M. M. FI AL - SIYASAH
Disusun oleh
Kelompok 1 HTN B :
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat Rahmat dan
pembahasan tentang “Perbandigan Konsep Khilafah Sunni dan Imamah Syi’ah” sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Tidak lupa Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Penulis mengaku dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga
Penulis berharap kepada semua pihak kiranya memberikan kritik dan saran yang
membangun, dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi tambahan bagi penilaian
dosen terhadap mata kuliah ini dan semoga isi dari makalah ini dapat di ambil manfaatnya
oleh semua pihak yang membaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.................................................................................................................iii
A. Latar Belakang...............................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................iv
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................iv
BAB II Pembahasan
A. Kesimpulan......................................................................................................................5
B. Saran................................................................................................................................5
Daftar Pustaka...........................................................................................................................6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbedaan yang terjadi antara Syiah dan Sunni pada dasarnya terletak pada ke
merupakan sesuatu yang penting dan prinsipil. Sedangkan untuk kelompok Sunni ke
Khalifahan bukanlah sesuatu yang mendasar dalam Agama hanya untuk perpolitikan.
Islam. Gerakan perpolitikan di Timur Tengah banyak di pengaruhi oleh dua kekuatan
besar, yaitu Syiah dan Sunni. Syiah memiliki basis di Iran sedangkan Sunni berbasis
di Arab Saudi, sunni merupakan kelompok mayoritas di Timur Tengah. Namun, hal
ini tidak menjadi kendala kelompok Syiah untuk memperluas pengaruhnya di Timur
Tengah, banyak gerakan perpolitikan yang dilakukan oleh kelompok Syiah tidak
disukai oleh kelompok Sunni yang merupakan kelompok mayoritas di Timur Tengah.
Islam Sunni dan Syiah adalah dua mazhab besar dalam Islam. Kurang
mesranya hubungan antara Sunni dan Syiah berlangsung sudah sejak dulu kala.
Konon ketidak mesraan ini dilatar belakangi oleh perbedaan persepsi dalam praktik
peribadatan, dll. Sunni sebagai penganut ajaran Islam yg pertama menganggap ajaran
iii
B. Rumusan Masalah
yaitu:
C. Tujuan Penulisan
imamah syiah.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
khalifah dapat berkuasa dengan salah satu dari empat cara baik melalui pemilihan,
melalui pencalonan atau melalui seleksi oleh komite. Perbedaan yang paling mendasar
antara Islam Syi'ah dan Sunni terletak pada persoalan khilafah (imamah). Bagi Syi'ah
imamah adalah suatu masalah penting dan prinsipil, karena merupakan bagian dari
akidah dan mempunyai posisi sentral serta perwujudan dari lutf (anugerah) terhadap
adalah: Tauhid, Nubuwah, keadilan ilahi, imamah dan hari kebangkitan. Sedangkan
dalam Islam Sunni persoalan imamah (khilafah) tidaklah sepenuhnya ditolak, tetapi
bukanlah suatu prinsip utama dalam agama (lebih bernuansa politis dan sosial
mengangkat seorang imam yang dipercaya. Kepercayaan itu adalah lutf kepada
hamba-Nya dan ia diyakini sebagai pelanjut misi kenabian sehingga imam harus
selalu ada. Keberadaan imam merupakan hal mutlak, sehingga ketiadaan sementara
harus digantikan oleh seorang faqih sampai kedatangan imam al-Mahdi yang biasa
dikenal dengan wilayah al-faqih yang merupakan implikasi imamah dalam kehidupan
sosial politik dan keagamaan. Sementara di kalangan Sunni, tidak didapati ajaran
seperti yang dipahami oleh Syi'ah. Dipahami Sunni, imamah bukanlah wahyu ilahi
dan tidak ditetapkan rasul-Nya, tetapi diserahkan pada umat yang memilih siapa yang
dianggap oleh mereka tepat menurut situasi dan kondisi serta memenuhi persyaratan-
1
persyaratan yang ditentukan. Oleh karena itu, jabatan imamah walaupun pada
keduniaan. Oleh karena itu, dalam penunjukkan imam diserahkan pada orang banyak
disebutkan di atas, bukan hanya disebabkan oleh perbedaan nash atau perbedaan
memahami nash-nash Alquran maupun hadis, melainkan juga harus pula dilihat dari
dominan dan paling utama pada masyarakat Arab adalah kesetiaan pada suku. Dari itu
pemahaman dan kebanggaan akan prestasi nenek moyang titik sentral dalam
kesadaran masyarakat Arab yang juga merupakan tolak ukur bagi kehormatan dan
keagungan suatu suku dibanding dengan suku lain (Jafri, 1989: 28). Dalam sistem
kesukuan yang kaku, seperti dalam masyarakat Arab, kemasyhuran leluhur dan
perbuatan terpuji mereka merupakan sumber gengsi paling utama dan klaim
superioritas. Bahkan bukan hanya ciri-ciri fisik diturunkan secara generalis tetapi
kemuliaan pun diwariskan dalam garis keturunan (Jafri, 1989: 30). Pandangan-
diangkat melalui lembaga pemilih (ahl al-hall wa al-‘aqd). Kedua, ia mungkin juga
mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi setiap anggota pemilih. Yaitu, 1]
adil, 2] memiliki pengetahuan yang dapat menentukan siapa yang layak menjadi
kepala negara, 3] memiliki wawasan yang luas dan sikap yang arif sehingga dapat
2
memilih calon yang paling tepat untuk jabatan kepala negara dan yang paling
diberikan al-Mawardi seperti di atas merupakan persyaratan yang tepat, sebab dari
kelompok pemilih itu diharapkan terwujudnya kepala negara yang cakap, terampil,
dan mengetahui mana yang harus dilakukan untuk kepentingan rakyat. Untuk itu
hanya kelompok tertentu yang berhak menjadi kelompok pemilih kepala negara.
Pertama, kelompok yang mengatakan bahwa ahl al-hall wa al-‘aqd terdiri dari
perwakilan seluruh kota yang ada di bawah kekuasaan negara. Kedua, kelompok yang
menyatakan bahwa pemilihan baru dianggap sah apabila paling kurang dilakukan lima
orang. Seorang di antara mereka diangkat sebagai imam dengan persetujuan empat
orang yang lain. Dasar pertimbangan kelompok ini ialah bahwa dahulu Abu Bakar
diangkat sebagai khalifah pertama melalui pemilihan lima orang, dan bahwa Umar bin
Khattab telah membentuk dewan formatur yang terdiri dari enam orang untuk memilih
Al-Mawardi tidak memberikan preferensi mana yang terbaik dari dua cara itu.
Akan tetapi karena tradisi yang berlaku waktu itu adalah monarchi, ia cukup
3
Secara sepintas terlihat, lagi-lagi ia berusaha menjadikan praktik al-Khulafa`
alRasyidun sebagai patokan. Padahal, diakui bahwa usaha itu sulit diwujudkan oleh
karena ternyata tidak ada satu model pemilihan pun yang dianggap baku pada masa-
masa awal Islam itu. Bahkan al-Maraghi menegaskan bahwa Nabi Muhammad saja
tidak memiliki model yang baku dalam bermusyawarah, terlebih para sahabat
sesudahnya. Tidak adanya model yang baku justru memberika peluang kepada umat
Islam untuk menentukan model tertentu sesuai dengan situasi dan kondisinya. Baca
Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Beirut: Dar al-Fikr, Tanpa Tahun),
Juz X, hlm.
negara, dalam hal pemberhentian kepala negara al-Mawardi tidak menyuguhkan resep
jika ternyata kepala negara telah menyimpang dari nilai-nilai moral agama, maka
mensinyalir, seorang kepala negara dapat diturunkan dari kursi kekuasaannya kalau
ternyata sudah keluar dari cita keadilan, 57 hilangnya panca indera,58 atau organ-
organ tubuh yang lain59 atau 54 Al-Mawardi, ibid.,55 Al-Mawardi, ibid., 1356
(pendapat mayoritas). Yang terakhir ini masih diperselisihkan para ulama. Baca, al-
Mawardi, ibid., hlm. 17. Abd Moqsith, Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Negara JAUHAR, VOLUME 2, NO.1, JUNI 2001 18 tidak cakap bertindak.60
4
penjelajahan lebih lanjut. Sehingga, bagaimana jika kepala negara menyimpang dari
amanat rakyat ? Tambahan pula, ia tidak menjelaskan tentang bagaimana cara atau
mekanisme pemakzulan seorang kepala negara yang sudah dipandang tidak kridibel
untuk memimpin sebuah negara. Tidak jelas pula, siapa yang harus melakukan
pemakzulan itu ? Tampaknya, masalah ini lepas dari amatan dan kajian al-Mawardi.
Padahal beberapa pokok soal ini sangat penting dikemukakan untuk mengetahui
sejauh mana hak pemberi mandat-dalam hal ini rakyat—terhadap mandatarisnya. Dari
sini terlihat, al-Mawardi tidak berpretensi untuk mempersoalkan apa yang sudah baku
absolut—sudah dapat dikatakan sebagai langkah maju dan berani. Penting dicatat
bahwa al-Mawardi lah satu-satunya dari enam pemikir politik Islam sejak zaman
klasik sampai zaman pertengahan (Ibnu Abi Rabi’, al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali,
dilengserkannya seorang kepala Negara jika ternyata tidak mampu lagi untuk
melaksanakan tugas, baik disebabkan oleh soal moral maupun soal-soal lain. Apa
yang telah diberikan dan dilakukan al-Mawardi, itulah andil dia yang sangat berharga.
C. Bentuk Negara
Struktur pemerintahan
Khilafah adalah dipimpin oleh orang yang mewakili umat dalam menjalankan
pemerintahan kekuasaan dan penerapan syariah yang disebut oleh khalifah. Tak
seperti teori teokrasi dimana aturan yang diterapkan adalah aturan Tuhan yaitu dari
aturan agama tertentu, kekuasaan Khilafah sangat berbeda dengan sistem teokrasi.
Khalifah diangkat oleh umat melalui bai’at. Khalifah juga bukan manusia suci yang
5
bebas dari kesalahan dan dosa. Khalifah bisa dikoreksi dan diprotes oleh umat jika
kebijakannya menyimpang dari ketentuan syariat. Khalifah juga bisa salah dan bisa
dihukum -yang dalam struktur Khilafah fungsi ini dilakukan oleh mahkamah
madzalim- yaitu ketika khalifah menyimpang dari ketentuan syariat Islam. Sementara
Sehingga pemimpinnya menganggap diri sebagai wakil Tuhan, menjadi manusia suci,
terbebas dari salah maupun dosa. Khalifah juga dibantu oleh para pembantu khalifah
khalifah dapat berkuasa dengan salah satu dari empat cara baik melalui pemilihan,
melalui pencalonan atau melalui seleksi oleh komite. Namun, para pengikut Islam
Syiah percaya bahwa seorang khalifah haruslah seorang imam yang dipilih oleh
Dalam ketatanegaraan Islam khususnya pada masa Nabi Muhmamd SAW dan
khulafaurroidin, kekuasaan kepala negara itu mencakup bidang agama dan bidang
keduniaan (sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara). Istilah khalifah
adalah pimpinan yang bertanggung jawab tentang masalah agama dan dunia.
Kekuasaan itu sudah diperkenalkan pada masa Nabi Muhammad SAW dan masa
6
negara, memberikan anugerah dan pangkat kehormatan, mengangkat pegawai sipil
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
khalifah dapat berkuasa dengan salah satu dari empat cara baik melalui pemilihan,
melalui pencalonan atau melalui seleksi oleh komite. Perbedaan yang paling mendasar
antara Islam Syi'ah dan Sunni terletak pada persoalan khilafah (imamah).
diangkat melalui lembaga pemilih (ahl al-hall wa al-‘aqd). Kedua, ia mungkin juga
Bentuk Negara
Khilafah adalah dipimpin oleh orang yang mewakili umat dalam menjalankan
pemerintahan kekuasaan dan penerapan syariah yang disebut oleh khalifah. Khalifah
diangkat oleh umat melalui bai’at. Khalifah juga bukan manusia suci yang bebas dari
kesalahan dan dosa. Khalifah bisa dikoreksi dan diprotes oleh umat jika kebijakannya
8
Dalam ketatanegaraan Islam khususnya pada masa Nabi Muhmamd SAW dan
khulafaurroidin, kekuasaan kepala negara itu mencakup bidang agama dan bidang
keduniaan (sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara). Istilah khalifah
adalah pimpinan yang bertanggung jawab tentang masalah agama dan dunia.
Kekuasaan itu sudah diperkenalkan pada masa Nabi Muhammad SAW dan masa
khulafaurrosidin.
B. Saran
Dengan mengetahui bagaimana perbedaan antara Sunni dan Syiah baik itu
dasar pemikiran pendirian negara, tata cara pengangkatan bentuk negara dan tata cara
9
DAFTAR PUSTAKA
Abidin ,Zainal, “Syiah dan Sunni dalam perspektif pemikiran islam”, Jakarta,2007.
https://dalamislam.com/fatwa-ulama/tasawuf-syiah/amp
10