Anda di halaman 1dari 5

Iman Dan Istiqamah IMAN DAN ISTIQAMAH Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas 

‫حفظه‬
‫ الَ أَسْ أ َ ُل َع ْن ُه‬, ً‫ قُ ْل لِيْ فِيْ ْاإلِسْ الَ ِم َق ْوال‬, ‫هللا‬ ِ ‫ارس ُْو َل‬ َ ‫ت َي‬ َّ ‫هللا‬
ُ ‫ قُ ْل‬:‫ َقا َل‬, ‫الث َقفِي َرضِ َي هللاُ َع ْن َه‬ ِ ‫ْن َع ْب ِد‬ َ ‫هللا َعنْ َع ْم ٍرو َوقِ ْي َل أَ ِبيْ َع ْم َر َة ُس ْف َي‬
ِ ‫ان ب‬
‫ رواه مسلم‬. ‫ ُث َّم اسْ َتقِ ْم‬, ‫هلل‬ ِ ‫ت ِبا‬ َ ‫ أَ َح ًداغَ ي َْر‬Dari Abu ‘Amr, dan ada yang mengatakan dari Abu
ُ ‫ قُ ْل آ َم ْن‬:‫ َقا َل‬.‫ك‬
‘Amrah Sufyân bin ‘Abdillâh ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu, yang berkata : “Aku berkata, ‘Ya
Rasulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan
kepada orang selain engkau.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza
wa Jalla,’ kemudian istiqâmahlah.’” TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh
Muslim (no. 38), Ahmad (III/413; IV/384-385), at-Tirmidzi (no. 2410), an-Nasâ-i dalam as-
Sunanul Kubra (no. 11425, 11426, 11776), Ibnu Mâjah (no. 3972), ad-Dârimi (II/298), ath-
Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 6396, 6397, 6398), ath-Thayâlisi (no. 1327), Ibnu Abi
‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 21-22), Ibnu Abid Dun-ya dalam ash-Shamt (no. 7), al-Hâkim
(IV/313), Ibnu Hibbân (no. 938, 5668, 5669, 5670, 5672-at-Ta’lîqâtul Hisân), al-Baihaqi dalam
Syu’abul Imân (no. 4572, 4574, 4575), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 16). Pada
riwayat Imam Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasâi, dan Ibnu Mâjah ada tambahan : ُ‫ َما َت َخاف‬,ِ‫ارس ُْو َل هللا‬ ُ ‫قُ ْل‬
َ ‫ َي‬: ‫ت‬
‫ َه َذا‬:‫ ُث َّم َقا َل‬, ‫ان َن ْفسِ ِه‬
ِ ‫هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِب َطرْ فِ لِ َس‬
ِ ‫صلَّى‬ ِ ‫ َعلَيَّ ؟ َفأ َ َخ َذ َرس ُْو ُل‬Aku berkata : “Ya Rasulullah! Apakah
َ ‫هللا‬
sesuatu yang paling engkau khawatirkan padaku?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallammemegang ujung lidahnya sendiri kemudian berkata, “Ini” Imam at-Tirmidzi berkata,
“Hadits ini hasan shahîh.” KEDUDUKAN HADITS Hadits ini adalah hadits yang singkat, padat
dan indah yang merupakan kekhususan bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun
singkat, namun telah memberikan jawaban tentang pokok-pokok Islam yang ditanyakan oleh si
penanya dalam dua kata, yaitu iman dan istiqâmah  menurut manhaj yang benar.[1]
Sebagaimana telah diketahui bahwa Islam adalah tauhid dan taat. Tauhid terkandung dalam
kata “Amantu billâh (aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla )” dan taat terkandung dalam kata
“Istiqâmah” karena arti istiqâmah adalah mengerjakan yang diperintahkan dan meninggalkan
yang dilarang, termasuk yang berkait dengan amalan hati dan badan yaitu iman, Islam, dan
ihsan. Allah Azza wa Jalla berfirman, ُ‫ َفاسْ َتقِيمُوا إِلَ ْي ِه َواسْ َت ْغفِرُوه‬ “…Karena itu tetaplah kamu (beribadah)
kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya…” [Fushshilat/41:6][2] Dalam ayat di atas
terdapat isyarat bahwa pasti ada kelalaian (kekurangan) dalam istiqâmah yang diperintahkan;
kemudian dilakukan istighfâr (mohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla ) yang menghasilkan
taubat dan kembali kepada istiqâmah.[3] SYARAH HADITS Perkataan shahabat Radhiyallahu
anhum, “Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada
orang selain engkau.” Maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku suatu perkataan tentang
pengertian Islam yang jelas bagi diriku sehingga aku tidak perlu lagi menanyakan tafsirnya
kepada orang lain dan aku akan mengerjakannya.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla ,’ kemudian istiqâmahlah.”[4]
Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,”Katakanlah,” maksudnya, ucapkanlah dengan
lisanmu serta iringi dengan pembenaran hatimu ”Aku beriman kepada Allah Azza wa Jalla ,”
bahwa Dialah Allah Azza wa Jalla , Ilâh Yang Maha Esa yang wajib diibadahi oleh semua
makhluk, yang disifati dengan sifat-sifat yang sempurna Yang Mahatinggi, dan wajib disucikan
dari sifat-sifat yang jelek. Apa saja yang dijadikan-Nya benar maka itulah yang benar dan apa
saja yang dijadikan-Nya batil maka itu batil. ”Kemudian Istiqâmahlah,” yaitu istiqâmahlah
(konsistenlah-red) di atas konsekuensi perkataan tersebut; berupa mencintai Allah Azza wa
Jalla yang mendatangkan keridhaan dan kecintaan-Nya serta menjauhkan diri dari kemurkaan-
Nya dengan meninggalkan semua yang menyebabkan kemarahan-Nya.[5] Pengertian Istiqâmah
Menurut bahasa, istiqâmah artinya adalah al-i’tidâl (lurus). Dikatakan aqâmasy syai-a was
taqâma artinya lurus dan mapan. Sedang menurut syari’at, istiqâmah adalah meniti jalan lurus
yaitu agama yang lurus (Islam) tanpa menyimpang ke kanan atau ke kiri. Istiqâmah mencakup
melakukan seluruh ketaatan, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi dan meninggalkan
seluruh yang dilarang.[6] Banyak perkataan para Shahabat, Tabi’in, dan yang lainnya dalam
mendefinisikan istiqâmah. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dan Qatâdah rahimahullah berkata,
“Maksudnya, berlaku luruslah dalam melaksanakan hal-hal yang diwajibkan.” Abu Bakar
Radhiyallahu anhu menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla , ( ‫“ ) ُث َّم اسْ َت َقام ُْوا‬Kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka,” (Fushshilat/41:30) dengan mengatakan, ”Mereka adalah
orang-orang yang tidak menyekutukan Allah Azza wa Jalla dengan sesuatu pun.”[7] Qâdhi
‘Iyâdh rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, mereka mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dan
beriman kepada-Nya kemudian berlaku lurus, tidak menyimpang dari tauhid, dan selalu iltizâm
(konsekuen dan konsisten) dalam melakukan ketaatan kepada-Nya sampai mereka
meninggal.”[8] Imam al-Qusyairi rahimahullah berkata, “Istiqâmah adalah sebuah derajat,
dengannya berbagai urusan menjadi sempurna dan berbagai kebaikan dan keteraturan bisa
diraih. Barangsiapa yang tidak istiqâmah dalam kepribadiannya  maka dia akan sia-sia dan
gagal. Dikatakan, ”Istiqâmah tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yang besar,
karena ia keluar dari hal-hal yang dianggap lumrah, meninggalkan adat kebiasaan, dan berdiri di
hadapan Allah Azza wa Jalla dengan jujur.”[9] Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan,
ِ ‫ ” لُ ُز ْو ُم َطا َع ِة‬artinya tetap konsekuen dan konsisten
”Para ulama menafsirkan istiqâmah dengan ” ‫هللا‬
dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla .”[10] Keutamaan Istiqâmah Istiqâmah
mempermudah rizki dan melapangkan kehidupan di dunia. Allah Azza wa Jalla berfirman, ‫َوأَنْ لَ ِو‬
‫الط ِري َق ِة أَل َسْ َق ْي َنا ُه ْم َما ًء غَ َد ًقا‬
َّ ‫“ اسْ َت َقامُوا َعلَى‬Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air  yang cukup.” [al-
Jinn/72:16] Imam al-Qurhubi rahimahullah berkata, “Maksudnya, seandainya orang-orang kafir
itu beriman, niscaya Kami berikan mereka keleluasan di dunia dan Kami lapangkan rezeki
mereka.”[11] Firman Allah Azza wa Jalla : ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم اسْ َت َقامُوا َت َت َن َّز ُل َعلَي ِْه ُم ْال َماَل ِئ َك ُة أَاَّل َت َخافُوا َواَل َتحْ َز ُنوا‬
َ ‫إِنَّ الَّذ‬
‫ُون‬ َ ‫“ َوأَبْشِ رُوا ِب ْال َج َّن ِة الَّتِي ُك ْن ُت ْم ُت‬Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah,”
َ ‫وعد‬
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada
mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
[Fushshilat/41:30] Maksudnya, mereka beriman kepada Allah Azza wa Jalla Yang Maha Esa,
kemudian istiqâmah di atasnya dan di atas ketaatan sampai Allah Azza wa Jalla mewafatkan
mereka.[12] Tentang ayat di atas, al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, ”Mereka
mengikhlaskan amal semata-mata karena Allah Azza wa Jalla dan melaksanakan ketaatan
sesuai dengan syari’at Allah Azza wa Jalla .”[13] Baca Juga  Menolak Kemunkaran Dan Bid'ah
Ayat ini menunjukkan bahwa para malaikat akan turun menuju orang-orang yang istiqâmah
ketika kematian menjemputnya, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan. Para malaikat itu
memberikan rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput dan menghilangkan rasa
sedih akibat berpisah dengan anaknya karena Allah Azza wa Jalla adalah pengganti dari hal itu.
Juga memberikan kabar gembira berupa ampunan dosa dan kesalahan serta amalnya diterima.
Juga kabar gembira tentang Surga yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar
telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.[14] Istiqâmah Adalah Meniti Ash-
Shirâthal Mustaqîm Istiqâmah adalah meniti ash-shirâthal mustaqîm, yaitu agama yang lurus
yang tidak melenceng ke kiri dan ke kanan. Istiqâmah mencakup pengamalan seluruh ketaatan,
yang lahir maupun batin serta meninggalkan larangan yang lahir maupun batin. Jadi sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjadi wasiat yang menghimpun seluruh ajaran agama.[15]
Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
pengikutnya agar istiqâmah di atas syari’at yang bijaksana, karena hal ini adalah agama yang
kita diperintahkan untuk beribadah dengannya. Sedangkan selain Islam yaitu pendapat para
tokoh yang kosong dari dalil tidak bisa disebut agama dan tidak pula sebagai  hujjah.[16] Allah
َ ُ‫ إِ َّن ُه ِب َما َتعْ َمل‬ ۚ ‫ك َواَل َت ْط َغ ْوا‬
Azza wa Jalla berfirman: ‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ‫“ َفاسْ َتقِ ْم َك َما أُمِرْ تَ َو َمنْ َت‬Maka tetaplah engkau
َ ‫اب َم َع‬
(Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Hûd/11:112] al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata,
“Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul dan hamba-hamba-Nya yang beriman agar teguh
dan selalu istiqâmah karena itu merupakan sebab untuk mendapatkan pertolongan yang besar
dalam mengalahkan musuh dan dapat menghindari bentrokan serta dapat terhindar dari
perbuatan melampaui batas. Karena melampaui  batas -meskipun terhadap orang musyrik-
merupakan kehancuran. Dan Allah Azza wa Jalla memberi tahu bahwa Dia Maha Melihat
perbuatan hamba-hamba-Nya, AllahSubhanahu wa Ta’ala tidak lalai dan tidak ada sesuatu pun
yang tersembunyi dari-Nya.”[17] Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata, “Tidak ada ayat yang
diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam al-Qur`an yang lebih berat dan
sulit bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamdaripada ayat ini.”[18] Diriwayatkan dari Ibnu
’Abbâs Radhiyallah anhu, ia berkata, ”Abu Bakar Radhiyallahu a nhu berkata, ’Wahai
Rasulullah! Engkau telah beruban.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‫ َو‬، ‫َش َّي َب ْتنِيْ ه ُْو ٌد‬
ُ َ‫ َو ْالـمُرْ َسال‬، ‫‘ ْال َواقِ َع ُة‬Aku telah dibuat beruban oleh (surat) Hûd, al-
ْ ‫ َو إِ َذا ال َّشمْسُ ُكوِّ َر‬ ،‫ َع َّم َي َت َسا َءلُ ْو َن‬  ‫ َو‬، ‫ت‬
‫ت‬
Wâqi’ah, al-Mursalât, ‘Amma yatasâ-alûn, dan Idzasy Syamsu kuwwirat”[19] Istiqâmah Hati Hati
adalah bagian tubuh yang paling penting. Seorang hamba hendaknya berusaha dengan
sungguh-sungguh agar hatinya tetap istiqâmah. Karena hati adalah raja  bagi seluruh anggota
tubuhnya. Jika hati istiqâmah, maka seluruh anggota tubuhnya pun ikut istiqâmah. Dasar dari
istiqâmah adalah keistiqâmah-an hati di atas tauhid seperti penafsiran Abu Bakar ash-shiddîq
dan lain-lain tentang firman Allah Azza wa Jalla , ‫ إِنَّ الَّ ِذي َْن َقالُ ْوا َر ُّب َنا هللاُ ُث َّم اسْ َت َقام ُْوا‬  “Sesungguhnya
orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allah Azza wa Jalla ,” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka…(al-Ahqâf/46:13) bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak
berbuat syirik kepada Allah  k dan tidak menoleh kepada tuhan selain Allah Azza wa Jalla .[20]
Jadi, jika hati telah istiqâmah di atas ma’rifatullâh, takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya,
segan kepada-Nya, mencintai-Nya, menginginkan-Nya, berharap kepada-Nya, berdoa kepada-
Nya, bertawakkal kepada-Nya dan berpaling dari selain Dia, maka sungguh, seluruh anggota
badan akan istiqâmah dengan taat kepada-Nya. Karena hati adalah raja bagi organ tubuh
(lainnya) yang merupakan pasukan hati. Jika raja sudah istiqâmah, maka pasukan dan
rakyatnya akan istiqâmah pula.[21] Istiqâmah Lisan Anggota tubuh yang terpenting yang perlu
mendapatkan perhatian setelah hati adalah lisan. Karena lisan adalah media yang
mengungkapkan apa yang tersimpan dalam lubuk hati.  Terkadang keluar ucapan yang
dianggap sepele (juga tidak sengaja-red) namun dapat membuat pengucapnya  binasa di dunia
dan akhirat. Dalam hadits ini, ketika Sufyân bin ’Abdillâh Radhiyallahu anhu bertanya, ”Apa yang
engkau khawatirkan padaku?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Ini,” sambil
memegang ujung lidah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ini menunjukkan bahwa lisan sangat
berbahaya, sebab seseorang dapat istiqâmah apabila lisannya istiqâmah dalam ketaatan atau
tidak mengucapkan perkataan yang mendatangkan dosa dan murka Allah Azza wa Jalla.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu , dia memarfu’kannya kepada Rasulullah
َ ْ‫إِ َذا أَصْ َب َح ابْنُ آدَ َم َفإِنَّ ْاألَع‬
َ ‫ضا َء ُكلَّ َها ُت َك ِّف ُر اللِّ َس‬
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ‫ ِا َّت ِق هللاَ فِ ْي َنا‬: ‫ان َف َتقُ ْو ُل‬
َ ‫“ َفإِ َّن َمـا َنحْ نُ ِب‬Jika anak keturunan Adam berada di pagi hari,
‫ َوإِ ِن اعْ َو َججْ تَ ؛ اِعْ َو َججْ َنا‬، ‫ َفإِ ِن اسْ َت َقمْتَ ؛ اِسْ َت َق ْم َنا‬،‫ك‬
seluruh organ tubuh tunduk kepada lidah dengan berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah Azza wa
Jalla pada kami, karena kami bersamamu. Jika engkau istiqâmah, kami juga istiqâmah. Jika
engkau menyimpang, kami juga menyimpang.”[22] Dan kebanyakan yang menyeret manusia ke
neraka adalah lisan. Banyak nash yang berisi ancaman bagi yang membiarkan lisannya begitu
ِ ‫ْـن ْالـ َم ْش ِر ِق َو ْالـ َم ْغ ِر‬
saja tanpa kendali. ‫ب‬ َ ‫ـار أَب‬
َ ‫ْـعدَ َما َبي‬ ِ ‫إِنَّ ْال َعبْدَ لَـ َيـ َتـ َكـلَّ ُم ِب ْال َكلِ َم ِة َما َيـ َتـ َبـيَّـنُ َما فِـ ْي َها َيـه ِْويْ ِبـ َها فِـى ال َّن‬
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata yang tidak jelas, maka akan
menjerumuskannya ke dalam Neraka lebih jauh daripada apa yang ada di antara timur dan
barat.”[23] Demikian pula banyak nash yang mendorong agar menjaga lisan dan meluruskannya
ُ ‫َما َي ْلف‬
sesuai dengan perintah Allah. Di antaranya: Allah Azza wa Jalla berfirman: ٌ‫ِظ مِنْ َق ْو ٍل إِاَّل َلدَ ْي ِه َرقِيب‬
‫“ َعتِي ٌد‬Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya Malaikat pengawas yang
selalu siap (mencatat).” [Qâf/50:18] Dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwa semua ucapan
manusia akan dihisab. Ada Malaikat yang selalu mengawasi semua perkataan manusia dan
selalu menulisnya, baik yang baik maupun yang buruk. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda, ْ‫ِب َو إِن‬ َ ‫ك ْال َكذ‬ ٍ ‫ َوأَنا َ َزعِ ْي ٌم ِب َب ْي‬, ‫ان ُم ِح ًّقا‬
َ ‫ت فِيْ َو َسطِ ْال َج َّن ِة لِ َمنْ َت َر‬ َ ‫ك ْالم َِرا َء َوإِنْ َك‬
َ ‫ْض ْال َج َّن ِة لِ َمنْ َت َر‬ َ ‫أَ َن‬
ِ ‫ازعِ ْي ٌم فِيْ َرب‬
‫ت فِيْ أَعْ لَى ْال َج َّن ِة لِ َمنْ َحس ََّن ُخلُ َق ُه‬ٍ ‫ َوأَ َنا َزعِ ْي ٌم ِب َب ْي‬, ‫ان َما ِزحً ا‬ َ ‫ َك‬ “Aku menjamin dengan sebuah istana yang terdapat
di taman-taman Surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun ia yang benar; aku
menjamin dengan sebuah istana yang terdapat di tengah Surga bagi orang yang meninggalkan
dusta meskipun ia hanya bercanda; dan aku menjamin dengan sebuah istana di Surga yang
tertinggi bagi orang yang membaguskan akhlaknya.”[24] Kiat Menggapai Istiqâmah Di antara
kiat yang dapat mengantarkan kepada istiqâmah dalam berbagai kondisi, perkataan, dan
perbuatan ialah: Taubat nasûha. Murâqabatullâh, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allah Azza
wa Jalla , baik ketika tidak terlihat orang lain maupun saat terlihat. Muhâsabah, yaitu
menginstrospeksi segala amal perbuatan yang telah dikerjakan. Mujâhadah, yaitu berjuang
sungguh-sungguh menggembleng jiwa dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla Berbagai
Wasilah (Cara) Agar Tetap Teguh Di Atas Istiqâmah Agar tetap istiqâmah, ada beberapa hal
yang bisa dilakukan, di antaranya : Ikhlas dalam beramal dan mutâba’ah (mengikuti contoh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah di
masjid. Berani dalam melakukan amar ma’rûf dan nahi munkar. Menuntut ilmu syar’i. Takut
kepada Allah Azza wa Jalla dengan mengingat siksa Neraka yang sangat pedih. Mencari teman
yang shalih. Menjaga hati, lisan, dan anggota badan dari yang diharamkan. Mengetahui
langkah-langkah setan. Senantiasa berdzikir dan berdo’a agar diteguhkan di atas istiqâmah. Di
antara do’a yang sering dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  ialah: Baca Juga  Ukhuwah
َ ‫ِّت َق ْل ِبيْ َعلَى ِد ْي ِن‬
Islamiyah ‫ك‬ ِ ‫ب ْالقُلُ ْو‬
ْ ‫ب َثب‬ َ ِّ‫“ َيا ُم َقل‬Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas agamamu.”[25] FAEDAH HADITS Semangat para shahabat Radhiyallahu anhu
terhadap ilmu dan semangat mereka dalam menjaga keimanan. Hal ini terlihat dari berbagai
pertanyaan yang mereka lontarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyangkut
semua yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka. Orang yang tidak tahu
hendaknya bertanya kepada orang yang berilmu. Kecerdasan Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah
Radhiyallahu anhu , dia bertanya dengan pertanyaan agung yang merupakan puncak
pertanyaan. Pertanyaan beliau sangat dibutuhkan setiap muslim. Selayaknya orang yang
bertanya tentang ilmu mengajukan pertanyaan yang singkat, padat, dan berbobot sehingga
berbagai disiplin ilmu tidak bercampur aduk. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
jawâmi’ul kalim (perkataan yang singkat, maknanya padat). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengumpulkan seluruh kebaikan agama dalam dua kalimat, yaitu “Aku beriman kepada Allah
Azza wa Jalla dan istiqâmahlah”. Iman adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan,
dan perbuatan dengan anggota badan. Ini ditunjukkan oleh makna istiqâmah yang mencakup
ketaatan hati, lisan, dan anggota badan. Dalam hadits ini terdapat perintah agar istiqâmah di
atas iman dan tauhid dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata dan
melaksanakan ibadah dengan istiqâmah hingga meninggal dunia. Iman kepada Allah Azza wa
Jalla tidak sempurna kecuali dengan istiqâmah, yaitu istiqâmah dalam tauhid kepada Allah Azza
wa Jalla dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Menjaga lisan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap istiqâmah hati dan badan. Anjuran untuk introspeksi diri, apakah ia orang yang
istiqâmah atau tidak, supaya ia memperbaiki diri. Derajat istiqâmah sangat tinggi yang
menunjukkan kesempurnaan iman seseorang. Istiqâmah sangat berat, dan Allah Azza wa Jalla
memudahkan bagi orang-orang yang ikhlas bertauhid dan terus-menerus dalam ketaatan.
Orang yang menyia-nyiakan kewajiban berarti ia bukan orang yang istiqâmah bahkan ia telah
menyeleweng. Dan penyelewengan akan semakin besar tergantung sejauh mana dia
meninggalkan kewajiban atau melakukan hal yang diharamkan. Seorang muslim dianjurkan
berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar dikaruniai iman dan istiqâmah. Mudah-mudahan apa
yang saya tulis bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Mudah-mudahan Allah menetapkan
kita di atas Islam dan Sunnah dan kita diwafatkan di atas Islam dan Sunnah. Kita memohon
kepada Allah Azza wa Jalla agar dikarunia ats-Tsabât (istiqâmah) dalam mentauhidkan Allah
Azza wa Jalla dan melaksanakan Sunnah. Dan kita mohon kepada Allah agar kita diwafatkan
dalam keadaan husnul khâtimah. Amîn ‫صحْ ِب ِه أَجْ َم ِعي َْن‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬
َ ‫َو‬

Referensi: https://almanhaj.or.id/12205-iman-dan-istiqamah-2.html

Anda mungkin juga menyukai