Anda di halaman 1dari 7

A.

Etiologi
Pada penelitian analitik yang dilakukan Erol, 2014 pada 2901 pasien
selama 25 tahun, ditemukan etiologi penyebab fraktur fasial, di antaranya
adalah sebagai berikut:
Pasien yang lebih banyak mengalami fraktur fasial adalah laki-laki
dibandingkan perempuan (laki-laki: 77,5%, perempuan 22,5%). Dari segi
usia, fraktur fasial terbanyak dialami oleh pasien usia 0-10 tahun (801
pasien), 21-30 tahun (750 pasien), dan 11-20 tahun (555 pasien). Menurut
musim (pada negara 4 musim), trauma sering terjadi pada musim panas
(1.054 kasus), lalu musim gugur (752 kasus), musim semi (644 kasus), dan
musim dingin (451 kasus).
Dilihat dari penyebab trauma, terbanyak adalah kecelakaan lalu-lintas
(1.104 pasien), lalu jatuh dari ketinggian yang rendah (1.065 pasien), terakhir
adalah kecelakaan olahraga (33 pasien). Sementara dilihat dari tulang wajah
yang terlibat dan jenis fraktur, ditemukan kasus yang paling sering ialah
trauma terlokalisir (2.608 kasus), patah tulang mandibula (2.111 kasus),
cedera gabungan maksila-mandibula (112 kasus).
B. Prognosis
Prognosis pada pasien dengan fraktur maxilofacial tergantung dari
berat tidaknya trauma yang dialami. Pasien dengan patahnya basis kranium
dapat mengancam jiwa atau bahkan kecacatan defisit neurologis. Tapi bila
tumbukan yang terjadi tidak menyebabkan trauma yang berat pemasangan
ORIF dapat memuaskan pasien karena adanya perbaikan penampilan.

2.4.1 Trauma Jaringan Lunak Wajah10


Luka adalah kerusakan anami, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena
trauma dari luar. Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
a. Eksoriasi
b. Luka sayat, luka robek, luka bacok
c. Luka bakar d. Luka tembak
2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
3. Dikaitkan dengan unit estetik
Menguntungkan atau tidak menguntungkan, dikaitkan dengan garis
Langer.

Penilaian awal dan penatalaksanaan


Evaluasi dan penanganan cedera jaringan lunak secara dini mutlak perlu
untuk mendapatkan hasil kosmetik dan fungsional yang memuaskan dalam
rekontruksi wajah. Pemeriksaan fisik awal termasuk evaluasi lengkap dari seluruh
luka meskipun jika perlu dilakukan anestesi lokal ataupun umum. Perhatian
khusus harus diberikan untuk memastikan luas cedera pada daerah-daerah di
sekitar mata daerah nasolakrimalis di dekat ataupun melibatkan saraf facsialis dan
disekitar duktus parotis. Semua jaringan harus ditangani dengan sangat hati-hati
dan semua benda asing dikeluarkan dengan irigasi memakai garam steril mungkin
diperlukan penyikatan dengan sikat bedah untuk mencegah  pembentukan tato
yaitu bilamana debris ataupun kotoran telah melekat dalam kulit. Debridement
wajah harus dibuat seminimal mungkin. Karena wajah yang kaya suplai darah,
maka fragmenfragmen kecil jaringan akan mati pada bagian tubuh lainnya dapat
bertahan hidup pada wajah. Laserasi harus dijahit menurut lapisan anatomi diulai
pada bagian dalam luka dengan benang yang dapat diserap dan diteruskan hingga
ke permukaan dimana dibuat jahitan subkutan berupa jahitan permanen ataupun
benang yang dapat diserap jahitan subkutikular ataupun kulit yang permanen
dapat dipakai untuk menutup kulit dan perlu diangkat. Penutupan kulit  perlu
dilakukan dengan cermat dan halus agar parut minimal. Setelah ditutup maka
laserasi wajah dapat disokong dengan plester  penutup kulit selama beberapa
minggu atau bulan untuk meminimalkan pembentukan jaringan parut. Untuk
memberikan antibiotik tergantung pada kasusnya apakah terkontaminasi tertunda
ditutup dan pertimbangan lainnya. Luka yang terkontaminasi luas atau luka yang
mencapai tulang perlu diatasi dengan antibiotik.

C. Diagnosis
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah dilihat dari fraktur tulang
yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum
dilihat dari terminologinya, trauma pada  jaringan keras wajah dapat
diklasifikasikan berdasarkan:
1. Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika :
a. Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum,
maxilla, mandibulla, gigi dan alveolus.
b. Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal dan
fraktur kompleks mandibula
2. Berdasarkan Tipe fraktur :
a. Fraktur simple
i. Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup
misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan
mandibula yang tidak bergigi.
ii. Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga
mulut. Termasuk greenstik fraktur yaitu keadaan retak
tulang, terutama pada anak dan jarang terjadi.
b. Fraktur kompoun
i. Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan
jaringan lunak.
ii. Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung
gigi, dan hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari
membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa
luka yang parah dapat meluas dengan sobekan pada kulit.
c. Fraktur komunisi
i. Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang
tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi
bagian bagian yang kecil atau remuk.
ii. Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur
kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak.
d. Fraktur patologis Keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya
penyakit  penyakit tulang, seperti Osteomyelitis, tumor ganas, kista
yang  besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat
menyebabkan fraktur spontan.
3. Perluasan tulang yang terlibat
a. Komplit, fraktur mencakup seluruh tulang.
b. Tidak komplit, seperti pada greenstik, hair line, dan kropresi
( lekuk )
4. Konfigurasi ( Garis fraktur )
a. Tranversal, bisa horizontal atau vertikal.
b. Oblique ( miring )
c. Spiral ( berputar )
d. Komunisi ( remuk )
5. Hubungan antar Fragmen
a. Displacement, disini fragmen fraktur terjadi perpindahan tempat  
b. Undisplacement, bisa terjadi berupa :
i. Angulasi / bersudut
ii. Distraksi
iii. Kontraksi
iv. Rotasi / berputar
v. Impaksi / tertanam
Pada mandibula, berdasarkan lokasi anatomi fraktur dapat
mengenai daerah :
a. Dento alveolar
b. Prosesus kondiloideus
c. Prosesus koronoideus
d. Angulus mandibular
e. Ramus mandibular
f. Korpus mandibular
g. Midline / simfisis menti
h. Lateral ke midline dalam regio insisivus
DAFTAR PUSTAKA

Maxillofacial trauma. Diakses pada tanggal 20 Februari 2012 melalui


http://medical-dictionary.thefreedictionary.com
Erol, Behcet dkk.2004. Maxillofacial Fracture. Analysis of demographic
distribution and tratment in 2901 patient (25-year experience).
Department of Oral and Maxillofacial Surgery, (Chairman: Prof Dr. B.
Erol), Faculty of Dentistry, University of Dicle, Diyarbakir, Turkey
Donat, Terry L dkk. 1998. Facial Fracture Classification According to Skeletal
Support Mechanisms. Arch Otolaryngol Head Neck Surg
Parsa T. 2010. Initia Evaluation and Management of Maxillofacial Injuries.
Medscepe

Anda mungkin juga menyukai