Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S


GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun Oleh :

Astri Fitriya

(202102040063)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : CHRONIC KIDNEY DISEASE

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (Dwy Retno, 2018). Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir. CKD
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau
retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare,
2011). Gagal ginjal kronik merupakan kondisi dimana fungsi ginjal
mengalami penurunan secara progresif dalam beberapa bulan atau tahun
(Kemenkes RI, 2017). Penyakit gagal ginjal kronis merupakan suatu
keadaan saat ginjal mengalami percepatan kehilangan fungsi ekskresi,
endokrin, dan metabolik yang sifatnya tidak bisa dikembalikan. Fungsi
ekskresi ginjal adalah melakukan fungsi mengeluarkan produk akhir
metabolisme yang tidak diperlukan tubuh, seperti urea. Fungsi endokrin
ginjal adalah memproduksi enzim dan hormon, seperti renin untuk
pengaturan tekanan darah, eritropoietin untuk sintesis eritrosit, 1,25
hidraksi vitamin D3, untuk mengatur kalsium. Fungsi metabolisme ginjal
adalah untuk memelihara keseimbangan air, elektrolit dan asam basa tubuh
(Ramayulis, 2016).
2. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson
(2016) diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan,
penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati
obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan
refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal
polikistik, dan asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout, dan
hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati
timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang
terdiri dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus
urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertropi prostat, setriktur
uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

3. Manifestasi Klinik
a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
saluran cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit
memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan →
anemia normokrom normositer.
b. Kelainan Saluran cerna
1) Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus
→ammonia (NH3)→iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan
mulut.
3) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
c. Kelainan mata
d. Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction Rub Pericardial
e. Kelainan kulit
1) Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
2) Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea
di bawah kulit.
3) Kulit mudah memar
4) Kulit kering dan bersisik
5) Rambut tipis dan kasar
f. Neuropsikiatri
g. Kelainan selaput serosa
h. Neurologi :
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan Perilaku
i. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan
fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh destruksi nefron
progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek
berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal
dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut
sindrom uremik.

4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak(hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/
daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit
sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam
terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi
ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3),
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain
itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

5. Pathways
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium :
Urin
1) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria),
atau urine tidak ada (anuria).
2) Warna : Secara normal perubahan urine mungkin
disebabkan oleh pus/ nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,
fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, miglobin, dan porfirin.
3) Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
5) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
6) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium.
7) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+ ), secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila sel darah merah
(SDM) dan fregmen juga ada.
Darah
1) Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah
yaitu 5).
2) Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya
anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
3) SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada
defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia.
4) GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis
metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun PCO2 menurun.
5) Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan
natrium atau normal (menunjukkan status dilusi
hipernatremia).
6) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir , perubahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq
atau lebih besar. Magnesium terjadi peningkatan fosfat,
kalsium menurun. Protein (khuusnya albumin), kadar serum
menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering
sama dengan urine.
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran
ginjal dan adanya masa , kista, obtruksi padasaluran
perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
5) KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal /
ureter / kandung kemih dan adanya obtruksi (batu).
6) Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
7) Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis
ginjal.
8) Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan
ukuran kandung kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi
9) Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat
ketat dengan diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta
dilakukan pembatasan yang sangat ketat pula pada asupan
cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
10) Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi
obat anti hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna
sebagai pengontol pada penyakit DM, sampai selanjutnya
nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.

7. Penatalaksanaan
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara
umum. Menurut Suwitra (2016), sesuai dengan derajat penyakit CKD
dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
Derajat CKD Sumber : Suwitra 2016.
Derajat LFG (ml/mnt/1,873 Perencanaan penatalaksanaan

m2) terapi

1 > 90 Dilakukan terapi pada penyakit


dasarnya, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progresion) fungsi
ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan
(progresion) fungsi ginjal.
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi
pada komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal
(dialisis).
5 < 15 Dialisis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginjal (transplantasi
ginjal).
Menurut Suwitra (2016) penatalaksanaan untuk CKD secara umum
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD
adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan
fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal
secara ultrasonografi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal
terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
b. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan
penurunan LFG pada pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk
mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi
traktus urinarius,obstruksi traktus urinarius, obat- obat nefrotoksik,
bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya.
Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat
diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya
edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur
seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible
Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang
sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam
asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung
yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan
yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam
jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium dibatasi untuk
menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam
disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya
fungsi ginjal adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
1) Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60
ml/mnt, sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan
pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-
0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai
biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/
kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan
pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan
diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun
saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan
sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang mengandung
ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang
diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein
bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan
protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi
hiperfosfatem.
2) Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko komplikasi pada kardiovaskuler juga
penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron
dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi
seperti penghambat enzim konverting angiotensin
(Angiotensin Converting Enzim/ACE inhibitor) dapat
memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat
mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti
proteinuri.
d. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang
penting, karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh
penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk
pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian
hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada
kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan
terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
e. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan /
tranfusi eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi
renal. Namun dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena
dapat meningkatkan absorsi fosfat.
f. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD
derajat 4-5. Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus
1) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebih banyak
terjadi pada usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih
beresiko daripada wanita), pekerjaan, status perkawinan, alamat,
tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS, diagnosa
medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur,
hubungan dengan pasien, pekerjaan dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh
pasien sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal
ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi,
mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK,
gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik,
adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa
sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak
berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011).
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat
penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit diabetes
melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal
ginjal kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan
hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya
penyakit gagal ginjal kronik.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, TD meningkat
2) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien berambut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan
pasien bernafas pendek.
e) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
f) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening.
4) Dada/Thorak
a) Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi : biasanya sonor
d) Auskultasi : biasanya vesikuler
5) Jantung
a) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2
linea dekstra sinistra
c) Perkusi : biasanya ada nyeri
d) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut/Abdomen
a) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah
b) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang,
dan adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
d) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35
kali/menit
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin
menjadi kuning pekat.

8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki dan keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati
kejang, dan adanya neuropati perifer.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2015), diagnosa keperawatan pada klien CKD,
Meliputi :
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan,
nyeri, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan
sindrom hipoventilasi.
b. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan dan kelebihan asupan natrium.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d
faktor biologis, faktor ekonomi, gangguan psikososial,
ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna makan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
d. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit (gatal), program
pengobatan.
e. Kerusakan integritas kulit b/d gejala penyakit (pruritus/gatal)
f. Gangguan pola tidur b/d proses penyakit
3. Intervensi dan Rasional

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management
nafas b/d ansietas, selama 3 x 7 jam diharapkan masalah 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift
hiperventilasi, keletihan, keperawatan ketidakefektifan pola napas atau jaw thrust bila perlu
nyeri, obesitas, posisi dapat teratasi dengan kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
tubuh yang menghambat 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
ekspansi paru dan suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
sindrom hipoventilasi. sianosis dan dyspneu (mampu alat jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu 4. Pasang mayo bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
lips) 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
(klien tidak merasa tercekik, irama tambahan
nafas, frekuensi pernafasan dalam 8. Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada suara nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
abnormal) 10. Berikan pelembab udara kassa basah
3. Tanda tanda vital dalam rentang normal NaCl lembab
(tekanan darah, nadi, pernafasan) 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
2 Kelebihan volume cairan Kriteria Hasil : 1. Pertahankan catatan intake dan output
b/d gangguan 1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara yang akurat
mekanisme regulasi, 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
kelebihan asupan cairan dyspneu/ortopneu 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
dan kelebihan asupan 3. Terbebas dari distensi vena jugularis, retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
natrium 4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan urin )
kapiler paru, output jantung dan vital sign 4. Monitor vital sign
DBN 5. Monitor indikasi retensi / kelebihan
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau cairan (cracles, CVP , edema, distensi
bingung vena leher, asites)
6. Kaji lokasi dan luas edema
7. Monitor masukan makanan / cairan
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan diuretik sesuai interuksi
10. Kolaborasi pemberian obat
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan gejala dari odema
3 Ketidakseimbangan Kriteria Hasil : 1. Pertahankan catatan intake dan output yang
nutrisi : kurang dari 1. Albumin serum akurat
kebutuhan tubuh b/d 2. Pre albumin serum 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
faktor biologis, faktor 3. Hematokrit 3. Monitorhasil lab yang sesuai dengan retensi
ekonomi, gangguan 4. Hemoglobin cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin )
psikososial, ketidak 5. Total iron binding capacity 4. Monitor vital sign
mampuan makan, 6. Jumlah limfosit 5. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
ketidak mampuan (cracles, CVP, edema, distensi vena leher,
mencerna makan, asites)
ketidak mampuan 6. Kaji lokasi dan luas edema
mengabsorbsi nutrient. 7. Monitor masukan makanan / cairan
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan diuretik sesuai interuksi
10. Kolaborasi pemberian obat
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan gejala dari odema
4 Intoleransi aktivitas b/d Kriteria Hasil : 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
ketidak seimbangan 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa melakukan aktivitas
antara suplai dan disertai peningkatan tekanan darah, nadi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
kebutuhan oksigen. dan RR kelelahan
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
(ADLs) secara mandiri adekuat
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
dan emosi secara berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur danlamanya tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi
medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
5 Kerusakan integritas Kriteria Hasil : 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulit b/d gejala penyakit 1. Integritas kulit yang baik bisa pakaian yang longgar
(pruritus/gatal) dipertahankan(sensasi, elastisitas, 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
temperatur, hidrasi, pigmentasi) 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit kering
3. Perfusi jaringan baik 4. Mobilisasi pasien(ubah posisi pasien)setiap
dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
6 Gangguan pola tidur b/d Kriteria hasil: 1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap
proses penyakit 1. Jumlah jam tidur dalam batasnormal pola tidur
2. Pola tidur,kualitas dalam batas normal 2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat 3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
4. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang sebelum tidur (membaca)
meningkatkan tidur 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
5. Kolaburasi pemberian obat tidur
C. DAFTAR PUSTAKA
Darmawan. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) Dengan Pemberian Inovasi Intervensi Terpai Musik
DI Ambun Suri Lantai IV Achmad Modhtar Bukit Tinggi : Stikes
Perintis Padang
Dwy Retno. 2014. Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake
Cairan’ : Media Neliti (26 Desember 2018)
Kemenkes RI. 2016
Ramayulis R. 2016. Diet Untuk Penyakit Komplikasi. Jakarta : Toko Buku
Online
Price SA, Wilson LM. 2016. Patofisologi : Konsep Klinis Proses Penyakit
Edisi 6. Jakrta : EGC
Sibuea, W.H., Panggabean, M.M., & Gultom, S.P. 2015. Ilmu Penyakit
Dalam: Jakarta : Rineka Cipta.
Smeltzer, S. C dan Bare, (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Suwitra K. (2016). Penyakit Ginjal Kronik. In Sudoyo AW, Setyohadi B.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai