dan Total
Perfomance Scorecard (TPS)
Menurut (Chang dan morgan, 2000), PSC mendefinisikan jumlah dan
memberikan nama kategori-kategori hasil (Perspective) disesuaikan dengan
 Strategi-strategi organisasi pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sedangkan OBSC hanya menggunakan 4 perspective (keuangan, pelanggan,
bisnis internal, pengetahuan dan pembelajaran) yang diambil dari Balance
Scorecard.
 Performance Scorecard dihubungkan secara vertical dan horizontal kepada
Scorecard lain dalam organisasi. Dengan harapan agar setiap organisasi
mengetahui kategori-kategori penting dan hal-hal yang diukur.
 Perfomance Scorecard Management Cycle (PSC)
Metode Performance Scorecard Management Cycle (PSC) diperkenalkan
pertama kali oleh Richard Y. Chang dan Mark W. Morgn, PSC membantu
perusahaan utuk berfokus kepada ukuran-ukuran yang menjadi masalah atau
perhatian perusahaan kepda pelanggan, tenaga kerja dan Stakeholder serta
mengimplementasikan ukuran-ukuran yang benar pada tempat serta waktu
yangtepat. (Chang dan Morgan, 2000).
 Organizational Balance Scorecard (OBSC)
Organizational Balance Scorecard (OBSC) merupakan instrument manajemen
dari atas kebawah yang digunakan untuk membuat terlaksanannya visi strategi
organisasi di semua tingkat organisasi OBSC adalah pendekatan partisipatif yang
memberikan kerangka untuk pengembangan sistematis visi organisasi (Rampersad,
2006). Perumusan Organizational Balance Scorecard terdiri dari 9 bagian yaitu:
a. Misi organisasi
b. Visi organisasi
c. Proses pengembangan-visi
d. Nilai inti (Core Value)
e. Menghubungkan ambisi bersama dengan etika
f. Menyeimbangkan ambisi pribadi dan ambisi bersama
g. Mengidentifikasi faktor penentu keberhasilan organisasi
h. Menetapkan tolak ukur kinerja dan target organisasi
i. Tindakan perbaikan organisasi
j. Prioritas tindakan perbaikan organisasi
 Menyeimbangkan Ambisi Pribadi Dengan Ambisi Bersama
 Proses penyeimbangan ini berkaitan dengan upaya mencapai tingkat
kesesuaian tinggi antara tujuan pribadi dan organisasi serta peningkatan
nilai. Beberapa pertanyaan penting didalam menyesuaikan ambisi pribadi
dengan ambisi organisasi akan dijabarkan pada metodologi penelitian.
 Keselarasan ambisi pribadi dengan ambisi organisasi juga harus terjadi di
semua tingkat organisasi karena itu, perlu diketahui kebutuhaan batin
khusus mana yang mendasari perilaku karyawan dan apa motivasi mereka
untuk tetap menjadi karyawan perusahaan atau berhenti (Rampershad
2006).
 Personal Balance Scorecard (PBSC)
PBSC adalah sebuah catatan pribadi tentang diri sendiri yang ditujukan untuk
mengilhami didalam bertindak dan mengacu keterlibatan batin anda. Fungsi dari
PBSC adalah sebagai sarana perbaikan pribadi dan pelatihan diri perorangan, yang
terfokus kepada kehidupan, kesejahteraan dan perilaku pribadi mereka dalam
masyarakat (juga dirumah dan sebagainnya). Perumusan PBSC ialah sebagai
berikut.
a. Misi pribadi, perumusannya berdasarkan pencarian jati diri pribadi (pengetahuan
pribadi). Pernyataan misi pribadi mencakup filosofi hidup dan tujuan hidup
keseluruhaan individu.
b. Visi pribadi, menggambarkan dimana pribadi ingin pergi. Perumusan misi dan
visi pribadi bertujuan untuk memperbaiki kemampuan belajar individu sehingga
dapat memperbaiki perilaku individu.
c. Peran kunci pribadi, berhubungan dengan cara mengisi berbagai peran dalam
hidup untuk mewujudkan misi dan visi pribadi.
d. Faktor penentu keberhasilan, diambil dari misi, visi dan peran kunci pribadi.
Pada penelitian ini, faktor penentu keberhsilan tidak hanya dihubungkan dengan
keempat perspective BSC: (keuangan, eksternal, internal, dan pengetahuan serta
pembelajaran).
e. Objektif pribadi, menggambarkan hasil pribadi yang ingin dicapai dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pribadi. Objektif pribadi merupakan hasil penilaian
terhadap kelebihan dan kelemahaan diri, yang diambil dari faktor penentu
keberhasilan.
f. Tolak ukur kinerja pribadi adalah alat ukur yang akan membantu meniali fungsi
diri sendiri dalam kaitannya dengan faktor penentu kebehasilan dan tujuan
pribadi. Tolak ukur kinerja pribadi membuat visi dan tujuan pribadi terukur.
g. Target pribadi adalah tujuan kuantitatif tolak ukur kinerja pribadi. Target pribadi
merupakan nilai yang harus diupayakan penmencapainya kemudian dinilai
melalui tolak ukur kinerja pribadi. Tolak ukur dan target kinerja harus
memenuhi criteria SMART.
h. Tindakan perbaikan pribadi adalah strategi yang digunakan untuk mewujudkan
misi, visi, tujuan pribadi. Tindakan itu digunakan untuk memperbaiki kompetisi,
kemampuan, dan perilaku pribadi, dengan demikian juga memperbaiki kinerja
pribadi.
i. Prioritas tindakan perbaikan pribadi. Perbaikan tertinggi diberikan pada
tindakan-tindakan perbaikan yangmemberikan sumbangan terbesar kepada
faktor penentu keberhasilan terpenting.
b. Tahap komunikasi dan menghubungkan
Tahapan ini terfokus pada cara mengkomunikasikan isi Organizational Balance
Scorecard (OBSC) semua orang terlibat di dalamnya dan cara menghubungkan
Scorecard koprasi dengan Scorecard unit bisnis dan tim serta rencana kinerja masing-
masing karyawan.
 Mengkomunikasikan OBSC
 Mengkomunikasikan rumusan OBSC kepada semua pihak yang berkepentingan
secara jelas dan menarik sangat diperlukan untuk menciptakan keyakinan
organisasi dan membankitkan komitmen seluruh anggota organisasi. Hal ini
hanyan dapat dicapai apabila semua pihak yang brkepentingan memahami
OBSC dan mengetahui periluka apa yang diperlukan untuk mewujudkan visi
organisasi.
 OBSC harus dikomunikasikan baik secara internal maupun eksternal. Proses ini
harus koheren, selalu informatif, dan ditangani secara sistemantis serta
terstruktur. Semua tujuan komunikasi, pesan inti, dan mediu untuk setiap pihak
yang berkepentingan harus didefinisikan secara jelas sebelumnya.
 Menghubungkan OBSC
Untuk menerapkan visi strategi, perusahaan perlu menghubungkan Scorecard
korporasi dengan Scorecard unit bisnis dan tim, juga rencana kinerja perorangan
masing-masing karyawan. Kerangka kinerja scorecard yang telah terhubung yang
terdiri atas 4 tingkat berikut:
 Strategis: Rumusan PBSC tim manajemen puncak (termasuk CEO pimpinan
perusahaan) danscorecard perusahaan.
 Taktis: rumusan PBSC manajemen menengah danscorecard unit bisnis sesuai
dengan Scorecard perusahaan.
 Oprasional: rumusan PBSC ketua tim danscorecard tim sesuai dengan scorecard
unit bisnis masing-masing.
 Individual: rumusan PBSC anggota tim dan tujuan berorientasi pekerjaan, tolak
ukur kinerja, dan target karyawan perorangan sesuai dengan scorecard tim
masing-masing.
 Membangun Metode Perfomance Scorecard (PSC)
Proses membangun PSC melalui 6 tahap tetapi pada penelitian ini tahap keenam
(confirm) tidak disertakan. Adapun kelima tahap membangun PSC sebagai berikut :
1. Tahap Collect (mengumpulkan)
2. Tahap Create (Menciptakan)
3. Tahap Cultivate (Memperkuat)
4. Tahap Cascade (menurunkan atau menerapkan)
5. Tahap Connect ( Menghubungkan)
c. Tahap Perbaikan
Tahap ini menitikberatkan pelaksanaan sistematis semua rumusan tindakan
perbaikan organisasi dan perilaku perorangan kedua tindakan ini merupakan tahap
terpenting didasarkan pada proses pembelajaran PDCA. Pembelajaran PDCA adalah
cara memperbaiki kesalahan, meningkatkan yang sudah ada, dan melakukan sesuatu
yang benar pada upaya pertama. Tahapan ini dilakukan dengan memperbaiki siklus
proses perbaikan masalah yaitu:
1. Tahap seleksi dan definisi proses yaitu proses perbaikan continue ditentukan
a. pada pemilihan proses yang perlu diperbaiki dan pendefinisian proses yang
b. dipilih.
c. 2. Tahap evaluasi dan pembakuan proses yaitu proses yang dipilih
digambarkandan diuraikan secara terperinci, dan dibuktikan apakah proses telah
dimengrti.
d. 3.Tahap perbaikan proses yaitu proses yang terpilih diperbaiki secara
berkesinambungan, dievaluasi menurut siklus PDCA (merencanakan,
mengumpulkan, memeriksa , dan bertindak).
e. Tahap perbaikan pribadi yaitu sebuah proses belajar bersiklus, yaitu setelah
pelaksanaan perbaikan, individu memilih tindakan perbaikan baru (berdasarkan
prioritas) dari PBSCnya dan mulai menjalani prosesnya. (Rampershad,2006).
d. Tahap Pengembangan
Siklus pengembangan ditekankan pada pengembangan kompetensi berorientasi
pekerjaan karyawan dan manajer perorangan untuk meningkatkan mutu kinerja dan
kemampuannyauntuk menghasilkan kinerja organisasi secara maksimal. Sebelumnya
perusahaan telah mempersiapkan aktivitas dan kebijakan-kebijakan SDM organisasi.

e. Tahap pengkajian ulang dan pengembangan


Pada tahap kelima ini membahas pengkaji ulang scorecarddan pembelajaran
perorangan maupun bersama sehingga kemampuan belajar organisasi bisa diperbaiki.
 Pengkajian Ulang (Reviewing)
Pengkajian ulang mencakup memeriksa apa yang akan berjalan baik atau salah
pada tahap TPS sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan menguji sejauh mana tujuan
yang dirumuskan telah diwujudkan. Tahap terakhir dalam siklus TPS ini kemudian
dikaitkan dengan tahap perumusan, dan dilakukan agar secara terus
menerusmenyelaraskan scorecard dengan lingkungannya. Karena dampak
pembelajaran yang diciptakan pada tahap ini, organisasi menjadi selalu lebih
mengenal dirinya sendiri dan lingkungannya. Tahap ini juga berlaku bagi karyawan
perorangan dengan mengkaji ulang PBSCnya secara continue. Secara umum kajian
ulang Scorecard perusahaan dilakukan setiap tahun sedangkan Scorecad unit bisnis
dan tim, awalnya dilakukan setiap bulan, kemudian dilengkapi dngan evaluasi
perkuartal danper tahun. PBSC disarankan dilakukan perbulan atau per kuartal
 Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses siklus yang komulatif, yang terus meneus
memperbaharui pengetahuan kita dengan mengembangkan berbagaihal baru ke
perbendarahaan pengetahuan kita. Dalam praktek, organisasi bisnis dapat menjadi
organisasi pembelajaran, jika karyawan mempunyai tujuan dan ambisi bersama
(misi dan visi) dan bekerja mewujudkan ambisi tersebut. Ketika ambisi seperti itu
ada, karyawan merasa memiliki ikatan yang kuat, yang memotivasi mereka untuk
belajar bersama. Dalam kondisi ini, karyawan bersedia membagi pengetahuan
dengan rekan kerjanya dan menyesuaikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
Dengan begitu, suatu organisasi akan timbul, dimana belajar merupakan proses
bersama berdasarkan ambisi pribadi dan bersama (Rampersad, 2006).
5. Penetapan Range Score Keberhasilan dan Nilai Score Keberhasilan
Perusahaan
Dalam perancangan pengukuran total Performance Scorecard, akan dijelaskan
tujuan tiap perspektif yang merupakan aktualisasi strategi perusahaan, tolak ukur yang
merupakan aktualisasi dari pencapaian tujuan perusahaan, target, dan penilaian.
Dimana nilai skor 1 dapat dikatakan nilai pencapaian sangat buruk, nilai skor 2
merupakan nilai pencapaian yang buruk, nilai skor 3 merupakan nilai pencapaian cukup,
nilai skor 4 merupakan nilai pencapaian yang baik, dan nilai skor 5 merupakan nilai
pencapaian sangat baik. Hal ini tergantung pada Key Performance Indicator (KPI)
masing-masing perspektif. (Popy S.C, 2008)
Key Performance Indicator (KPI) digunakan untuk mengetahui indikator
pengukuran kinerja masing-masing perspektif dalam penelitian ini, pada proses PBSC
dan OBSC di PT Aneka Adhilogam Karya dicantumkan pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Key Performance Indicator (KPI) PBSC dan OBSC

Anda mungkin juga menyukai