Materi Ke 10 Hukum Waris
Materi Ke 10 Hukum Waris
1. QS.IV (An-Nisaa) ayat 7 mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah ahli waris
2. QS.IV : 11- bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan (2:1),
- jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka 2/3 dari harta
yang ditinggalkan,
- jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh ½ harta peninggalan,
- untuk dua orang ibu dan bapak Bagian masing-masingnya 1/6 dari harta yang
ditinggalkan jika orang yang meninggal itu mempunyai anak
- jika orang yang meninggal itu tidak mempunayi anak dan mewarisi oleh ibu-bapaknya
saja maka ibu mendapat 1/3 jika yang meninggalitu mempunyai beberapa saudara
maka ibunya mendapat 1/6 (pembagian diatas sudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau sudah dibayar hutang-hutangnya.
3. QS. IV : 12 – bagi suami-suami ½ dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrinya jika mereka tidak me -
Mpunyai anak.
- Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu medapat ¼ dari harta yang
ditinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau sudah di bayar
hutangnya.
- para istri memperoleh ¼ harta yang yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak,
- jika kamu mempunyai anak maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu
tinggalkan sesudahnya dipenuhi wasiat yang kamu buat atau /dan sesudah dibayar
hutangnya.
4. QS. IV :176 – jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara pe-
Rempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu ½ dari harta yang ditinggalkannya
dan saudaranya yang lak-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika tidak
mempunyai anak.
- Jika suadara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal.
- Jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) saudara-saudara laki dan perempuan, maka
bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Ayat
ini berkaitan dengan masalah pusaka atau harta peninggalan kalalah, yaitu seorang
yang meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah juga anak.
Wujud warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam yaitu sejumlah harta benda serta segala
hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih artinya harta peninggalan yang diwarisi oleh para
ahli waris adalah sejumlah harta benda seta segala hak, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-
hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris.
Wujud harta peninggalan menurut BW adalah selruh hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan
hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Jadi harta peninggalan yang akan diwarisi oleh
para ahli waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa aktiva atau keuntungan, melainkan
juga termasuk hutang-hutang si pewaris yang merupakan pasiva dari harta kerkayaan yang ditinggalkan
sehingga kewajiban pembayaran hutang pada hakikatnya beralih juga kepad ahli waris.
System HUkum Warsi Islam
1. Anak-anak si pewaris bersama-sama dengan orang tua si pewaris serentak sebagai hali waris.
2. Jika meninggal dunia tanpa keturunan maka ada kemungkinan suadara-saudara pewaris
bertindak bersama-sama sebagai ahli waris dengan orang tuanya setidak-tidaknya dengan
ibunya.
3. Suami isteri saling mewaris, artinya pihak yang hidup paling lama menjadi ahli waris dari pihak
lainnya.
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki, maupun perempuan yang meninggalkan
sejumlah harta benda maupun hak-hak yang diperoleh selama hidupnya, baik dengan wasiat
maupun tanpa surat wasiat.
1. Karena hubungan darah yang diatur dalam QS An-nisaa : 7,11,12,33 dan 176)
2. Hubungan semenda atau pernikahan
3. Hubungan persaudaraan karena agama yang ditentukan oleh Al-Qur’an bagiannya tidak lebih
dari 1/3 harta pewaris ( QS Al-Ahzab:6)
4. Hubungan kerabat karena sesama hijrah pada permulaan pengembangan islam, meskipun tidak
ada hubungan darah (QS Al-anfaal:75)
1. Ahli waris yang sudah ditentukan dalam Al-Qur’an disebut Dzul faraa’idh
2. Ahli waris yang ditarik dari garis ayah disebut ashabah
3. Ahli wais dari pihak ibu disebut dzul arhaam
Yaitu ahli waris yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an ( Surat An-nisaa ayat 11,12 dan ayat 176)
a. Suami
b. Anak perempuan syarat anak tunggal
c. Cucu perempuan dari laki-laki syarat sendirian
d. Ukhtun syaqiq syarat tidak ada saudara (sendirian)
e. Saudara perempuan seayah (ukhtun liah) syarat sendirian)
Bagian ¼ :
bagian 2/3 :
Bagian 1/3 :
a. Ibu – syarat tidak ada anak/cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki, tidak ada 2 saudara atau
lebih baik saudara kandung maupun saudara seayah atau seibu.
b. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu 2 orang atau lebih, syarat tidak ada anak laki-
laki/perempuan, tidak ada ayah/kakek, jumlah saudara 2 orang /lebih
Bagian 1/6 :
3. Ashabah ma’al ghairi : saudara perempuan kandung/seayah – jika bersama anak perempuan
dan pewaris tidak ada anak laki-laki
Yang dianggap mempunyai hubungan darah dengan pewaris berdasarkan Pasal 174 KHI (Kompilasi
Hukum Islam) terdiri dari :
1. golongan laki-laki : ayah, , anak laki-laki, saudara laki-laki kakek dan paman (Pasal 177 KHI jo
surat edaran mahkamah agung no 2 tahun 1994, Pasal 181 KHI).
2. Golongan perempuan : ibu, anak perempuan, dan saudara perempuan dari nenek. (Pasal 176
KHI, 178 KHI, 182 KHI)
Memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris :duda, Janda (Pasal 190 KHI, 179, 180 KHI)
Tidak terhalang sebagai ahli waris karena alasan hukum (pasal 173 KHI) menetapkan bahwa seseorang
tehalang menjadi ahli waris apabila berdasarkan putusan hakim dengan kekuatan hukum yang tetap dia
dinyatakan :
Ahli waris pengganti berdasarkan KHI (pasal 185 ayat (1) (2) KUHI)
1 orang anak laki-laki : Ibrahim dan istrinya Aminah, serta 1 orang cucu: Hilmy
Ibrahim sudah meninggal dunia terlebih dahulu daripada Ahmad, oleh karena itu, bagian Ibrahim akan
jatuh ke Hilmy tidak kepada menantu Ahmad yaitu Aminah.
Dalam kasus Ahmad yang memiliki 3 orang anak : 2 orang anak perempuan (Hasnah dan Hilda) serta 1
laki-laki : Ibrahim, perbandingan pembagiannya : Hasnah : Hilda : Ibtrahim yaitu 1 : 1 : 2
Contoh : Dzulqarabat (Ashabah) : yaitu para ahli waris yang mendapat bagian yang tidak tertentu,
mereka memperoleh warisan sisa setelah bagian para ahli wais dzulfaraidh tersebut dikeluarkan.
Ahli waris Amir adalah ayah dan ibu Amir, serta istri dan 3 orang anak Amir, yaitu Ahmad, Anita, dan
Annisa sehingga pembagiannya sebagai berikut :
Ayah, ibu serta istri Amir merupakan ahli waris dzulfaraidh, yang bagiannya sudah ditentukan. Oleh
karena Amir memiliki anak, bagian ayah dan ibu Amir adalah 1/6 seta istri Amir juga mendapat 1/6
bagian.
Sisanya diberikan kepada anak-anak Amir sebagai ahli waris dzulqarabat(ashabah) dengan system
pembagian : anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan dengan perbadingan yaitu 2 : 1
Bagian dari harta bersama Amir dan istrinya dikeluarkan lebih dahulu, yaitu sebanyak ½ bagian,
sedangkan ½ bagian lagi (dianggap 1 bagian) dibagikan :
Ayah dan ibu masing-masing mendapat 1/6 atau 4/24 bagian atau 16/96 bagian
Istri mendapat 1/8 bagian atau 3/24 atau 12/96 bagian.
Sisanya yaitu 24/24 – ( 4/24 + 4/24 + 3/24) = 24/24 - 11/24 = 13/24 dibagikan kepada Ahmad, Anita,
annisa dengan perbadingan = 2 : 1 : 1
Bagian ayah + ibu + istri + Ahmad + Anita + Annisa = 16/96 + 16/96 + 12/96 + 26/96 + 13/96 + 13/96 =
96/96 = 1
Catatan penting :
Ketentuan mengenai siapa saja sebagai ahli waris dzulfaraidh atau dzulqarabat ternyata bisa berubah,
tergantung saat itu mereka mewarisi bersama siapa. Contohnya anak perempuan yang mewarisi
bersama anak laki-laki merupakan para ahli waris dzulqarabat atau ashabah. Namun pada saat pewaris
tidak punya anak laki-laki dan hanya punya anak perempuan, maka anak perempuan pewaris ini bukan
lagi sebagai ahli waris ashabah (dzulqarabat), melainkan ahli waris dzulfaraidh.
Kita lihat contoh yang di atas misalnya pak Amir tidak punyai anak laki-laki (Ahmad) jadi anita dan annisa
bukan lagi ahli waris ashabah, melainkan ahli waris dzulfaraidh yang bagiannnya sudah ditentukan, yaitu
sebesar 2/3 bagian. Oleh karena tidak ada ahli waris ashabah, semua merupakan ahli waris dzulfaraidh
sehingga bagian masing-masing adalah
Ayah + ibu + istri + Anita + Annisa = 4/24 + 4/24 + 3/24 + 8/24 + 8/24 = 27/24
Hasilnya ternyata menunjukan jumlah total bagian ahli waris dzilfaraidh lebih besar daripada
semestinya. Kondisi ini sudah diantisipasi dalam ketentuan waris islam. Dalam Pasal 192 HKI ditegaskan
bahwa dalam hal terjadi suatu kondisi bilangan pembilang (dalam contoh 27) lebih besar daripada
bilangan penyebut (dalam contoh 24), maka bilangan penyebut dinaikkan sesuai dengan bilangan
pembilang. Kemudian warisan barulah dibagikan secara aul. Jadi bilangan 24 tadi dinaikkan menjadi 27,
setelah itu dibagi secara proporsional sesuai dengan bagian masing-masing. Sebaliknya jika ada
kelebihan (surplus/sisa), sisa tersebut dibagikan lagi kepada ahli waris secara proporsional. Hal ini bisa
terjadi karena semua ahli waris merupakan ahl waris dzulfaraidh dan tidak ada ahli waris ashabah.