PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8
minggu.
Wanita mengalami banyak perubahan emosi selama masa nifas sekaligus
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali bagi bidan untuk
mengetahui penyesuaian psikologis yang normal yang dilakukan ibu sehingga
bidan dapat menilai perlu tidaknya ibu terhadap asuhan khusus selama periode
tersebut.
Keadaaan psikologis pada masa nifas meliputi insting keibuan, yang
merupakan perasaan dan dorongan yang dibawa sejak manusia dilahirkan,
yang ada dalam seorang wanita untuk menjadi seorang ibu yang selalu
member kasih saying kepada anaknya. Sikap ini berbeda dengan sikap pria
dewasa. Walaupun mereka menyukai anak-anak/bayi, tetapi pendekatanya
berbeda dengan wanita. Reaksi ibu di setelah melahirkan di tentukan oleh
temperamennya. Bila ibu temperamennya gembira, ibu biasanya menjadi ibu
yang yang lebih sukses, sedangkan ibu yang selalu murung kemungkinan
mengalami kesulitan dalam tugasnya sebagai seorang ibu. Selain itu,
kemungkinan ibu dapat mengatasinya sendiri atau memerlukan bantuan. Oleh
karena itu, tugas bidan untuk memberi bantuan yang merupakan bimbingan
agar ibu dapat mengatasi masalahnya.
Kebutuhan psikologis ibu nifas yaitu kebutuhan bagi tiap-tiap individu
bahwa manusia butuh diakui, dihargai, dan diperhatikan oleh manusia lain.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan psikologis, bidan dan keluarga
harus bersikap dan bertindak bijaksana serta menunjukan rasa simpati dan
menghormati. Dukungan sosial juga diperlukan oleh ibu nifas, dimana
kebutuhan sosial ibu di penuhi dengan memfasilitasi pasangan atau keluarga
1
mendampingi ibu bila murung, menunjukan rasa sayang pada bayi, memberi
bantuan dan pelajaran yang dibutuhkan untuk mengembalikan kesehatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses adaptasi psikologi ibu masa nifas?
2. Bagaimana keadaan abnormal psikologi pada ibu nifas?
3. Bagaimana evidence based terkait psikologi ibu masa nifas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami proses adaptasi psikologi ibu masa
nifas.
2. Untuk mengetahui dan memahami keadaan abnormal psikologi pada ibu
nifas.
3. Untuk mengetahui dan memahami evidence based terkait psikologi ibu
masa nifas.
D. Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai proses adaptasi psikologi ibu
masa nifas.
2. Dapat menambah pengetahuan mengenai keadaan abnormal psikologi
pada ibu nifas.
3. Dapat menambah pengetahuan mengenai evidence based terkait psikologi
ibu masa nifas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yang cukup merupakan dukungan yang tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran
suami dan keluarga sangat diperlukan pada fase ini. Petugas kesehatan
dapat menganjurkan kepada suami dan keluarga untuk memberikan
dukungan moril dan menyediakan waktu untuk mendengarkan semua
yang disampaikan oleh ibu agar dia dapat melewati fase ini dengan baik.
Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah:
a. Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya missal, jenis kelamin tertentu , warna kulit, dsb.
b. Ketidaknymanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu
missal rasa mules akibat dari kontrkasi rahim, payudara bengkak,
akibat luka jahitan, dan sebagainya.
c. Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
d. Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat
bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan
merasa tidak nyaman karena sebenarnya hal tersebut bukan hanya
tanggung jawab ibu saja tetapi tanggung jawab bersama.
2. Fase Taking Hold (periode peralihan dari ketergantungan ke mandiri).
Ibu berada pasa fase mencari kasih sayang untuk dirinya sendiri, selain
mulai mengalihkan perhatian dan kasih sayang kepada bayinya. Fase ini
berlansung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya merawat
bayi. Selain itu persaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung
jika komunikasinya memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam
merawat diri banyinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
Tugas kita sebagai tenaga kesehatan adalah missal dengan mengajarkan
cara merawat bayi,cara menyusui yang benar, cara merawat luka jahitan,
mengajarkan senak nifas, memberikan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri, dan lain-lain.
3. Fase Letting Go (periode kemandirian dalam peran baru). Ibu menerima
peran barunya secara penuh dengan meningkatkan keterampilan dalam
4
merawat bayi. Fase ini merupakan fase tanggung jawab akan peran
barunya berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginanan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
Dukungan dari suami dan keluarga masih sangat diperlukan ibu. Suami
dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan rumah
tangga sehingga ibu tidak terlalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang
cukup sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk merawat
bayinya.
B. Keadaan Abnormal Psikologi Pada Ibu Nifas
1. Kesedihan dan Kesakitan
Kesedihan postpartum merupakan suatu gejala depresi ringan yang
dialami oleh ibu setelah melahirkan gejala ini biasa terjadi pada minggu
pertama postpartum atau kapan saja pada taun pertama postpartum dan
akan hilang dalam beberapa hari keadaan ini sering dialami oleh ibu yang
melahirkan anak kedua atau anak ketiga faktor yang memengaruhi
timbulnya ketersediaan, timbulnya kesedihan ini antara lain adanya
perubahan hormone secara mendadak pascasalin, kelelahan pada masa
masa kehamilan dan proses persalinan, merasa tidak yakin untuk menjadi
seorang ibu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan rumah, rendahnya rasa percaya diri kerepotan dengan tanggung
jawab baru dengan seorang ibu dan merasa tidak dapat menikmati
kebahagiaan/kegembiraan.
Respon psikilogi yang terjadi karena kehilangan disebut dengan
dukacita atau berduka. Proses berduka beragam dipengaruhi oleh persepsi
terhadap apa yang hilang, respon individu terhadap apa yang hilang dan
tingkatan purgensi tentang apa yang hilang. Berduka merupakan proses
yang normal hal ini harus di antisipasi agar tidak berlanjut pada tahap
yang apnormal seperti depresi.
Bebegapa gejala deprrsi berat sebagai berikut.
a. Perubahan pada mood.
5
b. Gangguan pada pola tidur dan pola makan.
c. Perubahan mental dan libido.
d. Dapat pula muncul phobia, serta ketakutan akan manyakiti dirinya
sendiri dan bayinya.
6
dan keadaan umum melemah. Perubahan secara psikologi yaitu
melakukan respon penyangkalan tidak percaya, putus asa, marah,
merasa bersalah, merasah sendiri da kesepian mencoba untuk
mengasingkan diri, kurang melakukan inisiatif, merasa berkhanat
atau merasa di khianati , merasa terabaykan atau mencoba
mengabaykan, membenci, tidak dpat tidur dengan tenang, merasa
memiliki musuh, dimusuhi atau memusuhi, konsentrasi berkurang
dan frustasi.
2. Tahap kedua adalah tahap penderitaan yaitu proses upaya untuk
menyesuaikan diri atas kenyataan yang terjadi dan berusaha untuk
mencoba menerima kenyataan tersebut. Pada tahap ini, akan timbul
banyak pertanyaan dalam penyesalan dalam pikiran individu atau
peristiwa kehilangan yang terjadi dan menangis merupakan respon
pelepasan emosi atau penyesalannya. Suasana emosi akan naik turun
dan ketika individu berupaya untuk menerimanya kehilngan maka
proses berduka akan berangsur-angsur kekhawatiran akan masa
depan.
3. Tahap ketiga adalah tahap revolusi tau tahap keputusan/kebulatan
tekat yaitu individu telah mampu menerima kehilngan dan
menyesuaikan diri atas perubahan yang terjadi.individu telah mampu
melakukkan peran dan tanggung jawabnya kembali serta mampu
menjalin hubungan yang baik dan bermakana
Asuhan dalam kedukaan atau kehilngan suatu kegiatan atau upaya atau
tindakan yang dilakkan oleh seorang bidan dalam mengatasi
kekeduakaan atau kehilngan pada ibu postpartum asuhan kebudanan pada
kedukaan atau kehilngan (varney,2004) dan (doenges 2001) disusun
dengan menggunkan metode pendokumentasian subjektif, objektif,
analisis, dan penatalaksanaan (SOAP) yang di uraikan sebagai berikut.
7
1. Data subjektif
a. Ibu tidak percaya atas peristiwa yang terjadi pada dirinya dan
mencoba untuk mengingkari kenyataan tersebut
b. Ibu meras sedih
c. Sering menangis tanpa mengetahui penyebabnya
d. Ibu merasa putus asa
e. Ibu merasa kesepian meskipun banyak orang disekitarnya
f. Konsentrasi menurun
g. Kurang berminat berinteraksi dengan orang lain, kadang
menyendiri
h. Pola makan, tidur dan aktivitas fisik terganggu
i. Mudah tersinggung
j. Marah secara berlebihan dan susah mengepresikan perasaan
sendiri
2. Data objektif
a. Keadaan umum melemah
b. Keadaan emosi labil
c. Berat badan menurun, ibu Nampak kurus dan wajah kelihatan
kusam/tua
d. Nafas pendek dan sering menghela nafas panjang
e. Rambut rontok
f. Tenggorok terasa penuh
g. Nyeri pada daerah dada
h. Ektremitas atas dan maba lemah dan kadang gemetar
3. Analisis
a. Diagnosis actual : ibu postpartum dengan gangguan adaptasi
psikologi masa nifas
b. masalah actual : berduka atau kehilangan
c. diagnosis potensial : depresi postpartum
d. Masalah potensial : krisis situasai
4. Penatalaksanaan
8
a. Mengidentifikasi ekspresi dari tahap berduka dan menentukan
makna kehilangan terhadap pasangan (ibu postpartum dan
suaminya).
b. Menciptakan solusi yang nyaman dan penuh privasi bagi ibu
untuk dapat mengungkapkan perasaannya. Tingkatan situasi
rileks pada ibu dan pasangannya.
c. Memberikan keyakinan pada ibu postpartum bahwa ia
mempunyai kemampuan untuk menghadapi masalah kehilngan
tersebut. Proses beruduka dilalui dengan tahapan yang cukup
lambat tetapi tetap di anggap normal.
d. Memberikan informasi secara lengkap sesuai kebutuhan ibu
postpartum dengan mempertimbangkan psikologinya. Bidan
sebaliknya menjadi pendengar yang baik, teman bagi ibu, tidak
menggurui pada saat member informasi
e. Memerhatikan pola komunikasi anatara antar anggota keluarga
dan ancurkan untuk mengepresikan komunikasi dengan bijak
pada ibu postpartum (tetap diam atau mengomentari dengan
tepat)
f. Menganjurkan keluarga untuk memberikan dukungan,
pendapingan dan kasih sayang secara terus menerus kepada ibu
postpartum, suami atau keluarga dapat membantu meringankan
pekerjaan rutin ibu dirmah sehingga ibu memliki waktu istirahat.
g. Memberikan peralatn fisik kepada ibu postpartum sesui
kebutuhannya seperti membanatu ibu saat memberiskan diri atau
menyediakan makanan yang sehat
h. Mengancurkan ibu untuk melakukan olahraga ringan seperti
latihan pernfasan, latihan relaksasi, yoga, dan sebagainya yang
dapat mengurangi ketegagan pada ibu postpartum
i. Melakukan pendampingan atau kunjungan tambahan untuk
mengidentifikasi adanya komplikasi yang berlanjut dari
9
kesedihan atau duka cita. Bidan dapat menggunakan telepon
sebagai model pendampingan jarak jauh
j. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya
(dokter,psikolog ,gizi,psikiater, atau dokter anak) untuk beberpa
terapi yang membutuhkn penanganan.
k. Melakukan rujukan pada petugas atau fasilitas yang berwenang
apabila terjadi komplikasi (depresi) pada ibu postpartum.
Kondisi biasanya sembuh secara spontan dalam satu atau dua hari,
meskipun wanita yang mengalami depresi pascanatal telah terbukti
mengalami lebih banyak kejadian baby blues. Berikan dukungan emosi
dan yakinkan bahwa kejadian ini adalah kejadian sementara yang akan
teratasi.
Baby blues atau postpartum blues atau maternity blueas (kemurungan
masa nifas) adalah kondisi depresi ringan yang namun terjadi dan di
anggap hal yang normal terjadi pada ibu-ibu postpartum. Baby blues ini
akan pulih kembali setelah dua minggu postpartum.
Baby blues atau postpartum blues adalah gejala depresi yang
biasanya dialami oleh ibu setelah melahirkan antara hari ketujuh hingga
keempat belas, yang akan terjadi untuk sementara dan tanpa pengobatan,
10
kondisi ini akan hilang dengan sendirinya. Dua pertiga dari ibu yang
telah melahirkan bayinya akan mengalami beberapa gejala depresi seperti
adanya ketidak stabilan emosi, mudah tersinggung, mudah marah, sedih
tanpa di ketahui sedihnya dan mudah menangis hasil penelitian
menunjukan bahwa menyebab baby blues antara lain adanya perubahan
hormonal pasca persalinan yang terjadi secara mendadak, kondisi
psikologi ibu yang belum siap menghadapi kelahiran bayinya atau
ketidak siapan menanggug peran sebagai ibu.
Meskipun tanpa pengobatan khusus, baby blues akan pulih secara
spontan, tetapi gejala tersebut menetap, bahkan menjadi lebih buruk
maka perlu di waspadai dan diawasi secara ketat karena ibu nifas dengan
baby blues tersebut dapat mengalami depresi yang lebih parah atau
psikosis postpartum. Hasil penelitian bahwa 5% ibu postpartum dengan
baby blues berlanjut menjadi depresi pasca pesalinan atau depresi
postpartum.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah baby blues
adalah pendampingan dan pemberian dukungan pada ibu nifas oleh
suami, keluarga, tenaga kesehatan dankelompok pendukung lainnya.
Mendampingi dan memberikan dukungan secara terus menerus kepada
ibu nifas seperti meningkatkan rasa percay diri atas kemampuannya
dalam merawat bayinya, memberikan waktu ibu untuk istirahat dan
meringankan pekerjaan rumahnya merupakan wujud kepedulian pada ibu
nifas dalam menghadapi perubahan psikologi selama masa nifas.
Depresi postpartum adalah gangguan depresi serius yang dapat terjadi
setelah ibu melahirkan bayinya. Penyebab pasti belum di ketahui, tetapi
depresi ini merupakan kelanjutan dari depresi yang terjadi pada awal
kehamilan, akhir kehamilan dan atau baby blues yang tidak tertangani
dengan baik. Pada beberapa kasus, ibu nifas yang mengalami depresi
cenderung mmemiliki pikiran yang lebih ekstrim untuk membahayakan
dirinya sendiri atau bayinya.
11
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya depresi postpartum
antara lain kecemasan pada masa prenatal, depresi prenatal, harga diri,
stress terhadap tress terhadap kehiduna, kurangnya dukungan social,
hubbungan suami istri yang kurang harmonis, riwayat depresi
sebelumnya, bingung dengan temperamen bayi, status perkawinan, status
social ekonomi, blues persalinan,dan kehamilan yang tidak di inginkan
atau tidak direncakan.
Tanda gejaa depresi postpartum antara lain timbulnya rasa sedih
adanya peubahahn pola makan, ibu merasa selaluh lelah, menurunnya
penurunan libido merasa cemas, mudah tersinggung, merasa kesepian,
emosi yang labil, menangis secara terus menerus, tanpa penyebab pasti
dan memiliki pikiran yang ekstrim untuk membahayakan dirinya sendiri
dan atau anaknya.
Penanganan depresi postpartum dapat dilakukan dengan dua cara
yaiutu secara farmakologi dan non farmakolosgi penekitian membuktikan
bahwa penanganan depresi postpartum secara farmakologi lebih efektif
mentasi depresi postpartum, tetapi pengobatan secara farmakologi (obat
anti depresan ) kuang di minati oleh ibu nifas karena khawatir berdapak
pada produksi dan pengeluaran ASI penanganan depresi postpartum
secara non farmakologi antara lain dukungan suami, keluarga, tetangga
dan kelompok pendukung lainnya yang kontinyu dan komprehensif,
istirahat yang cukup, olahraga dan konsumsi makanan yang sehat.
3. Depresi Pascanatal
Depresi pascanatal adalah berarti depresi dengan awitan selama
tahun pertama setelah melahirkan. Depresi pascanatal merupakan
gangguan depresi non-psikotik dengan beragam keparahan dan pada
dasarnya tidak berbeda dengan depresi yang terjadi pada kondisi lain
dalam kehidupan wanita. Insidens bervariasi sesuai dengan laporan yang
berbeda, tetapi diduga bahwa sekitar 10-15% wanita menderita depresi
pascanatal setelah melahirkan. Akan tetapi, ini mungkin hanya merupakan
12
permukaan gunung es, karena banyak insidens yang tidak dilaporkan dan
tidak di terapi.
Gejala:
a. Ansietas
b. Serangan panic
c. Ketegangan dan iritabilitas
d. Merasa putus asa dan kosong
e. Kelelahan
f. Kurang konsentrasi
g. Menolak pasangan atau bayi
h. Pikiran yang tidak tepat atau obsesional
i. Kehilangan libido
j. Gejala fisik
k. Merasa lebih baik dipagi hari
l. Merasa bersalah dan ansietas tentang bayi
m. Sibuk memikirkan kesehatan bayi
13
5) Pengalaman sebelumnya dengan bayi
6) Peritiwa kehidupan yang penuh stress
7) Stress pernikahan
8) Hubungan seksual yang tidak adekuat dimasa pascanatal
9) Pengalaman ibu sendiri di masa kanak-kanaknya
10) Kondisi social
11) Personalitas/kepribadian
12) Keterkaitan dengan masa menjadi orang tua dan bukan dengan
kehamilan atau pengalaman melahirkan anak.
13) Efek depresi pascanatal pada keluarga
4. Psikosis Puerperium
Psikosis adalah suatu kondisi ganguan jiwa yang di tandai adanya
ketidak mampuan membedakan antara dan hayalan. Psikikosis postpartum
ialah suatu kondisi gangguan jiwa yang telah terjadi sebelum ibu
melahirkan bayinya. Standar dan gejalanya yaitu memiliki keyakinan
yang salah yang tidak sesuai dengan kenyataan, budaya dan norma yang
berlaku meskipun keyakinan tersebut telah di soroti dan diberikan bukti-
bukti cukup ibu psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya
dapat mencelakakan dirinya dan merasa bahwa anak tersebut bukanlah
anaknya sendiri melainkan anak dari utusan orang tua yang sudah
meninggal, sehingga ibu postpartum merasa yakin bahwa anak tersebut
harus dibunuh.
Ibu psikosis postpartum akan mengalami kepercayaan bahwa
bayinya adalah iblis atau tuhan. Ibu tersebut juga akan mengalami
halusinasi pendengaran, ia merasa mendengar ada bisikan yang
14
memerintahkan dirinya untuk membunuh bayinya. Psikosis postpartum
apabila tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan bahaya pada
bayinya maupun pada pada diri ibu itu sendiri.
Kondisi ini berada di ujung lain dari rentang baby blues dan
merupakan bentuk morbiditas psikiatrik yang paling berat. Kondisi ini
merupakan kondisi psikologis pascanatal yang lebih jarang terjadi tetapi
studi berbeda melaporkan berbagai tingkat insidens. Awitan kondisi ini
biasanya mendadak dan dramatis dan biasanya terjadi sangat dini, dalam
minggu pertama, sebagian besar mengalami kondisi ini sebelum hari
keenam belas setelah melahirkan.
Gejala:
a. Perubahan dalam kondisi alam perasaan
b. Perilaku irasional
c. Gelisa dan agitasi
d. Ketakutan
e. Kebingungan karena wanita kehilangan kontak dengan realita
f. Curiga
g. Insomnia
h. Episode mania membuat wanita menjadi hiperaktif
i. Mengabaikan kebutuhan dasar
j. Halusinansi dan pikiran wanita yang morbid
k. Depresi bermakna
15
sakit. Prognosis baik, tetapi terdapat resiko tinggi berulangnya kejadian
dalam kehamilan berikutnya.
16
sering mengikuti kelasibu hamil menunjukkan sangat siap sebesar
21,88% dibandingkan dengan kategori keikutsertaan yang lainnya. Hasil
penelitian ini didukung penelitian Ratna Sari Widyaningrum (2014) yang
menyatakan bahwa kurangnya persiapan untuk pengalaman postpartum
termasuk kegagalan mendiskusikan gejala fisik dan emosional yang
umum, yang artinya kurangnya persiapan dalam menghadapi persalinan
hingga nifas dapat menyebabkan berkurangnya kesiapan ibu dalam
menghadapi masa tersebut.
Secara naluriah wanita memiliki insting (naluri) keibuan. Naluri ini
sewajarnya tumbuh dan berkembang pada setiap ibu, baik dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari, sehingga dalam menghadapi reaksi anaknya
tidak akan menimbulkan kesenjangan yang berarti. Akan tetapi tidak
selamanya terjadi demikian, karena perkembangan nilai keibuan dapat
juga terganggu. Oleh karena itu pemberian pelajaran perawatan kebidanan
diperlukan komunikasi bagi para ibu yang membutuhkan.
Pelaksanaan kelas ibu hamil dapat berpengaruh terhadap kesiapan ibu
pada masa nifas, hal ini dapat dilihat dari pengetahuan dan
perubahan perilaku. Dalam kelas ibu hamil ibu mendapatkan banyak
materi mengenai kehamilan hingga nifas, dengan demikian apabila dalam
suatu pelaksanaan kelas ibu hamil ibu serta tenaga kesehatan mampu
berperan aktif dalam setiap kegiatan maka ibu menjadi tahu dan termpil,
sebab pengalaman merupakan hal yang sangat berperan dalam
pembentukan sikap dan pengetahuan dimana kesan kuat dapat
mempengaruhi sikap suatu individu.
Masa nifas merupakan masa paling kritis bagi ibu dan bayi. Bidan
menggunakan asuhan berupa pemantauan yang terus menerus mengenai
keadaan fisik, psikologis, spiritual, memberikan pendidikan dan
penyuluhan secara terus-menerus. Perubahan psikologis yang dialami ibu
mempunyai peran sangat penting pada masa ini, ibu menjadi lebih
sensitif. Peran bidan sangat penting dalam memberikan pengarahan pada
17
keluarga tentang kondisi ibu dan pendekatan psikologis yang dilakukan
bidan pada ibu agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Kelas ibu hamil merupakan sarana belajar bersama tenaga kesehatan
bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu melalui
pemberian penyuluhan dan pembelajaran tentang perawatan kehamilan,
persalinan, perawatan nifas, bayi baru lahir , mitos, penyakit menular dan
akta kelahiran.
Pengkajian faktor emosional, perilaku dan sosial memungkinkan
tenaga kesehatan mengidentifikasi kebutuhan ibu terhadap dukungan,
dan bimbingan antisipasi respon mereka terhadap pengalaman
kehamilan, persalinan, perawatan pascapartum dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan tanggungjawab menjadi orangtua. Dengan
demikian, bidan juga harus dapat mengkaji pengetahuan dan kemampuan
ibu yang terkait dengan perawatan diri, perawatan bayi baru lahir, dan
pemeliharaan kesehatan serta perasaan tentang diri dan gambaran dirinya.
Pelaksanaan kelas ibu hamil sangat penting bagi bidan atau tenaga
kesehatan guna membantu calon ibu untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi kehamilan, persalinan hingga masa nifas.
18
menghimbau untuk mem- berikankonseling dan dukungan yang lebih bagi
perempuan agar mampu menyusui.
Hal ini menunjukkan bahwa, wanita yang mendapatkan konseling
menyusui, mempunyai pengurangan risiko postpartumblues.Tetapi ada
peningkatan resiko postpartumblues lebih dari dua kali lipat pada wanita
yang ingin menyusui tapi tidak mampu menyusui.
Menyusui dapat membantu ibu untuk mengurangi stres, jadi
menyusui dapat mencegah masalah-masalah kese- hatan mental yang
berkembang. Pada proses menyusui akan menghasilkan hormon oksitosin
yang berperan dalam proses pengeluaran ASI. Hormon oksitosin itu
sendiri bisa menekan munculnya hormon kortisol yang juga bisa memicu
terjadinya stress yang bisa mengakibatkan gangguan mental pada ibu
pasca melahirkan.
Konseling menyusui bisa mencegah terja-dinya postpartum blues
karena konseling akan membantu para ibu untuk mempersiap-kan kondisi
psikologis sehingga bisa menikmati peran merawat bayi dan menjadi
seorang ibu.Selain itu, ada beberapa bukti bahwa konseling menyusui bisa
melindungi atau membantu dalam pemulihan yang lebih cepat dari gejala
postpartum blues.
Konseling yang diberikan dianta- ranya berupa persiapan menyusui.
Wanita perlu melakukan sejumlah penyesuaian yang di-perlukan seiring
dengan pencapaian peran melalui tahapan yang meliputi t erjadinya
kehamilan, proses kehamilan, persalin- an, dan pasca persalinan.
Ibu yang diberikan konseling lak- tasi cenderung tidak akan menga-
lami postpartum blues karena ibu sudah memiliki kesiapan secara
psikologis untuk menjadi seorang yang mempu- nyai peran baru sebagai
seorang ibu yang harus merawat dan menyusui anaknya. Pada ibu yang
diberikan konseling laktasi sebelumnya maka akan bisa mengatasi
kesulitan dalam hal menyusui sehingga ibu cenderung tidak akan
mengalami postpartum blues.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan emosional dan psikologis dan dimasa pascanatal setelah
melahirkan umumnya dialami oleh wanita. Bidan memiliki sebuah peran
penting dalam mendeteksi awal masalah psikologis dan memiliki tanggung
jawab sebagai bagian dari tim multi-profesional, untuk memastikan bahwa
wanita dirujuk secara tepat dan mendapatkan dukungan serta asuhan yang
tepat. Kondisi psikologis diperiode pascanatal mencakup rentang kondisi yang
beragam dari ringan sampai berat.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-
fase yaitu Talking In (periode tingkat laku ketergantungan), Taking Hold
(periode peralihan dari ketergantungan ke mandiri), dan Letting Go (periode
kemandirian dalam peran baru).
Keadaan abnormal psikologi pada ibu nifas diantaranya Post Partum Blues
(Baby Blues), Psikosis Puerperium, Depresi Pascanatal, Kesedihan dan
Kesakitan.
Evidence based terkait ibu masa nifas antara lain; 1) Ada hubungan
keikutsertaan kelas ibu hamil terhadap kesiapan perawatan bayi; 2) Menyusui
dapat membantu ibu untuk mengurangi stres, jadi menyusui dapat mencegah
masalah masalah kesehatan mental yang berkembang.
B. Saran
Sebaiknya kita lebih mendalami dan memahami tentang psikologi ibu
masa nifas, agar kita mempunyai bekal pengetahuan tersebut dan dapat
menerapkannya saat praktik di lahan sehingga kita dapat memberikan
20
pelayanan kebidanan yang berkualitas, optimal dan dapat mencegah terjadinya
komplikasi atau penyulit dalam kebidanan.
.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia. 2017. Kebidanan: Teori dan Asuhan. Vol.
2. Jakarta : EGC
Hardjito, Koekoeh. Dkk. 2018. Hubungan Keikutsertaan Kelas Ibu Hamil
Terhadap Kesiapan Perawatan Bayi Pada Fase Taking In Di Wilayah
Kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kediri. No. 1. Vol. 3. Global Health
Science
Medhfort, Janet. Dkk. 2014. Kebidanan Oxford Dari Bidan Untuk Bidan. Jakarta :
EGC
Muyassaroh, Yanik. 2017. Pengaruh Tujuh Kontak Konseling Laktasi Terhadap
Kejadian Postpartum Blues. No. 14 Vol. 6. Jurnal Kebidanan
Rini, Susilo dan Feti Kumala D. 2017. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence
Based Practice Ed. 1. Cet. 2. Yogyakarta : Deepublish
Roito, Juraida. Dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Deteksi Dini
Komplikasi. Jakarta : EGC
22