Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQIH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : Fiqih
Dosen Mata Kuliah : Moh Noor Hidayat, S.Th.I.,

Disusun oleh :
Andhika Nirwan Arief
NIM 2111110343
Nadi
NIM 2111110355

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2021 M/ 1443

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Waata’ala, karena dengan rahmat
dan karunia- Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa
sholawat serta salam tim penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita bisa bersama
dengan beliau di akhirat kelak.
Ungkapan rasa terima kasih juga penulis haturkan kepada dosen pengajar khususnya bapak
Moh Noor Hidayat S.Th.i., selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila yang telah membimbing
dan selalu memberikan semangat yang pada akhirnya bisa membantu untuk lebih sedikit demi sedikit
memperluas wawasan pengetahuan tim penulis sehingga dapat terselesaikannya makalah ini yang
berjudul “ Sebab – sebab menerima warisan dan sebab – sebab terhalangnya warisan”jika ditinjau
lebih jauh makalah ini masih belum sempurna untuk dikatakan sebagai makalah yang baik, tim
penulis menyadari bahwa tim penulis bukanlah manusia yang tercipta dalam kesempurnaan, namun
tim penulis akan berusaha untuk menjadi lebih baik dengan terus belajar.
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, tim penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun agar
makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Wassalamu’ alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palangka Raya, 07 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian warisan
B. Sebab-sebab menerima warisan dan Terhalangnya warisan

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku
merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan
kedamaian merupakan hal terpenting yang harus mampu dijalankan.
Kesepakatan dalam musyawarah merupakan suatu nilai dasar kebersamaan
dalam kehidupan keluarga yang harus dikedepankan. Kebersamaan tanpa
harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan
merupakan hal terpenting, karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan
kekeluargaan seharusnya mampu menjadi pijakan tanpa harus mengedepankan
ego dan kepentingan masing-masing pihak.
Secara sederhana pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal
warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada orang
yang masih hidup. Sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga orang yang
meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum
kekayaan karena meninggalnya pewaris. Pengertian warisan sendiri adalah
soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang
lain yang masih hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian warisan?
2. Bagaimana sebab – sebab menerima warisan dan terhalangnya warisan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu warisan
2. Untuk mengetahui apa saja sebab – sebab menerima warisan dan terhalangnya warisan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Warisan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang yang berhak
menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Di dalam bahasa Arab kata waris
berasal dari kata ‫ورثا‬-‫يرث‬-‫ ورث‬yang artinya adalah Waris. Contoh, ‫ ورث اباه‬yang artinya
Mewaris harta (ayahnya).
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli
warisnya.3 dan juga berbagai aturan tentang perpidahan hak milik, hak milik yang
dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Dalam istilah lain waris disebut juga dengan fara‟id. Yang artinya bagian tertentu yang
dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya dan yang telah di
tetapkan bagian- bagiannya.4 Adapun beberapa istilah tentang waris yaitu :

1. Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
Ada ahli waris yang sesungguhnya yang memiiki hubungan kekerabatan yang
dekat akan tetapi tidak berhak menerima warisan.Dalam fiqih mawaris, ahli
waris semacam ini disebut ini disebut Zawil al- arham. Hak-hak Waris bisa
ditimbulkan karena hubungan darah, karena hubungan perkawinan, dan
karena akibat memerdekakan hamba.

2. Mawarrits, ialah orang yang diwarisi harta benda peninggalan. Yaitu orang
yang meninggal baik itu meninggal secara hakiki, secara taqdiry (perkiraan),
atau melalui keputusan hakim.Seperti orang yang hilang (al-mafqud), dan
tidak tahu kabar beritanya setelah melalui pencaharian dan persaksian, atau
tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia dinyatakan meninggal
dunia melalui keputusan hakim.

3. Al-Irts, ialah harta warisan yang siap dibagi kepada ahli waris sesudah diambil
untuk keperluan pemeliharaan zenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan
utang,serta pelaksanaan wasiat.

4. Waratsah, ialah harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda
dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi-bagi,
karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.

5. Tirkah, ialah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk kepentingan pemeliharaan zenazah, pelunasan utang, dan
pelaksanaan wasiyat yang dilakukan oleh orang yang meninggal ketika masih
hidup.
B. Sebab - sebab menerima warisan dan terhalangnya warisan

Lafadz sebab berasal dari bahasa arab “ ” yang mempunyai arti

sebab atau karena, ialah sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu

yang lain. Adapun sebab menurut istilah adalah suatu hal yang

mengharuskan keberadaan hal yang lain, sehingga hal yang lain itu

menjadi ada dan ketiadaan satu hal itu menjadikan hal yang lain tidak ada

secara substansial. Dengan demikian, sebab-sebab kewarisan adalah

sesuatu yang mewajibkan adanya hak mewarisi jika sebab-sebabnya

terpenuhi. Demikian sebaliknya, hak mewarisi akan menjadi tidak ada

jika sebab-sebabnya tidak terpenuhi.

Sebab-sebab kewarisan yang menjadikan seseorang berhak

mewarisi harta warisan mayit ada tiga, yaitu :

1) Hubungan nasab (kerabat hakiki). Yaitu: ayah dan ibu, anak-anak,

saudara, paman (saudara laki-laki ayah), dan sebagainya. Secara

ringkas dapat dikatakan ayah dan ibu, anak-anak, dan siapa saja yang

bernasab kepada mereka. Dalam buku yang disusun oleh komite

fakultas syari‟ah Universitas al-Azhar Mesir memperinci ahli waris

dari sebab nasab (kekerabatan) dalam tiga golongan yaitu golongan

ush𝑢^l (leluhur) si mayit, fur𝑢^‟ (keturunan) mayit, dan

haw𝑎^syi si mayit (keluarga mayit dari jalur horizontal)12.

Golongan ush𝑢^l adalah ayah, kakek dan jalur keatasnya; ibu, nenek

(ibunya suami dan ibunya istri), dan jalur keatasnya. Golongan

fur𝑢^‟ adalah anak laki-laki, cucu, cicit dan jalur kebawahnya; anak

perempuan, cucu, cicit dan jalur kebawahnya. Sedangkan

golongan haw𝑎^syi adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan

secara mutlak, baik saudara sekandung, seayah atau seibu; anak-anak

saudara kandung atau seayah; paman sekandung, seayah dan anak

laki-lakinya paman yang sekandung


ringkas dapat dikatakan ayah dan ibu, anak-anak, dan siapa saja yang

bernasab kepada mereka. Dalam buku yang disusun oleh komite

fakultas syari‟ah Universitas al-Azhar Mesir memperinci ahli waris

dari sebab nasab (kekerabatan) dalam tiga golongan yaitu golongan

ush𝑢^l (leluhur) si mayit, fur𝑢^‟ (keturunan) mayit, dan haw𝑎^syi

si mayit (keluarga mayit dari jalur horizontal)12. Golongan

ush𝑢^l adalah ayah, kakek dan jalur keatasnya; ibu, nenek (ibunya

suami dan ibunya istri), dan jalur keatasnya. Golongan fur𝑢^‟

adalah anak laki-laki, cucu, cicit dan jalur kebawahnya; anak

perempuan, cucu, cicit dan jalur kebawahnya. Sedangkan

golongan haw𝑎^syi adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan

secara mutlak, baik saudara sekandung, seayah atau seibu; anak-anak

saudara kandung atau seayah; paman sekandung, seayah dan anak

laki-lakinya paman yang sekandung.

2) Hubungan nik𝑎^h. Yaitu, akad pernikahan yang sah antara suami-

istri walaupun mereka belum pernah melakukan hubungan intim

suami- istri atau berkhalwah (tinggal berdua). Adapun pernikahan

yang f𝑎^sid atau tidak sah tidak menimbulkan hubungan

kewarisan sama sekali.

3) Hubungan wal𝑎^‟ yang merupakan kerabat hukmy yang juga

disebut wal𝑎^‟ al-„itqi atau wal𝑎^‟ al-ni„mah. Yaitu hubungan

kerabatan yang disebabkan karena memerdekakan hamba sahaya.

Jika seorang tuan memerdekakan hambanya, maka ia mempungai


hubungan kekerabatan dengan hamba yang telah dimerdekakannya

yang disebut dengan wal𝑎^‟ al-itqi. Dengan sebab itu si tuan

berhak mewarisi hartanya karena ia telah berjasa memerdekakan dan

mengembalikan nilai kemanusiaannya. Hukum Islam (syara„)

memberikan hak waris kepada tuan yang memerdekakan, bila budak

itu tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, baik berdasarkan

hubungan kekerabatan maupun hubungan pernikahan (suami-istri).

Anda mungkin juga menyukai