Tutorial Klinik - Mioma Uteri 2003
Tutorial Klinik - Mioma Uteri 2003
MIOMA UTERI
Disusun Oleh:
Yessica
42190364
2021
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
No. RM : 010xxx
Usia : 52 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pacitan, Jawa Timur
Pekerjaan : Pedagang
Status Perkawinan : Janda
Tanggal MRS : 04 Agustus 2021
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
e. Riwayat Alergi
Tidak ada
f. Riwayat Operasi
Seksio sesarea (2007 dan 2008)
g. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1x selama 29 tahun pada tahun 1994. Usia saat menikah 25 tahun
h. Riwayat Haid
Menarche : 16 tahun
Lamanya haid : 8-9 hari
Jumlah darah : + 100 ml
Siklus : Teratur
Dysmenorrhea : (+) skala 9 di hari ke-1 dan ke-2
Keputihan : (-)
i. Riwayat Obstetri
P3Ab0Ah3
j. Riwayat Kehamilan
C. PEMERIKSAAN FISIK
o Berat badan : 76 kg
o Tinggi badan : 160 cm
o IMT : 29,7 kg/m2 (Obesitas I)
Status Lokalis
Urinalisis (04/08/21)
pH 6,0
Ca Oxalat Negatif
Bacteria Negatif
Jamur Negatif
E. DIAGNOSA KERJA
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
G. TATALAKSANA
a. Konservatif
H. EDUKASI
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mioma Uteri merupakan tumor jinak ginekologi yang struktur utamanya terdiri
dari otot polos rahim atau miometrium (Adriaanz, 2014). Tumor ini secara khas
berbatas tegas, merupakan massa yang umumnya berwarna putih abu - abu ataupun
merah muda pucat dengan gambaran serabut otot yang tersusun melingkar,
berkonsistensi keras, dapat dijumpai berjumlah tunggal namun sering berjumlah
multipel yang tersebar dalam uterus dalam bentuk nodul kecil hingga tumor berukuran
besar (Sattar, 2015). Mioma terjadi pada 20% - 25% wanita usia reproduktif dengan
penyebab yang tidak diketahui secara pasti dan terbanyak ditemukan pada kelompok
usia 40 - 49 tahun dengan rata - rata usia 42,97 tahun sebanyak 51% kasus (Pasinggi,
2015).
B. KLASIFIKASI
Mioma yang cepat membesar dan memiliki vaskularisasi yang baik akan tampak
sebagai massa hipoekhoik homogen. Dalam beberapa kasus terkadang dapat terjadi
perubahan berupa proses degenerasi pada mioma sehingga tampak menyerupai kantung
gestasi (anekhoik), atau proses kalsifikasi sehingga tampak lebih hiperekhoik dibanding
miometrium normal (Sattar, 2015). Perubahan degeneratif atau perubahan sekunder ini
disebabkan oleh perubahan pasokan darah selama pertumbuhan mioma. Beberarapa
jenis degenerasi mioma yang dapat terjadi diantaranya:
1. Degenerasi Jinak
a. Atrofi: perubahan ukuran mioma menjadi lebih kecil umumnya karena kondisi
pasca persalinan atau menopause.
b. Hialin: perubahan pertumbuhan mioma dimana yakni terhentinya pertumbuhan
mioma akibat kehilangan pasokan nutrisi pada bagian yang semula aktif dan
terjadi perubahan warna menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi
cairan gelatin sebagai tanda terjadinya dengerasi hialin. Kondisi ini dijumpai
pada mioma yang telah lama atau “matang”.
c. Kistik: perubahan mioma yang setengah bagiannya mengalami hialinisasi,
Perubahan tersebut terjadi melalui proses cairnya gelatin sehingga konsistensi
mioma berubah menjadi kistik. Hal yang perlu menjadi perhatian klinis pada
mioma yang berdegenerasi kistik adalah kompresi atau tekanan fisik pada
bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri,
kavum peritonium, atau retroperitoneum.
d. Kalsifikasi: perubahan mioma ini disebut juga Degenerasi Kalkareus.
Kalsifikasi umumnya mengenai mioma subrerosa yang sangat rentan terhadap
defisit sirkulasi. Defisit tersebut menyebabkan pengendapan kalsium karbonat
dan fosfat di dalam tumor.
e. Septik: proses yang dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengah tumor. Selanjutnya nekrosis dapat berlanjut dengan infeksi yang ditandai
dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.
f. Kaneus: proses yang disebut juga sebagai Degenerasi Merah yang diakibatkan
oleh trombosis dan diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi Kaneus sering
terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi lebih
diprioritaskan bagi hipertrofi miometrium yang berakibat mioma mengalami
defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai
rasa nyeri yang dapat menghilang dengan sendirinya. Adanya Mioma
Degenerasi Kaneus dapat menyebabkan terjadinya Partus Prematurus atau
Koagulasi Diseminata Intravaskular.
g. Miksomatosa: proses degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi
hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik.
2. Degenerasi Ganas
C. FAKTOR RISIKO
Penyebab Mioma Uteri bersifat multifaktorial, sehingga sesuai dengan teori dari
berbagai literatur, terjadinya penyakit ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor risiko.
Beberapa faktor risiko tersebut antara lain:
a. Genetik
b. Usia
Mioma Uteri terjadi pada 20% - 25% wanita usia reproduktif dengan penyebab
yang tidak diketahui secara pasti dan terbanyak ditemukan pada kelompok usia 40 -
49 tahun dengan rata - rata usia 42,97 tahun sebanyak 51% kasus (Pasinggi, 2015).
c. Riwayat Haid
Wanita yang mengalami menarche dini pada usia kurang dari 10 tahun dan
menopause terlambat / late-onset menopause pada usia > 55 tahun lebih berisiko
mengalami mioma uteri yang diperkirakan terkait dengan tingginya paparan hormon
estrogen pada miometrium dalam jangka waktu yang lebih panjang (Sparic, 2016).
d. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara, kemudian diikuti oleh
wanita primipara dan multipara. Wanita dengan frekuensi kehamilan dan melahirkan
diatas 5 kali atau grande multipara memiliki risiko menderita mioma uteri paling
rendah dibandingkan wanita dengan status paritas yang lainnya. Apabila terjadi
kehamilan pada penderita mioma uteri, kehamilan dapat mempengaruhi
pertumbuhan tumor akibat dari tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Rudiyanti, 2017).
f. Gaya Hidup
Salah satu faktor risiko mioma uteri yang dapat dimodifikasi adalah gaya hidup
dan diet. Gaya hidup sedentary meningkatkan resiko obesitas yang akan
berpengaruh pada disregulasi hormonal. Setiap pertambahan berat badan sebesar 10
kg, akan meningkatkan risiko mioma uteri sebesar 21% akibat dari penumpukan
jaringan lemak diikuti peningkatan konversi hormon androgen menjadi estrogen
dan penurunan Sex Hormone Binding Globulin (Andrea, 2015). Tingginya diet
dengan makanan berindeks glikemik tinggi dan tinggi asam lemak Omega-3
diperkirakan meningkatkan kejadian tumor melalui jalur induksi hormonal akibat
penumpukan lemak. Selain itu, gaya hidup dengan tingkat stressor yang tinggi akan
melepaskan lebih banyak kortisol yang merangsang aksis hypothalamo-
pituitaryadrenal gland dengan akibat peningkatan kadar hormon estrogen dan
progresterone dalam tubuh (Sparic, 2016).
g. Penyakit Komorbid
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti dan diperkirakan
multifaktorial. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat
dipengaruhi oleh hormon reproduksi dan bermanifestasi selama usia reproduktif atau
menjelang masa menopause. Terdapat literatur yang menjabarkan bahwa etiologi mioma
uteri mungkin terkait denagn abnormalitas gen akibat dari mutasi genetik HMG1,
HMG1-C, HMG1(Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6 dan MEDI2. Kelainan kromosom
diperkirakan terjadi akibat gangguan gangguan translokasi kromosom 10, 12, 14, delesi
kromosom 3, 7 dan aberasi kromosom 7 (Lubis, 2020).
E. PATOGENESIS
Patogenesis terbentuknya Mioma Uteri belum diketahui secara pasti. Salah satu
hipotesis yang tercatat dalam literatur menjelaskan bahwa mioma uteri mungkin terjadi
karena adanya pengaruh hormon estrogen terhadap sel-sel otot polos miometrium yang
belum matang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah hingga bagian intramular.
Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot uterus berkepanjangan yang
diikuti dengan perdarahan pervaginam dalan waktu lama dan jumlah yang banyak.
Perdarahan tersebut meningkatkan risiko tinggi kekurangan volume cairan dan
gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosis dan perlengketan sehingga
timbul rasa nyeri (Sparic, 2016).
Apabila dilakukan miomektomi, akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit
dan robekkan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya
integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitelialisasi dan pembatasan aktivitas,
maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi risiko tinggi infeksi berkelanjutan
(Pasinggi, 2015).
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis hanya terjadi pada 35% - 50% penderita Mioma Uteri. Hampir
sebagian besar penderita mioma terutama wanita dengan obesitas tidak mengetahui
bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya. Keluhan penderita sangat tergantung pula
dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Gejala klinis yang umumnya dikeluhkan
penderita mioma antara lain:
a. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)
Perdarahan merupakan manifestasi klinis utama yang terjadi pada 30% penderita
mioma. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi Anemia Defisiensi Besi dan
bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar, maka sulit untuk dikoreksi
dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada Mioma Submukosa seringkali
disebabkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan
pembuluh darah utamanya vena diatas area tumor atau ulserasi endometrium di atas
tumor. Tumor yang bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis
endometrium akibat tarikan dan infeksi (Adriaanz, 2014).
b. Nyeri
d. Disfungsi Reproduksi
Infertilitas terjadi pada 27% - 40% penderita Mioma Uteri pada usia reproduktif.
Apabila penderita mioma uteri hamil, pengaruh hormonal kehamilan dapat
menyebabkan peningkatan besar tumor yang mungkin dapat memberikan efek
penekanan langsung pada kavum uteri. Penekanan kavum uteri dapat meningkatkan
risiko terjadinya abortus spontan, hambatan dalam proses persalinan, inersia atau
atonia uteri dan gangguan involusi uteri pasca persalinan (Adriaanz, 2014).
G. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pada kasus Mioma Uteri Asimptomatik umumnya tidak didapati hasil anamnesis
yang spesifik mengarahkan pada kemungkinan pasien menderita Mioma Uteri.
Pada 35% - 50% kasus yang bergejala, penderita umumnya mengeluhkan lama haid
memanjang atau perdarahan pervaginam di luar siklus haid. Perdarahan ini
biasanya lebih berat pada kasus Mioma Submukosa. Gejala lain yang dikeluhkan
yakni dysmenorrhea atau nyeri perut bagian bawah yang terkadang disertai nyeri
pinggang bawah akibat efek tekanan, kompresi atau hipoksia lokal miometrium;
sensasi perut terasa begah atau kenyang, gangguan miksi yaitu peningkatan
frekuensi berkemih, gangguan defekasi yakni konstipasi, ataupun dyspareunia
yaitu nyeri saat berhubungan seksual. Keluhan penting lain yang sering dilaporkan
pada penderita mioma usia reproduktif yaitu abortus spontan habitualis atau
infertilitas (Rafael, 2015).
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
Kondisi borderline yang jarang, namun masih mungkin ganas, adalah smooth
muscle tumours of uncertain malignant potential (STUMP) yang memiliki aktivitas
mitosis intermediate (5- 10 mitosis per 10 HPF), memilki gambaran miksoid, nekrosis,
serta terdapat nukleus atipikal dan sel epiteloid (Rafael, 2015).
H. TATALAKSANA
b. Medikamentosa
Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan sebagai
prosedur pre-operatif (Lubis,2020).
Preparat Progesterone
Aromatase Inhibitor
Aromatase inhibitor terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor kompetitif
yakni anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane.
Kerja keduanya hampir sama yakni menghambat proses aromatisasi yang
merupakan dasar patogenesis mioma. Kelebihan obat ini adalah tidak ada
efek tromboemboli yang dapat menjadi kausa mortalitas.
Asam Traneksamat
c. Pembedahan
Miomektomi
Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan fertility
sparing. Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini laparotomi,
laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini laparotomi adalah
tindakan yang paling sering dilakukan, sedangkan laparoskopi paling jarang
dilakukan karena lebih sulit. Histeroskopi direkomendasikan pada mioma
submukosa dengan ukuran tumor < 3 cm yang 50%-nya berada dalam
rongga rahim dan pada mioma multipel. Akan tetapi, komplikasi perdarahan
pada teknik ini lebih besar dibanding histerektomi.
Miolisis/Ablasi Tumor
Adriaanz, G. 2014. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dala : Anwar M, Baziad A, Prabowo P,
eds. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: hal. 274-278.
Alkilani YG., Irasema AR. 2020. Cervical Polyps. Treasure Island: StatPearls Publishing
LCC: hal 1-10.
Lubis, PN. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-Journal, 47(3): hal 196-
200.
Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. 2015. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur di RSUP
Prof Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-Clinic, 3(1): hal 71-76.
Rafael FV, Geraldine EE. 2015. Pathophysiology of uterine myomas and its clinical
implications. New York: Springer. pp 285-288.
Rudiyanti N, Riyanti I. 2017. Hubungan Usia Menarche dan Paritas dengan Mioma Uteri.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 12(2): hal 233- 239.
Sattar, AH. 2015. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara. Dalam: Kumar V, Abbas AK,
Aster J, eds. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi kesembilan. Singapore: Elsevier:
hal 683-684.
Suparman E, Suparman E. 2016. Peran GnRH Agonis. Jurnal Biomedik, 8(1): hal 1-7.
Tanos V, Berry KE, Seikulla J, et al. 2017. The management of polyps in female
reproductive organs. Int J Surg, 43, 7-16.