Anda di halaman 1dari 12

REVIEW JURNAL KONSELING TEMAN SEBAYA

(Konseling Teman Sebaya)

Oleh:
Yessy Ary Estiani Sutopo
1213052051

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
REVIEW JURNAL
“Bimbingan Teman Sebaya Untuk Mengembangkan Sikap Negatif Terhadap
Perilaku Seks Tidak Sehat
Karya: Muslikah, Suwarjo, Galuh Wijayanti
Universitas Negeri Semarang, Indonesia”

Identitas
Jurnal yang direview adalah sebuah jurnal bimbingan dan konseling yang ditulis
oleh muslikah, suwarjo, galuh wijayanti universitas negeri semarang, indonesia.
Jurnal yang berjudul “bimbingan teman sebaya untuk mengembangkan sikap
negatif terhadap perilaku seks tidak sehat” ini diterbitkan pada tahun 2013.
@2013 universitas negeri semarang issn 2252-6889.

Abstraksi
Jurnal ini ditulis dengan tujuan untuk dapat mengembangkan sikap negatif
terhadap perilaku seks tidak sehat remaja. Metode yang digunakan adalah
penelitian pengembangan. Hasil penelitian ditemukan model bimbingan teman
sebaya untuk mengembangkan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat
pada remaja yang terdiri dari: rasional, pengertian, tujuan, asumsi, target
intervensi, tahapan dan materi pelatihan, kompetensi dan peran guru bimbingan
dan konseling, dukungan sistem, evaluasi dan indikator keberhasilan. Hasil uji
coba terbatas yang dibuktikan dengan analisis uji t menunjukan ada perbedaan
yang signifikan antara skor pre test dan post test meningkat sebanyak 30,25.
Dengan demikan, disimpulkan bahwa model bimbingan teman sebaya efektif
untuk mengembangkan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat pada
remaja. Kata kunci yang digunakan: attitude, peer guidance model, unhealthy
sexual behavior.

Latar Belakang
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Perubahan remaja tidak terlepas dari munculnya dorongan seksual. Fase remaja
sebagai salah satu tahapan dalam pervembangan manusia mempunyai peranan
yang sangat penting dalam perkembangan individu, yaitu masa awal organ fisik
(seksual) mencapai kematangan dan mampu melakukan aktivitas seksual. Oleh
sebab itu, remaja ingin mengetahui banyak hal termasuk juga dalam hal aktivitas
seksual. Berbagai data temuan yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa
masa remaja memberikan pengaruh sangat kuat pada dorongan seksual remaja,
dorongan tersebut ditunjukkan remaja dengan aktivitas seksual tanpa
pertimbangan yang benar. Menurut BKKBN diperoleh data bahwa sedikitnya
30% siswa SMP dan SMA di Indonesia sudah melakukan seks bebas secara aktif.
Selain itu banyak 12,9% remaja pada usia 13-17 tahun mengalami hamil diluar
nikah (Pikiran Rakyat, edisi 30 Juli 2007). Sedangka perilaku negatif remaja
terlihat dari data yang dicatat oleh BKKBN mengenai tingkat aborsi di Indonesia
yaitu sekitar 2,4 juta jiwa per tahun dan sekitar 700 ribu diantaranya dilakukan
oleh para remaja (BKKBN, 2007). Menyimak fenomena diatas, remaja perlu
dipersiapkan memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi yang memadai.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling yang berfokus pada sikap negatif terhadap perilaku seks
tidak sehat dengan melakukan kolaborasi dengan teman sebaya.

Metode
Penelitian research and development (r&d), dengan proses pengembangan yang
meliputi 7 langkah dari 10 langkah yaitu: studi pendahuluan, perencanaan, desain
produk, validasi desain, revisi desain, uji coba terbatas, revisi hasil uji coba
(sugiyono, 2011). Uji coba model dalam penelitian ini dilakukan melelui dua
tahapan, yaitu uji perseorangan melalui uji rasionel model oleh pakar bimbingan
dan konseling dan validitas kepraktisan model melalui focus group discution
yang melibatkan praktisi dilapangan dan uji kelompok kecil. Subjek uji coba
dalam penelitian ini melalui seleksi subjek (purposive sumpling). Metodee
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
pedoman wawancara dan istrumen skala sikap terhadap perilaku seks. Teknik uji
validitas instrumen menggunakan rumus korelasi product moment, sedangkan
untuk mengetahui reliabilitas instrumen digunakan rumus alpha cronbach. Teknik
analisis data yang digunakan yaitu uji beda rata-rata (t-test).

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil survey Perkumpulan Keluarga Besar Berencana Indonesia
(PKBI) Jawa Tengah tahun 2010 di Semarang tentang pengetahuan kesehatan
reproduksi menunjukkan angka 43,22% pengetahuannya rendah, 37, 28%
pengetahuan cukup, sedangkan 19,50% pengetahuan memadai. Sedangkan
perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol 100%,
berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6, berciuman bibir 60,9%,
mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan
melakukan hubungan seks 7,6% (Farid, 2005:8). Menyimak fenomena diatas,
remaja perlu dipersiapkan agar memiliki pemahaman tentang kesehatan
reproduksi yang memadai. Apabila kondisi ini tidak tertangani dengan baik, maka
dimungkinkan jumlah remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas akan terus
meningkat. Data skor peningkatan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat
dengan menggunakan uji t secara lengkap disajikan dalam tabel berikut:
Keterangan Pre test Post test Peningkatan
Sikap negatif 167,29 197,54 30,25
terhadap perilaku
seks tidak sehat
Berdasarkan analisis data diatas, menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap negatif
siswa terhadap perilaku seks tidak sehat antara sebelum dan sesudah mendapatkan
bimbingan teman sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sikap
negatif siswa terhadap perilaku seks tidak sehat setelah mendapatkan bimbingan
teman sebaya, lebih tinggi dibandingkan sebelum mendapatkan bimbingan teman
sebaya.

Kesimpulan
Dengan ditemukannya model bimbingan teman sebaya untuk mengembangkan
sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat pada remaja yang terdiri dari:
rasional, pengertian, tujuan, asumsi, target intervensi, tahapan dan materi
pelatihan, kompetensi dan peran guru, dukungan sistem, evaluasi dan indikator
keberhasilan. Model bimbingan teman sebaya yang dikembangkan efektif untuk
mengembangkan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat pada remaja.

KETERKAITAN KASUS DENGAN PENDEKATAN TEORI KONSELING


SEBAYA

Dalam kasus diatas target utama intervensi adalah remaja dapat mengendalikan
dorongan seksual dengan penuh tanggungjawab, dan bisa bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia. Target intervensi secara khusus yaitu untuk
mengembangkan sikap negatif terhadap perilaku seks tidak sehat pada remaja.
Tujuan utama pelatihan bimbingan teman sebaya adalah untuk meningkatkan
jumlah anak yang memiliki wawasan tentang kesehatan reproduksi yang baik dan
mampu menggunakan keterampilan-keterampilan pemberian bantuan kepada
teman mereka. Pelatihan ini tidak dimaksudkan untuk menghasilkan petugas guna
menggantikan fungsi dan peran guru BK. Siswa dilatih untuk menjadi pendengar
yang baik, pusat informasi, memimpin focus group discussion serta kampanye
media anti free sex tentang topik seputar kesehatan reproduksi kepada teman-
temannya.

Untuk mewujudkan intervensi tersebut maka perlunya pendekatan yang tepat


dalam proses konseling, yaitu dengan menggunakan pendekatan konseling teman
sebaya. Perlu diketahui agar tercapainya konseling teman sebaya perlu
diperhatikan teori pelaksanaan konseling teman sebaya agar tujuan dapat tercapai.
Konseling teman sebaya dibangun melalui langkah-langkah sebagai berikut
(dalam jurnal, UNY 2008):
1. Pemilihan calon ”konselor” teman sebaya.
Meskipun keterampilan pemberianbantuan dapat dikuasai oleh siapa saja, faktor
kesukarelaan dan faktor kepribadian pemberi bantuan (konselor sebaya) yang
ternyata
sangatmenentukan keberhasilan pemberian bantuan. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemilihan calon “konselor” sebaya. Pemilihan didasarkan pada
karakteristik-karakteristik hangat, memiliki minat untuk membantu, dapatditerima
orang lain, toleran terhadap perbedaan sistem nilai, energik, secarasukarela
bersedia membantu orang lain, memiliki emosi yang stabil, danmemiliki prestasi
belajar yang cukup baik atau minimal rerata, serta mampu menjaga rahasia.
Dalam setiap kelas dapat dipilih 3 atau 4 siswa yangmemenuhi kriteria tersebut
untuk dilatih selama beberapa minggu.

2. Pelatihan calon ”konselor” teman sebaya. Tujuan utama pelatihan “konselor”


sebaya adalah untuk dapaat meningkatkan jumlah remaja yang memiliki dan
mampumenggunakan keterampilan-keterampilan pemberian bantuan. Pelatihan
initidak dimaksudkan untuk menghasilkan personal yang menggantikan fungsi
dan peran konselor. Materi-materi pelatihan yang meliputi keterampilankonseling
dan keterampilan resiliensi dikemas dalam modul-modul yangdisajikan secara
berurutan. Calon ”konselor” teman sebaya dibekali kemampuan untuk
membangun komunikasi interpersonal secara baik.

Sikap dan keterampilan dasar konseling yang meliputi kemampuan berempati,


kemampuan melakukan attending, keterampilan bertanya, keterampilan
merangkum pembicaraan, asertifitas, genuineness, konfrontasi, danketerampilan
pemecahan masalah, merupakan kemampuan-kemampuan yang dibekalkan dalam
pelatihan konseling teman sebaya. Penguasaan terhadap kemampuan membantu
diri sendiri dan kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal secara
baik akan memungkinkan seorang remaja memiliki sahabat yang cukup. Selain
kemampuan-kemampuan untuk membangun komunikasi interpersonal,
keterampilan untuk mengembangkan resiliensi (daya lentur) juga merupakan
keterampilan yang perlu dilatihkan. Resiliensi merupakan kemampuan penting
bagi individu untuk menghadapi berbagai situasi dan suasana adversif yang
seringkali tidak dapat dielakkandalam kehidupan. Keterampilan-keterampilan
untuk mengembangkan resiliensi adalah: keterampilan mempelajari ABC-mu,
menghindari perangkap-perangkap pikiran, mendeteksi “gunung es”, menantang
keyakinan-keyakinan, penempatan pikiran dalam perspektif, penenangan dan
pemfokusan, serta real-time  resiliensi. Dengan menguasai keterampilan
keterampilan tersebut individu mampu membantu diri sendiri dan teman lain
dalam pengambilan keputusan secara bijak dalam menyikapi dan menghadapi
berbagai suasana aversif yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pelaksanaan dan pengorganisasian konseling teman sebaya. Dalam praktiknya,


interaksi ”konseling” teman sebaya lebih banyak bersifat spontan dan informal.
Spontan dalam arti interaksi tersebut dapat terjadi kapan saja dan dimanasaja,
tidak perlu menunda. Meskipun demikian prinsip-prinsip kerahasiaan tetap
ditegakkan. Interaksi triadik terjadi antara ”konselor” sebaya dengan”konseli”
sebaya, konselor dengan ”konselor” sebaya, dan konselor dengan konseli.

Maka dari itu, sebelum pelatihan bimbingan teman sebaya diselenggarakan untuk
pelatihan bimbingan teman sebaya adalah meningkatkan jumlah anak yang
memiliki wawasan tentang kesehatan reproduksi yang baik dan mampu
menggunakan keterampilan-keterampilan pemberian bantuan kepada teman
mereka, kegiatan yang pertama diawali dengan pemilihan calon pembimbing
sebaya dengan karakteristik sebagai berikut:
(a)Memiliki minat, kemauan, dan perhatian untuk membantu teman secara
Sukarela,
Dalam menyelesaikan kasus diatas pembimbing teman sebaya memiliki kemauan
atau kesukarelaan untuk membantu teman-teamannya. Jika pembimbing terpaksa
dapat menghambat proses pelaksanaan konseling teman sebaya.
(b)Terbuka dan mampu berempati,
Membiarkannya untuk bertanya seluas-luasnya termasuk hal yang tabu dan Ikut
merasakan apa yang klien rasakan.
(c)Memiliki disiplin yang baik,
Dapat dipercaya, jujur, dan apabila tidak mengerti jawaban dari pertanyaan
klien, katakan bahwa lain waktu akan berusaha menjawab karena sekarang
belum
mengerti
(d)Memiliki prestasi akademik tinggi atau minimal rerata,
(e)Memiliki self regulated learning atau pengelolaan diri yang baik,
Memahami, dan tidak memberikan penilaian, apalagi penilaian megatif tentang
Klien, bersabar, biarkan klien yang mengambil keputusannya sendiri,
menunjukkan sikap tenang, jangan mudah panik dan terlalu heran pada hal
baru.
(f) Memiliki kontrol diri dan akhlak yang baik,
Menghargai klien dan jangan menadang rendah dirinya
(g)Mampu menjaga rahasia,
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor teman sebaya tidak boleh
disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak
boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Kerahasiaan ini merupakan asas kunci
dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan,
maka penyelengara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari
semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau
memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya,
jika konselor teman sebaya tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik,
maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak
mendapat tempat di hati klien dan para calon klien; mereka takut untuk meminta
bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan.
Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah riwayat pelayanan konseling di
tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
(h)Mampu bersosialisasi dan menjadi model yang baik bagi teman-temannya,
(i) Memahami norma sosial, hukum dan agama.
Karakteristik diatas harus dipegang oleh pembimbing teman sebaya agar
pelaksanaan konseling sebaya dapat berjalan secara efektif.

Pelatihan yang dilakukan oleh konselor sebaya selama beberapa kali sesi yang
disampaikan oleh guru BK didampingi fasilitator. Pelatihan diselenggarakan pada
waktu pulang sekolah sehingga tidak mengganggu jam pembelajaran. Dalam
proses pelatihan, peserta pelatihan dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang
terdiri dari empat sampai enam orang anggota. Pelatihan terdiri dari 3 sesi, dengan
durasi tiga sampai dengan empat jam tiap sesinya. Pelatihan dilaksanakan dua kali
seminggu, tiap hari latihan hanya satu sesi. Hal ini dilakukan agar materi pelatihan
mengena dan terinternalisasi secara baik. Dalam setiap sesi disajikan pula tugas-
tugas tersupervisi yang menyerupai praktikum. Pertemuan supervisi mingguan
diselenggarakan dalam kelompok yang terdiri dari masing-masing kelas.
Kemajuan pembimbing sebaya selama pelatihan dan membantu teman sebayanya
menjadi indikator keberhasilan intervensi melalui observasi, penugasan dan
laporan dalam konferensi kasus. Selain itu, evaluasi terhadap keberhasilan
intervensi yang dilakukan pembimbing sebaya dilihat dari banyaknya siswa yang
dibantu melalui konsultasi oleh pembimbing sebaya laiseg melalui yang terdiri
dari understanding, comfortable, dan action serta skala sikap dengan
membandingkan sebelum dan setelah diberikan intervensi.

Pemberian Materi dalam pelatihan bimbingan teman sebaya yaitu sebagai berikut:
1) Keterampilan dalam memberikan bantuan meliputi:
 Keterampilan menjalin hubungan sosial, mendekati dan meningkatkan interaksi
sosial khususnya dengan siswa yang memerlukan bantuan
 Keterampilan mendengar, konselor teman sebaya harus dapat memahami dan
merespon secara tepat dan positif, memperhatikan konseli, sensitif terhadap kata
atau kalimat yang diucapkan, intonasi, dan bahasa tubuh konseli.
 Keterampilan attending, ungkapan salam dan sapaan yang penuh sopan, dengan
nada suara yang baik, penampilan diri dengan postur fisik yang meyakinkan,
gerakan fisik yang disertai dengan perhatian secara menyeluruh, pengakuan,
sentuhan, dan kontak fisik yang sederhana dan penuh perhatian, disertai dengan
sikap yang menunjukan bahwa kehadiran konselor sebagai suatu yang akan
memberikan makna bagi klien, memelihara kontak mata secara menyeluruh dan
tepat sesuai dengan situasi dan topik bahasan, mengamati dan menyimak dengan
penuh perhatian.
 Keterampilan berempati: konselor teman sebaya harus menerima dan memahami
ungkapan klien, memberikan perhatian yang mendalam terhadap ungkapan klien,
pernyataan yang mengambarkan ungkapan suasana perasaan yang diungkapkan,
memberikan dukungan terhadap ungkapan tertentu.
 Keterampilan merangkum, konselor teman sebaya menggabungkan perasaan dan
ide kunci kedalam pernyataaan-pernyataan yang pengertian dasarnya luas, tidak
menambahkan ide-ide baru dalam ringkasan, mempertimbangkan kalau sekiranya
dapat membantu kalau menyatakan ringkasan atau mengajak klien untuk membuat
ringkasan.
 Keterampilan bertanya, konselor teman sebaya menggali informasi yang lebih
dalam dari konseli. Dalam bertanya terdapat dua jenis pertanyaan, yaitu:
pertanyaan tertutup yang hanya memberikan peluang jawaban ia atau tidak dan
pertanyaan terbuka dengan menggunakan kata tanya seperti: apa, di mana, kapan,
mengapa, bagaimana.
 Keterampilan berperilaku genuin, Konselor harus memancarkan kejujuran dan
keterbukaan terhadap konseli. Kejujuran  konselor harus  disampaikan atau
diekspresikan secara tepat sehingga tidak melukai hati konseli. Sebagai konselor,
sebelum anda dapat mengekspresikan perasaan-perasaan anda, anda harus
menyadari adanya perasaan-perasaan tersebut.
 Keterampilan berperilaku asertif, Keterampilan asertif mencakup keterampilan
untuk menyatakan pikiran dan perasaan dengan cara jujur dan sopan, dan
menghargai hak asasi orang lain. Keterampilan ini dapat dikembangkan melalui
ungkapan nonverbal dan verbal.
 Keterampilan konfrontasi, Konselor teman sebaya dapat membedaan perbedaan
antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan klien, dapat membedakan
perbedaan antara apa yang telah dikatakan seseorang dengan apa yang dilaporkan
orang lain tentang dia, dan dapat membedakan perbedaan antara apa yang
dikatakan dengan apa yang nampak.
 Keterampilan pemecahan masalah, menjajaki masalah, memahami masalah,
membatasi masalah, menjabarkan alternatif, mengevaluasi alternatif, memilih
alternatif terbaik, menerapkan alternatif terkait dengan kasus diatas.

2) Wawasan yang harus dimiliki pembimbing sebaya tentang perilaku seks


remaja: perkembangan reproduksi remaja, perilaku seksual tidak sehat pada
remaja dan faktor penyebabnya, resiko kehamilan sebelum menikah dan bahaya
aborsi, bahaya PMS (Penyakit Menular Seksual), dan pergaulan sehat pada remaja
serta pemahaman terhadap norma hukum, sosial dan agama terkait dengan
seksualitas. Ketika kegiatan bimbingan teman sebaya telah berjalan, guru BK
melakukan pendampingan, pembinaan serta peningkatan kemampuan para
pembimbing sebaya. Pertemuan secara periodik (satu minggu sekali) dilakukan
untuk menyelenggarakan konferensi kasus (case conference) dan menindaklanjuti
teman yang dialihtangankan oleh pembimbing sebaya kepada guru BK dengan
persetujuan teman tersebut. Setelah proses pelatihan berakhir, pembimbing sebaya
didorong untuk dapat mengaplikasikan hasil-hasil pelatihan guna membantu
teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Bantuan diberikan melalui
curhat/konsultasi, pemberian informasi di kelas dan Focus Group Discussion
dengan teman di kelas serta kampanye media anti free sex sesuai materi yang
telah disiapkan oleh pembimbing sebaya.

Kompetensi guru BK dalam penyelenggaraan BTS sebagai berikut:


 Berpikiran terbuka,
 Menguasai keterampilan memberikan bantuan yang dibekalkan kepada
pembimbing sebaya,
 Memahami bahwa pembimbing sebaya bukanlah profesional yang menggantikan
peran guru BK tetapi merupakan salah satu media bimbingan yang tetap
berkolaborasi dengan guru BK,
 Mampu mengorganisasikan dan mendampingi pembimbing sebaya dalam
menjalankan tugasnya maupun dalam case conference.

Sedangkan peran guru BK dalam implementasi model bimbingan teman sebaya


yaitu sebagai berikut :
 Guru BK menjaring calon pembimbing sebaya melalui seleksi, (20 Melatih
calon pembimbing sebaya terpilih,
 Mensosialisasikan pembimbing sebaya,
 Mengorganisasikan dan mendampingi pembimbing sebaya, dan
 Melakukan tindak lanjut sebagai program rutin tiap kelas.

Model bimbingan teman sebaya dalam mengembangkan sikap negatif terhadap


perilaku seks tidak sehat pada remaja agar lebih optimal memerlukan dukungan
dari semua stake holders sekolah, misalnya kepala sekolah, guru mata pelajaran,
wali kelas, orangtua dan masyarakat. Dukungan tersebut dimaksudkan agar stake
holders sekolah memahami pentingnya pelatihan bimbingan teman sebaya
sehingga peran pembimbing sebaya bisa lebih optimal. Guru BK juga bisa
berkolaborasi dengan guru biologi dan guru agama dalam penyampaian materi
pelatihan bimbingan teman sebaya, sehingga materi pelatihan lebih komprehensif
dari berbagai sudut pandang.

Referensi Kasus dan Teori Penyelenggaraan Konseling Teman Sebaya:


 Dikutip dari website: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk, pada tanggal
7/11/2014

 Dikutip dari website:


http://staf.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Suwarjo,%2520M.Si.,%2520D
r.%2520/Pedoman%2520%2520Pengembangan%2520Peer
%2520Counsseling.pdf+&cd=10&hl=id&ct=clnk&client=firefox-beta, pada
tanggal 7/11/2014

Anda mungkin juga menyukai