Anda di halaman 1dari 8

@Contoh peralatan pengolahan air limbah secara anaerobik yang menggunakan sistem

pertumbuhan mikroba tersuspensi dianataraya Laguna Anaerobic dan Up-flow Anaerobic


Sludge Blanket.

@Berdasarkan jumlah tahapan reaksi dalam pengolahan secara anaerobik terdapat 2 macam
sistem pengolahan yaitu Pengolahan Satu Tahap dan Pengolahan Dua Tahap.

@ Dalam pengolahan satu tahap semua reaksi pengolahan secara anaerobik yakni
hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis berlangsung dalam 1 reaktor.

@ Sedangkan dalam pengolahan dua tahap reaksi hidrolisis berlangsung dalam reaktor
pertama dan reaksi asetogenesis dan metanogenesis berlangsung dalam reaktor kedua. Reaktor
dijaga pada pH 6,5 – 7 (hidrolisis) dan pada pH 4,5 – 6,0 (asetogenesis dan metanogenesis).
Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi atau pendegradasi air limbah
maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap.

@ Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap:

1.  Tahap pembentukan asam

Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monmer) dilakukan oleh bakteri-
bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic
bacteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat.

2.  Tahap pembentukan metana

Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi
acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji metana dan karbon
dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa
oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana dan air.

@ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Anaerobik

Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada proses
aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain:
temperatur, pH, konsentrasi substrat dan zat beracun.

1. Temperatur

Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 – 60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan
menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi temperatur
reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Proses pembentukan
metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C, tapi dapat juga terjadi pada temperatur
rendah, 4°C. Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan temperatur 12°C
pada rentang temperatur 4-65°C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif
terhadap perubahan temparatur daripada jenis mesophilic. Pada temperatur 38°C, jenis
mesophilic dapat bertahan pada perubahan temperatur ± 2,8°C. Untuk jenis thermophilic pada
suhu 49°C, perubahan suhu yang dizinkan ± 0,8°C dan pada temperatur 52°C perubahan
temperatur yang dizinkan ± 0,3°C.

2 pH (keasaman)

Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum untuk
jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 – 7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak
begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena
proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap
pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap pembentukan
asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan dapat menghambat
aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan
penambahan kapur.

3 Konsentrasi Substrat

Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur dengan perbandingan 100
: 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas harus ada pada sumber
makanannya (substart). Konsentrasi substrat dapat mempengaruhi proses kerja
mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan
konsentrasi substrat. Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan
memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak antar
mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.

4. Zat Baracun

Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi
penghambat ataupun racun bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada konsentrasi
yang tinggi. Untuk logam pads umumnya sifat racun akan semakin bertambah dengan tingginya
valensi dan berat atomnya. Bakteri penghasil metana lebih sensitif terhadap racun daripada
bakteri penghasil asam.

Pada proses pengolahan secara biologi anaerob terjadi empat (4) tahapan proses
yang terlibat diantaranya : 
  
1. Proses hydrolysis : suatu proses yang memecah molekul organic komplek
menjadi molekul organic yang sederhana 
2. Proses Acidogenisis : suatu proses yang merubah molekul organic
sederhana menjadi asam lemak
3. Proses Acetogenisis : suatu proses yang merubah asam lemak menjadi
asam asetat dan terbentuk gas-gas seperti gas H 2, CO2, NH4 dan S
4. Proses Methanogenisis : suatu proses yang merubah asam asetat dan gas-
gas yang dihasilkan pada proses acetogenisis menjadi gas methane CH 4 dan CO2
Proses ini dapat diaplikasikan untuk air limbah organic dengan beban bahan organic (COD)
yang tinggi .

Media tanam porous adalah

Poinnya. Media tanam porous adalah media tanam yang tidak mengendapkan air terlalu
lama yang dapat mengakibatkan akar tanaman menjadi busuk. Hal ini mengacu pada metode
penanaman yang mana jika menggunakan media tanam yang tidak porous atau bantat akar
tanaman tidak bisa berkembang serta dapat mengakibatkan tanaman menjadi mati karena
bagian perakaran tidak bisa bernafas. oleh karenanya ketika anda akan menanam tanaman
hias didalam wadah pot gunakan media tanam yang porous.

@Berdasarkan model pertumbuhan mikroorganisme, pengolahan air limbah secara


biologi anaerobik dibagi menjadi 2 (dua) model yaitu :

1.    Model Pertumbuhan Mikroorganisme Tersuspensi


Model pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi, yaitu suatu model pertumbuhan
mikroorganisme yang tersuspensi (tercampur merata) didalam air limbah. Model
pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi pada pengolahan air limbah secara
biologi anaerob seperti gambar berikut :
Pada tangki digester (anaerobic reactor) dilengkapi dengan pengaduk yang

bertujuan untuk mensuspensikan mikroorganisme dalam digester. Pada bagian atas

tangki terdapat lubang (man hole) agar manusia bisa masuk kedalam tangki digester

untuk maintenance (pemeliharaan) dan juga lubang kecil untuk pengukuran tekanan

didalam tangki digester. Operasional pengolahan air limbah secara biologi anaerob

seperti terlihat dalam gambar berikut 

2.    Model Pertumbuhan Mikroorganisme Melekat


Model pertumbuhan mikroorganisme melekat, yaitu suatu model pertumbuhan
mikroorganisme yang melekat pada suatu media porous.  Model pertumbuhan
mikroorganisme melekat pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob seperti
gambar berikut :
@ Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam operasional pengolahan air limbah
secara biologi anaerob ini adalah :

1.    Laju alir air limbah masuk, laju alir air limbah yang masuk perlu dilakukan
pengendalian agar waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme terpenuhi,
laju alir air limbah yang terlalu besar dapat mengakibatkan lepasnya mikroorganisme
yang telah melekat pada media porous
2. Bahan media porous, bahan media yang dipergunakan harus porous agar
mikroorganisme dapat melekat dengan kuat dan tidak mudah lepas akibat aliran air
limbah
3.    Penyusunan media porous, penyusunan media porous akan mempengaruhi waktu
kontak antara air limbah dan mikroorganisme. Media porous disusun sedemikian
rupa sehingga dapat memberikan waktu kontak yang agak lama.

SLUGE = lumpur
CH4 = Metana
Karbon dioksida (CO2) adalah gas cair tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah terbakar , dan
sedikit asam. CO2 lebih berat daripada udara dan larut dalam air.
Perbedaan mendasar pengolahan air limbah secara biologi anaerob dengan aerob
adalah : 

 
Pada pengolahan air limbah secara biologi anaerob, bahan organic (COD)
dikonversi menghasil 90% menjadi gas CH 4, dan CO2 dan 10% nya lumpur. Gas-gas
yang dihasilkan dapat dimurnikan dengan proses absorbsi gas CO2, sehingga
dihasilkan gas CH4 murni yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Pada pengolahan air limbah secara biologi aerob, bahan organic (COD) dikonversi
menghasil 50% panas (gas CO2)  dan 50% nya lumpur. Ini menunjukan pada
pengolahan air limbah secara biologi anaerob akan menghasilkan lumpur jauh lebih
kecil dibanding pengolahan secara biologi aerob 
Waktu pengolahan air limbah secara biologi anaerob lebih lama dibandingkan
dengan pengolahan air limbah secara biologi aerob

Berdasarkan analisis proses pengolahan air limbah secara biologi, dapat diketahui
bahwa pengolahan air limbah secara biologi ini memberikan dampak negatif
terhadap kualitas udara, karena banyaknya gas-gas seperti CO 2 dan CH4 yang
dihasilkan terbuang keudara

Beberapa limbah padat organik yang tidak dilakukan pengolahan akan mengalami
proses anaerob secara alami sehingga dihasilkan gas-gas seperti CH 4 dan
CO2 yang dapat mencemari udara dan ikut berperan serta dalam peningkatakan
pemanasan global.  

Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut (Lettingan et

al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :

Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima elektron. Proses

tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah

akan menambah biaya pengoperasian.

Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari pada

proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi

didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu CH4. Dibawah

kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi biomassa, sedangkan dalam proses

anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan proses
anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih

tersisa 400 - 600 kg biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).

Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar

90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian

atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan

menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.

@Energi untuk penguraian limbah kecil.

Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang

tinggi.

Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.

Beberapa kelemahan Penguraian anaerobik:

Lebih Lambat dari proses aerobic

Sensitif oleh senyawa toksik

Start up membutuhkan waktu lama

Konsentrasi substrat primer tinggiSistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa

xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-

methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti liGnin.

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk

mengamatinya diperlukan alat bantuan.

mendekomposisi adalah menguraikan.

BOD (Biological Oxygen Demand)


BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bekteri untuk

mengurai hampir semua zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air buangan,

dinyatakan dengan BOD5 hari pada suhu 20 °C dalam mg/liter atau ppm. Pemeriksaan BOD5

diperlukan untuk menentukan beban pencemaran terhadap air buangan domestik atau industri

juga untuk mendesain sistem pengolahan limbah biologis bagi air tercemar. Penguraian zat

organik adalah peristiwa alamiah, jika suatu badan air tercemar oleh zat organik maka bakteri

akan dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses biodegradable berlangsung,

sehingga dapat mengakibatkan kematian pada biota air dan keadaan pada badan air dapat

menjadi anaerobik yang ditandai dengan timbulnya bau busuk.

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat

dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen.

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang secara alamiah dapat

dioksidasi melalui proses biologis dan dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam

air.

TSS (Total Susppended Solid)

Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan anorganik yang melayang-layang

dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang

mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan air karena

disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat menghalangi sinar matahari masuk

kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai