PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal menurun
dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang
sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah
parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin
yang memadai terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah
dan akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia (Denise, 2007).
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
2. URETER
D. KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada
kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test)
dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage.
Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal
stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
– Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
– Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
– Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
E. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra.
F. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut marilynn E .Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
Urine
Volume
Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria)
Warna
Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemah, partikel
koloid, fosfat atau urat.
Berat jenis
Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas
Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasiourine serum
sering 1
Klirens Kreatinin
Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-
40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit
Natrium
Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. (135-145
g/dL)
Protein
Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
BUN/Kreatinin
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10 mg/dl.
Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5
Hitung darah lengkap
Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15
g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)
SDM
Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada azotemia.
GDA
PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.
I. PENATAKLASANAAN
a. Penatalaksanaan medik
Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu dilakukan
pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga
dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan CKD.
Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999) dan
Susan Martin Tucker (1998).
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema periorbital,
fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikardtis
takikardia dan disritmia.
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal –
gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem paru,
gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak
nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal,
sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan
konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan
perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data
dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa
keperawatan yang ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges (1999), Lynda Juall
(1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001) diagnosa keperawatan pada klien CKD adalah
sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang atau
pembatasan nutrisi.
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume cairan.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan produksi/sekresi
eritropoetin.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi ginjal.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan tidak mengenal sumber informasi.
L. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan
dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.
Kriteria Evaluasi :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal.
d. Tidak ada edema.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
McCarty Wilson : Alih Bahasa, Peter Anugerah ; Editor, Caroline Wijaya, - Ed.4 – Jakarta :
EGC, 1995.
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid