Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/355443730

Korean Wave Sebagai Diplomasi Publik Korea Selatan Terhadap Indonesia

Article · October 2021

CITATIONS READS
0 114

1 author:

Denddy Frianto
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

KERJASAMA INTERNASIONAL DAERAH KOTA MEDAN View project

Diplomasi Korea Selatan melalui BTS di sidang majelis PBB View project

All content following this page was uploaded by Denddy Frianto on 21 October 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Korean Wave Sebagai Diplomasi Publik Korea Selatan Terhadap Indonesia
Denddy Frianto
1
Department of IR, Class of N, Institution, Cauntry
Abstrak
Upaya diplomasi Korea Selatan ke negara tersebut, salah satu tujuan negara tersebut adalah
Indonesia dengan menggunakan strategi diplomasi publik yaitu Korean Wave yang memberikan
pengaruh negatif terhadap Indonesia. Korean Wave adalah gelombang yang diciptakan oleh Korea
Selatan berupa produk industri hiburan seperti musik, film, makanan, model pakaian, perawatan
kulit ala Korea, atau produk kecantikan, serta segala sesuatu yang dimiliki oleh Korea Selatan yang
dapat dijual ke pasar. Tujuan diplomasi publik mencakup dua hal, yaitu mempengaruhi perilaku
negara yang bersangkutan dan memfasilitasinya. Diplomasi publik merupakan salah satu cara agar
Korea Selatan terlihat eksis dan mandiri oleh negara lain. Mereka menggunakan teknik soft power
yang merupakan alat penting dalam pelaksanaan diplomasi publik.
Abstrak

South Korea's diplomatic efforts to the country, one of the country's goals is Indonesia by using a
public diplomacy strategy, namely the Korean Wave which has a negative influence on Indonesia.
The Korean Wave is a wave created by South Korea in the form of entertainment industry products
such as music, movies, food, clothing models, Korean-style skincare, or beauty products, as well
as everything that is owned by South Korea that can be sold to the market. The purpose of public
diplomacy includes two things, namely influencing the behavior of the country concerned and
facilitating it. Public diplomacy is one way for South Korea to be seen as existing and independent
by other countries. They use soft power techniques which are important tools in the implementation
of public diplomacy.

Kata Kunci: Diplomasi Publik, Indonesia, Korea Selatan, Korean Wave, Soft Power

Pendahuluan
Diplomasi adalah salah satu alat utama yang digunakan negara dalam pelaksanaan politik
luar negeri dan pencapaian kepentingan nasional yang kemudian bisa menjadi nilai tawar atau state
branding sebuah negara sehingga juga dapat membangun citra atau image dari sebuah negara
(Effendy, 2008). Diplomasi termasuk ke dalam soft power yang memiliki beragam bentuk seperti
diplomasi publik, diplomasi kebudayaan (Milton C. Cummings, 2003).
Diplomasi publik dimaknai sebagai proses komunikasi pemerintah terhadap publik
mancanegara yang bertujuan untuk memberikan pemahaman atas negara, sikap, institusi, budaya,
kepentingan nasional, dan kebijakan -kebijakan yang diambil oleh negaranya (Wang, 2006).
Diplomasi publik bisa digunakan sebagai salah satu alat untuk pengukuhan identitas diri dari suatu
negara, atau lebih dikenal sebagai nation branding. Secara konsep dan prakteknya diplomasi publik
digunakan untuk mengukur, membangun dan mengatur reputasi dari suatu negara dengan
menempatkan pentingnya nilai simbol dari suatu produk yang pada akhirnya menempatkan negara
untuk memperkuat karakteristik khas dari negara tersebut. Diplomasi publik inilah yang nantinya
akan mempengaruhi pola dari brand strategy, public diplomacy, cultural relations, investment and
export promotion, tourism, dan economic development dari negara tersebut (Ariance, A. H. 2017).

Sedangkan diplomasi kebudayaan adalah usaha memperjuangkan kepentingan nasional


suatu negara melalui kebudayaan, secara mikro, seperti olahraga, dan kesenian, atau secara makro
misalnya propaganda dan lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai
bukan politik, ekonomi, ataupun militer (Warsito, T., & Kartikasari, W. 2007). Diplomasi
kebudayaan dipercaya efektif dalam mencapai tujuan itu dikarenakan pelaksanannya bisa
berlangsung di situasi apapun, baik di keadaan damai, krisis, konflik, ataupun perang.

Jika sebelumnya diplomasi banyak diwarnai dengan isu-isu perang, kini isu tersebut
bergeser ke arah yang positif. Perang tidak hilang dari era sekarang ini, namun kemunculan isu-
isu lain seperti lingkungan, pariwisata, kesehatan, dan hak asasi manusia menjadi sasaran dari
diplomasi publik. Tujuan dari diplomasi publik tersebut meliputi dua hal yaitu mempengaruhi
perilaku dari Negara yang bersangkutan serta memfasilitasinya. Maka dari itu, hubungan
antara Korean wave dan Diplomasi Publik adalah ketika setiap negara ingin membentangkan
sayapnya ke negara lain, mereka membutuhkan sesuatu yang bisa dinikmati, dilihat, dan
dirasakan oleh negara lain, sehingga ia dianggap ada oleh negara lain (Ajeng001, 2020).

Istilah Korean wave digunakan untuk menggambarkan produk kebudayaan populer (pop
culture) Korea Selatan yang berhasil diekspor ke negara-negara lain di wilayah Asia, Eropa,
maupun Amerika. Melalui musik, film, dan produk industri hiburan seperti drama televisi. Namun
dalam kasus ini, Korean wave tidak saja sebatas berhasil memasarkan budaya Korea Selatan,
namun mampu memasarkan produk-produk komersial dan pariwisata Korea Selatan kepada publik
di berbagai Negara. Korean wave bukan lagi sekedar transfer budaya lintas-negara atau perluasan
industri hiburan, namun telah menjadi kekuatan bagi Korea Selatan dalam memperoleh
keuntungan ekonomi (Suryani, 2015).

Analisis
Korean wave sendiri merupakan implementasi dari pengembangan teori softpower.
Diplomasi publik yang dikembangkan oleh korea di Indonesia ini merupakan salah satu
diplomasi yang paling berhasil jika dibandingkan dengan negara lain. Sebagai
contohnya, boyband dan girlband korea yang mengadakan konser di Indonesia selalu disambut
baik ditandai dengan terjual habisnya tiket konser walaupun harganya menjulang. Selain itu,
drama korea yang selalu menjadi trending topik di Indonesia juga merupakan bukti
bahwa korean wave ini sudah cukup berhasil. Namun, jika dibandingkan dengan gelombang
budaya lain misalnya Indian wave yang berasal dari Negara India, Korean Wave tetap mendapat
perhatian dan respon lebih besar dari masyarakat di masa kini (Ajeng001, 2020).

Korean wave atau hallyu merujuk pada fenomena gelombang budaya Korea Selatan yang
dimulai pada tahun 1990-an di Asia Timur dan berkembang hingga ke Amerika, Eropa, dan Timur
Tengah (Lee, 2011). Istilah Korean wave itu sendiri muncul pada pertengahan tahun 1999 oleh
media yang tekejut dengan kepopuleran produk budaya Korea di kalangan muda di Cina Kim, J.
Y. (2007). Kini, istilah Korean wave lebih sering digunakan untuk menjelaskan penyebaran
budaya populer Korea di berbagai Negara (Ju, 2010) Korean wave merepresentasikan aliran
produk budaya populer Korea ke berbagai negara melalui media televisi, film, animasi, games,
serta musik populer. Sejak ekspor drama televisi pertama di Cina pada tahun 1990-an, Korea
Selatan terus memperluas pengaruh Korean wave dengan mengekspor lebih banyak drama
televisi, film, dan merambah pada ekspor industri musik populer yang sering diistilahkan dengan
K-Pop ke berbagai negara di Asia, Amerika, dan Eropa (Suryani, 2015).

Pembentukan Korean wave sebagai instrumen soft power Korea Selatan melibatkan unsur-
unsur seperti sumber, aktor yang terlibat (referees dan receivers), serta agenda setting dan
attraction. Korean wave bersumber pada budaya populer (pop culture) dan diekspor ke berbagai
negara dalam bentuk produk budaya seperti drama televisi, film, musik K-Pop, animasi, dan games
untuk dinikmati oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan dan generasi. Produk-produk tersebut
memadukan modernitas dan teknologi dengan tradisi dan nilai kekeluargaan sehingga dapat
diterima berbagai kalangan. Korea Selatan juga memproduksi K-Pop, animasi, dan games yang
diminati dan digemari oleh masyarakat luas karena keunikan unsur domestik khas Korea yang
dipadukan dengan teknologi dan modernitas a la Barat. Melalui upaya ini, Korea Selatan berhasil
menjembatani budaya Barat dengan Timur dan menghasilkan suatu produk yang bisa diterima oleh
keduanya (Suryani, 2015).

Aktor yang terlibat dalam penggunaan Korean wave sebagai instrumen soft power adalah
pemerintah Korea Selatan, media (televisi maupun internet), industri produk budaya (industri
drama televisi, musik, film, animasi, dan games), industri produk komersial (MNC-MNC yang
berbasis di Korea Selatan seperti Samsung dan LG) sebagai referees, serta publik negara-negara
Asia, Eropa, Amerika, dan Timur Tengah sebagai receivers. Sebagai referee, pemerintah Korea
Selatan terlibat dalam mendukung promosi budaya populer melalui kebijakan-kebijakannya.
Media berperan sebagai sarana rujukan untuk menikmati produk budaya seperti drama, film,
animasi, K-Pop, dan online games. Industri drama televisi, film, musik, animasi, dan games adalah
pihak yang terlibat dalam produksi kreatif budaya populer. Industri produk komersial seperti
perusahaan multinasional Samsung dan LG adalah pihak yang terlibat dalam mendukung
persebaran produk budaya Korea sekaligus memanfaatkan Korean wave sebagai alat promosi
produk komersial mereka. Receivers dari Korean wave adalah publik di negara-negara Asia,
Eropa, Amerika, dan Timur Tengah yang menerima dan mengkonsumsi produk budaya dan
produk komersial yang dipasarkan dengan memanfaatkan popularitas Korean wave (Suryani,
2015).

Upaya yang dilakukan oleh Korea Selatan untuk menjalin hubungan diplomasi kepada
Negara tujuannya melalui Korean Wave dengan memperkenalkan budaya, makanan, serta fasion
yang sedang tren di Korea merupakan cara yang bagus. Tetapi hal tersebut tentu memiliki
dampak positif serta negatif terhadap Negara yang dituju. Dampak negatifnya antara lain yaitu,
tidak semua masyarakat Indonesia bisa bersikap selektif dalam menghadapi budaya-budaya
asing yang masuk ke Indonesia. Sehingga banyak masyarakat yang lebih menggemari budaya
asing dan tertarik untuk mempelajari budaya asing dibandingkan mempelajari budaya lokal,
karena menurut mereka budaya asing itu lebih keren dan modern dari pada budaya lokal yang
ada di Indonesia. Hal ini menyebabkan perubahan pandangan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia, yaitu pandangan bahwa kebudayaan Indonesia ketinggalan zaman dan tidak keren.
Jika hal tersebut terus terjadi maka seiring berjalannya waktu kebudayaan lokal Indonesia yang
menjadi ciri khas akan luntur, nilai luhur serta moral masyarakat Indonesia pun juga akan hilang
dalam diri seorang warga Negara Indonesia.
Selain itu, Jurnal Mekanisme Perubahan Budaya Indonesia Korea (2019) juga
menjelaskan dampak negatif munculnya demam Korea di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Perilaku hidup boros Para remaja yang begitu terobsesi kepada musik K-pop, drama Korea,
bahkan produk-produk yang berasal dari Korea, membuat mereka mengeluarkan banyak uang
hanya untuk sekedar membeli DVD, menonton konser, dan pergi ke Korea hanya untuk berburu
barang barang asli Korea.

2. Munculnya Fanwar. Setiap orang mempunyai selera musik yang berbeda. Karena ada
perbedaan selera musik atau perbedaan suatu kegemaran itulah yang membuat masing-masing
fandom pasti juga mempunyai antis atau orang yang tidak menyukai suatu boyband atau girlband
tersebut. Perbedaan itulah yang memicu suatu fanwar atau peperangan antar fans. Biasanya hal
ini banyak terjadi di dunia maya.

3. Selain bergaya hidup boros dan sering fanwar, para pecinta Korea yang gemar sekali
membaca ataupun menulis FF, mulai mengembangkan gaya fanfic yang awalnya hanya cerita
fiksi biasa menjadi fanfic yang ceritanya mengandung unsur dewasa. FF ini dinamakan FF NC
atau FF No Child, biasanya FF NC diberikan rating sesuai dengan batas usia yang boleh
membacanya, mulai dari rating 17+, 21+ sampai 25+. FF jenis ini dapat dengan mudah
ditemukan di dalam blog atau bahkan di dalam situs jejaring sosial Facebook. Walaupun ada
beberapa blog yang masih memperhatikan moral para remaja Indonesia dengan memberikan
password untuk FF NC, namun tak jarang pula anak-anak yang masih di bawah umur memaksa
untuk membacanya dan mengetahui passwordnya. Penelitian-penelitian tersebut membuktikan
bahwa adanya Korean Wave memiliki dampak negatif terutama bagi Negara Indonesia.

Selain dampak negatif budaya korea juga memiliki dampak positif bagi para remaja
Indonesia. Jurnal Mekanisme Perubahan Budaya Indonesia Korea (2019) menjabarkan dampak
negatif dari masuknya budaya korea ke Indonesia adalah adanya beberapa kebiasaan dari Korea
yang tidak bisa diterapkan di Indonesia, ditiru oleh para remaja Indonesia. Beberapa dampak
positif yang dapat kita lihat adalah:

1. Belajar Menabung. Para remaja Indonesia yang begitu mencintai kebudayaan Korea pasti
akan senang berburu segala hal yang berbau Korea, bahkan tak jarang mereka rela pergi ke Korea
hanya sekadar untuk membeli barang asli dari negara tersebut. Tentulah mereka harus menabung
untuk bisa pergi dan membeli segala hal yang berhubungan dengan Korea. Selain itu, bagi para
penggemar boyband dan girlband Korea, tentu mereka sangatlah ingin menonton konser
para boyband atau girlband idola mereka secara langsung, hal ini juga mendorong mereka untuk
belajar menabung dan menghemat uang jajan mereka sendiri.

2. Belajar berbisnis Bagi para remaja yang pandai berbisnis, pasti mereka tidaklah menyia-
nyiakan demam Korea ini. Mereka menyediakan barang barang yang biasanya berhubungan
dengan para penyanyi, boyband dan girlband dari Korea, seperti mug bergambar, tas lukis,
sepatu lukis, jaket dan bahkan T-shirt by request. Selain bisa mendapatkan informasi tentang
Korea, mereka juga bisa belajar berbisnis.

3. Menambah teman dan pengalaman. Para remaja yang mencintai musik Korea akan
membentuk komunitas yang bernama Kpopers. Biasanya mereka akan membentuk beberapa
kelompok sesuai dengan nama boyband atau girlband yang mereka sukai, kelompok ini
dinamakan fandom. Mereka bisa saling bertukar informasi, membuat suatu acara pertemuan
sesama para Kpopers (fanmeeting), mereka bisa belajar bahasa Korea bersama- sama dan bahkan
belajar dance dalam acara fanmeeting tersebut (Ajeng001, 2020).

Kesimpulan

Korean wave adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produk kebudayaan
populer (pop culture) Korea Selatan yang berhasil diekspor ke negara-negara lain di wilayah Asia,
Eropa, maupun Amerika. Korean wave sendiri merupakan implementasi dari pengembangan
teori softpower. Diplomasi publik yang dikembangkan oleh korea di Indonesia ini merupakan salah
satu diplomasi yang paling berhasil jika dibandingkan dengan negara lain (Ajeng001, 2020).

Pembentukan Korean wave sebagai instrumen soft power Korea Selatan melibatkan unsur-
unsur seperti sumber, aktor yang terlibat (referees dan receivers), serta agenda setting dan
attraction. Korean wave bersumber pada budaya populer (pop culture) dan diekspor ke berbagai
negara dalam bentuk produk budaya seperti drama televisi, film, musik K-Pop, animasi, dan games
untuk dinikmati oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan dan generasi. Aktor yang terlibat
dalam penggunaan Korean wave sebagai instrumen soft power adalah pemerintah Korea Selatan,
media (televisi maupun internet), industri produk budaya (industri drama televisi, musik, film,
animasi, dan games), industri produk komersial (MNC-MNC yang berbasis di Korea Selatan
seperti Samsung dan LG) sebagai referees, serta publik negara-negara Asia, Eropa, Amerika, dan
Timur Tengah sebagai receivers (Suryani, 2015).

Namun dalam upaya diplomasi publik yang dikembangkan oleh korea di Indonesia ini
memiliki dampak positif serta negatif terhadap Negara yang dituju. Di dalam Jurnal Mekanisme
Perubahan Budaya Indonesia Korea (2019) menjelaskan dampak negatif munculnya demam
Korea di Indonesia yaitu Perilaku hidup boros Para remaja, munculnya Fanwar, para pecinta Korea
yang gemar sekali membaca ataupun menulis FF, mulai mengembangkan gaya fanfic yang
awalnya hanya cerita fiksi biasa menjadi fanfic yang ceritanya mengandung unsur dewasa. Namun
selain dampak negatif budaya korea juga memiliki dampak positif bagi para remaja Indonesia
yakni belajar menabung, belajar berbisnis, menambah teman (Ajeng001, 2020).

References
Ajeng001. (2020, Desember 28). Diplomasi Publik Korea Selatan dengan Indonesia Melalui
Korean Wave Sebagai Soft Power yang Dilakukan. Retrieved from hipwee:
https://www.hipwee.com/list/diplomasi-publik-korea-selatan-dengan-indonesia-melalui-
korean-wave-sebagai-soft-power-yang-dilakukan/

Effendy, T. D. (2008). E-Diplomacy Sebagai Sarana Promosi Potensi Daerah Kepada Dunia
Internasional. Media Jurnal Global dan Strategis, 56.

Ju, H. (2010). GLOCALIZATION OF THE KOREAN POPULAR CULTURE IN EAST ASIA:


THEORIZING THE KOREAN WAVE. Norman, Oklahoma: The University of Oklahoma.

Lee, S. J. (2011). The Korean Wave: The Seoul of Asia. The Elon Journal of Undergraduate
Research in Communications, 85.

Milton C. Cummings. (2003). Cultural diplomacy and the united states goverment: a survey.
Washington: Center for arts and culture.

Suryani, N. P. (2015). KOREAN WAVE SEBAGAI INSTRUMEN SOFT POWER UNTUK


MEMPEROLEH KEUNTUNGAN EKONOMI KOREA SELATAN. Global Jurnal
Politik Internasional 16(1), 69-83.

Wang, j. (2006). Public Diplomacy and Global Business. The Journal of Business Strategy, 49-58.

Ariance, A. H. (2017). Bentuk Diplomasi Publik Malaysia Terhadap Indonesia Melalui Animasi
Upin & Ipin (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).

Warsito, T., & Kartikasari, W. (2007). Diplomasi kebudayaan: konsep dan relevansi bagi negara
berkembang: studi kasus Indonesia. Ombak.

Kim, J. Y. (2007). Rethinking media flow under globalisation: rising Korean wave and Korean
TV and film policy since 1980s (Doctoral dissertation, University of Warwick).

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai