Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu:
Oleh:
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar
mengajar di dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan dapat dilihat
dari bagus tidaknya kurikulum pendidikan. Bila kurikulum didesain dengan
sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan
pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri
menghadapi kehidupan, tentu output pendidikan akan memenuhi harapan.
Seperti yang sudah menjadi realitas di Indonesia ini, dunia pendidikan
seakan masih mencari jati diri yang tepat dan masih bingung mendapatkan
format yang pas untuk mengembangkan dunia pendidikan ke arah pendidikan
yang lebih baik. Pencarian ini terlihat menimbulkan masalah baru yang terjadi
di praktik pendidikan, dimana anak didik dan pendidik dibuat bingung dengan
serangkaian kebijakan yang selalu berubah-ubah.
Sebagai salah satu komponen yang penting dalam pendidikan. Langkah
awal menuju sebuah perbaikan tentu harus mengetahui model-model
pengembangan kurikulum. Melihat perlunya pengembangan kurikulum kami
mengangkat topik bahasan tersebut pada makalah kami dengan judul “Model
Model Pengembangan Kurikulum”, yang sudah diprakasi oleh beberapa tokoh.
Diharapkan makalah ini dapat membantu dalam pengembangan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pengembangan kurikulum Ralph Tyler?
2. Bagaimana model pengembangan kurikulum Administratif?
3. Bagaimana model pengembangan kurikulum Grass Root?
4. Bagaimana model pengembangan kurikulum Demonstraso?
5. Bagaimana model pengembangan kurikulum Seller-Miller?
6. Bagaimana model pengembangan kurikulum Taba?
C. Tujuan
2
1. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Ralph Tyler.
2. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Administratif.
3. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Grass Root.
4. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Demonstraso.
5. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Seller-Miller.
6. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum Taba.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
dalam pertanyaan sebagai berikut. The interaction between the learner and the
external conditions in the environmental to which he can react.
5
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-
pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut
selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang
berwenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa
penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas
menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-
sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang
dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top
down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera
berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama guru-guru.
Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin
juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya
penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan
diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan,
serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu
juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian
menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah,
sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang
bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.2
C. Model Pengembangan Kurikulum Grass Root
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model administratif.
Inisitif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari
bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum
2
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), 161-162.
6
administratif, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan atau kurikulum
yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang
dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model
pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru, atau
keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan
kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan
suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh
bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya,
maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass
roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling
kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stanley, dan
Shores (1957: 429).
1. The curriculum will improve only as the professional competence of
teachers improves.
2. The competence of teachers will be improved only as the teachers become
involved personally in the problems of curriculum revision.
3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining,
and solving the problems to be encountered, and in judging and evaluating
the rusults, their involvement will be most nearly assured.
4. As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one
another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and
plans (Smith, Stanley, and Shores 1957: 429).
7
kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada
gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.3
8
3. Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demonstrasi
dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus
tetapi pelaksanaannya tidak ada.
4. Model ini bersifat grass root, menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif
dan narasumber yang dapat menjadi pendorong bagi administrator untuk
mengembangkan progam baru.
2. Tujuan
4
Ibid., 165-166.
9
Langkah berikutnya adalah mengembangkan tujuan-tujuan khusus
berdasarkan pada orientasi kurikulum bersangkutan. Tujuan umum dalam
konteks ini adalah merefleksikan image person dan image society.
Penggunaan image menunjukkan pada imagery mental yang diyakini oleh
para pelaksana kurikulum, untuk menstimulus imagery mental tersebut
seperti visualisasi. Selanjutnya dijabarkan suatu konsep pengembangan
yang masih umum, dan perlu dikembangkan tujuan-tujuan khusus.
Perbedaan dari tujuan, tujuan pengembangan, tujuan instruksional yaitu
sebagai berikut.
10
4. Implementasi
Implementasi melibatkan adaptasi kurikulum sedemikian rupa
sehingga praktik, materi, dan keyakinan baru dapat diinteraksikan ke dalam
khazanah guru dalam pengembangan implementasi kurikulum.
Implementasi paling baik dilaksanakan jika didasarkan perencanaan yang
meliputi komponen-komponen.
a. Progam belajar
b. Identifikasi sumber
c. Peranan
d. Pengembangan professional
e. Penetapan waktu pelaksanaan
f. Sistem komunikasi
g. Monitoring implementasi
5. Evaluasi
Prosedur-prosedur evaluasi pada pengembangan kurikulum menurut
model ini hendaknya merefleksikan orientasi seseorang. Prosedur orientasi
yang dibakukan pada umumnya tidak sesuai dengan kurikulum
transformasi, sebaliknya kurikulum transformasi pada umumnya
menggunakan teknik-teknik evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian
antara pengalaman-pengalaman belajar dan strategi mengajar dengan tujuan
kurikulum.5
F. Model Pengembangan Kurikulum Taba
Dalam buku Curriculum development: Theory and Practice (1962),
Hilda Taba mengungkapkan pendekatannya untuk proses pengembangan
kurikulum. Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif
terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Dalam pendekatannya
Taba menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan pada
setiap langkah proses kurikulum. Taba mengklaim bahwa semua kurikulum
disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum biasanya berisi beberapa
5
Ramsah Ali, Pengembangan Kurikulum Model Miller-Seller (Takengon: STAIN Gajah Putih
Takengon), 127-130.
11
seleksi dan organisasi isi, yang merupakan implikasi dari bentuk-bentuk belajar
mengajar. Kemudian akan dilakukan evaluasi.
Beliau meyakini bahwa cara yang tepat dalam pengembangan
kurikulum perlu mengikuti tujuh langkah berikut.
1. Diagnosis of need (diagnosis kebutuhan)
2. Formulation of subjectives (formulasi pokok-pokok)
3. Selection of content (seleksi isi)
4. Organization of content (organisasi isi)
5. Selection of learning experience (seleksi pengalaman belajar)
6. Organization of learning experiences (organisasi pengalaman belajar)
7. Determination of what to evaluate and mean of doing it (penentuan tentang
apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya).6
12
terakhir, Taba menganjurkan para pengembang kurikulum untuk
mengonsepkan dan merancang berbagai strategi evaluasi. Untuk mengetahui
apakah tujuan kurikulum sudah tercapai.
BAB III
8
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, 158-159.
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model pengembangan kurikulum Ralph Tyler menjelaskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi
kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Sebagai
bapak (father) pengembangan kurikulum (curriculum developers), Tyler
telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional, sistematis, dan
pendekatan yang berarti dalam tugas mereka.
2. Model pengembangan kurikulum administratif merupakan model paling
lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama administratif atau line staff
karena inisiatif dan gagasan pengembang datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
3. Model pengembangan grass root merupakan lawan dari model administratif.
Inisitif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi
dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah.
4. Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass root datang dari bawah.
Model ini diprakasai oleh para guru yang bermaksud memperbaiki
kurikulum. Model ini berskala kecil hanya mencakup suatu atau beberapa
sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup seluruh komponen
kurikulum.
5. Seller juga mengembangkan suatu model kurikulum yang disebut model
Seller-Miller, model ini dianggap lebih lengkap dan lebih baik dibanding
dengan model sebelumnya, model ini terdiri dari komponen-komponen
yaitu orientasi, tujuan, pengalaman belajar/model mengajar, implementasi,
dan evaluasi.
6. Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap
pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Dalam pendekatannya Taba
menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan pada
setiap langkah proses kurikulum.
B. Saran
14
Setelah penulis mengamati uraian di atas, maka penulis mempunyai
saran-saran bagi para pembaca antara lain:
1. Agar pembaca dapat memahami model-model pengembangan kurikulum
dengan baik.
2. Agar pembaca dapat memahami dan menerapkan model-model
pengembangan kurikulum dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
15
Ali, Ramsah. tt. Pengembangan Kurikulum Model Miller-Seller. Takengon:
STAIN Gajah Putih Takengon.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jogjakarta:
AR-RUZZ MEDIA.
. 2014. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://2012/01/model-pengembangan-kurikulum-hilda-taba.html?m=1
16