Anda di halaman 1dari 16

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengembangan Kurikulum

Dosen Pengampu:

Zeni Murtafiati Mizani, M.Pd.I

Oleh:

1. Ulvy Shellyana Arifin (211317027)


2. Riya Mayangsari
(211317012)

JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar
mengajar di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan dapat dilihat
dari bagus tidaknya kurikulum pendidikan. Bila kurikulum didesain dengan
sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan
pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri
menghadapi kehidupan, tentu output pendidikan akan memenuhi harapan.
Seperti yang sudah menjadi realitas di Indonesia ini, dunia pendidikan
seakan masih mencari jati diri yang tepat dan masih bingung mendapatkan
format yang pas untuk mengembangkan dunia pendidikan ke arah pendidikan
yang lebih baik. Pencarian ini terlihat menimbulkan masalah baru yang terjadi
di praktik pendidikan, dimana anak didik dan pendidik dibuat bingung dengan
serangkaian kebijakan yang selalu berubah-ubah.
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam pendidikan. Langkah
awal menuju sebuah perbaikan tentu harus mengetahui model-model
pengembangan kurikulum. Melihat perlunya pengembangan kurikulum kami
mengangkat topik bahasan tersebut pada makalah kami dengan judul “Model
Model Pengembangan Kurikulum”, yang sudah diprakasi oleh beberapa tokoh.
Diharapkan makalah ini dapat membantu dalam pengembangan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pengembangan kurikulum Ralph Tyler?
2. Bagaimana model pengembangan kurikulum Administratif?
3. Bagaimana model pengembangan kurikulum Grass Root?
4. Bagaimana model pengembangan kurikulum Demonstraso?
5. Bagaimana model pengembangan kurikulum Seller-Miller?
6. Bagaimana model pengembangan kurikulum Taba?
C. Tujuan

2
1. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Ralph Tyler.
2. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Administratif.
3. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Grass Root.
4. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Demonstraso.
5. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Seller-Miller.
6. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Taba.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Kurikulum Ralph Tyler


Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed
to be treated logically and systematically. Ia berupaya menjelaskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum
dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan.
Lebih lanjut, Tyler mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan
suatu kurikulum, perlu menempatkan empat pertanyaan berikut.
1. What educational purposes should the school seek to attain? (objectives).
2. What educational experiences are likely to attain these objectives?
(instructional strategic and content).
3. How can these educational experiences be organized effectively?
(organizing learning experiences).
4. How can we determine whether these purposes are being attain? (assesment
and evalution).

Sebagai bapak (father) pengembangan kurikulum (curriculum


developers), Tyler telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional,
sistematis, dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka. Tetapi, karya
Tyler atau pendapat Tyler sering dipandang rendah oleh beberapa penulis
sesudahnya. Hal itu karena dalam hal menentukan objectives model, ia terkesan
sangat kaku. Namun sebenarnya pandangan yang demikian tidak selalu benar,
mengingat banyak karya atau tulisan Tyler yang telah salah diinterpretasi,
dianalisis secara dangkal, dan bahkan cenderung menghindarinya. Brady,
sebagai contoh, dalam kaitannya dengan empat pertanyaan di atas,
menganjurkan bahwa The four steps are sometimes simplified to read
“objectives”, “content”, “method”, and “evalution”. Namun, dengan tegas Tyler
mengatakan bahwa merujuk pada pengalaman belajar (learning experiences)

4
dalam pertanyaan sebagai berikut. The interaction between the learner and the
external conditions in the environmental to which he can react.

Sama halnya dengan itu, beberapa penulis lain berpendapat bahwa


Tyler tidak menjelaskan sumber tujuan (source of objectives) secara memadai.
Tetapi, sebenarnya Tyler telah membahas hal itu dalam satu buku utuh. Dia
telah menguraikan dan menganalisis sumber-sumber tujuan (source of
objectives) yang datang dari anak didik, mempelajari kehidupan kontemporer,
mata pelajaran yang bersifat akademik, filsafat, dan psikologi belajar. Tentu
saja Tyler memiliki pengaruh yang kuat dan luas terhadap para pengembang
kurikulum atau penulis kurikulum lainnya selama tiga dekade yang lalu.1

B. Model Pengembangan Kurikulum Administratif


Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan
paling banyak dikenal. Diberi nama administratif atau line staff karena inisiatif
dan gagasan pengembang datang dari para administrator pendidikan dan
menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
administrator pendidikan (dirjen, direktur, atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas
pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu,
dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim atau komisi ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan,
dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal yang
mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang saksama,
administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan
kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan
atau kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi
yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun
kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-
konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah.
1
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2014), 125-126.

5
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-
pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut
selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang
berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa
penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas
menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-
sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang
dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top
down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera
berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru.
Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin
juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya
penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan
diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan,
serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu
juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian
menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah,
sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang
bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.2
C. Model Pengembangan Kurikulum Grass Root
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model administratif.
Inisitif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari
bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum

2
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), 161-162.

6
administratif, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan atau kurikulum
yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang
dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model
pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru, atau
keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan
kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan
suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh
bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya,
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass
roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling
kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stanley, dan
Shores (1957: 429).
1. The curriculum will improve only as the professional competence of
teachers improves.
2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become
involved personally in the problems of curriculum revision.
3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining,
and solving the problems to be encountered, and in judging and evaluating
the rusults, their involvement will be most nearly assured.
4. As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one
another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and
plans (Smith, Stanley, and Shores 1957: 429).

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya


berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula
dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan
bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang
bersifat desentralisasi dengan model grass roots, memungkinkan terjadinya

7
kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada
gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.3

D. Model Pengembangan Kurikulum Demonstraso


Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass root datang dari
bawah. Model ini diprakasai oleh para guru yang bermaksud memperbaiki
kurikulum. Model ini berskala kecil hanya mencakup suatu atau beberapa
sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup seluruh komponen
kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti kurikulum yng
ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak
tertentu.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua variasi model
domonstrasi. Pertama, suatu sekolah atau beberpa guru ditunjuk untuk
melaksanakan suatu percobaan pengembangan kurikulum. Hasil dari penelitian
dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih
luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan
diorganisasi oleh instansi pendidikan yang berwenang seperi direktorat
pendidikan, pusat pengembangn kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan.
Kedua, beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan
kurikulum yang ada mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan
sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang
berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau
aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan
didaerah yang lebih luas. Kelebihan dari kurikulum model demonstrasi ini
yaitu sebagai berikut.
1. Karena kurikulum ini disusun dan dilaksanakan dengan nyata, maka akan
dihasilkan suatu kurikulum atau aspek teretentu dari kurikulum yang
praktis.
2. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala kecil atau aspek
tertentu yang khusus.
3
Ibid., 162-163.

8
3. Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demonstrasi
dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus
tetapi pelaksanaannya tidak ada.
4. Model ini bersifat grass root, menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif
dan narasumber yang dapat menjadi pendorong bagi administrator untuk
mengembangkan progam baru.

Kelemahan model demonstrasi yaitu guru-guru yang tidak turut berpartisipasi


dengan tidak serius.4

E. Model Pengembangan Kurikulum Seller-Miller


Menurut Seller, ada empat model pengembangan kurikulum yang telah
dikembangkan para ahli sebelumnya, yaitu model Gagne, yang disebut model
transisi, model Hilda Taba dan Robinson yang disebut model transaksi. Model
Tyler adalah kombinasi antara dua model tersebut dan model Weisten yang
disebut model transformasi.
Seller juga mengembangkan suatu model kurikulum yang disebut
model Seller-Miller, model ini dianggap lebih lengkap dan lebih baik
dibanding dengan model sebelumnya, model ini terdiri dari komponen-
komponen yaitu sebagai berikut.
1. Orientasi
Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis dan psikologis
seseorang serta teori belajar dan pandangan masyarakat yang berkaitan
dengan pandangan dasar tentang paradigma orang yang bersangkutan.
Langkah pertama yang penting adalah dilaksanakannya kurikulum, menguji
dan mengklarifikasi orientasi dan akar-akar pandangan filosofis, psikologis
dan sosial. Suatu kurikulum hendaknya dimulai dengan pernyataan dasar
orientasinya.

2. Tujuan

4
Ibid., 165-166.

9
Langkah berikutnya adalah mengembangkan tujuan-tujuan khusus
berdasarkan pada orientasi kurikulum bersangkutan. Tujuan umum dalam
konteks ini adalah merefleksikan image person dan image society.
Penggunaan image menunjukkan pada imagery mental yang diyakini oleh
para pelaksana kurikulum, untuk menstimulus imagery mental tersebut
seperti visualisasi. Selanjutnya dijabarkan suatu konsep pengembangan
yang masih umum, dan perlu dikembangkan tujuan-tujuan khusus.
Perbedaan dari tujuan, tujuan pengembangan, tujuan instruksional yaitu
sebagai berikut.

a. Tujuan : pengembangan tanggung jawab.


b. Tujuan pengembangan : siswa usia 17-18 akan mengidentifikasi
suatu bidang perusahaan dan berpartisipasi
dalam suatu kegiatan yang berorientasikan
kemasyarakatan.

c. Tujuan instruksional : siswa dapat mengembangkan keahlian


dalam pelaksanaa kegiatan tersebut.
3. Pengalaman belajar/model mengajar
Di langkah ini pelaksana dituntut untuk mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman belajar dan strategi-strategi mengajar. Dengan
demikian dapat digunakan pendekatan model-model mengajar yang
dikembangkan oleh Joice Danweil (1980). Dalam pendekatan ini, model-
model mengajar diseleksi sesuai dengan posisi atau pendirian yang pokok.
Beberapa kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Seluruh tujuan meliputi tujan umum, tujuan pengembangan dan tujuan
instruksionalnya.
b. Struktur model sesuai dengan kebutuan siswa.
c. Guru yang melaksanakannya telah mendapatkan atau mengalami
pelatihan dan dapat mendukung penggunaaan model.
d. Tersedianya sumber-sumber yang penting atau mendasar untuk
implementasi model.

10
4. Implementasi
Implementasi melibatkan adaptasi kurikulum sedemikian rupa
sehingga praktik, materi, dan keyakinan baru dapat diinteraksikan ke dalam
khazanah guru dalam pengembangan implementasi kurikulum.
Implementasi paling baik dilaksanakan jika didasarkan perencanaan yang
meliputi komponen-komponen.
a. Progam belajar
b. Identifikasi sumber
c. Peranan
d. Pengembangan professional
e. Penetapan waktu pelaksanaan
f. Sistem komunikasi
g. Monitoring implementasi
5. Evaluasi
Prosedur-prosedur evaluasi pada pengembangan kurikulum menurut
model ini hendaknya merefleksikan orientasi seseorang. Prosedur orientasi
yang dibakukan pada umumnya tidak sesuai dengan kurikulum
transformasi, sebaliknya kurikulum transformasi pada umumnya
menggunakan teknik-teknik evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian
antara pengalaman-pengalaman belajar dan strategi mengajar dengan tujuan
kurikulum.5
F. Model Pengembangan Kurikulum Taba
Dalam buku Curriculum development: Theory and Practice (1962),
Hilda Taba mengungkapkan pendekatannya untuk proses pengembangan
kurikulum. Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif
terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Dalam pendekatannya
Taba menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan pada
setiap langkah proses kurikulum. Taba mengklaim bahwa semua kurikulum
disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum biasanya berisi beberapa

5
Ramsah Ali, Pengembangan Kurikulum Model Miller-Seller (Takengon: STAIN Gajah Putih
Takengon), 127-130.

11
seleksi dan organisasi isi, yang merupakan implikasi dari bentuk-bentuk belajar
mengajar. Kemudian akan dilakukan evaluasi.
Beliau meyakini bahwa cara yang tepat dalam pengembangan
kurikulum perlu mengikuti tujuh langkah berikut.
1. Diagnosis of need (diagnosis kebutuhan)
2. Formulation of subjectives (formulasi pokok-pokok)
3. Selection of content (seleksi isi)
4. Organization of content (organisasi isi)
5. Selection of learning experience (seleksi pengalaman belajar)
6. Organization of learning experiences (organisasi pengalaman belajar)
7. Determination of what to evaluate and mean of doing it (penentuan tentang
apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya).6

Perkembangan kurikulum model Taba lebih menitikberatkan kepada


bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai sesuatu proses perbaikan dan
penyempurnaan. Oleh karena itu dalam kurikulum ini dikembangkan tahapan-
tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Taba
mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pengembangan
kurikulum, memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan
kurikulum.7
Supaya kurikulum menjadi berguna, Taba berpendapat bahwa, penting
untuk mendiagnosis kebutuhan dari siswa, mengetahui apa yang diinginkan
dan diperlukan siswa untuk belajar. Langkah kedua yakni formulasi yang jelas
dan tujuan-tujuan yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan
elemen-elemen berikutnya. Langkah ketiga dan keempat, yaitu
mengintegrasikan dalam realitas. Untuk menggunakan langkah-langkah ini
pendidik perlu memformulasikan dahulu tujuan-tujuan, dan mengetahui secara
mendalam terhadap isi kurikulum. Pada langkah kelima dan keenam, Taba
menganjurkan untuk memperoleh suatu pengertian terhadap prinsip-prinsip
belajar tertentu, strategi konsep yang dipakai dan urutan belajar. Pada langkah
6
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA,
2007), 156-157.
7
http://2012/01/model-pengembangan-kurikulum-hilda-taba.html?m=1

12
terakhir, Taba menganjurkan para pengembang kurikulum untuk
mengonsepkan dan merancang berbagai strategi evaluasi. Untuk mengetahui
apakah tujuan kurikulum sudah tercapai.

Ketujuh langkah di atas menunjukkan uraian yang jelas tentang


pendapat Taba yang sistematis dan pendekatan yang logis terhadap
pengembangan kurikulum. Model kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke
dalam Rational Model.8

BAB III

8
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, 158-159.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Model pengembangan kurikulum Ralph Tyler menjelaskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi
kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Sebagai
bapak (father) pengembangan kurikulum (curriculum developers), Tyler
telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional, sistematis, dan
pendekatan yang berarti dalam tugas mereka.
2. Model pengembangan kurikulum administratif merupakan model paling
lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama administratif atau line staff
karena inisiatif dan gagasan pengembang datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
3. Model pengembangan grass root merupakan lawan dari model administratif.
Inisitif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi
dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah.
4. Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass root datang dari bawah.
Model ini diprakasai oleh para guru yang bermaksud memperbaiki
kurikulum. Model ini berskala kecil hanya mencakup suatu atau beberapa
sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup seluruh komponen
kurikulum.
5. Seller juga mengembangkan suatu model kurikulum yang disebut model
Seller-Miller, model ini dianggap lebih lengkap dan lebih baik dibanding
dengan model sebelumnya, model ini terdiri dari komponen-komponen
yaitu orientasi, tujuan, pengalaman belajar/model mengajar, implementasi,
dan evaluasi.
6. Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap
pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Dalam pendekatannya Taba
menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan pada
setiap langkah proses kurikulum.
B. Saran

14
Setelah penulis mengamati uraian di atas, maka penulis mempunyai
saran-saran bagi para pembaca antara lain:
1. Agar pembaca dapat memahami model-model pengembangan kurikulum
dengan baik.
2. Agar pembaca dapat memahami dan menerapkan model-model
pengembangan kurikulum dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

15
Ali, Ramsah. tt. Pengembangan Kurikulum Model Miller-Seller. Takengon:
STAIN Gajah Putih Takengon.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta:
AR-RUZZ MEDIA.
. 2014. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://2012/01/model-pengembangan-kurikulum-hilda-taba.html?m=1

16

Anda mungkin juga menyukai