Anda di halaman 1dari 2

Hideana Ryu

Sosiologi E
6082101216

Gender Role Socialization


Sosialisasi Peran Gender merupakan konsep dari proses pemahaman yang membagi
kedua sifat gender yaitu maskulin dan feminim yang akan terbentuk menjadi pedoman bagi
seorang individu dalam memandang sebuah peran dalam masyarakat. Terdapat 4 agen yang
berperan penting dalam proses sosialisasi, yaitu: Keluarga, Sekolah, Teman Sebaya dan Media;
terdapat juga beberapa institusi sosial lain yang dapat memengaruhi seperti agama dan budaya.
Disamping menerapkan sistem Gender Binary (Laki-laki dan Perempuan) beserta kesesuaian
perannya, sosialisasi juga cenderung mendukung heteronormativity yang dimana heterosexual
menjadi satu-satunya orientasi seks yang paling ideal dan mudah diterima di dalam masyarakat.
Keluarga
Keluarga merupakan sumber dari segala sosialisasi, dan pandangan ini diakui oleh Kara
Smith (2005) yang dimana ia mengatakan “Proses sosialisasi peran gender sudah dimulai dari
sejak seorang individu belum lahir. Hal ini disebabkan oleh alat kelamin fetus sudah dapat dilihat
ketika masih di dalam kandungan, yang alhasil para orang tua kini sudah dapat menentukan
gender bayinya sebelum masuk ke tahap persalinan”. Selain itu, penelitian Smith juga
membuktikan bahwa sosialisasi ini juga diperdalam setelah bayi dilahirkan ke dunia, seperti
pemilihan baju laki-laki atau perempuan, dekorasi ruangan, mainan yang dimainkan sang bayi,
jenis cerita dongeng yang disampaikan, cara interaksi keluarga terhadap sang bayi, dll.
Sekolah
Perbedaan dalam pengalaman pendidikan juga berperan penting dalam membentuk peran
perempuan dan laki-laki. Dan biasanya ketika mereka memasuki kelas 5 SD, peran gender akan
semakin dipersempit dan garis perbedaan laki-laki dan perempuan pun sudah terlihat jelas oleh
mereka. “Cara guru dalam memperlakukan muridnya juga menjadi salah satu kunci penting
dalam sosialisasi gender. Menurut Smith (1999) “seorang guru, baik laki-laki atau perempuan,
cenderung memberi perlakuan lebih terhadap murid laki-lakinya dibandingkan murid perempuan
contohnya seperti murid laki-laki lebih sering dipanggil untuk menjawab pertanyaan sulit dan
lebih memuji hasil kerja mereka, bersamaan dengan ini juga, murid laki-laki lebih sering
membuat marah gurunya dan lebih sering terkena hukuman dibandingkan murid perempuan.”.
Teman Sebaya
Di pergaulan dunia barat, kelompok pertemanan menjadi agen sosialisasi yang paling
berpengaruh terhadap cara pandang seorang individu. Rasa keinginan untuk dipuji dan menjadi
populer diantara teman sebayanya kian meningkat seiring seorang anak beranjak remaja, yang
dimana remaja laki-laki merasa dirinya hebat ketika mahir dalam sebuah aktivitas olahraga,
membuat lelucon, dan mengambil resiko untuk bertindak melawan norma; sedangkan remaja
perempuan merasa dirinya puas ketika memiliki status sosial dan paras yang cantik. (Kimmel
2009). Tentunya karena dorongan ini, tidak sedikit remaja yang mengalami kurangnya
kepercayaan diri karena merasa dirinya masih belum hebat yang dapat terbawa hingga pada usia
menikah, dorongan ini juga dapat berdampak pada semakin kuatnya perilaku heteronormativity.
Media
Di dalam ranah media (baik itu elektronik atau massa) sosialisasi gender disajikan dengan
cara yang paling se-stereotip mungkin. Hal ini menyebabkan baik laki-laki ataupun perempuan
memahami beberapa tindakan atau tingkah laku lebih cocok pada gender yang satu dibandingkan
yang lainnya. Hal ini menciptakan lingkungan yang berpacu pada sistem binary, sehingga ketika
seseorang melihat sebuah peristiwa yang berkaitan dengan homoseksualitas, mereka akan
cenderung merasa aneh dan menjadi alasan mengapa komunitas LGBTQ tidak memilik status
sosial yang sama dengan masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai