Anda di halaman 1dari 6

RESUME

OVERVIEW PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI


JUNI 2020

PEREKONOMIAN GLOBAL DAN PROSPEK


 Dampak ekonomi dari COVID-19 sudah mendekati titik bawah (keadaan ekonomi menjadi
lebih baik). Hal ini disebabkan oleh adanya reopening atau diperbolehkannya kembali
aktivitas seperti semula dengan istilah “New Normal” dengan tetap memperhatikan protokol
kesehatan yang mendorong kembali kegiatan ekonomi (supply & demand) menjadi seperti
sedia kala.
 Perbaikan ekonomi ini diakibatkan oleh berbagai kebijakan dalam perekonomian yang
diberlakukan. Aktivitas “New Normal” membuat kegiatan supply & demand berjalan kembali,
sehingga keadaan ketidakpastian global menjadi berkurang yang mempengaruhi GDP global.
Secara domestik, berbagai stimulus juga dijalankan. Mulai dari pemberlakuan aktivitas
dengan protokol kesehatan sebagai crisis prevention, terutama kebijakan dalam perekonomian
melalui kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, mikroprudensial, dan sistem pembayaran
yang membuat supply & demand kembali bergerak. Hal ini membuat sirkulasi keadaan PDB,
inflasi, stabilitias sistem keuangan, dan nilai tukar mampu saling mempengaruhi dengan baik
dan juga membuat aliran modal global yang masuk ke domestic (capital inflow).
 Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat, walaupun tingkat kematian (fatality rate) mulai
melandai. Jumlah kasus COVID-19 di dunia telah mencapai angka 8,257,885 per 17 Juni
2020 dengan adanya dorongan peningkatan kasus secara drastis di Brasil dan India. Angka
kasus yang terkonfirmasi di Indonesia sendiri telah mencapai angka 40,400 per 17 Juni 2020.
 Meski kasus COVID-19 terus meningkat, namun angka tingkat kematian (fatality rate)
mengalami penurunan (melandai). Angka yang didapatkan dari World Health Organization
(WHO) menjelaskan tingkat kematian tertinggi berada pada Kawasan Eropa dengan 7.8%,
disusul oleh Kawasan Amerika dengan 5.3%, serta Kawasan Asia dengan 3.0%. Dengan
angka tersebut, secara rata-rata tingkat kematian dunia berada pada angka 5.5%. Walaupun
terjadinya penurunan pada tingkat kematian (fatality rate) tetap saja risiko yang munkin
terjadi pada second wave perlu dicermati.
 Pembatasan aktivitas ekonomi sebagai langkah penanggulangan COVID-19 berisiko
menurunkan pertumbuhan ekonomi global 2020. Hal ini diperjelas dengan adanya penurunan
angka volume perdagangan dunia yang menurun. Selain itu, terdapat penurunan juga pada
Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) di angka -3.9 di juni tahun 2020 lebih
rendah dibandingkan tahun 2019 dengan -3.0. Selain itu, penurunan juga terjadi pada harga
minyak dunia (brent) pada juni 2020 dengan angka 40.0% dibandingkan tahun 2019 di 64.0%.
Namun, kontraksi volume perdagangan dunia dan penurunan harga komoditas tidak sedalam
prakiraan sebelumnya.
 Pembatasan aktivtas ekonomi tersebut membuat proyeksi PDB Dunia menjadi menurun pada
tahun 2020. Menurut proyeksi dari Bank Indonesia, angka PDB Dunia akan berada pada
posisi -2.2% dan akan mampu mengalami perbaikan pada 2021 dengan angka 5.2%.
 Stimulus fiskal dan moneter terus digalakkan untuk memitigasi COVID-19. Stimulus tersebut
dilakukan dengan melakukan pelonggaran suku bunga dan likuiditas terus dilakukan secara
global serta kebijakan fiskal agresif untuk mendorong aktivitas ekonomi bergerak seperti
sedia kala.
 Ketidakpastian pasar keuangan global terus menurun akibat penyebaran COVID-19 yang
mulai melandai. Hal ini ditandai dengan berlanjutnya inflows kepada emerging market (EM)
negara berkembang, walaupun terbatas dan membuat risiko EM mulai mendekati level
normal. Perkembangan tersebut juga yang mendorong berlanjuntnya pengurangan tekanan
nilai tukar pada mata uang negara berkembang.

PEREKONIMIAN DOMESTIK DAN PROSPEK

 Pandemi COVID-19 mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik. Hal ini


disebabkan oleh angka kasus terkonfirmasi yang semakin menaik dengan 40,400 orang.
Namun, dari sisi tingkat kematian mengalami penurunan 5,52% dan angka tingkat
penyembuhan semakin meningkat pada angka 38.87%. Pertumbuhan ekonomi dari sisi
pengeluaran secara total PDB berada pada angka 2.97% (YoY) pada triwulan I 2020. Angka
terbesar disumbang oleh konsumsi pemerintah di angka 3.74% (YoY) akibat stimulus fiskal
yang dijalankan.
 Bank Indonesia memperkirakan proses pemulihan ekonomi akan mulai menguat pada
triwulan III 2020 akibat adanya relaksasi pemberlakuan PSBB yang dimulai pada pertengahan
juni 2020 dan berbagai stimulus kebijakan yang dijalankan. Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia diperkirakan mengalami penurunan pada 0.9%-1.9% di tahun 2020 dan akan
kembali meningkat di angka 5.0%-6.0% pada 2021. Hal ini didorong dengan adanya
perbaikan dampak ekonomi global serta stimulus kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia.
 Tekanan terhadap perekonomian domestik mulai berkurang. Kontraksi pada sisi ekspor tidak
sedalam perkiraan akibat adanya peningkatan permintaan dari Tiongkok. Penurunan terbesar
terjadi pada sektor manufaktor di angka -26.6% (YoY) pada Mei 2020.
 Indikator dini permintaan pada Bulan Mei 2020 memperlihatkan perekonomian telah berada
di level terendah serta mulai memasuki tahap fase pemulihan, tercermin dari penjualan eceran
yang mengalami perbaikan. Angka terbesar disumbang oleh sektor makanan, minuman, dan
tembakau dengan 11.0% (YoY) pada Mei 2020. Selanjutnya, terdapat ekspektasi konsumen
yang lebih baik dari capaian bulan sebelumnya. Bagi pengeluaran Rp1-2juta berada pada
angka indeks 85.7, disusul oleh pengeluaran >Rp5juta dengan angka indeks 83.0, dan terakhir
pengeluaran Rp2-5juta dengan angka indeks 81.3
 Ketahanan sektor eksternal tetap baik yang ditopang oleh defisit transaksi berjalan yang
rendah dan adanya peningkatan kinerja transaksi modal dan finansial seiring dengan
berlanjutnya aliran modal masuk asing ke pasar keuangan domestik. Neraca Transaksi
Berjalan mengalamu penurunan pada angka sangat sementara dengan -3.9 Miliar Dolar di
triwulan I 2020. Selanjutnya, neraca transaksi modal dan finansial mengalami penurunan pada
angka sangat sementara -2.9 Miliar Dolar di triwulan I 2020, Neraca Keseluruhan mengalami
penurunan pada angka sangat sementara -8.5 Miliar Dolar di triwulan I 2020. Serta, Neraca
transaksi berjalan (%PDB) berada pada angka sangat sementara -1.4% di triwulan I 2020.
 Defisit transaksi berjalan diperkirakan rendah. Hal ini didukung oleh prospek perbaikan
neraca perdagangan akibat penurunan impor sejalan permintaan domestik yang lemah dan
berkurangnya kebutuhan input produksi untuk kegiatan ekspor. Data pada Mei 2020
menunjukkan Neraca Perdagangan tercatat surplus 2,09 miliar dollar AS, membaik dari
kondisi April yang mengalami defisit 372,1 juta dollar AS.
 Terdapat pekiraan kecenderungan defisit transaksi berjalan yang akan lebih rendah ke depan,
serta terdapat kemungkinan akan berada pada angka berkisar 1,5% PDB 2020. Hal ini jauh
dibawah pekiraan sebelumnya pada 2,5%-3,0% PDB. Demikian juga defisit transaksi berjalan
pada 2021 pada angka perkiraan di bawah 2,5%-3,0% PDB.
 Transaksi modal dan finansial diperkirakan membaik. Aliran modal asing akan berlanjut
dipengaruhi menurunnya ketidakpastian pasar keuangan global serta tetap tingginya daya
tarik aset keuangan domestik dan tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia. Aliran
modal asing dalam bentuk investasi portofolio pada triwulan II 2020 hingga 15 Juni 2020
mencatat net inflows sebesar 7,3 Milliar dollar AS.
 Cadangan devisa mengalami peningkatan pada akhir Mei 2020 menjadi 130,5 miliar dollar
AS setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,0 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah. Hal ini menandakan bahwa cadangan devisa di Indonesia berada di
atas standar kecukupan internasional atau sekitar 3 bulan impor.
 Peningkatan devisa pada Mei 2020 didorong terutama karena adanya penarikan utang luar
negeri pemerintah dan penempatan valuta asing (valas) di Bank Indonesia. Kedepannya, Bank
Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, yang didukung dengan adanya
stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.
 Nilai tukar rupiah terus mengalami penguatan. Sampai dengan pertengahan Juni 2020, terjadi
apresiasi pada nilai tukar rupiah sebesar 3,75% (ptp) atau 5,69% secara rataan dibandingkan
pada Mei 2020. Namun hal ini masih mengalami depresiasi sebesar 1,42% dibandingkan
dengan level akhir 2019.
 Berlanjutnya apresiasi rupiah dipengaruhi dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan
global, tingginya daya tarik aset keuangan domestik dan terjaganya kepercayaan investor
asing terhadap prospek kondisi ekonomi Indonesia. Atas dasar ini, Bank Indonesia masih
memandang level nulai tukar Rupiah secara fundamental masih undervalued, sehingga
memiliki potensi untuk terus menguat yang dapat menjadi topangan pemulihan ekonomi
domestik.
 Inflasi tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi Indeks Harga Konsumen
(IHK) pada Mei 2020 tercatat sebesar 0,07% (mtm) atau 2,19% (yoy), yang dipengaruhi oleh
penurunan inflasi inti dan deflasi kelompok volatile food. Sementara itu, kelompok
administered prices mengalami inflasi.
 Inflasi inti menurun disebabkan pengaruh konsistensi Bank Indonesia dalam mengarahkan
ekspektasi inflasi sesuai target dan melambatnya permintaan domestik. Ekspektasi inflasi
pada 2020 berkisar pada 2.50% (YoY) pada juni 2020, serta ekspektasi inflasi pada 2021
berada pada 3.00% (YoY) pada bulan yang sama. Bank Indonesia ke depannya konsisten
menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi tetap rendah
dalam sasarannya sebesar 3,0%±1%.
 Inflasi yang rendah terjadi di seluruh wilayah. Inflasi di Maluku-Papua berada pada angka
1,01%, Pulau Sumatera berada pada angka 1,22%, Pulau Kalimatan 1,35%, Bali-Nusa
Tenggara pada angka 1,49%, Pulau Sulawesi 1,72%, dan tertinggi pada Pulau Jawa sebesar
2,60%, serta secara nasional berada pada angka 2,19% (YoY) di bulan Mei 2020. Terdapat
beberapa provinsi mengalami deflasi, yakni Kalimantan Utara (-0.7%) dan Sulawesi Tenggara
(-0.2%).
 Likuiditas perbankan tetap memadai dan mendukung penurunan suku bunga. Likuiditas
perbankan yang memadai terlihat pada rataan harian volume Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
Mei 2020 yang tetap tinggi yakni Rp9,9 triliun, serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak
Ketiga (AL/DPK) yang tetap besar yakni 25,14% pada April 2020.
 Transmisi suku bunga ke pasar uang berjalan cukup baik, tercermin pada rata-rata suku bunga
PUAB O/N dan suku bunga JIBOR dengan tenor 1 minggu memiliki pergerakan yang stabil
di sekitar level BI7DRR, yakni 4,33% dan 4,60%. Transmisi ke penurunan suku bunga
perbankan mengalami keberlanjutan. Rataan tertimbang suku bunga deposito dan kredit
modal kerja mengalami penurunan menjadi 5,84% dan 9,60%. Di tengah kondisi suku bunga
yang mengalami penurunan, terdapat pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada April
2020 yang mengalami perlemahan dengan catatan 8,4% (YoY) dan 8,6% (YoY).
 Kinerja positif pada pasar keuangan mengalami keberlanjutan. Yield SBN secara keseluruhan
mengalami penurunan sebesar 39 bps ke level 7,03% pada Mei 2020 seiring meredanya risiko
pada pasar keuangan. Net Jual / Beli Asing mengalami penurunan dengan –Rp120Triliun.
 Pada Mei 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami penguatan meski
masih terbatas sebesar 0,8% (mtm). Kinerja IHSG yang disebutkan itu lebih relatif lebih baik
dibandingkan kinerja bursa saham di beberapa negara kawasan Asia. Angka perbaikan IHSG
terbesar dipegang oleh negara Vietnam dengan angka 12,4% (mtm) di Kawasan Asia. Di
Eropa sendiri, Inggris mengalami perbaikan IHSG di angka 3,0% (mtm), dan Amerika pada
angka 4,3% (mtm).
 Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada April 2020 dengan angka yang tinggi, yaitu 22,03%.
Dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang mengilimi angka tetap rendah
dengan 2,89% (bruto) dan 1,13% (neto). Permodalan industri perbankan (ATMR) juga
tergolong tinggi dengan angka yang berkisar di Rp7 Ribu Triliun pada April 2020. Potensi
risiko dari dampak penyebaran COVID-19 yang semakin meluas terhadap stabilitas sistem
keuangan perlu terus dicermati.
 Fungsi intermediasi perbankan belum optimal sejalan dengan melemahnya permintaan
domestik dan semakin berhati-hatinya perbankan dalam penyaluran kredit akibat dari dampak
COVID-19 yang semakin meluas. Pertumbuhan kredit tetap lemah dengan angka 5,73%
(YoY) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi dengan 8,08%
(YoY). Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada angka 91,55%.
 Pertumbuhan kredit pada April 2020 di daerah masih tergolong lemah. Tercatat, daerah
dengan pertumbuhan kredit terendah berada pada Sulawesi Utara dengan -0,47%. Sedangkan
daerah dengan pertumbuhan kredit tertinggi berada pada Papua Barat dengan 14,32%.

 Kelancaran sistem pembayaran tetap terjaga. Posisi Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada
Mei 2020 mencapai Rp798,6 triliun, tumbuh negatif sebesar 6,06% (YoY). Hal ini sejalan
dengan dampak menurunnya permintaan uang akibat pelemahan kegiatan ekonomi pada masa
COVID-19 maupun adanya dampak dari penundaan libur idulfitri.
 Sistem pembayaran nontunai nilai besar melalui BI Real Time Gross Settlement (RTGS) dan
nilai kecil melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) berjalan lancar.
Transaksi SKNBI (Rerata Harian) dengan RRH Nominal berada pada angka kisaran Rp16-an
triliun dan RRH Volume 700 Ribu Transaksi pada Mei 2020. Transaksi Sistem BI-RTGS
(Rerata Harian) dengan RRH Nominal berada pada angka kisaran Rp600-an Triliun dan RRH
Volume pada angka 40 Ribu Transaksi pada Mei 2020
 Transaksi pembayaran ritel menurun kecuali uang elektronik. Sejalan dengan kegiatan
ekonomi yang menurun, transaksi nontunai menggunakan ATM, Kartu Debet, Kartu Kredit,
dan Uang Elektronik (UE) pada April 2020 juga mengalami penurunan dari -4,27% menjadi
-18,96% (YoY). Pertumbuhan Transaksi Kartu Kredit (Rerata Harian) mengalami penurunan
sekitar -40% (YoY) pada April 2020. Dan Pertumbuhan Transaksi ATM/D (Rerata Harian)
mengalami penurunan sekitar -19% (YoY) pada April 2020.
 Transaksi UE pada April 2020 tetap mengalami pertumbuhan yang tinggi dengan capaian
64,48% (YoY) dan volume transaksi digital banking pada April 2020 memiliki pertumbuhan
37,35% (YoY). Perkembngan ini memiliki indikasi adanya penguatan kebutuhan akan
transaksi ekonomi dan keuangan digital (EKD), termasuk adanya peningkatan akseptasi
masyarakat terhadap digital payment di tengah penurunan aktivitas ekonomi selama masa
PSBB.

BAURAN KEBIJAKAN BANK INDONESIA

 Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17-18 Juni 2020 terdapat bauran kebijakan yang
dijalankan dalam rangka memitigasi dampak COVID-19 :
1. Penurunan Suka Bunga BI7DRR. Suku bunga BI7DRR turun 25 bps menjadi 4,25%;
2. Memberikan jasa giro sebesar 1,5%* per tahun kepada bank yang memenuhi kewajiban
Giro Wajib Minimum (GWM);
3. Melanjutkan pembelian SUN/SBN di pasar perdana untuk keperluan pembiayaan defisit
APBN 2020;
4. Mendorong elektronifikasi jalan tol dengan mendukung penggunaan Uang Elektronik
(UE) model nirsentuh; dan
5. Meningkatkan implementasi QRIS di berbagai sektor dalam rangka penguatan dan
penginklusian sistem pembayaran.
*) dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapat jasa giro sebesar 3% dari DPK bagi
BUK, BUS, dan UUS. Hal ini berlaku mulai 1 Agustus 2020

 Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17-18 Juni 2020 menghasilkan :
1. BI 7-Day Reverse Repo Rate yang mengalami penurunan 25 bps menjadi 4,25%. Hal ini
mulai berlaku efektif pada tanggal 18 juni 2020 setelah keputusan diumumkan;
2. Suku Bunga Deposit Facility (DF) mengalami penurunan 25 bps menjadi 3,50%; dan
3. Suku Bunga Lending Facility (LF) mengalami penurunan 25 bps menjadi 5,00%.

 Hal yang menjadi fokus kebijakan adalah :


 Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian dan mendorong
pemulihan ekonomi di era COVID-19. Bank Indonesia ke depannya akan tetap melihat
ruang penurunan suku bunga seiring dengan rendahnya tekanan inflasi, terjaganya
stabilitas eksternal, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi;
 Di samping langkah-langkah yang telah dilakukan, Bank Indonesia menempuh pula
langkah-langkah lain sebagai berikut :
1. Melanjutkan stabilisasi nilai tukar Rupiah dan pelonggaran likuiditas (quantitative
easing) melalui pembelian SBN dari pasar perdana maupun penyediaan dana likuiditas
bagi perbankan untuk kelancaran program restrukturisasi kredit (pembiayaan) dalam
mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional;
2. Memberikan jasa giro kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM secara harian
dengan rata-rata 1,5% per tahun dengan bagian yang diperhitungkan untuk mendapat
jasa giro sebesar 3% DPK, hal ini efektif berlaku pada 1 Agustus 2020;
3. Mendorong elektronifikasi jalan tol dengan mendukung penggunaan Uang Elektronik
(UE) model nirsentuh sebagai alternatif pembayaran, khususnya di era kenormalan
baru; dan
4. Mendorong aktivitas ekonomi digital melalui perluasan implementasi QRIS di berbagai
sektor.
Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan bauran kebijakan sserta bersinergi erat
mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan secara terkoordinasi
dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan, serta pemulihan ekonomi nasional.

Anda mungkin juga menyukai