Anda di halaman 1dari 18

A.

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal menurun
dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang
sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah
parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin
yang memadai terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah
dan akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia (Denise, 2007).

B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM


Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan (Urinaria) merupakan kelanjutan dari tulisan
sebelumnya mengenai Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pencernaan.
Pengertian Sistem Urinaria

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria


1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri
dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal
± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron
terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh –
pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 1


komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus
kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle
yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar)
berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang
bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau
pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu
sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang
keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya
yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal
kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai
tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis).
1) Kulit Ginjal (Korteks).
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan
darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut
glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan
antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan
simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam
simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh
yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum
ginjal.
2) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau
papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah
tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut
dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang
merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi,
setelah mengalami berbagai proses.

3) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)


Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk
corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 2


bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari
piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari
Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di
tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen,
misalnya amonia.
2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan
vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau
basa.
c. Tes Fungsi Ginjal Terdiri Dari :
1) Tes untuk protein albumin
Bila kerusakan pada glomerolus atau tubulus, maka protein dapat bocor masuk ke
dalam urine.
2) Mengukur konsentrasi urenum darah
Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan urenum maka urenum darah naik di atas
kadar normal (20 – 40) mg%.
3) Tes konsentrasi
Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai seberapa tinggi
berat jenisnya naik.
d. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan
arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi
ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan
glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya
terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi
untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar
suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang
menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

2. URETER

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 3


Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung
kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
 Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
 Lapisan tengah otot polos
 Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit
sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan
dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. VESIKULA URINARIA ( Kantung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini
terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
d. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam).
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus
secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter
ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 4


Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan
otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus
apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
Urine (Air Kemih)
1. Sifat – sifat air kemih
a. Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan
serta faktor lainnya.
b. Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.
d. Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.
e. Berat jenis 1.015 – 1.020.
f. Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
2. Komposisi air kemih
a. Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air
b. Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan
kreatinin
c. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat
d. Pigmen (bilirubin, urobilin)

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 5


e. Toksin
f. Hormon
3. Mekanisme Pembentukan Urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 –
125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk
150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya
keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.
4. Tahap – tahap Pembentukan Urine
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar
dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida,
sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginjal.
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat
dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan
obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian
bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan
akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara
aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan
urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter.
Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang
merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah
penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
d. Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melalui ureter ke dalam kandung
kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penambahan tekanan di dalam
kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.
Mikturisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan
oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh
kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu
mengosongkannya.
e. Ciri – ciri Urine Normal
Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah
cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam,
reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.
Terimaksih telah membaca artikel tentang sistem perkemihan, baca juga artikel
sebelumnya mengenai sistem pencernaan, sistem reproduksi pria dan sistem
reproduksi wanita.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 6


C. PENGERTIAN
Chronic Kidney Deases (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang berlangsung
secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urine
dan sampah nitrogen lain dalam tubuh). (Brunnerth And Suddartrh, 1997).
CKD adalah penurunan fungsi ginjal yang progresif dalam ginjal tidak berfungsi
dalam memelihara bagian internal tubuh. (Luckman, 1993). CKD juga merupakan
kerusakan ginjal yang irreversible pada nefron-nefron dikedua ginjal. (Lewis, 2000).

D. KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada
kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage.
Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
– Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
– Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
– Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 7


b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

E. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.

F. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 8


Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari
fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.Kep Page 9


G. TANDA DAN GEJALA
1. Kardiovaskuler
– Hipertensi
– Pericarditis
– Pembesaran vena leher
– Edema periorbital
– Pericardial effusion
2. Gastrointestinal
– Anoreksia, konstipasi, diare
– Muntah
– Uremic
– Perdarahan gastrointestinal
– Ulkus peptikum
– Stomatitis
– Gastritis
3. Neurologi
– Lelah/fatigue
– Sakit kepala
– Susah tidur
– Pusing
– Kebingunga/confusion
4. Integumen
– Warna kulit abu-abu mengkilat
– Kulit kering, bersisik
– Pruritis
– Ekimosis
– Kuku tipis dan rapuh
– Rambut tipis dan kasar
– Uremik
5. Pulmoner
– Paru-paru uremik
– Edema pulmonal
– Dyspneu
– Pneumonia
6. Hematologi
– Anemia
– Pedarahan
– Infeksi
7. Psycologi
– Penolakan
– Kecemasan
– Depresi
– Psychosis

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 10


8. Muskuloskeletal
– Kram otot
– Kekuatan otot hilang
– Fraktur tulang
– Foot drop
9. Reproduktif
– Amenrrhea
– Atrofi testikuler
– Disfungsi seksual

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut marilynn E .Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
Urine
 Volume         
Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria)
 Warna                 
Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemah, partikel
koloid, fosfat atau urat.
 Berat jenis
Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas      
Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasiourine serum
sering 1
 Klirens Kreatinin
Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-
40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit
 Natrium  
Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. (135-145
g/dL)
 Protein    
Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
 BUN/Kreatinin     
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10 mg/dl.
Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5
 Hitung darah lengkap 
Ht  namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15
g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)
 SDM  
Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin  seperti pada azotemia.
 GDA     
PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 11


Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium serum mungkin rendah (bila ginjal
”kehabisan” natrium atau normal  (menunjukkan status difusi hipematremia).
 Kalium
Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM) pada tahap
akhir pembahan EKG mungkin tidak terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.
Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL), cairan
intersisial (1,5 g/dL).
 Kalsium
Menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan intersisial (2,5 g/dL)
 Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL)
Kadar semua menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine
pemindahan cairan penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino
esensial.
 Osmolalitas serum
Lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan urine Kub Foto : menunjukkan
ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya obstruksi (batu)
 Pielogram retrograd 
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
 Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa. Sistrouretrografi
berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks kedalam ureter, rebonsi.
 Ultrasono ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran kemih
bagian atas.
 Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
 EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit asam/basa.
Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan
Dapat menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.

I. PENATAKLASANAAN
a. Penatalaksanaan medik
 Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
 Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak  cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
 Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
 Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 12


 Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis
mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejal
 Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada
seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang –
kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
 Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
 Dialisis.
 Transplantasi ginjal.
b. Penatalaksanaan keperawatan
 Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
 Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu dilakukan
pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga
dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan CKD.
Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999) dan
Susan Martin Tucker (1998).
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema periorbital,
fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikardtis
takikardia dan disritmia.
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal –
gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan  kusmaul, udem paru,
gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak
nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal,
sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan
konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan
perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 13


6. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,
osteosklerosis, dan osteomalasia.
7. Sisem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria, anuria,
abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.
8. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
9. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan pada toksin, contoh
obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data
dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa
keperawatan yang ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges (1999), Lynda Juall
(1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001) diagnosa keperawatan pada klien CKD adalah
sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang atau
pembatasan nutrisi.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume cairan.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan produksi/sekresi
eritropoetin.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi ginjal.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

L. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan
dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Tujuan :  Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal.
d. Tidak ada edema.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 14


Intervensi :
a. Awasi denyut jantung TD dan CVP.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
c. Awasi berat jenis urine.
d. Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.
e. Batasi pemasukan cairan.
f. Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.
g. Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
h. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium dan natrium
serum.
i. Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
j. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif
k. Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan
nutrisi.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi
individu.
b. Bebas edema.
Intervensi :
a. Kaji/catat pemasukan diet.
b. Beri makan sedikit tapi sering.
c. Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada
pemilihan menu.
d. Timbang BB tiap hari.
e. Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium, kalium.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.
g. Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
h. Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B Komplek, anti
emetik.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume cairan.
Tujuan : Curah jantung adekuat.
Kriteria evaluasi :
a. TD dan frekuensi dalam batas normal.
b. Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.
c. Dispneu tidak ada.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler
dan keluhan dyspneu.
b. Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.
c. Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak mantap dengan
inspirasi dalam posisi terlentang.

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 15


d. Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti kapiler, suhu
dan sensori atau mental.
e. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
f. Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.
g. Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres), captopirl (capoten),
klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).
4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
Tujuan : Tingkat mental meningkat
Kriteria evaluasi : Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan
kognitif/deficit memori.
Intervensi :
a. Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.
b. Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.
c. Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
d. Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televise, radio, dan
kunjungan.
e. Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan sebagainya.
f. Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang menantang dan pemikiran
tidak logis.
g. Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana. Tanyakan
pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai kebutuhan.
h. Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.
i. Kolaborasi : awasi pemeriksaan lab BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar glukosa,
AGD.
j. Hindari penggunaan barbiturate dan opiad.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.
Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.
Kriteria Evaluasi : Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah erusakan atau cedera
kulit.
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.
b. Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.
d. Inspeksi area tergantung terhadap edema.
e. Ubah posisi sering, gerakan pasiaen dengan berlahan, beri bantalan pada tonjolan
tulang dengan kulit domba, pelindung siku tumit.
f. Berikan perawatan kulit.
g. Barikan salap atau krim(analin, aquaphor).
h. Pertahanan linen kering dan bebas keriput.
i. Selidiki keluhan gatal.
j. Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku pendek.
k. Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 16


6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau sekresi
eritropoetin.
Tujuan : Cedera tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
a. Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.
b. Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.
Intervensi :
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.
b. Observasi takikardia, kulit atau membrane mukosa pucat, dispneu dan nyeri dada.
c. Awasi tingkat kesadaran klien.
d. Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.
e. Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.
f. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan area
ekimosis karena trauma kecil, ptechie, pembengkakan sendi atau membran mukosa.
g. Hematemesis sekresi Gastrointestinal atau darah feses.
h. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila mungkin dan
lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau penusukan vaskuler.
i. Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit, faktor pembekuan
darah.
j. Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi, asam fosfat (folvite),
sianokobalamin (betaun), simetidin (tegamert), ranitidine (zartoc), anatasiad,
pelunak feses, laxative bulk (metamucit).

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 17


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit :

Pathophysiology. Clinical Concepts of Desease Processes / Sylvia Anderson Price, Lorraine

McCarty Wilson : Alih Bahasa, Peter Anugerah ; Editor, Caroline Wijaya, - Ed.4 – Jakarta :

EGC, 1995.

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid

3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Lp Ckd/Intensive Care Unit/Ekawati, S.KepPage 18

Anda mungkin juga menyukai