01 (2020) 27-37
ABSTRACT
The objective of this study is to systematically review literature to assess the promotion of
adolescent reproductive health strategy and content. This study carried a review of four studies
using a qualitative approach, four studies using a quantitative approach, and two studies using a
mix-method. The article search was conducted using keywords: “adolescent reproductive
health” and the content also includes institution, agency, media used, and the material of
adolescent reproductive health. This study found that reproductive health promotion strategies
in Indonesia are generally implemented in school with the teacher and the peer counselors as
agents of socialization. The method of socialization was included in book reading and face-to-
face. This study also found that the materials on adolescent reproductive health promotion are
gender-biased. This is due to the promotion of females as the only subject and object of
discussion. Thus, this study suggests the following: (1) the reproductive health promotion
strategies should be modernized, for example, by employing technology information; and (2)
providing more gender-balanced material.
27
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
I. PENDAHULUAN
Permasalahan kesehatan seksual dan guru di sekolah (BPS et al., 2018).
reproduksi remaja masih menjadi isu utama Permasalahannya, promosi kesehatan
di Indonesia. Persentase remaja yang reproduksi di sekolah selalu berbenturan
melakukan hubungan seksual pertama, dengan masih tabunya pembahasan mengenai
semakin muda, yaitu pada kelompok umur 15 seksualitas. Salah satunya dapat terlihat dari
– 19 tahun (BPS, BKKBN, Kementerian minimnya materi yang mengaitkan kesehatan
Kesehatan, & ICF International, reproduksi dan seksualitas dalam kurikulum
2008;2013;2018). Umumnya dilakukan pendidikan di sekolah (Dewi, 2012; Pakasi
remaja karena alasan saling mencintai (47%) and Kartikawati, 2013). Selain itu, materi
dan penasaran atau ingin tahu (30%) (BPS et yang disampaikan hanya berfokus pada
al., 2018). Kondisi ini, salah satunya, dapat perkembangan organ tubuh manusia, cara
dipengaruhi oleh rendahnya informasi mengatur kelahiran, serta HIV dan AIDS
kesehatan reproduksi yang diterima oleh (BPS et al., 2018). Materi-materi tersebut
remaja . umumnya difokuskan bagi remaja
Upaya mengatasi permasalahan kesehatan perempuan, baik sebagai subjek maupun
seksual dan reproduksi tersebut melalui objek .
promosi atau pendidikan kesehatan Oleh sebab itu, studi ini bertujuan untuk
reproduksi —selanjutnya akan disebut mengkaji strategi dan materi yang diberikan
promosi kesehatan reproduksi. Promosi dalam promosi kesehatan reproduksi yang
kesehatan mengacu pada Green, dkk 1980, telah dilakukan di Indonesia.
merupakan
... mengupayakan kebijakan, strategi, II. METODE PENELITIAN
dan intervensi yang menekankan pada Penelitian ini menggunakan pendekatan
pendidikan kesehatan, organisasi, kuantitatif deskriptif dimana data primer
ekonomi, dan lingkungan yang dalam kajian ini adalah sejumlah literatur
mendukung perilaku yang sehat (Emilia yang dipilah untuk dapat merepresentasikan
et al., 2018). promosi kesehatan reproduksi di Indonesia.
Sementara itu, kesehatan reproduksi 1. Strategi Pencarian
didefinisikan sebagai kondisi sehat secara Pencarian literatur difokuskan pada
fisik, mental, dan sosial, yang berkaitan literatur yang membahas kesehatan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. reproduksi remaja di jurnal Sinta 1 dan 2 di
(WHO, 2006, 2017). Selain itu, kesehatan Indonesia.
reproduksi pun mencakup seks, identitas dan 2. Kriteria Seleksi
peran gender, orientasi seksual, serta Adapun kriteria inklusi pencarian literatur
hubungan seksual yang menyenangkan, berdasarkan pada kata kunci “kesehatan
bebas paksaan, diskriminasi, dan kekerasan reproduksi” dan “remaja” baik pada judul,
(WHO, 2006). Hal ini dimaksudkan bahwa abstrak, maupun teks lengkapnya. Selain itu,
kesehatan reproduksi berbicara mengenai hak literatur difokuskan pada artikel yang
laki-laki dan perempuan untuk diberi membahas mengenai kebijakan, strategi,
informasi dan memiliki akses ke metode ataupun intervensi mengenai kesehatan
keluarga berencana yang aman, efektif, reproduksi remaja. Adapun jenis karya
terjangkau dan sesuai pilihan. Mengacu pada ilmiah dibatasi hanya jurnal dan disertasi
kedua definisi tersebut, promosi kesehatan atau tesis. Pencarian literatur dan
reproduksi idealnya tidak hanya kebijakan, penyaringan data berdasarkan pada panduan
strategi, atau intervensi yang memfokuskan Preferred reporting items for systematic
pada perilaku sehat, tetapi juga mencakup review and meta-analyses (PRISMA).
seksualitas (hal tentang orientasi, kesenangan, 3. Seleksi Studi
dan kenikmatan seksual, serta gender). Sebanyak 6.750 literatur diperoleh
Promosi kesehatan reproduksi di berdasarkan kata kunci. Namun hanya 1.820
Indonesia, umumnya diperoleh remaja dari
28
Pebrianti,R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
literatur yang relevan. Kemudian, tidak sebaya (Azza and Susilo, 2016; Faizin, 2011;
semua literatur memiliki teks lengkap dan Pakasi and Kartikawati, 2013; Sunarsih et al.,
dapat diakses secara terbuka. Oleh sebab itu, 2020). Peran konselor sebaya dinilai lebih
hanya 10 literatur studi yang diambil sebagai berpengaruh dalam promosi kesehatan
sampel dan mencakup konten institusi reproduksi dibandingkan guru. Peran guru
penyelenggara, agen pelaksana, metode dan dalam menyampaikan kesehatan reproduksi
media yang digunakan, serta materi sangat minim (Faizin, 2011). Materi yang
mengenai kesehatan reproduksi remaja. disampaikan oleh guru lebih kepada materi
Empat literatur menggunakan metode terkait alat dan fungsi reproduksi, narkoba,
kuantitatif, 2 literatur mix method, dan 4 serta HIV dan AIDS (Faizin, 2011; Pakasi
literatur metode kualitatif. and Kartikawati, 2013). Sementara itu, peran
konselor sebaya memperlihatkan peran
III. HASIL dominan di sekolah dalam mempromosikan
1. Strategi Promosi Kesehatan Reproduksi kesehatan reproduksi.
: Saluran, Agen, dan Media Pendekatan konselor sebaya, disebut juga
Hasil analisa terhadap literatur studi tutor sebaya, duta, atau peer educator, lebih
memperlihatkan strategi promosi kesehatan mudah dalam mendekati sasaran remaja di
reproduksi yang digunakan berdasarkan sekolah saat mempromosikan kesehatan
saluran, agen, dan media yang digunakan reproduksi. Bagi Faizin (2011) dalam
belum sesuai dengan kebutuhan remaja (lihat mempromosikan kesehatan reproduksi
Tabel 1). Dari sisi saluran, literatur studi dibutuhkan role model atau duta. Peran dari
memperlihatkan promosi kesehatan duta adalah menjaring remaja-remaja lainnya
reproduksi remaja yang dilakukan dalam dan mengkonstruksikan bagaimana remaja
keluarga, di sekolah, Puskesmas, dan media merencanakan masa depannya melalui
massa. Lalu dari sisi agen, promosi kesehatan perilaku reproduksi sehat. Keberhasilan duta
reproduksi remaja dilakukan oleh orangtua, dalam mempromosikan kesehatan reproduksi
guru, konselor sebaya, media cetak, dan disebabkan oleh adanya faktor kompetisi,
media elektronik. Terakhir dari sisi media, dukungan sekolah, dan kemampuan personal
promosi dilakukan secara langsung dan duta itu sendiri. Namun kekurangannya,
melalui buku, majalah, serta website. keberadaan duta tidak sinambung dalam
Keluarga adalah agen sosialisasi pertama jangka panjang.
yang berperan penting dalam membentuk Pada tipe sekolah pesantren tradisional,
nilai-nilai dan perilaku reproduksi sehat pada Azza and Susilo (2016) memperlihatkan
remaja. Pada konteks keluarga, promosi bagaimana promosi kesehatan reproduksi di
kesehatan reproduksi dilakukan secara tatap pesantren tradisional, dengan sasaran
muka oleh kedua orangtua, dalam hal ini santriwati, dilakukan oleh tutor sebaya diluar
ayah (Ekasari, 2007). Namun, intensitas waktu pembelajaran. Melalui tutor sebaya,
penyampaian informasi mengenai kesehatan komunikasi tatap muka menjadi komunikasi
reproduksi oleh orangtua masih rendah dan dua arah yang aktif antara pemateri dan
tidak terkait dengan status bekerja, peserta. Bagi Azza and Susilo (2016),
pendidikan, dan keterpajanan informasi “metode pembelajaran melalui tutor sebaya
terhadap media pada orangtua, serta jenis mampu meningkatkan pemahaman santri
kelamin anak (Ekasari, 2007). Orangtua tentang kesehatan reproduksi secara mandiri
cenderung menyampaikan informasi melalui dan lebih bertanggungjawab”. Namun,
percakapan di waktu luang pada anak remaja. keberhasilan agen sebaya ini di sekolah
Namun intensitas penyampaian cenderung membutuhkan dukungan orangtua, lembaga
rendah. sekolah, dan tokoh-tokoh agama (di
Selanjutnya, literatur studi pesantren) (Pakasi and Kartikawati, 2013;
memperlihatkan promosi kesehatan Sunarsih et al., 2020)
reproduksi melalui sekolah. Promosi di
sekolah melibatkan peran guru dan konselor
29
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
30
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
Selain di sekolah, beberapa literatur melihat peran media cetak, yaitu Majalah Hai
menunjukkan keterlibatan konselor sebaya di dalam mempromosikan kesehatan
Puskesmas dan komunitas (Achjar, 2006; reproduksi.
Friskarini and Manalu, 2016; Sahidin, 2015). Terakhir, media yang umumnya
Puskesmas yang dimaksud di sini adalah digunakan untuk mempromosikan adalah
Puskesmas yang dikhususkan untuk remaja. buku (Achjar, 2006; Azza and Susilo, 2016;
Konselor sebaya di Puskesmas didampingi Faizin, 2011; Friskarini and Manalu, 2016;
oleh petugas medis. Keduanya merupakan Pakasi and Kartikawati, 2013; Sahidin, 2015;
orang-orang yang menguasai dan Sokowati, 2018; Sunarsih et al., 2020). Hal
berpengalaman mengatasi permasalahan ini memperlihatkan masih jarangnya
perilaku reproduksi sehat. Promosi kesehatan penggunaan media elektronik. Selain dari sisi
reproduksi melalui konselor sebaya di strategi promosi, studi ini pun menganalisa
Puskesmas menjadi wadah bagi remaja konten yang dibahas dalam 10 literatur.
dalam memperoleh sumber informasi Berikut deskripsinya.
terpercaya dan berkonsultasi mengenai 2. Materi Promosi Kesehatan Reproduksi
permasalahannya. Bias Gender
Namun, implementasi di Puskesmas Berdasarkan analisa literatur studi, materi-
memiliki hambatan tersendiri, yaitu: 1) materi kesehatan reproduksi yang
remaja yang datang ke Puskesmas terbentur disampaikan beragam (lihat tabel 2.). Pada
dengan kegiatan belajar, 2) masih adanya keluarga, orang tua menyampaikan
Puskesmas yang belum mengadakan sosialisasi mengenai bahaya narkoba dan
pelatihan konselor sebaya, 3) alokasi dana minuman keras (pada anak laki-laki), serta
untuk kegiatan belum mencukupi, 4) bahan- pergaulan bebas dan dampaknya (pada anak
bahan penyuluhan masih kurang, 5) perempuan) (Ekasari, 2007). Perbedaan
terbatasnya alat bantu pembelajaran edukatif, materi yang dibahas berdasarkan jenis
6) transportasi serta ruangan pelayanan, serta kelamin ini memperlihatkan bahwa
7) pemahaman petugas tentang program perempuan menjadi subjek yang rentan
masih kurang (Friskarini & Manalu, 2016). menjadi korban atau pelaku seks bebas. Hal
Agen sebaya pun efektif digunakan untuk ini memunculkan wacana bias gender sebab
pendekatan promosi kesehatan reproduksi informasi kesehatan reproduksi pada remaja
pada Wanita Penjaja Seks (WPS) (Sahidin, perempuan lebih dikaitkan dengan stigma-
2015). Hal ini disebabkan sasaran lebih stigma negatif dalam masyarakat. Hal inipun
merasa nyaman didekati oleh konselor terlihat dalam kutipan,”Ayah lebih sering
sebaya dibandingkan agen lainnya. memberi nasihat tentang pergaulan bebas
Lalu, dua studi berikutnya karena kekhawatiran anak-anak tersebut
memperlihatkan peran media massa sebagai kehilangan keperawanan, hamil di luar nikah,
agen promosi kesehatan reproduksi dan dipandang negatif oleh masyarakat”
(Mirawati, 2015; Sokowati, 2018). Kedua (Ekasari 2007).
studi ini memperlihatkan agen promosi yang Sementara itu, menurut Pakasi dan
berbeda dengan studi-studi sebelumnya. Kartikawati (2013) materi-materi yang
Media Konsultasi Online dapat menjadi disampaikan di sekolah masih
alternatif dalam menangani masalah menitikberatkan pada aspek biologis semata.
kesehatan reproduksi sebab maraknya Materi umumnya difokuskan pada
penggunaan media online di masyarakat perkembangan fisik, psikis, dan kematangan
(Mirawati, 2015). Media konsultasi online seksual. Namun studi lainnya
yang dimaksud adalah website dengan nama memperlihatkan di sekolah, Puskesmas, dan
Sobat, yang menyediakan ruang diskusi komunitas mulai mengangkat isu-isu
pribadi dan terjaga kerahasiaan informannya. seksualitas, seperti menstruasi dan
Agak sedikit berbeda, Sokowati (2018) kehamilan, masturbasi dan mimpi basah,
31
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
32
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
33
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
mengkonstruksi wacana bias gender, bahwa penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan
hanya perempuan pelaku tunggal seksualitas reproduksi (Direktorat Bina Ketahanan
dan sasaran utama reproduksi sehat. Terlebih Remaja, 2015, 2019a, 2019b). Namun, Duta
lagi, studi Sokowati (2018) memperlihatkan GenRe yang menggunakan platform media
bahwa dalam suatu materi yang ditayangkan baru untuk mempromosikan kesehatan
dalam majalah mampu mengkonstruksi reproduksi bagi remaja masih sedikit
wacana dominasi laki-laki secara seksual dan (Pebrianti, 2020). Selain itu, konten yang
melanggengkannya. diunggah, baik gambar, teks, dan caption,
Kondisi ini memperlihatkan logika-logika harus memperhatikan aspek relasi gender.
budaya patriarki yang masuk ke dalam aspek Oleh sebab itu, penulis merekomendasikan
pendidikan. Hal ini didukung oleh keterlibatan Program GenRe lebih jauh
pernyataan Lloyd (2007) bahwa di negara dalam mempromosikan kesehatan reproduksi
berkembang guru-guru memiliki pandangan melalui platform media baru. Platform media
sexual double standards yang membedakan baru yang dapat digunakan diantaranya
kapasitas dan hak-hak seksual laki-laki dan adalah facebook atau whatsapp. Namun,
perempuan. Hal ini memperkuat bekerjanya konten promosi harus berimbang antara
ideologi patriarki yang melanggengkan kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain
dominasi laki-laki secara seksual melalui itu, penting untuk menyisipkan materi relasi
materi-materi kesehatan reproduksi yang bias gender.
gender. Meskipun menurut WHO (2006), Studi ini memiliki keterbatasan sebab
kesehatan reproduksi tidak terlepas hanya melihat promosi kesehatan reproduksi
seksualitas yang mempertimbangkan di Indonesia saja. Hal ini bertujuan untuk
keseimbangan gender dalam pelaksanaannya. memfokuskan pembahasan pada konteks
Oleh karena itu, penting untuk Indonesia, meskipun dapat dilakukan
mempromosikan keseimbangan gender pada perbandingan dengan negara lainnya, tapi
remaja. Sebab, terkait dengan bagaimana tidak dilakukan dalam studi ini.
konstruksi perilaku saling menghormati
diantara laki-laki dan perempuan dalam V. KESIMPULAN
memenuhi kebutuhan seksualnya. Salah Strategi promosi kesehatan reproduksi di
satunya dapat dilakukan dengan Indonesia umumnya dilakukan di sekolah,
memasukkan materi relasi gender dalam oleh guru dan konselor sebaya sebagai agen
promosi kesehatan reproduksi. Selain itu, yang menyampaikan, dan menggunakan
materi relasi gender pun penting agar remaja, media buku atau tatap muka. Lalu, materi
baik laki-laki maupun perempuan, yang disampaikan memiliki kecenderungan
memahami otoritas seksualnya dan bias gender, yaitu dominan berfokus pada
memperoleh reproduksi sehat. perempuan sebagai subyek dan objek
Berdasarkan diskusi tersebut, strategi pembahasan kesehatan reproduksi dan
promosi kesehatan reproduksi remaja dapat seksualitas.
mengedepankan agen konselor sebaya dan Perlu adanya inovasi promosi kesehatan
menggunaan platform media baru. Badan reproduksi dengan mempertimbangkan
Kependudukan dan Keluarga Berencana saluran, agen, dan media yang lebih menarik.
Nasional (BKKBN), sebenarnya telah Pendekatan konselor sebaya melalui media
melakukan upaya tersebut melalui Program baru dapat menjadi alternatif strategi promosi
Generasi Berencana (GenRe) dengan agen kesehatan reproduksi. Program GenRe
penggerak Duta GenRe. Program tersebut melalui Duta GenRe dapat menggunakan
dikembangkan dalam rangka penyiapan media baru (facebook, instagram, atau
kehidupan berkeluarga bagi remaja agar whatsapp) untuk mempromosikan kesehatan
mampu melangsungkan jenjang pendidikan reproduksi. Konten promosi pun harus
secara terencana, berkarir dalam pekerjaan berimbang antara kesehatan reproduksi dan
secara terencana, serta menikah dengan
35
Pebrianti, R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
36
Pebrianti,R. / Jurnal Keluarga Berencana Vol.5 No.01 (2020) 27-37
37