Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

DI SUSUN OLEH :
NAMA : A. MARIA ULFA
NIM : PO0220219001
RUANG : IGD

POLTEKKES KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
BAB I

KONSEP APENDISITIS

A. Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan
apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut
(Price,2005).

B. Etiologi

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Jong,
2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya appendisitis akut
(Jong, 2010).
C. Patofisiologi

Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di darah
kanan bawah. Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks
yang dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, Arif,
2000). Diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan terjadi
appendicitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan
lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas
mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah
terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan
lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis,
tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada
defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum
kanan dapat terjadiTanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi
kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang
terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri
dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik
dan kondisi klien memburuk.
E. Komplikasi

Komplikasi appendicitis akut adalah keadaan yang terjadi akibat


perforasi, seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula,
dan konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pieloflebitis
supuratif (radang dan trombosis vena porta), abses hepar dan septikemia.
Radang dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yang
menyebabkan retensi mucus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini
sering tidak menimbulkan masalah klinis tetapi walaupun jarang, dapat
terjadi ruptura dan sel epitel yang mensekresi mukus dapat menyebar ke
kavum peritoneum.
F. Pemeriksaan penunjang

1. Ultrasonografi untuk massa apendiks

2. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan


kelainanovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda

3. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sek darah putih (hamperselalu


leukositosis)

4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau dimana penyebab lain
masih mungkin

G. Penatalaksanaan Medis

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis


meliputi :

1. Sebelum operasi

a. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala


appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi
ketat perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring
dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen
dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam
setelah timbulnya keluhan. 2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan
abses intra abdominal luka operasi pada klien
apendiktomi.Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam
pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV)
(Sulikhah, 2014).
2. Operasi

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.


Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasi dilakukannya
operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah ditegakkan
berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan untuk
memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi
pada klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen
sehingga terjadi distensi abdomen dan menurunnya peristaltik usus.
Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik usus (Mulya,
2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4
jam pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap,
dan dalam 8 jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien
pasca operasi abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan
peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik
usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu
operasi apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi.
Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan
dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah abdomen
dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.
Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015).
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan
membuat 3 sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat
dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang
terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber
cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah
mengamati organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi
apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat,
kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu
sayatan (Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat
menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi.
3. Pasca operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui


terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan
pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
H. Pencegahan
1) Makan makanan berserat
2) Minum air putih
3) Makan dengan tenang
4) Konsumsi makanan mengandung probiotik
5) Rutin cek kesehatan ke dokter
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian kerupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini,


semua data-data dikumpulkan secara sistematis gunamenentukan
status kesehatan klien saat ini. Pengkajian dilakukan secara
komperhensifterkiat dengan aspek biologis, psikologis, social maupun
spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan informasi
dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik serta diagnostic.
1) Identitas klien. Apendisitis dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010). Keluhan utama. Pada anak
dengan apendisitis biasanya memiliki keluhan Nyeri terasa pada
abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang. Yang harus dikaji adalah nyeri,
mual muntah dan penurunan nafsu makan
b. Riwayat kesehatan dahulu. Yang harus dikaji antara lain
penyakit anak sebelumnya, apakah pernah dirawat di RS
sebelumnya, obat-obatan yang digunakan sebelumnya, riwayat
alergi, riwayat operasi sebelumnya atau kecelakaan dan
imunisasi dasar.
c. Riwayat kesehatan keluarga. Yang harus dikaji adalah riwayat
penyakit apendisitis dalam keluarga dan penyakit keturunan
dalam keluarga sperti DM, Hipertensi, dll.
3) Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital, yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu pada anak.
pada anak dengan apendisitis biasanya nyeri samar dan tumpul
yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun.
b. Ukuran antropometri. Adalah pengukuran fisik yang dapat
diukurdengan alat pengukur seperti timbangan dan pita meter
meliputi: berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar
dada dan linglkar lengan.
c. Pemeriksaan fisik Head To Toe
1) Kulit
1. riwayat perubahan warna kulit
2. pekerjaan klien: di luar/dalam ruangan
3. penggunaan sunscreen
4. Kaji apakah klien mencatat adanya lesi atau perubahan
kulit
5. kebiasaan mandi, penggunanan sabun
6. Riwayat alergi
7. Penggunaan obat topical
8. riwayat gangguan kulit serius di keluarga
Variasi warna kulit
1. Kebiru-biruan (sianosis)
2. Pucat
3. Kekuningan
4. kemerahan (erythema)
5. kecolatan

Kelembaban kulit
1. Berhubungan dengan tingkat hidrasi dan kondisi lapisan
lipid pada permukaan kulit
2. Palpasi permukaan kulit
3. Observasi membran mukosa
Temperatur kulit
1. Tergantung jumlah darah yang bersirkulasi
2. Palpasi kulit dengan punggung tangan
3. Pengkajian dasar untuk klien yang beresiko mengalami
gagguan sirkulasi
Tekstur kulit
1. Kasar/halus, tebal/tipis, tegang/lentur
2. Usap dan palpasi dengan ujung jari Turgor
kulit
Elastisitas kulit
1. berkurang karena edema/dehidrasi
2. cubit kulit pada punggung tangan atau diatas sternum
Vaskularitas
1. aliran darah pada kulit menyebabkan warna pada daerah
tertentu
2. Aging: daerah yang tertekan menjadi kemerahan, pink atau
pucat
3. petechiae: gangguan pembekuan darah, reaksi obat atau
penyakit jantung
Edema
1. Inspeksi: lokasi, wama dan bentuk
2. Palpasi daerah edema: pergerakan, konsistensi dan
kemerahan
3. Pitting edema: tekan daerah udema selama 5 detik,
kedalaman pitting menunjukkan derajat edema.
Lesi
1. Normal: tidak ada lesi
2. Inspeksi: warna, lokasi, ukuran, tipe, pengelompokan.
3. Palpsi: mobility, countur (datar, menonjol, turun) dan
konsistensi ( kembut atau tegang)
4. Tanyakan: penyebab dan perubahan karakter Tipe lesi:
1. Makula • Vesicle
2. Papula • Postule
3. Nodule • Ulcer
4. Tumor • Atropi
5. Wheal
Rambut dan kulit kepala
1. Inspeksi kondisi dan distribusi rambut dan integritas kulit
kepala
2. Pencahayaan baik
3. Lepas wig
4. Kapan mulai perubahan pertumbuhan/kerontokan rambut
5. Identitifikasi tipe shampo dan produk lain yang digunakan
klien
6. kaji adanya fototerapi
7. Kaji distribusi, ketebalan, tekstur rambut teminal dan vellus
8.Inspeksi adanya infeksi dan serangga di kulit kepala Kuku
a) Kuku merefleksikan status kesehatan secara
ummum, status nutrisi dan pekerjaan, kondisi
psikologi
b) Inspeksi warna dasar kuku, ketebalan, tekstur
kuku, sudut antara kuku dan dasar kuku, serta
kondisi bagian lateral dan proksimal kuku.
c) Palpasi dasar kuku Kuku Abnormal
- Kuku normal: sudut antara kuku dan nail plate:
160°
- Clubbing
- Beau's lines
- Koilonychias
- Dplinter hemorrhages
- Paronychia
Kepala Dan Leher
Kaji integritas dan struktur anatomi: kepala, mata, telinga,
hidung, faring dan leher (nodus limfatik, arteri karotis, kelenjar
tiroid, dan trakhea)
Kepala
1. Kaji adanya riwayat trauma
2. Kaji adanya tanda-tanda neurologis: sakit kepala, pusing,
kehilangan kesadaran, kejang atau penglihatan kabur
3. Kajilamanya keluhan
4. Inspeksi kepala: ukuran, bentuk dan kuontur Mata
5. kaji kemam
6. puan visual, lapangan pandang, pergerakan ekstraokular
dan struktur mata eksternal dan internal.
Telinga
1. Inspeksi telinga
2. palpasi telinga dan prosesus mastoideus: tidak ada nyeri,
bengkak, nodules atau lesi
3. Lakukan tes pendengaran
Hidung
1. Inspeksi keadaan eksternal hidung
2. Sumbat salah satu lubang hidung klien ketika bernafas,
kepatenan jalan nafas
3. Inspeksi nostril internal: ophtalmoscope
4. Palpasi hidung
5. palpasi dan perkusi sinus frontalis dan maksilaris
Rongga mulut dan faring
1. Inspeksi bibir, mukosa mulut, gusi, gigi
2. Gunakan spatel dan penlight
3. Observasi lidah dan langit-langit kelas/lunak
4. Minta klien untuk menjulurkan lidahnya
5. Inspeksi uvula
6. Lakukan tes refleks batuk
Leher
1. Kaji fungsi otot leher
2. Palpasi nodus limfatik : lokasi, ukuran, bentuk, pergerakan,
kesimetrisan, karakteristik permukaan
3. Palpasi kelenjartiroid
4. Arteri karotid dan vena jugularis
5. Palpsitrakea

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pra operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
(inflamasi
appendicitis)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (proses
apendisitis
3. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif
(muntah)

Intra operasi

4. Risiko infeksi
5. Risiko perdarahan

Post operasi
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur
oprasi)
7. Risiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
8. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1) Intervensi keperawatan Pre operatif


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan 1. Keluhan nyeri menurun. Manajemen nyeri


dengan agen pencedera 2. Meringis menurun Observasi
fisiologi (inflamasi 3. Sikap protektif menurun.
1. Identifikasi lokasi ,
appendicitis) 4. Gelisah menurun.
karakteristik, durasi, frekuensi,
kulaitas nyeri, skala nyeri,
intensitas nyeri
2. Identifikasi respon nyeri non
verbal.
3. Identivikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.

Terapeutik :

4. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
Edukasi :

7. Jelaskan strategi meredakan


nyeri
8. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri .

Kolaborasi :

9. Kolaborasi pemberian

analgetik jika perlu

2. Hipertermia Berhubung 1. Menggigil Manajemen hipertermia


dengan an penyakit menurun. Observasi :
(proses appendicitis 2. Takikardi 1. Identifikasi penyebab
) menurun. hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Suhu tubuh
3. Monitor haluaran urine.
membaik.
Terapeutik :
4. Suhu kulit
membaik. 4. Sediakan lingkungan yang
dingin
5. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
6. Berikan cairan oral

Edukasi :

7. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu.
3. Risiko Hipovolemia 1 Kekuatan nadi Manajemen hypovolemia
berhubungan dengan meningkat.
Observasi :
kehilangan cairan secara 2 Membrane
1. Periksa tanda dan gejala
aktif mukosa lembap.
hypovolemia
(muntah) 3 Turgor kulit
2. Monitor intake dan output
membaik.
cairan.

Terapeutik :

3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi :

4. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
6. Kolaborasi peberian cairan IV

2) Intervensi keperawatan intra operatif


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
.
1. Risiko Infeksi 1. Pemantauan perubahan Pencegahan Infeksi
status kesehatan meningkat Observasi
Faktor risiko :
2. Kadar sel darah putih 1. Monitor tanda dan gejala
1. efek prosedur membaik infeksi lokal dan sistemik

invasive Terapeutik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
5. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
2. Risiko perdarahan 1. Tekanan darah membaik Pencegahan Perdarahan
2. Kadar Hb membaik Observasi
Faktor risiko :
3. Kadar Ht membaik 1. Monitor tanda dan gejala
1. Tindakan 4. Intake cairan membaik perdarahan

Pembedahan 2. Monitor tanda-tanda vital


ortostatik
Terapeutik
3. Batasi tindakan invasive
Edukasi
4. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika peru

3) Intervensi keperawatan post operatif


N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
O
1. Nyeri akut berhubungan 1. Keluhan nyeri menurun. Manajemen nyeri
dengan agen pencedera 2. Meringis menurun. Observasi :
fisik(Prosedur oprasi). 3. Sikap protektif 1. Identifikasi lokasi ,

menurun. karakteristik, durasi,

4. Gelisah menurun.

Frekuensi nadi membaik.


5. Keluhan nyeri frekuensi, kulaitas nyeri,
menurun. intensitas nyeri, skala nyeri.
6. Meringis menurun. 2. Identifikasi respon nyeri non

7. Sikap protektif verbal.=

menurun. 3. Identivikasi factor yang

8. Gelisah menurun. memperberat dan


memperingan nyeri.
9. Frekuensi nadi
Terapeutik :
membaik.
4. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :

7. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kolaborasi pemberian
analgetik bila perlu.

2. Risiko hipovolemia ditandai 1. Kekuatan meningkat. Manajemen hypovolemia


dengan efek agen 2. Membrane mukosa
Observasi :
farmakologis lembap.
1. Periksa tanda dan
3. Frekuensi membaik.
gejala hypovolemia
4. Tekanan membaik
2. Monitor intake dan
5. Turgor membaik. output cairan.
Terapeutik :

3. Berikan asupan cairan


oral

Edukasi :

4. Anjurkan
L
memperbanyak asupan
.
cairan oral
a
5. Anjurkan menghindari
r
perubahan posisi
a
mendadak.
h
Kolaborasi :

6. Kolaborasi peberian
cairan IV.
3. Risiko Infeksi ditandai 1. Demam, kemerahan, Perawatan Area Insisi
dengan efek prosedur nyeri, bengkak Observasi
infasive menurun. 1. Monitor proses
2. Kadar sel darah putih penyembuhan area
meningkat. insisi
2. Monitor tanda dan
gejala infeksi
Terapeutik
3. Bersihkan area insisi
dengan pembersih
ynag tepat
4. Usap area insisi dari
daerah yang bersih
menuju area yang
kurang bersih
5. Berikan salep
antiseptik
6. Ganti balutan sesuai
jadwal
Edukasi
7. Ajarkan cara merawat
area insisi
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap


Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal
Makassar.

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif


Apendiktomy et cause Appendisitis Acute.

Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food
Terhadap Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra
Husada, 1–7.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &
Riwayat Kesehatan (p. 49). p. 49.

Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis,


& Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Anda mungkin juga menyukai