Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

Disusun oleh
Areson Paoel Yasinto Sanu
NIM.30190121023

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu penyelesaian tugas
Keperawatan Gawatdarurat Profesi Ners STIKes Borromeus. Tulisan ini berjudul “Laporan
Pendahuluan Sepsis”. Dalam penyelesaian tulisan ini, penulis menyadari bahawa tulisan ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi kita semua.

Bandung, Desember 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization) pada
tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada
negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000
kasus sepsis di Amerika Serikat.Hal seperti ini juga terjadi di negara berkembang,
dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan
higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian
sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien
dengan kondisi kritis.
Sepsis adalah suatu keadaan sistemik, dimana terdapat respon pejamu terhadap
infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis berat yaitu disfungsi organ akut
sekunder oleh pajanan infeksi dan syok septik adalah sepsis berat ditambah hipotensi
yang tidak teratasi dengan pemberian resusitasi cairan). Surviving Sepsis Campaign
merupakan pedoman internasional yang digunakan dalam manajemen sepsis berat dan
syok septik.
Sepsis dimasukkan kedalam kategori penyakit darurat yang sama seperti serangan
jantung atau stroke karena ada gangguan dalam pemasukkan oksigen dan nutrisi ke
jaringan sehingga dibutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera. Hal tersebut yang
menjadikan sepsis sebagai penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan
intensif (ICU). Diagnosis dini, pemberian antibiotik awal, dan resusitasi cairan yang
cukup merupakan kunci dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis.
Epidemiologi sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap
tahunnya dengan insiden diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi
dengan peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Penelitian epidemiologisepsis di Amerika
Serikat menyatakan insiden sepsis sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari
100 kali lipat berdasarkan umur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada
kelompok umur > 85 tahun).
1.2. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi / rencana asuhan keperawatan
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan

1.3. METODE PENULISAN


Metode penulisan laporan kasus dengan sepsis ini dimulai dari melakukukan
pengkajian pada dan membuat pengelompkan data, kemudian mencari dasar
materi/pustaka terkait hasil pengkajian tersebut untuk penyusunan laporan
pendahuan dan asuhan keperawatan. pada klien dengan sepsis.
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada laporan kasus ini terdiri dari bab I-III. Bab I berisi tentang
latar belakang yang mencakup prevalensi kejadian serta pentingnya asuhan keperawatan
bagi pasien dengan penyakit sepsis. Bab II berisi tentang tinjauan teoritis yaitu konsep
medis penyakit sepsis dan konsep asuhan keperawatan. Bab III berisi tentang rencana
asuhan keperawatan berdasarkan kasus yang didapatkan berdasarkan hasil pengkajian
pasien di ruang ICU RSCK.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP TEORI


A. Pengertian
Sepsis didefinisikan sebagai suatu keadaan infeksi bersama dengan manifestasi
sistemik dari infeksi.Sepsis berat didefinisikan sebagai sepsis ditambah dengan
disfungsi organ akibat sepsis atau hipoperfusi jaringan. Syok septic didefinisikan
sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis yang menetap meskipun resusitasi cairan yang
diberikan sudah adekuat. Hipoperfusi jaringan yang diinduksi infeksi didefinisikan
sebagai hipotensi yang diinduksi infeksi, peningkatan laktat, atauoliguria. Hipotensi
yang diinduksi oleh sepsis didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP)
40mmHg atau kurang dari dua standar deviasi di bawah normal untuk usia tanpa
adanya penyebab lain dari hipotensi.
Sepsis bisa disebabkan oleh banyak kelas mikroorganisme. Mikroba yang
masuk ke peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga
adanya kerusakan organ yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur darah
terdapat bakteri atau jamur hanya sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis dan 40-70%
pada kasus syok.
B. Etiologi
Penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif (60-70%) yang
menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu
mengeluarkan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis
adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks
merupakan kompleks utama membran terluar dari bakteri gram negative. Namun,
infeksius lain seperti bakteri gram positif dan virus juga menyebab syok septic
(Hermawan, 2018).
1. Infeksi bakteri aerobik dan anaerobik
a. Gram negatif seperti: Echerichia coli, Kebsiella sp, Pseudomonas sp,
Bacteroides sp, dan Proteus sp.
b. Gram positif seperti: Stafilokokus, Streptokokus dan Pneumokokus.
2. Infeksi viral, fungal,dan riketsia
3. Kerusakan jaringan, yang dapat menyababkan kegagalan penggunaan oksigen
sehingga menyebabkan MOSF.
4. Pertolongan persalinan yang tidak heginis pada partus lama.

C. Patogenesis
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu,
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan
peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan
intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem.
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan
perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen
karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar
dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin
<0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-
pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai
gejala takikaridia, kulit hangat, dan tekanan sistolik hampir normal (Hermawan,
2011).
D. Pathway
Infasi Kuman

Pelepasan Indotoksin

Disfungsi dan kerusakan endotel dan disfungsi organ multipel

SEPSIS

Perubahan Perubahan ambilan Terhambatnya Terganggunya


fungsi miokarium dan penyerapan O2 fungsi mitokondria sistem pencernaan

Kontraksi jantung Suplai 02 terganggu Kerja sel menurun Reflek ingin


menurun muntah

Curah jantung Sesak Penurunan Nafsu makan


menturun sistem imun menurun

Reduksi darah Gangguan Resiko infeksi Gangguan pemenuhan


terganggu pemenuhan O2 kebutuhan nutrisi
Gangguan
perfusi jaringan

E. Gejala Klinis
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus
dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi
penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital,
termasuk (Davey, 2011):
1. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah
vena dan arteri.

2. Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada


awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien
menjadi dingin dan perfusinya buruk.
3. Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
4. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih
harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan
gambaran fungsi ginjal.
5. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O 2 alveoli-
arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan
apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan
bantuan ventilasi mekanis.
6. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah
arteri dan kadar laktat.
7. Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya
memar-memar, perdarahan spontan.
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-
tanda nonspesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
malaise, gelisah, atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan
dapat dijumpai pada banyak kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang
paling sering: paru, traktus digestivus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan
saraf pusat.
Gejala tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Yang
sering diikuti gejala Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) sampai
dengan terjadinya syok septik. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:
sindrom distres pernapasan pada dewasa, koagulasi intravaskuler, gagal ginjal
akut, perdarahan usus, disfungsi sistem saraf pusat, jantung, kematian (Hermawan,
2018).
Bakta & Suastika (2012), mengatakan bahwa penyebab dasar sepsis dan syok
septik yang paling sering adalah infeksi bakteri. Sebelum pemakaian anti biotik
meluas, penyebab tersering adalah bakteri gram positif terutama dari jenis
streptokokus dan stafilokokus. Akan tetapi setelah anti biotik berspektrum luas
mulai tersedia, maka sepsis sering muncul sebagai akibat infeksi nosokomial oleh
bakteri gram negatif, sehingga sekarang ini jumlah sepsis yang disebabkan oleh
gram positif dan negatif hampir sama.
F. Klasifikasi
1. Sepsis onset dini
a. Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik.
b. Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama kehidupan (20
jam pertama kehidupan)
c. Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam impratu
maternal dan coricomnionitis.
2. Sepsis onset lambat
a. Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran
b. Ditemukan pada bayi cukup bulan
c. Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat local
G. Tahapan Perkembangan Sepsis
Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
1. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
2. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-paru atau hati.
3. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke
tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan
oksigen yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok septik
dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.
H. Faktor dan Resiko Sepsis
1. Faktor – faktor pejamu
a. Umur yang ekstrim
b. Malnutrisi
c. Kondisi lemah secara umum
d. Penyakit kronis
e. Penyalagunaan obat dan alkohol
f. Neutropenia
g. Splenektomi
h. Kegagalan banyak organ

2. Faktor – faktor yang berhubungan


a. Penggunaan kateter invasif
b. Prosedur-prosedur operasi
c. Luka karena cidera atau terbakar
d. Prosedur diagnostik invasif
e. Obat-obatan (antibodi, agen-agen sitotoksik, steroid).
I. Komplikasi
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Aasidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
J. Pemeriksaan Penunjang
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan mengeliminasi
penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
2. SDP: Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tak matur dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit: penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT: mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang diasosiasikan
dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum: Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum: hiperglikenmio yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolisme
8. BUN/Kreatinin: peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
9. GDA: Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi
10. EKG: dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia menyerupai
infark miokard.
K. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Medis
Pengobatan terbaru syok septic mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum dan
drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas diberikan
sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk meningkatkan ketahanan
hidup pasien.
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur intravena
dan kateter urin. Setiap abses harus dialirkan dan area nekrotik dilakukan
debridemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua klasifikasi syok.
Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam penatalaksanaan syok
septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari dari awitan syok. Pemberian
makan entral lebih dipilih daripada parenteral kecuali terjadi penurunan perfusi
kesaluran gastrointestinal.
2. Keperawatan
a. Perawat harus sangat mengingat resiko sepsis dan tingginya mortalitas syok septic.
b. Semua prosedur invasive harus dilakukan dengan teknik aseptic yang tepat,
c. Selain itu jalur intravena, insisi bedah, luka trauma, kateter urin dan luka
dekubitus dipantau terhadap tanda-tanda infeksi.
d. Perawat berkolaborasi dengan anggota tim perawat lain.
e. Perawat memantau pasien dengan ketat terhadap reaksi menggigil yang lebih
lanjut.
f. Perawat memberikan cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan
termasuk antibiotic untuk memulihkan volume vascular.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
a. Airway
1) Yakinkan kepatenan jalan napas
2) Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
2) Kaji saturasi oksigen
3) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
4) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
5) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
6) Periksa foto thorak
c. Circulation
1) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
2) Monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
3) Periksa waktu pengisian kapiler
4) Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
5) Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
6) Pasang kateter
7) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8) Siapkan untuk pemeriksaan kultur
9) Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature < 36oC
10) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
11) Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Pola Gordon:
a. Pola persepsi dan pemeliharan Kesehatan
Menggambarkan persepsi klien atas kondisi kesehatan yang di alami dan
bagaiman klien memelihara dan menangananinya
b. Pola nutrisi dan metabolic
Perlu di kaji frekuensi makan dan minum, jenis, porsi dan status antropometri
seperti : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji baik BAK dan BAB terkait : frekuensi, konsistensi, bau warna dan
keluhan
d. Pola aktifitas dan Latihan
Perlu dikaji kemapuan klien dalam melakukan perawatan diri
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang jumlah jam tidur siang, jumlah jam tidur malam, gangguan
tidur dan perasaan waktu bangun
f. Pola kognitif-perseptual
Nyeri atau sakit kepala dan tengkuk
g. Pola persepsi konsep diri
Perlu dikaji terkait citra tubuh, harga diri, ideal diri dan identitas diri
h. Pola hubungan dan peran
Perlu dikaji hubungan klien, perawat, dan lingkungan
i. Pola seksualitas reproduksi
Menggambarkan kepausan atau masalah yang actual atau dirasakan dengan
seksualitas , dampak sakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping
Kemampuan klien dalam mengatasi masalah terkait dengan penyakit yang
dialaminya
k. Pola nilai dan keyakinan
Perlu di kaji nilai-nilai spiritual klien

3. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum: lemah
Kesadaran: GCS   (E:M:V)
TTV, BB/TB:
a. Pengukuran TD dilakukan 2 kali, dengan sela antara 1 – 5 menit , pengukuran
tambahan dilakukan jika hasil ke-2 pengukuran sebelumnya sangat berbeda 
b. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat
duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah                               
c. Kepala
Normal, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala dalam keadaan bersih,
tidak terdapat ketombe ataupun kutu rambut, wajah simetris, nyeri tekan negatif.
d. Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
e. Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran yang berkaitan
dengan hipertensi.
f. Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
g. Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
h. Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
i. Payudara
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
j. Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
k. Kardiovaskular
Nadi teraba cukup kuat, Lansia biasanya mengeluh dadanya berdebar-debar.
terkadang terasa nyeri dada.
l. Gastrointestinal
Mual dan muntah.
m. Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.

n. Muskuloskeletal
Merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat cuaca dingin sehingga sulit
berdiri. Tonus otot berkurang, tulang dada, pipi, klavikula tampak menonjol,
terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah hangat.
o. Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2, edema paru
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 edema paru
Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Managemen :
selama ... x 24 jam. pasien akan : 1. Buka jalan nafas
1. TTV dalam rentang normal 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Menunjukkan jalan napas yang paten ( fowler/semifowler)
3. Mendemostrasikan suara napas yang 3. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu. 4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
5. Monitor respirasi dan status O2
6. Monitor TTV.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan preload.


Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Cardiac care:
selama ... x 24 jam. pasien akan : 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
1. Menunjukkan TTV dalam rentang normal output
2. Tidak ada oedema paru dan tidak ada 2. Monitor balance cairan
asites 3. Catat adanya distritmia jantung
3. Tidak ada penurunan kesadaran 4. MONITOR TTV
4. Dapat mentoleransi aktivitas dan tidak ada 5. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan. kelelahan
6. Monitor status pernapasan yang menandakan gagal
jantung.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fever Treatment :
selama ... x 24 jam . pasien akan : 1. Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Beri kompres hangat pada bagian lipatan tubuh ( Paha
2. Tidak ada perubahan warna kulit dan dan aksila ).
tidak ada pusing 3. Monitor intake dan output
3. Nadi dan respirasi dalam rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Berikan obat anti piretik
Temperature Regulation
1. Beri banyak minum ( ± 1-1,5 liter/hari) sedikit tapi
sering
2. Ganti pakaian klien dengan bahan tipis menyerap
keringat.

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output yang


tidak mencukupi
Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management sensasi perifer:
selama ... x 24 jam . pasien akan : 1. Monitor tekanan darah dan nadi apikal setiap 4 jam
1. Tekanan sisitole dan diastole dalam 2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
rentang normal ada lesi
2. Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik 3. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas atau dingin
4. Kolaborasi obat antihipertensi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen
Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Activity Therapy
selama ... x 24 jam. pasien akan : 1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai
disertai peningkatan tekanan darah nadi dengan tingkat keterbatasan klien
dan respirasi 3. Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu
2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kekuatan fisik klien.
secara mandiri 4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
3. TTV dalam rentang normal 5. Jelaskan pada keluarga dan klien tentang pentingnya
4. Status sirkulasi baik bedrest ditempat tidur.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan & Kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction
selama ... x 24 jam . pasien akan : 1. Kaji tingkat kecemasan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Jelaskan prosedur pengobatan perawatan
selama ... x 24 jam . pasien akan : 3. Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya tentang
1. Mampu mengidentifikasi dan kondisi pasien
mengungkapkan gejala cemas 4. Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang akan
2. TTV normal dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya bagi
3. Menunjukkan teknik untuk mengontrol pasien.
cemas 5. Beri dorongan spiritual.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehata
n yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempe
ngaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan ko
munikasi (Dinarti & Muryanti, 2017).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya (Padila, 2012). Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penu
lisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan t
erencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan den
gan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehata
n lainnya. Terdapat 2 jenis evaluasi :

1. Evaluasi formatif (proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan ke
perawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan re
ncana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dila
ksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, y
akni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis dat
a (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

2. Evaluasi sumiatif (hasil)


Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses ke
perawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonito
r kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan
pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menan
yakan respon pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pert
emuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
1. Tujuan tercapai/masalah teratasi
2. Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3. Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern, (2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,

Jakarta, EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi, (2018), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA

NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Setyohadi, Bambang dkk.(2006), Buku ajar penyakit dalam .Jakarta . Fakultas Kedokteran

UI.

Anda mungkin juga menyukai