Anda di halaman 1dari 35

TUTORIAL KLINIK

MIOMA UTERI

Disusun Oleh:

Yessica

42190364

Dokter Pembimbing Klinik:

dr. Trianto Susetyo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS


BETHESDA

PERIODE 9 AGUSTUS 2021 – 16 OKTOBER 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA


YOGYAKARTA

2021

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. M
 No. RM : 010xxx
 Usia : 52 tahun
 Pendidikan Terakhir : SMP
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Pacitan, Jawa Timur
 Pekerjaan : Pedagang
 Status Perkawinan : Janda
 Tanggal MRS : 04 Agustus 2021
B. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri perut bawah

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. 52 tahun P3Ab0Ah3 datang ke Poli Obstetri dan Ginekologi RS Bethesda


dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 1 minggu SMRS. Nyeri perut skala 7 terasa
seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul tanpa pemicu, dan tidak menjalar. Pasien juga
mengeluhkan BAK yang sedikit tanpa disertai nyeri berkemih sejak 1 minggu
SMRS. Pasien mengatakan bahwa ia sering merasakan nyeri pinggang kanan skala 6
yang hilang timbul dalam 1 tahun terakhir. Selain itu, pasien mengatakan bahwa pada
perut bawahnya teraba benjolan yang tidak nyeri sejak kira-kira 20 tahun yang lalu.
Keluhan lain seperti demam, mual, dan muntah tidak ditemukan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa : mioma uteri pada tahun 2007
 Infeksi saluran kemih: (-)
 Keganasan : (-)
 Hipertensi : (-)
 Diabetes melitus : (-)
 Penyakit jantung : (-)
 Asma : (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Keluhan Serupa : (-)


 Penyakit metabolik : (-)
 Tumor : (+) Adik, tumor di belakang mata

e. Riwayat Alergi

Tidak ada

f. Riwayat Operasi
Seksio sesarea (2007 dan 2008)

g. Riwayat Perkawinan

Pasien menikah 1x selama 29 tahun pada tahun 1994. Usia saat menikah 25 tahun

h. Riwayat Haid

Menarche : 16 tahun
Lamanya haid : 8-9 hari
Jumlah darah : + 100 ml
Siklus : Teratur
Dysmenorrhea : (+) skala 9 di hari ke-1 dan ke-2
Keputihan : (-)

i. Riwayat Obstetri

P3Ab0Ah3
j. Riwayat Kehamilan

No Tahun Kehamilan Persalinan Penolong L/P BB (gr) H/M Penyulit

1 1994 36 minggu Spontan Bidan P 3500 H

2 2007 36 minggu SC Dokter L 3500 H

3 2008 36 minggu SC Dokter L 3200 H

k. Kehamilan Sekarang: (-)


l. HPHT: 2020, sudah menopause 1 tahun
m. Riwayat Kontrasepsi
KB suntik 3 bulan tahun 1995

n. Riwayat Pengobatan: (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Sedang


 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4V5M6
 Vital Sign:

o Tekanan darah : 130/90 mmHg


o Respirasi : 20 x/ menit
o Nadi : 85 x/ menit
o Suhu : 36.7oC
 Status Gizi

o Berat badan : 76 kg
o Tinggi badan : 160 cm
o IMT : 29,7 kg/m2 (Obesitas I)

 Status Lokalis

o Kepala: normocephali, jejas (-), hematoma (-), massa (-)


o Mata: simetris, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
normal, diameter 3/3 mm, refleks pupil (+/+), diplopia (-)
o Hidung: jejas (-), deformitas (-), discharge (-), napas cuping hidung (-)
o Mulut: mukosa bibir lembab, pucat (-), sianosis (-)
o Leher: limfonodi tidak teraba, peningkatan JVP (-)
o Thorax: dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-), palpasi tidak
didapatkan massa atau nyeri tekan, perkusi sonor, suara napas vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), S1/S2 normal tidak ada suara tambahan,
bising jantung (-)
o Abdomen: distensi (-), massa (-), jejas (-), tanda radang (-), bising usus (+),
perkusi timpani, teraba massa berkonsistensi padat setinggi suprapubik,
permukaan rata, tidak mobile, nyeri tekan suprapubik (+)
o Ekstremitas: tangan pucat (-), akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik, kaki
pucat (-), akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik
o Genitalia: tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap (04/08/21)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemogobin 14.9 g/dL 11.7-15.5

Hematokrit 28.9 % 35-47

Lekosit 9.57 ribu/ul 4,0-11,0

Trombosit 421 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4,42 M/ul 3,5-5,0

MCV 85.5 fl 80-100

MCH 29.0 pg 26-34

MCHC 33.9 g/dl 32-36

Neutrofil Segmen % 81.2 % (H) 50-70

Limfosit % 13,6 % (L) 25-40

Monosit % 3,6 % 3-9

Eosinofil % 1,1 % 0,5-5

Basofil % 0,5 % 0-1

Rapid Antigen SARS COV-2 Negatif Negatif

GDS 114 mg/dL 50-200

Ureum 25,9 mg/dL 14,0-40,0


Creatinine 0,63 mg/dL 0,55-1,02

Natrium 143,5 mmol/L 106-146

Kalium 4,09 mmol/L 3,5-5,1

HBsAg 0,68 Non Reaktif Non Reaktif

Urinalisis (04/08/21)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Warna Kuning keruh

Berat Jenis >= 1,030 1,003-1,030

pH 6,0

Glukosa Negatif Negatif

Protein Negatif Negatif

Leukosit Pucat 3+ (10-29 sel/LPB)

Sel Gliter Negatif

Leukosit Gelap 3+ (10-29 sel/LPB)

Eritrosit 1+ (<4 sel/LPB)

Epitel 2+ (5-9 sel/LPB)

Ca Oxalat Negatif

Asam Urat Negatif

Triple Fosfat Negatif

Bacteria Negatif

Jamur Negatif

Sil. Hyalin Negatif

Sil. Granula Negatif

Sil. Epitel Negatif


Sil. Eritrosit Negatif

Sil. Leukosit Negatif

Pemeriksaan Radiologi (04/08/21)


Pemeriksaan USG Abdomen dilakukan untuk konfirmasi diagnosis. Didapatkan tanda
myoma uterus dengan makrokalsifikasi, diameter myoma lk 11.5 cm yang menekan VU
dan disertai tanda cystitis. Tak tampak kelainan di hepar, lien, pancreas, VF, antrum
gaster, ren bilateral.

Pemeriksaan Patologi Anatomi (09/08/21)


Uterus: leiomyoma, hiperplasia kelenjar endometrium atipi
Adnek kanan: kista folikel
Omentum: kongesti

E. DIAGNOSA KERJA

Ny. 48 tahun P3Ab0Ah3 dengan Mioma Uteri


F. PROGNOSIS

 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanam : dubia ad bonam

G. TATALAKSANA

a. Konservatif

 Rawat inap dan tirah baring pro TAH-BSO


 Observasi keadaan umum dan tanda vital
 Pembatasan aktivitas, puasa 1 x 24 jam untuk persiapan pro TAH BSO dan
pemberian infus Ringer Laktat 20 tpm
b. Medikamentosa atau Rencana Tindakan

 Medikamentosa: Ceftriaxone inj 1x1 gr IV pro TAH BSO


 Rencana tindakan: TAH BSO

H. EDUKASI

 Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang


dialami pasien serta melakukan informed consent terkait rencana tindakan medis
yang akan dilakukan
 Memberikan dukungan psikologis bagi pasien dan memberikan edukasi persiapan
tindakan medis, tanda - tanda bahaya dan keluhan yang perlu mendapatkan
penanganan segera
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Mioma Uteri merupakan tumor jinak ginekologi yang struktur utamanya terdiri
dari otot polos rahim atau miometrium (Adriaanz, 2014). Tumor ini secara khas
berbatas tegas, merupakan massa yang umumnya berwarna putih abu - abu ataupun
merah muda pucat dengan gambaran serabut otot yang tersusun melingkar,
berkonsistensi keras, dapat dijumpai berjumlah tunggal namun sering berjumlah
multipel yang tersebar dalam uterus dalam bentuk nodul kecil hingga tumor berukuran
besar (Sattar, 2015). Mioma terjadi pada 20% - 25% wanita usia reproduktif dengan
penyebab yang tidak diketahui secara pasti dan terbanyak ditemukan pada kelompok
usia 40 - 49 tahun dengan rata - rata usia 42,97 tahun sebanyak 51% kasus (Pasinggi,
2015).

B. KLASIFIKASI

Mioma Uteri diklasifikasikan menjadi 3 jenis berdasarkan lokasi pertumbuhan


tumor yaitu Mioma Submukosa, Mioma Intramural dan Mioma Subserosa (Sattar,
2015). Mioma Submukosa merupakan mioma yang menempati lapisan di bawah
endometrium dan menonjol ke bagian dalam kavum uteri. Mioma ini berpengaruh pada
vaskularisasi dan luas permukaan endometrium yang menyebabkan terjadinya
perdarahan ireguler. Dalam beberapa kasus, Mioma Submukosa dijumpai dalam bentuk
bertangkai panjang sehingga dapat keluar melalui ostium serviks. Risiko infeksi pada
Mioma Submukosa sangat tinggi dibandingkan Mioma jenis lain karena mioma yang
memiliki tangkai lebih memungkinkan terjadinya torsi dan nekrosis (Adriaanz, 2014).
Mioma Intramural atau Interstitisiel adalah mioma yang berkembang di antara
miometrium. Mioma Subserosa adalah mioma yang tumbuh di bawah lapisan serosa
uterus, memiliki tangkai dan dapat bertumbuh ke arah luar. Mioma jenis tersebut dapat
menjadi parasit omentum atau usus yang bertujuan untuk vaskularisasi tambahan bagi
pertumbuhan tumor (Adriaanz, 2014).

Gambar 1. Klasifikasi Mioma Uteri berdasarkan lokasinya

Mioma yang cepat membesar dan memiliki vaskularisasi yang baik akan tampak
sebagai massa hipoekhoik homogen. Dalam beberapa kasus terkadang dapat terjadi
perubahan berupa proses degenerasi pada mioma sehingga tampak menyerupai kantung
gestasi (anekhoik), atau proses kalsifikasi sehingga tampak lebih hiperekhoik dibanding
miometrium normal (Sattar, 2015). Perubahan degeneratif atau perubahan sekunder ini
disebabkan oleh perubahan pasokan darah selama pertumbuhan mioma. Beberarapa
jenis degenerasi mioma yang dapat terjadi diantaranya:

1. Degenerasi Jinak

a. Atrofi: perubahan ukuran mioma menjadi lebih kecil umumnya karena kondisi
pasca persalinan atau menopause.
b. Hialin: perubahan pertumbuhan mioma dimana yakni terhentinya pertumbuhan
mioma akibat kehilangan pasokan nutrisi pada bagian yang semula aktif dan
terjadi perubahan warna menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi
cairan gelatin sebagai tanda terjadinya dengerasi hialin. Kondisi ini dijumpai
pada mioma yang telah lama atau “matang”.
c. Kistik: perubahan mioma yang setengah bagiannya mengalami hialinisasi,
Perubahan tersebut terjadi melalui proses cairnya gelatin sehingga konsistensi
mioma berubah menjadi kistik. Hal yang perlu menjadi perhatian klinis pada
mioma yang berdegenerasi kistik adalah kompresi atau tekanan fisik pada
bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri,
kavum peritonium, atau retroperitoneum.
d. Kalsifikasi: perubahan mioma ini disebut juga Degenerasi Kalkareus.
Kalsifikasi umumnya mengenai mioma subrerosa yang sangat rentan terhadap
defisit sirkulasi. Defisit tersebut menyebabkan pengendapan kalsium karbonat
dan fosfat di dalam tumor.
e. Septik: proses yang dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengah tumor. Selanjutnya nekrosis dapat berlanjut dengan infeksi yang ditandai
dengan nyeri, kaku dinding perut, dan demam akut.
f. Kaneus: proses yang disebut juga sebagai Degenerasi Merah yang diakibatkan
oleh trombosis dan diikuti dengan terjadinya bendungan vena dan perdarahan
sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Degenerasi Kaneus sering
terjadi bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi lebih
diprioritaskan bagi hipertrofi miometrium yang berakibat mioma mengalami
defisit pasokan dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai
rasa nyeri yang dapat menghilang dengan sendirinya. Adanya Mioma
Degenerasi Kaneus dapat menyebabkan terjadinya Partus Prematurus atau
Koagulasi Diseminata Intravaskular.
g. Miksomatosa: proses degenerasi lemak yang terjadi setelah proses degenerasi
hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik.

2. Degenerasi Ganas

Transformasi ke arah keganasan: proses perubahan mioma yang awalnya bersifat


jinak menjadi ganas. contoh degenerasi keganasan terjadi yaitu perubahan mioma
uteri menjadi miosarkoma pada 0,1% - 0,5% kasus (Adriaanz, 2014).

C. FAKTOR RISIKO
Penyebab Mioma Uteri bersifat multifaktorial, sehingga sesuai dengan teori dari
berbagai literatur, terjadinya penyakit ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor risiko.
Beberapa faktor risiko tersebut antara lain:
a. Genetik

Wanita yang merupakan keturunan pertama atau memiliki riwayat maternal


menderita mioma uteri memiliki kemungkinan 2,5 kali lipat lebih besar untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita
mioma uteri (Sparic, 2016). Selama 5 dekade terakhir, ditemukan pula 50% kasus
mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna (Adriaanz, 2014). Ras yang dilaporkan
dengan prevalensi terbanyak kasus Mioma multipel dengan gejala yang umumnya
lebih berat dan progresif adalah Ras Afrika (Sparic, 2016).

b. Usia

Mioma Uteri terjadi pada 20% - 25% wanita usia reproduktif dengan penyebab
yang tidak diketahui secara pasti dan terbanyak ditemukan pada kelompok usia 40 -
49 tahun dengan rata - rata usia 42,97 tahun sebanyak 51% kasus (Pasinggi, 2015).

c. Riwayat Haid
Wanita yang mengalami menarche dini pada usia kurang dari 10 tahun dan
menopause terlambat / late-onset menopause pada usia > 55 tahun lebih berisiko
mengalami mioma uteri yang diperkirakan terkait dengan tingginya paparan hormon
estrogen pada miometrium dalam jangka waktu yang lebih panjang (Sparic, 2016).

d. Paritas

Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara, kemudian diikuti oleh
wanita primipara dan multipara. Wanita dengan frekuensi kehamilan dan melahirkan
diatas 5 kali atau grande multipara memiliki risiko menderita mioma uteri paling
rendah dibandingkan wanita dengan status paritas yang lainnya. Apabila terjadi
kehamilan pada penderita mioma uteri, kehamilan dapat mempengaruhi
pertumbuhan tumor akibat dari tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan
bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Rudiyanti, 2017).

e. Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Penggunaan kontrasepsi hormonal yang mengandung hormon estrogen baik


murni ataupun kombinasi dapat meningkatkan kejadian mioma uteri (Sparic, 2016).

f. Gaya Hidup
Salah satu faktor risiko mioma uteri yang dapat dimodifikasi adalah gaya hidup
dan diet. Gaya hidup sedentary meningkatkan resiko obesitas yang akan
berpengaruh pada disregulasi hormonal. Setiap pertambahan berat badan sebesar 10
kg, akan meningkatkan risiko mioma uteri sebesar 21% akibat dari penumpukan
jaringan lemak diikuti peningkatan konversi hormon androgen menjadi estrogen
dan penurunan Sex Hormone Binding Globulin (Andrea, 2015). Tingginya diet
dengan makanan berindeks glikemik tinggi dan tinggi asam lemak Omega-3
diperkirakan meningkatkan kejadian tumor melalui jalur induksi hormonal akibat
penumpukan lemak. Selain itu, gaya hidup dengan tingkat stressor yang tinggi akan
melepaskan lebih banyak kortisol yang merangsang aksis hypothalamo-
pituitaryadrenal gland dengan akibat peningkatan kadar hormon estrogen dan
progresterone dalam tubuh (Sparic, 2016).

g. Penyakit Komorbid

Dalam berbagai literatur dinyatakan bahawa penyakit Hipertensi, Diabetes


Melitus dan Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) mungkin berkorelasi dengan risiko
terjadinya mioma pada wanita dewasa atau menjelang menopause. Patogenesis yang
melatarbelakangi terjadinya mioma diperkirakan terkait dengan peningkatan
resistensi insulin, IGF I, dan pelapasan sitokin yang menstimulasi proliferasi
jaringan tumor (Sparic, 2016).

D. ETIOLOGI
Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti dan diperkirakan
multifaktorial. Mioma jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat
dipengaruhi oleh hormon reproduksi dan bermanifestasi selama usia reproduktif atau
menjelang masa menopause. Terdapat literatur yang menjabarkan bahwa etiologi mioma
uteri mungkin terkait denagn abnormalitas gen akibat dari mutasi genetik HMG1,
HMG1-C, HMG1(Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6 dan MEDI2. Kelainan kromosom
diperkirakan terjadi akibat gangguan gangguan translokasi kromosom 10, 12, 14, delesi
kromosom 3, 7 dan aberasi kromosom 7 (Lubis, 2020).

E. PATOGENESIS

Patogenesis terbentuknya Mioma Uteri belum diketahui secara pasti. Salah satu
hipotesis yang tercatat dalam literatur menjelaskan bahwa mioma uteri mungkin terjadi
karena adanya pengaruh hormon estrogen terhadap sel-sel otot polos miometrium yang
belum matang ditandai dengan pecahnya pembuluh darah hingga bagian intramular.
Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot uterus berkepanjangan yang
diikuti dengan perdarahan pervaginam dalan waktu lama dan jumlah yang banyak.
Perdarahan tersebut meningkatkan risiko tinggi kekurangan volume cairan dan
gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya nekrosis dan perlengketan sehingga
timbul rasa nyeri (Sparic, 2016).
Apabila dilakukan miomektomi, akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit
dan robekkan pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya
integritas jaringan kulit mempengaruhi proses epitelialisasi dan pembatasan aktivitas,
maka terjadi perubahan pola aktivitas. Kerusakan jaringan juga mengakibatkan
terpaparnya agen infeksius yang mempengaruhi risiko tinggi infeksi berkelanjutan
(Pasinggi, 2015).

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis hanya terjadi pada 35% - 50% penderita Mioma Uteri. Hampir
sebagian besar penderita mioma terutama wanita dengan obesitas tidak mengetahui
bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya. Keluhan penderita sangat tergantung pula
dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Gejala klinis yang umumnya dikeluhkan
penderita mioma antara lain:
a. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)

Perdarahan merupakan manifestasi klinis utama yang terjadi pada 30% penderita
mioma. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi Anemia Defisiensi Besi dan
bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar, maka sulit untuk dikoreksi
dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada Mioma Submukosa seringkali
disebabkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan
pembuluh darah utamanya vena diatas area tumor atau ulserasi endometrium di atas
tumor. Tumor yang bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis
endometrium akibat tarikan dan infeksi (Adriaanz, 2014).

b. Nyeri

Pada umumnya Mioma Uteri bersifat asimptomatik dan tidak menyebabkan


nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri
lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi,
torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan
Mioma Subrerosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi apabila torsi
berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi kaneus yang mengakibatkan
iritasi selaput peritoneum. Mioma yang besar dapat pula menekan rektum sehingga
timbul sensasi untuk mengedan terus menerus. Bentuk nyeri lain yang umumnya
timbul yaitu nyeri pinggang terjadi akibat penekanan mioma terhadap persarafan
yang berjalan diatas permukaan pelvis (Adriaanz, 2014).

c. Penekanan Organ Sekitar

Mioma Intramular dapat menekan organ sekitar. Parasitik Mioma dapat


menyebabkan obstruksi saluran cerna akibat perlekatannya dengan omentum yang
menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran mioma berkembang menjadi lebih besar,
dapat terjadi penekanan ureter, vesica urinaria dan rektum. Efek penekanan organ
sekitar ini dapat diketahui melalui pemeriksaan IVP, Rontgen ataupun MRI
(Adriaanz, 2014).

d. Disfungsi Reproduksi

Infertilitas terjadi pada 27% - 40% penderita Mioma Uteri pada usia reproduktif.
Apabila penderita mioma uteri hamil, pengaruh hormonal kehamilan dapat
menyebabkan peningkatan besar tumor yang mungkin dapat memberikan efek
penekanan langsung pada kavum uteri. Penekanan kavum uteri dapat meningkatkan
risiko terjadinya abortus spontan, hambatan dalam proses persalinan, inersia atau
atonia uteri dan gangguan involusi uteri pasca persalinan (Adriaanz, 2014).

G. DIAGNOSIS

Diagnosis Mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis mendalam mengenai


keluhan atau gangguan siklus haid, pemeriksaan fisik dan diperkuat oleh hasil
pemeriksaan penunjang rutin untuk konfirmasi diagnosis.

a. Anamnesis
Pada kasus Mioma Uteri Asimptomatik umumnya tidak didapati hasil anamnesis
yang spesifik mengarahkan pada kemungkinan pasien menderita Mioma Uteri.
Pada 35% - 50% kasus yang bergejala, penderita umumnya mengeluhkan lama haid
memanjang atau perdarahan pervaginam di luar siklus haid. Perdarahan ini
biasanya lebih berat pada kasus Mioma Submukosa. Gejala lain yang dikeluhkan
yakni dysmenorrhea atau nyeri perut bagian bawah yang terkadang disertai nyeri
pinggang bawah akibat efek tekanan, kompresi atau hipoksia lokal miometrium;
sensasi perut terasa begah atau kenyang, gangguan miksi yaitu peningkatan
frekuensi berkemih, gangguan defekasi yakni konstipasi, ataupun dyspareunia
yaitu nyeri saat berhubungan seksual. Keluhan penting lain yang sering dilaporkan
pada penderita mioma usia reproduktif yaitu abortus spontan habitualis atau
infertilitas (Rafael, 2015).

b. Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Head To Toe: umumnya dijumpai kondisi anemia yang


ditandai dengan konjungtiva anemis atau pucat, tangan maupun kaki pucat.
 Pemeriksaan Abdomen: Pada inspeksi tampak distensi abdomen apabila
tumor berkembang dalam ukuran yang besar. Pada palpasi dapat teraba
massa didaerah pubis atau abdomen bagian bawah dengan konsistensi
kenyal, bulat, berbatas tegas, mungkin didapati tekstur berbenjol atau
bertangkai, mudah digerakan, tidak nyeri.
 Pemeriksaan Vaginal Touche : Umumnya didapatkan Perdarahan Uterus
Abnormal dan teraba massa berbentuk bulat, konsistensi cenderung keras
dan bersifat mobile.
 Pemeriksaan Bimanual: Pada pemeriksaan ini teraba massa yang menyatu
atau berhubungan dengan uterus, dan bersifat mobile atau ikut bergerak
pada pergerakan serviks.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang rutin untuk konfirmasi diagnosis adalah Ultrasonography


(USG). Modalitas USG yang digunakan dapat berupa USG Abdominal atau USG
Transvaginal. USG Transvaginal memiliki kelebihan lebih sensitif dalam
mendeteksi mioma namun tidak direkomendasikan pada kasus Mioma Submukosa
atau pada wanita yang belum menikah. Hasil USG Mioma Submukosa
menunjukkan gambaran massa hipoechoic yang menekan endometrial line, USG
Mioma Intramural menunjukkan gambaran massa hipoechoic intrauterine, dan USG
Mioma Subserosa menunjukkan gambaran massa hipoechoic yang menonjol ke luar
dinding uterus.
Pemeriksaan Laboraturium Darah Lengkap diperlukan untuk mencari
kemungkinan terjadinya infeksi dan anemia. Hasil pemeriksaan mungkin
didapatkan penurunan kadar hemoglobin dan angka eritrosit yang merujuk pada
diagnosis Anemia. Mungkin pula didapati neutrofil dan leukositosis bila terjadi
infeksi. Tes Kehamilan seperti Pregnancy Plano Test atau Pemeriksaan kadar Beta-
HCG diperlukan untuk mengetahui status kehamilan penderita dan evaluasi
pembesaran uterus yang simetris menyerupai kehamilan pada wanita usia
reproduktif (Lubis, 2020).
Apabila pada tatalaksana yang dipilih adalah Miomektomi, maka akan dilakukan
pemeriksaan lanjutan pada jaringan mioma yaitu Pemeriksaan Patologi Anatomi.
Secara khas Mioma Uteri merupakan massa berwarna putih abu - abu atau merah
muda pucat berbatas tegas dengan gambaran serabut otot tersusun melingkar
dengan jumlah tunggal atau tersering multipel berupa nodul kecil ataupun tumor
yang berukuran besar. Apabila dilakukan pemeriksaan histologis, mioma ditandai
oleh berkas serabut otot polos yang merupai penampilan miometrium normal. Pada
beberapa kondisi mungkin dijumpai fokus fibrosis, pengapuran dan degenerasi
perlunakan (Sattar, 2015). Berdasarkan histopatologinya, Mioma Uteri dapat
diklasifikasikan menjadi:

 Cellular Leiomyoma yang lebih dominan bagian selulernya, tidak ada


nukleus atipikal dan indeks mitosisnya rendah (≤ 4 per 10 high power
field/HPF)
 Leiomyoma with Bizarre Nuclei (Atypical/Symplastic Leiomyoma) ditandai
dengan bizzare pleomorphic nuclei. Pada jenis tumor ini, aktivitas
mitosisnya juga rendah; adanya karioreksis bisa disalahartikan sebagai
mitosis atipikal.
 Mitotically Active Leiomyoma yang memilki gambaran mitosis tinggi (>10
mitosis per 10 HPF), tidak memiliki nukleus atipikal dan tidak terdapat
nekrosis. Mioma jenis ini sering terjadi akibat pengaruh hormonal; paling
sering ditemukan pada usia reproduktif.
 Dissecting (‘cotyledenoid’) Leiomyoma yang ditandai dengan adanya
perubahan hidrofilik pada gambaran sel tumor. - Diffuse Leiomyomatosis
adalah jenis yang paling jarang, merupakan tipe paling invasif yang sering
mengenai kavum peritoneum dan histopatologis mirip gambaran tumor
ganas.

Kondisi borderline yang jarang, namun masih mungkin ganas, adalah smooth
muscle tumours of uncertain malignant potential (STUMP) yang memiliki aktivitas
mitosis intermediate (5- 10 mitosis per 10 HPF), memilki gambaran miksoid, nekrosis,
serta terdapat nukleus atipikal dan sel epiteloid (Rafael, 2015).

H. TATALAKSANA

Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi


repoduksi, keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat
buruk, lakukan upaya perbaikan yang diperlukan termasuk nutrisi, suplementasi zat
essensial, ataupun transfusi. Pada keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala
abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat darurat untuk menyelamatkan penderita
(Adriaanz, 2014). Dalam penanganan kondisi penderita mioma uteri yang stabil,
tatalaksana yang direkomendasikan mencakup observasi, medikamentosa, atau
pembedahan.
a. Observasi

Observasi dilakukan jika pasien asimptomatik karena diharapkan saat menopause,


volume tumor akan mengecil.

b. Medikamentosa
Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan sebagai
prosedur pre-operatif (Lubis,2020).

 Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)

Mekanisme kerjanya adalah melalui down regulation reseptor GnRH,


sehingga terjadi penurunan produksi FSH dan LH yang akan menurunkan
produksi estrogen. Obat ini direkomendasikan pada Mioma Submukosa.
Durasi pemberian yang dianjurkan adalah selama 3-6 bulan; pemberian
jangka panjang >6 bulan harus dikombinasi dengan progesterone dengan
atau tanpa estrogen (Suparman,2020).

 Preparat Progesterone

Preparat Progesteron yang digunakan antara lain antagonis progesteron atau


selective progesterone receptor modulator (SPRM). Berdasarkan penelitian,
preparat ini dapat mengurangi ukuran tumor sampai dengan 40%.

 Aromatase Inhibitor
Aromatase inhibitor terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor kompetitif
yakni anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane.
Kerja keduanya hampir sama yakni menghambat proses aromatisasi yang
merupakan dasar patogenesis mioma. Kelebihan obat ini adalah tidak ada
efek tromboemboli yang dapat menjadi kausa mortalitas.

 Asam Traneksamat

Asam traneksamat berfungsi membantu mengatasi perdarahan. Durasi


pemberian adalah selama 3-4 hari dalam sebulan.

 NSAIDs (Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs) Golongan NSAIDs


digunakan untuk mengurangi nyeri dan perdarahan.

c. Pembedahan

Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan operasi


disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien (Lubis, 2020).
 Histerektomi

Direkomendasikan untuk pasien berusia di atas 40 tahun dan tidak berencana


memiliki anak lagi. Histerektomi dapat dilakukan dengan metode laparotomi,
mini laparotomi, dan laparoskopi. Histerektomi vagina lebih dipilih karena
komplikasi lebih rendah serta durasi hospitalisasi lebih singkat.

 Miomektomi
 Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan fertility
sparing. Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini laparotomi,
laparoskopi, dan histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini laparotomi adalah
tindakan yang paling sering dilakukan, sedangkan laparoskopi paling jarang
dilakukan karena lebih sulit. Histeroskopi direkomendasikan pada mioma
submukosa dengan ukuran tumor < 3 cm yang 50%-nya berada dalam
rongga rahim dan pada mioma multipel. Akan tetapi, komplikasi perdarahan
pada teknik ini lebih besar dibanding histerektomi.

d. Teknik Non-Invasif Radioterapi

Selain pembedahan, juga digunakan teknik non-invasif radioterapi, yakni embolisasi


dan miolisis.
 Embolisasi Arteri Uterina

Metode ini dilakukan dengan embolisasi melalui arteri femoral komunis


untuk menghambat aliran darah ke rahim. Efek yang diharapkan adalah
iskemia dan nekrosis yang secara perlahan membuat sel mengecil. Teknik ini
direkomendasikan pada pasien yang menginginkan anak dan menolak
transfusi, memiliki penyakit komorbid, atau terdapat kontraindikasi operasi.
Di sisi lain, teknik ini dikontraindikasikan pada kehamilan, jika terdapat
infeksi arteri atau adneksa dan alergi terhadap bahan kontras.

 Miolisis/Ablasi Tumor

Teknik ini bekerja langsung menghancurkan sel tumor dengan media


radiofrekuensi, laser, atau Magnetic Resonance Guided Focused Ultrasound
Surgery (MRgFUS). Metode terakhir menggunakan gelombang ultasonik
intensitas tinggi yang diarahkan langsung ke sel tumor. Gelombang ini akan
menembus jaringan lunak dan menyebabkan denaturasi protein, iskemia, dan
nekrosis koagulatif. Teknik ini tidak direkomendasikan pada mioma uteri
saat kehamilan.
I. KOMPLIKASI

Mioma Uteri dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang sering


muncul diantaranya adalah Degenerasi atau Torsio Mioma Uteri, Infertilitas dan
Gangguan Obstetri. Sedangkan pada kasus yang jarang dapat terjadi Prolaps Uteri dan
Gangguan Hormonal. Degenerasi atau Torsio Mioma Uteri dapat menimbulkan nyeri
akut yang hebat maupun tanda - tanda peritonitis yang membutuhkan penanganan
dengan segera. Infertilitas yang terjadi karena adanya miom mempersulit terjadinya
konsepsi dan meningkatkan resiko abortus pada kehamilan trimester pertama. Pada
trimester kedua dan akhir, keberadaan mioma dapat menyebabkan abruptio plasenta,
gangguan pertumbuhan janin, malpresentasi, serta persalinan preterm. Pada kasus
jarang, Mioma Uteri Submukosa dapat memicu Prolaps Uteri. Selain itu, adanya Mioma
Uteri dapat menyebabkan gangguan hormonal akibat produksi otonom eritropoietin
menyebabkan polisitemia dan produksi otonom protein parathyroid-hormone related
yang menyebabkan hiperkalsemia (Rafael, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Adriaanz, G. 2014. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dala : Anwar M, Baziad A, Prabowo P,
eds. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: hal. 274-278.

Alkilani YG., Irasema AR. 2020. Cervical Polyps. Treasure Island: StatPearls Publishing
LCC: hal 1-10.

Andrea T, Antonio M. 2015. Uterine myoma, myomectomy and minimally invasive


treatments. New York: Springer. pp. 357-359.

Lubis, PN. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-Journal, 47(3): hal 196-
200.

Pasinggi S, Wagey F, Rarung M. 2015. Prevalensi Mioma Uteri Berdasarkan Umur di RSUP
Prof Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-Clinic, 3(1): hal 71-76.

Rafael FV, Geraldine EE. 2015. Pathophysiology of uterine myomas and its clinical
implications. New York: Springer. pp 285-288.

Rudiyanti N, Riyanti I. 2017. Hubungan Usia Menarche dan Paritas dengan Mioma Uteri.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 12(2): hal 233- 239.

Sattar, AH. 2015. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara. Dalam: Kumar V, Abbas AK,
Aster J, eds. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi kesembilan. Singapore: Elsevier:
hal 683-684.

Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. 2016. Epidemiology of Uterine Myomas: A


Review. Int J Fertil Steril, 9(4): hal 424-435.

Suparman E, Suparman E. 2016. Peran GnRH Agonis. Jurnal Biomedik, 8(1): hal 1-7.

Tanos V, Berry KE, Seikulla J, et al. 2017. The management of polyps in female
reproductive organs. Int J Surg, 43, 7-16.

Tumaji, Rukmini, Oktarina, Izza N. 2020. Pengaruh Riwayat Kesehatan Reproduksi


Terhadap Kejadian Mioma Uteri pada Perempuan di

Perkotaan Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 23(2): hal 89-98.

Anda mungkin juga menyukai