Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SINDROM NEFROTIK

Fasilitator : Ns . Ririn Sahawaitun ,M.Kep.

Di susun Oleh kelompok 2 :

1. Nurfitriani
2. Faisal
3. Herawati
4. Agustina Mara
5. M. Tarmizi
6. Mardiana
7. Alwi Azani
8. Elma Nurul Ulan
9. Hermawan
10. Khairul Warisin Arroniri

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
Panjatkan puja dan piji sukur atas Kehadiran-Nya yang telah melimpahkan rahmat, serta hidayah
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang Sindrom Nefrotik
Akut. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari susunan kalimat maupun bahasanya. oleh karena itu kami dengan tangan terbuka menerima
segala saran dan keritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami ini.

Lombok Timur, 02 Januari 2022

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................................4
B. Tujuan.........................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Definisi.............................................................................................................................5
B. Etiologi.............................................................................................................................6
C. Patofisiologi.....................................................................................................................7
D. Manifestasi Klinis............................................................................................................7
E. Klasifikasi........................................................................................................................8
F. Komplikasi.......................................................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................9
H. Penatalaksanaan.............................................................................................................11
BAB III..........................................................................................................................................13
PENUTUP.....................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN...............................................................................................................13
B. SARAN...........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindroma Nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria,
hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas. Sindrom
Nefrotik akut (SNA) sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun, jarang terjadi pada anak
dibawah 3 tahun. Sekitar 97% kasus terjadi di negara berkembang dan berkurang di
industri atau negara maju. Sindrom Nefrotik Akut (SNA) yang ditandai dengan gross
hematuria, oedema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Gangguan ini sering terjadi pada
anakanak, disebabkan oleh infeksi kuman Streptococcus β-hemolyticus group A strain
nephritogenic, dan 97% kasus terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia pada
tahun 2013-2017. Terdapat 67 sampel terdiri dari 48 (71,6%). Sindrom Nefrotik Akut
(SNA) mempunyai karakteristik berupa trias gejala klasik yaitu oedema yang terjadi
secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi. Meskipun gambaran klinisnya cukup jelas,
tetapi hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan tambahan untuk mendukung
diagnosis.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi Sindrom Nefrotik


2. Untuk mengetahui epidemiologi Sindrom Nefrotik
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit Sindrom Nefrotik
4. Untuk mengetahui patofisiologi Sindrom Nefrotik
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Sindrom Nefrotik
6. Untuk mengetahui klasifikasi Sindrom Nefrotik
7. Untuk mengetahui komplikasi Sindrom Nefrotik
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik
9. Untuk mengetahui penata laksanaan Sindrom Nefrotik

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema proteinuria, hipoalbuminemiadan
hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal (Ngastiyah, 2005).
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glumerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbumenemia, hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda. 2002).
Sindroma Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri oleh
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/ 100 ml) yang
disertai atau tidak di sertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
sindroma nefrotik pada anak adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein
urinaris yang massif, dengan karakteristik : proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia.
B. Epidemiologi
Sindrom ini dapat mengenai semua umur, tetap sebagian besar (74%) dijumpai
pada usia 2-7 tahun. (1) Kasus sindrom nefrotik pada anak paling sering ditemukan
pada usia 18 bulan-4 tahun. (2) kejadian sindrom nefrotik pada anak sekitar 1-
2/100.000 anak. (3) Rasio laki-laki:perempuan = 2:1, sehingga dikatakan pada
masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

5
C. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap
sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Menurut
Ngatisyah 2005 ada 3 etiologi yaitu:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya
adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada
masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh:
a) Malaria kuartana atau parasit lain.
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
c) Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa.
e) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan
yaitu: kelainan minimal, nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan
glomerulosklerosis fokal segmental.

6
D. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma
menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan
edema. Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng.

E. Manifestasi Klinis
tanda dan gejala yang muncul pada sindroma nefrotik adalah:
1. Kenaikan berat badan
2. Wajah tampak sembab
3. Pembengkakakn abdomen
4. Efusi pleura
5. Pembengkakan labia dan skrotum
6. Perubahan urin
7. Rentan terhadap infeksi.
8. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
9. Proteinuria
10. Hipoproteinemi dan albuminemia.
11. Lipid uria.
12. Mual, anoreksia, diare.
13. Anemia, pasien mengalami edema paru.

7
F. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik,
purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan
neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema
dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat
terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

8
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain:
1. Infeksi sekunder, Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
2. Syok, Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3. Trombosis vaskuler Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering
terjadi di sistem vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid
4. Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal(Nelson.
2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Penerbit BukuKedokteran)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Urine Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam
24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan
penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes
awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan
dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range
3. Darah Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan
retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
4. Pemeriksaan sedimen urin Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval
fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai
eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
5. Pengukuran protein urin Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection
atau single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24
jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu
sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria

9
diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan
kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
6. Albumin serum kualitatif : ++ sampai ++++ kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari
(diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
7. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
8. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
9. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang
kemudian akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai
berikut :
a) Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b) Anestesi (lokal).
c) Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d) Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e) Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f) Setelah biopsi.
- Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap
pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
- Anjurkan untuk minum banyak
- Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan
lab urin lengkap.

10
g) Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one
day care ).
h) Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat
tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah
nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan
albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan
sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat
(umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan
kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin
menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1
(N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin
dan klirens kreatinin normal.(Sumber: Siburian, 2013)

I. Penatalaksanaan
1. Diperlukan tirah baring
Selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama
infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama
diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2. Diet.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang
seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten
dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
3. Perawatan kulit

11
Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi
sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4. Perawatan mata
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis
mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
5. Penatalaksanaan krisis hipovolemik.
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan.
Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan
darah.
6. Pencegahan infeksi
Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan
pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada
anak dengan steroid dan siklofosfamid.
7. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
8. Dukungan bagi orang tua dan anak.
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan
perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang
berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara
periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningktan membran glomerular, sehingga terjadi injuri glomerular yang sering terjadi
pada anak-anak, yang ditandai dengan adanya : proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan terdapatnya edema.
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri
masif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek,
cukup > 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi kurang dari 3,0 gram per ml.
Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol
total dan trigliserida, serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan
hipoproteinemi.

B. SARAN
Dengan disusunya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar dapat menelah
dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini, sehingga sedikait banyak bisa
menambah pemngetahuan pembaca. Disamping kami juga mengharapkan saran dan
kritikan dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah ini
selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi Anak. Surakarta :


diinventariskan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Crain, William. 2007. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta :


pustaka pelajar.

Carpenito,L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta . EGC. Nanda. 2008.
Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.
Morgan speer, Kathleen. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Buku Kedokteran.
EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014. NANDA
Internasional Inc. 2015.

14

Anda mungkin juga menyukai