Makalah Kesehatan
Makalah Kesehatan
TB Paru
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan
asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada
semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan
pada orang lain, bakteri Microbacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke
bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau
TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB
yang dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia.
Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB
terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8
kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah
100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Laporan WHO
tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan
bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka
kejadian kasus kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk. Data ini menunjukkan bahwa kasus
Daya penularan dari seorang penderita TB ditentukan oleh banyaknya kuman yang
terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam udara serta yang
dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada diudara disekitar penderita TB. Untuk
Treatment Short-course) yang mana fokus utama dari program ini adalah penemuan dan
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang, etiologi, manifestasi klinis,
7) Mahasiswa mampu memahami komplikasi yang kemungkinan terjadi pada penderita TB
Paru
9) Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet TB Paru
11) Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan bagi penderita TB Paru dengan tepat
Dalam menyusun makalah ini, penyusun membagi atas beberapa bab dan tiap bab
dan tiap-tiap bagiannya menjadi beberapa bagian. Adapun isi dari tiap-tiap bagian tersebut
adalah:
1. Bagian formalitas, terdiri dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi
BI Pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
B II Kajian pustaka, meliputi: anatomi sistem pernapasan, definisi, etiologi, manifestasi klinis,
tindakan
BAB II
TINJAUAN TEORI
Anatomi saluran pernapasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu saluran pernapasan
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago) serta jaringan ikat.
Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi
sebagai penyaring (filter) terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa)
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel ini mengeluarkan lendir
sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk pada saluran pernapasan.
Di dalam lubang hidung terdapat reseptor yang dapat membuat kita dapat membau yang di
Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara, pelindung
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
3. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar
a. Nasofaring
Nasofaring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilis dan tonsil (adenoid),
seta merupakan muara tube eustachhius. Aadenoid atau faringeal tonsil berada di langit-langit
nasofaring.
b. Orofaring
Orofaring berfungsi untuk menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut. Pada
bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah).
c. Laringofaring
Merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esophagus dan pita suara
(vocal cord) yang berada dalam trachea. Laringofaring berfungsi pada saat menelan dan
respirasi. Laringofaring terletak dibagian depan pada laring, sedangkan trachea terdapat di
belakang.
4. Laring
Laring sering disebut dengan “voice box” dibentuk oleh struktur epitelium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakkhea (di bawah). Laring terletak di anterior
tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior
laring.
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah
a. Epiglottis: katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan
c. Kartilago thyroid: kartilago yang terbesar pada trakea, terdapat bagian yang membentuk
d. Kartilago krikoid: cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago thyroid)
e. Kartilago aritenoid: digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago thyroid
f. Pita suara: sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
1. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7
yang bercabang menjadi dua bronchus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat
sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang ± 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk C.
Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilis tegak yang banyak mengandung sel goblet yang
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada yang
kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah
Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke
setiap paru-paru. Bronkhus di susun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang
Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga
dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus atau lubang
kecil yang terletak antar alveoli ‘kohn pores’ yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.
Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis tidak mengalami
pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical Dead Space. Banyaknya
udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 mL. Awal dari proses pertukaran
3. Alveoli
Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari
karbondioksida. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran oksigen dan
4. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasrnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
(superior, medial, inferior) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus (superior dan
inferior). Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Irman
somantri, 2008).
Paru-paru manusia terbungkus oleh dua selaput, yaitu pleura dalam (pleura visceralis) dan
pleura luar (pleura parietalis). Pleura dalam langsung menyelimuti paru-paru, sedangkan
pleura luar bersebelahan dengan tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga
tulang rusuk. Antara kedua pleura tersebut terdapat rongga yang berisi cairan pleura yang
2.2 Definisi
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau menahun
Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan
1. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1- 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberculosis
adalah berupa lemak (lipid) sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang
kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit
Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma yang
tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota keluarga
paisen. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigran ke Amerika Serikat
yang berasal dari Negara berkembang sering mengidap infeksi aktif atau laten.
Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan
fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberculosis
juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di antara mereka yang terpajan basil,
individu yang sistem imunnya tidak adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu
lanjut usia atau bayi dan anak-anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan
mereka yang mengidap virus imunodiferensiasi manusia (HIV) kemungkinan besar akan
terinfeksi. Virulensi galur kuman juga mempengaruhi penularan, jenis galur tertentu
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberculosis adalah asimptomatis. Pada individu
lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai
penyakit telah masuk sampai tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala dapat timbul pada individu
yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu sampai terpajan oleh basil.
Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi,
anoreksia (kehilangan nafsu makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang
hari. Berkeringat malam dan ansietas umum sering tampak. Dispnea, batuk purulen produktif
disertai nyeri dada, dan hemoptsis adalah juga temuan yang umum (Niluh dan Cristiantie,
2003).
2.5 Patofisiologi
Infeksi primer. Pertama kali klien terinfeksi oleh tuberculosis disebut sebagai
“infeksi primer” dan biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah.
Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikroscopis, dan karenanya tidak tampak pada foto
ronsen. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik (perkejuan) tetapi
bisa saja tidak, yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh masa basil tuberkel
seperti keju, sel-sel darah putih yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya,
material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan trakheobronkhial dan
dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan
ronsen dada.
membentuk jaringan parut, dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal
sebagai tuberkel ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali meski
tuberkel dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisasi sel-sel T
dan terdeteksi oleh reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensitivitas
tuberkulin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh 2-6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan
dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya
aktif termasuk:
b. imunosupresi
d. malnutrisi
Infeksi sekunder. Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah
pada bentuk klinis TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap
laten selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien
menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara periodik klien yang telah
mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif (Niluh dan Christie, 2003).
Resiko infeksi
2.6 Pathway
Pemecahan
cadanganmakanan
Kebutuhan nutrisi
selmeningkat
Ganggaun
nutrisikurang dari
kebutuhan
Peningkatan
sekresi
Iritasi jaringan paru
Akumulasi sekret
dijalan nafas
Bersihan jalan
nafastidak efektif
2.7 Komplikasi
Reaktivasi parut tuberculosis lama dapat terjadi bila seseorang pasien mengalami
infeksi jamur sekunder (misetoma), lesi nervus kranialis, dan obstruksi saluran ginjal dapat
strainmikrobakteri multiresisten yang dapat sulit dieradiksi. Supervisi kompulsif dan isolasi
Deteksi dan diagnosis TB dicapai dengan tes objektif dan temuan pengkajian subjektif.
Perawat dan tenaga kesehatan lainnya harus terus mempertahankan indeks kecurigaan yang
tinggi terhadap TB bagi kelompok yang berisiko tinggi. Infeksi TB primer primer sering tidak
Lesi pengapuran dan tes kulit positif sering kali merupakan satu-satunya indikasi infeksi
a. Kultur sputum: positif untuk M. Tuberculosis pada tahap aktif penyakit
b. Ziehl-Neeslen (pewarnaan tahan asam): positif untuk basil tahan asam
c. Tes kulit mantoux(PPD, OT): reaksi yang signifikan pada individu yang sehat. Biasanya
dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang
e. Biopsi jarum jaringan paru: positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
f. ADG: mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan dan lerusakan paru residual.
g. Pemeriksaan fungsi pulmonal: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi,
peningkatan rasio udara residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim (Niluh dan Cristiantie, 2003).
2.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak di rawat di rumah sakit.
Jika TB paru terdiagnosa pada individu yang sedang di rawat, klien mungkin akan tetap di
rawat sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan. Beberapa klien dengan TB aktif
obat garis ke-2 dan ke-3. Dalam situasi seperti ini, perawat singkat di rumah sakit diperlukan
untuk memantau keefektifan terapi dan efek samping obat-obat yang diberikan.
Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan tiga jenis medikasi atau lebih
untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa
obat mungkin cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama
untuk menyingkirkan atau mengurangi secara substansial jumlah basil dorman atau
semidorman. Terapi jangka panjang yang tak terputus merupakan kunci sukses dalam
pengobatan TB.
Medikasi yang digunakan untuk TB mungkin dibagi menjadi preparat primer dan preparat
baris kedua. Preparat primer hampir selalu diresepkan pertama kali sampai laporan hasil
kultur dan labolatorium memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat TB yang tidak
selesai mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan preparat sekunder harus
digunakan.
1) Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat, ditujukan untuk menghancurkan
2) Fase rumatan, biasanya dengan dua obat, diarahkan pada pemusnahan sebagian besar basil
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang sebelumnya belum
diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin, dan pirazinamid selama 2 bulan. Pengobatan
ini diikuti dengan isoniazid dan rifampin selama 4 bulan. Kultur sputum digunakan untuk
masalah, maka diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi dua atau tiga kali
seminggu. Program ini biasanya diberikan di klinik untuk memastikan klien menerima obat
yang di haruskan.
Jika medikasi yang digunakan tampak tidak efektif (misalnya: memburuknya gejala,
peningkatan infiltrat, atau pembentukan kavitas), program harus dievakuasi kembali, dan
kepatuhan klien harus dikaji. Setidaknya dua medikasi (tidak pernah hanya satu) ditambahkan
bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat, efek obat, dan toksisitas obat
bergantung pada faktor-faktor seperti usia, dosis obat, waktu sejak obat terakhir yang
digunakan, formula kimia dari obat, fungsi ginjal dan usus, dan kepatuhan klien. Klien
penderita TB yang tidak membaik atau yang tidak mampu menoleransi medikasi mungkin
membutuhkan pengkajian dan pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau tidak. Sering kali
“sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah ditemukan. Pada saat yang
sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi sehingga mereka dapat menjalani “follow-up”
untuk menentukan apakah mereka terinfeksi dan mempunyai penyakit aktif atau tes
tuberculin positif. Keluhan pasien yang paling umum adalah batuk produktif dan berkeringat
malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB mencakup batu produktif,
kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi 10 mm atau lebih dan
rotgen dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh dan Christie, 2003).
c. Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan
mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar penderita
1) Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan normal
2) Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat disesuaikan dengan kondisi tubuh
penderita (BB dan TB) dan penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diet tinggi
energi tinggi protein (TETP) sesuai tingkat penyakit penderita (Denny Indra, 2010).
Dapat dilihat di bawah ini bahan makanan yang dianjurkan dan tidak diancurkan pada
penderita TB paru:
an keju
Semua jenis sayuran
daun singkong
Semua jenis segar,
semangka, melon
Soft drink, madu, sirup,
Minuman Minuman rendah kalori
teh dan kopi encer
Minyak goreng, mentega,
salat
Bumbu tidak tajam
Bumbu yang tajam
Bumbu seperti bawang merah,
seperti cabe dan lada
bawang putih, laos
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Data pasien
penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa
dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan
tinggi sehingga masuknya cahaya kedalam rumah sangat minim
tuberkulosis pada nak dapat terjadi di usia berapapun , namun usia paling umum antara 1-4
tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding Tb
paru-paru dengan perbandingan 3:1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang
terutama yang ditemukan pada usia <3 tahun . angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada
usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja di mana TB paru-
paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Tuberculosis paru-paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi kronis atau menahun
berat badan, letargi, anoreksia (kehilangan nafsu makan), dan demam ringan yang biasanya
terjadi pada siang hari. Berkeringat malam dan ansietas umum sering tampak. Dispnea, batuk
purulen produktif disertai nyeri dada, dan hemoptsis adalah juga temuan yang umum.
4.2 Saran
1.Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian Tuberculosis paru-paru (TB Paru).