Anda di halaman 1dari 42

LAMPIRAN 1.

: KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS


GEROKGAK 1
TENTANG : PELAYANAN KLINIS DI PUSKESMAS
GEROKGAK I
NOMOR : 440/167/SK/R-01/C/II/2021
TANGGAL : 1 FEBRUARI 2021

PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS GEROKGAK 1

1. Kepala Puskesmas, seluruh penanggung jawab pelayanan klinis dan penanggung jawab
Upaya Kesehatan Perorangan Puskesmas wajib berpartisipasi dalam pemberian
pelayanan klinis dan keselamatan pasien mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi.

2. Para pemimpin wajib melakukan kaloborasi dalam pelaksanaan pelayanan klinis dan
kesehatan pasien yang diselenggarakan di seluruh jajaran Puskesmas.

3. Pelayanan klinis disusun oleh penanggungjawab pelayanan klinis pada masing-masing


unit sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4. Setiap petugas yang terkait dalam pelayanan klinis mengetahui kebijakan dan prosedur
serta menerapkan dalam rencana terapi.

5. Rencana layanan klinis :

a. Disusun dengan tahapan waktu yang jelas, mempertimbangkan resiko dan efek
samping obat.

b. Didokumentasikan dalam rekam medis.

c. Diinformasikan kepada pasien termasuk bila ada tindakan medis.

d. Membuat pendidikan atau penyuluhan kepada pasien.

6. Dilakukan evaluasi kesesuaian pelaksanaan rencana klinis dengan pelaksanaan layanan


klinis sesuai dengan kebijakan dan prosedur.

7. Tindak lanjut bila terjadi ketidaksesuaian.

DITETAPKAN DI : GEROKGAK
PADA TANGGAL : 1 FEBRUARI 2021
KEPALA PUSKESMAS GEROKGAK I

NOBELLA
LAMPIRAN 2. : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
GEROKGAK 1
TENTANG : PELAYANAN KLINIS DI PUSKESMAS
GEROKGAK I
NOMOR : 440/167/SK/R-01/C/II/2021
TANGGAL : 1 FEBRUARI 2021

PEDOMAN PELAYANAN KLINIS DI PUSKESMAS GEROKGAK I

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Sejalan dengan peningkatan pembangunan di segala bidang maka perubahan


sistem nilai di masyarakat semakin berkembang. Pengetahuan dan pendidikan yang
meningkat menyebabkan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang bermutu seperti
pelayanan kesehatan semakin tinggi. Pelayanan kesehatan di Puskesmas
sesungguhnya tidak hanya memberikan pelayanan medis professional namun juga
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Selain mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, pelanggan / pasien dan keluarga pasien juga mengharapkan
kenyamanan dan keamanan baik dari segi petugas yang cekatan dan terampil,
kenyamanan ruang tunggu, antrian yang tidak terlalu lama, kebersihan ruangan dan toilet
serta sikap ramah sopan dan santun dari petugas puskesmas dalam melayani. Selain itu
pelayanan klinis puskesmas merupakan salah satu tempat pertama yang diharapkan
pelanggan / pasien dan keluarga pasien bahkan sebagai tempat pemberi informasi yang
jelas sebelum mendapatkan tindakan / pelayanan berikutnya bahkan sampai
memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
Pelayanan klinis di Puskesmas Gerokgak I berupaya meningkatkan pelayanan
kesehatan dan berusaha memenuhi segala aspek mutu kesehatan. Dalam pertumbuhan
dan perkembangannya serta tuntutan masyarakat akan pemenuhan kesehatan yang
prima maka layanan klinis di puskesmas berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan
dan sumber daya manusia serta sarana dan prasarananya.

Di masa Pandemi Coronavirus Disease 19 ( COVID – 19 ) dimana Kasus


konfirmasi COVID-19 di Indonesia pertama kali ditemukan pada 2 Maret 2020 dan sampai
saat ini kasus ini terus bertambah, Secara nasional melalui Keputusan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9A Tahun 2020 yang diperbarui melalui
Keputusan nomor 13 A Tahun 2020 telah ditetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat
Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia, maka Puskesmas merupakan
garda terdepan dalam memutus mata rantai penularan COVID-19 karena berada di setiap
kecamatan dan memiliki konsep wilayah. Dalam kondisi pandemi COVID-19 ini,
Puskesmas perlu melakukan berbagai upaya dalam penanganan pencegahan dan
pembatasan penularan infeksi. Meskipun saat ini hal tersebut menjadi prioritas, bukan
berarti Puskesmas dapat meninggalkan pelayanan lain yang menjadi fungsi Puskesmas yaitu
melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) tingkat pertama seperti yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 43 Tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

B. TUJUAN PEDOMAN.

a. Tujuan umum

Tersedianya pedoman sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelayanan klinis yang


profesional dan bermutu di Puskesmas Gerokgak I

b. Tujuan khusus

 Terselenggaranya pelayanan klinis yang professional dan bermutu tinggi


 Terlaksananya penilaian terhadap kinerja pelayanan klinis di Puskesmas Gerokgak
I.
 Terlaksananya perbaikan berkelanjutan pada pelayanan klinis Puskesmas Gerokgak
I.
 Meningkatnya kepuasan dan harapan pelanggan/pasien terhadap pelayanan klinis
di Puskesmas Gereokgak I.

C. SASARAN PEDOMAN

Sasaran dari pedoman ini adalah semua penyelenggara pelayanan klinis baik itu staf
medis (dokter/dokter gigi), paramedis ( perawat, bidan ) tenaga kesehatan lainnya
(nutrisionis / ahli gizi, sanitarian, analis / laboratorium, apoteker / farmasi, tenaga kesehatan
masyarakat, dan tenaga non kesehatan ( administrasi, loket dan rekam medik, sopir,
cleaning service ) serta pasien yang terkait untuk bekerjasama dalam pelaksanaan
pelayanan klinis di Puskesmas Gerokgak I dan jaringannya seperti Puskesmas Pembantu
dan Pos Kesehatan Desa ( Poskesdes )

D. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Ruang lingkup pedoman pelayanan klinis ini adalah rawat jalan tingkat pertama.
Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi
observasi diagnosis pengobatan tanpa tinggal diruang rawat inap disarana kesehatan strata
pertama.

Ruang Pemeriksaan klinik rawat jalan puskemas Gerokgak I memiliki beberapa unit
pelayanan klinis :

1. Unit loket pendaftaran dan rekam medis


2. Ruang Pemeriksaan Umum / BPU
3. Ruang Pemeriksaan Lansia
4. Ruang Pemeriksaan Gigi dan Mulut
5. Ruang Pemeriksaan KIA (kesehatan ibu dan anak) dan KB (Keluarga Berencana)
6. Unit Pelayanan Gizi
7. Unit Pelayanan PKPR
8. Ruang MTBS
9. Ruang Imunisasi
10. Unit Pelayanan IMS/VCT HIV AIDS
11. Unit Akupressure
12. Ruang Konsultasi Berhenti Merokok
13. Unit Laboratorium
14. UGD dan Rawat Inap
15. Unit PelayananPersalinan
16. Unit Obat dan Kefarmasian
17. Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu Tukad Sumaga dan Pustu Musi)
18. Puskesmas Keliling
19. Praktik Bidan Desa

E. BATASAN OPERASIONAL

a. Pelayanan Administrasi

Unit loket pendaftaran dan Rekam medis

Unit loket pendaftaran dan rekam medis adalah unit yang melayanii pendaftaran
pasien baru dan pasien lama yang akan mendapatkan pelayanan rawat jalan beserta
rekam medisnya.
Pasien saat datang untuk berobat, mengambil nomor antrian terlebih dahulu,
kemudian di panggil sesuai urutan antrian untuk dicatat datanya dan jenis tanggungan
jaminan kesehatan (umum, BPJS) serta dicarikan rekam mediknya, selanjutnya
diarahkan ke unit layanan rawat jalan yang dituju sesuai dengan keluhan pasien.

b. Pelayanan unit pelayanan klinis :

1. Ruang Pemeriksaan Umum / BPU : unit pelayanan yang melayani pemeriksaan


kesehatan umum dan penentuan diagnosa maupun tindakan dewasa dan anak
diatas 5 tahun. Didukung oleh dokter umum dan tenaga paramedis

2. Ruang Pemeriksaan Lanisa : unit pelayanan yang melayani pemeriksaan kesehatan


kepada lansia ( dari umur 45 tahun ) yang meliputi pelayanan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang lebih menekankan unsur proaktif, dan kemudahan
proses pelayanan. Didukung oleh dokter umum dan tenaga paramedis

3. Ruang Pemeriksaan Gigi dan mulut (BP Gigi) : Menangani penyakit gigi dan mulut
dengan didukung oleh tenaga dokter gigi dan perawat gigi

4. Ruang Pemeriksaan KIA dan KB : Menangani pasien antenatal care, pasien


kebidanan dan penyakit kandungan, 4oordina (bayi 0-1 bulan) dan pasien yang ingin
mendapatkan akses KB. Didukung oleh tenaga bidan.

5. Unit Pelayanan Gizi : Menangani Konsultasi Gizi dan menangani gizi pada balita (gizi
buruk dan kurang). Didukung oleh tenaga S1 dan D3 Gizi
6. Unit Pelayanan PKPR (pelayanan kesehatan peduli remaja) ; menangani konsultasi
remaja usia 10-19 tahun dan menangani keluhan penyakit usia remaja (10-19 tahun).
Didukung oleh bidan .

7. Ruang MTBS : Menangani pasien balita umur 0 bulan sampai dengan umur 5 tahun.
Didukung oleh dokter, bidan dan paramedik.

8. Ruang Imunisasi : pelayanan imunisasi di dalam gedung dilakukan setiap hari Selasa
jam 08.00-13.00 wita. Didukung oleh tenaga perawat dan bidan.

9. Ruang Pemeriksaan IMS / VCT HIV AIDS : menangani pasien dengan keluhan
keputihan maupun konsultasi dari unit pelayanan puskesmas yang memerlukan
konsultasi dan pemeriksaan IMS/VCT HIV AIDS

10. Unit Pelayanan Akupressur : menangani pasien dengan keluhan nyeri kepala
sebelah ( migraine ), nyeri otot ( myalgia ), nyeri gigi dll dengan cara menekan titik-
titik akupressur dengan penekanan menggunakan jari atau benda tumpul
dipermukaan tubuh, dalam rangka mendukung upaya promotif, preventif, dan
rehabilitatif. Didukung oleh perawat.

11. Ruang Konsultasi Berhenti Merokok : menangani pasien yang ingin berkonsultasi
untuk berhenti merokok dan memberikan tips bagi perokok yang ingin berhenti
merokok. Didukung oleh perawat.

12. Unit Pelayanan Laboratorium, unit pelayanan yang melayani pemeriksaan darah
rutin (hemoglobin, leukosit, eritrosit, trombosit, hematokrit), pemeriksaan glukosa
strip, cholesterol strip, asam urat strip , malaria, golongan darah, widal test, urine
rutin (warna, kejernihan, albumin, reduksi bilirubin, urobilin, sedimen urine), test
kehamilan / PPT, sputum / BTA. Didukung oleh analis kesehatan.

13. Ruang Gawat Darurat dan Rawat Inap, adalah unit pelayanan yang menanganii
pasien yang membutuhkan pertolongan segera atau rujukan dari Ruang
Pemeriksaan umum / gigi yang memerlukan tindakan 5oord dan melakukan rujukan
emergensi ke Rumah Sakit bila diperlukan dan rawat inap adalah unit yang melayani
pasien yang memerlukan rawat inap, didukung oleh tenaga dokter, perawat dan
bidan.
14. Unit pelayanan persalinan adalah unit pelayanan yang melayani ibu hamil yang akan
melahirkan, didukung oleh tenaga bidan.
15. Unit Obat dan kefarmasian adalah unit pelayanan yang melayani pemberian obat
melalui resep dokter atau dokter gigi, bidan dan perawat yang telah diberikan
pendelegasian wewenang dari dokter / dokter gigi, didukung oleh tenaga farmasi,
bidan dan perawat
16. Unit Puskesmas pembantu adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu memperluas jangkauan puskesmas dengan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di puskesmas dalam ruang lingkup
wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan yang disesuaikan
dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia.
17. Puskesmas keliling memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya
bergerak (mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan bagi
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum terjangkau oleh
pelayanan dalam gedung Puskesmas.
18. Praktik Bidan merupakan praktik bidan yang memiliki Surat Izin Praktik
Bidan (SIPB) di Puskesmas, dan bertempat tinggal serta mendapatkan
penugasan untuk melaksanakan praktik kebidanan dari Pemerintah Daerah
pada satu desa/kelurahan dalam wilayah kerja Puskesmas yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi SumberDaya Manusia

Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam pelayanan klinis mulai dari
Kepala Puskesmas, dokter ,perawat, bidan, D3 gizi, analis laboratorium, S1 apoteker, asisten
apoteker, D3 kesling, Sarjana kesehataan masyarakat,petugas administrasi (loket dan rekam
medis) serta petugas keamanan (satpam) dan petugas kebersihan (cleaning service).

Kualifikasi sumber daya manusia yang ada di pelayanan klinis puskesmas adalah :

1.Tenaga Medis

Tenaga medis yang ada di pelayanaan klinis adalah tenaga medis yang bersertifikat,dan
berkompeten dibidangnya dalam arti sudah lulus dari pendidikan kedokteran umum sebagai
dokter umum atau lulus dari pendidikan kedokteran gigi sebagai dokter gigi.

2. Tenaga Perawat

Untuk menunjang pelayanan klinis di puskesmas harus di dukung oleh tenaga perawat yang
memiliki keterampilan, pendidikan dan pelatihan yang mendukung dalam pelayanan klinis.

3. Tenaga Bidan

Untuk menunjang pelayanan klinis di puskesmas harus di dukung oleh tenaga bidan yang
memiliki keterampilan, pendidikan dan pelatihan yang mendukung dalam pelayanan klinis.

4. Tenaga kesehatan lain

Dalam hal ini tenaga kesehatan lain juga juga diperlukan dalam pelayanan klinis untuk
mendukung berjalannya pelayanan Klinis,diantaranya ahli gizi,farmasi,dan pekarya kesehatan
yang terdidik dan terlatih (petugas administrasi).

B. Distribusi Ketenagaan

Jejaring
NO Jenis Ketenagaan Puskesmas (Pustu, Jumlah
poskesdes)
Kepala Puskesmas +
1 5   5
Dokter umum

2 Dokter Gigi 1   1

3 Farmasi 1   1

Tenaga Kesehatan
4 1   1
Masyarakat

5 Perawat gigi 1   1
6 Perawat 17 1 18

7 Bidan 16 8 24

8 Analis kesehatan 1   1

9 Nutrisionis 2   2

10 Sanitarian 2   2

Administrasi dan Tata


11 5   5
Usaha

12 Sopir 0   0

13 Petugas Kebersihan 2   2

  Jumlah 54 9 63

Pengaturan dan penjadwalan penyelenggaraan pelayanan klinis dikoordinir oleh kepala


puskesmas bersama penanggung jawab UKP (upaya kesehataan perorangan) dan koordinator
tiap unit layanan klinis sesuai dengan kesepakatan.

C. Jadwal Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga ( Rawat Inap )

Waktu Pelayanan
No Jenis Pelayanan
Hari Jam
1 Unit Pendaftaran dan Rekam
Senin s/d Kamis 07.30 – 14.30
Medik
Jumat 07.30 – 11.30

Sabtu 07.30 – 13.00


2 Pemeriksaan Kesehatan Senin s/d Sabtu 07.30 – selesai
Umum (Ruang Pemeriksaan
Umum)
3 Pemeriksaan Kesehatan Senin s/d Sabtu 07.30 – selesai
Lanisia ( Ruang Pemeriksaan
Lansia )
3 Pemeriksaan Kesehatan Gigi Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai
-Mulut (Ruang Pemeriksaan
Gigi)
4 Pemeriksaan Kesehatan Ibu &
 
Anak
ᴏ Pemeriksaan kehamilan Senin s/d Sabtu
07.30 - selesai
ᴏ IVA Senin dan Kamis
Pemeriksaan anak
ᴏ Senin s/d Sabtu
(MTBS/DDTK)
ᴏ Pelayanan imunisasi Selasa

ᴏ Laktasi Senin s/d Sabtu


Pelayanan KB ( KB Suntik, KB
5 Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai
Pil, IUD,dan Implant)
6 Unit layanan Gizi Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai

7 Unit layanan remaja Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai

8 Ruang Akupresur Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai


Ruang Konsultasi Berhenti
9 Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai
Merokok
9 Klinik VCT/IMS Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai

10 Kefarmasian /Unit obat Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai

11 Laboratorium Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai


Unit Gawat Darurat (UGD) /
12 Senin s/d Minggu 24 jam
Rawat Inap
13 Persalinan (Kamar Bersalin) Senin s/d Minggu 24 jam

14 Puskesmas Pembantu Senin s/d Sabtu 07.30 - selesai

Pengaturan jadwal jaga UGD dan rawat inap dikoordinir oleh penanggung jawab UGD dan
rawat inap yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan puskesmas lainnya (jadwal posyandu,
jadwal jaga Ruang Pemeriksaan ,dan lain-lain)

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang:

Pelayanan klinis dilakukan oleh penyelenggara pelayanaan klinis pada tiap-tiap


unit layanan klinis. Pelaksanaan rapat untuk koordinasi dilakukan di aula puskesmas
Gerokgak I.

B. Standar Fasilitas

Puskesmas Gerokgak I memiliki jejaring 2 pustu, 7 poskesdes. Puskesmas Gerokgak I


adalah puskesmas kawasan perbatasan pedesaan dengan perkotaan dengan rawat inap
yang memiliki fasilitas sebagai berikut:

No. Nama Ruang Keterangan


Ruang Kantor
Ruangan administrasi kantor/Tata
1
Usaha
2 Ruangan Kepala Puskesmas
Dapat digunakan untuk
kegiatan lain dalam
3 Ruang Rapat/Pertemuan
mendukung pelayanan
kesehatan ( ruang multifungsi)
Ruang Pelayanan
4 Ruang pendaftaran dan rekam medic
5 Ruang tunggu
6 Ruang pemeriksaan umum (Ruang
Pemeriksaan umum)
7 Ruang pemeriksaan kesehatan gigi
dan mulut (Ruang Pemeriksaan gigi)
8 Ruangan KIA/KB
9 Ruang pelayanan Gizi dan remaja
10 Ruang promkes dan akupresur
11 Ruangan layanan VCT/IMS
12 Ruang imunisasi
13 Ruang farmasi/unit obat
14 Ruang gudang obat
15 Laboratorium
17 Ruang UGD/Tindakan
18 Ruangan persalinan 1 ruangan dengan kapasitas 2
tempat tidur
19 Ruang Rawat Inap/pasca rawat 3 ruangan dengan masing-
persalinan masing 3 tempat tidur
20 Kamar mandi/ WC pasien
21 Kamar mandi/WC untuk rawat inap
22 Kamar mandi /WC untuk petugas
23 Ruangan jaga petugas -
24 Ruangan sterilisasi -
25 Ruangan cuci linen -
Pendukung
26 Ruang bermain anak
27 Parkir kendaraan roda 2 dan 4
28 Garasi ambulans , mobil jenazah dan
puskesmas keliling
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN PELAYANAN

Lingkup kegiatan pelayanan klinis ini untuk melakukan tata laksana pelayanan
terhadap pasien, yaitu :

1. Layanan rawat Jalan Pasien umum,Pasien BPJS ( PNS / TNI POLRI, Kartu
Indonesia Sehat, BPJS Mandiri, BPJS Ketenagakerjaan )
2. Layanan gawat darurat.

Kegiatan layanan klinis gawat darurat terhadap pasien ini mencakup :

a. Pendaftaran Pasien dan rekam medis

b. Pengkajian, Keputusaan, rencana layanan Klinis pasien

c. Pelaksanaan layanan klinis pasien

d. Rencana rujukkan/pemulangan Pasien

Dalam menyelenggarakan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) pada masa pandemi


COVID-19, Puskesmas mengimplementasikan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Puskesmas menyampaikan informasi terkait pembatasan
atau penundaan pelayanan UKP untuk mengurangi risiko penularan COVID-19. Informasi
tersebut disampaikan melalui penyuluhan di Puskesmas dfan kegiatan UKM, sesuai dengan
lampiran pada pedoman ini

B. METODE

a. Pendaftaran Pasien

Metode yang dilakukan pada pendaftaran pasien menggunakan metode antrian dan
untuk metode rekam medis menggunakan Family Folder. Family Folder memuat data seluruh
anggota keluarga dengan satu no Rekam medis.Pemberian kartu berobat pada pasien yang
baru pertama kali berkunjung ke Puskesmas berdasarkan no urut registrasi kedatangan

b. Metode Pengkajian, keputusan, rencana layanan klinis dan pelaksanaan layanan serta
rencana rujukaan dan pemulangan pada pasien meliputi :

1. Anamnesis

Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta yang sering
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien ( Subjective ). Penelusuran riwayat penyakit
yang diderita saat ini, penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko, riwayat keluarga, riwayat
sosial, dan riwayat alergi menjadi informasi lainnya pada bagian ini. Pada beberapa penyakit,
bagian ini memuat informasi spesifik yang harus diperoleh dokter dari pasien atau keluarga
pasien untuk menguatkan diagnosis penyakit.

2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit ( pathogenesis ). Meskipun tidak memuat rangkaian
pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh tetap
harus dilakukan oleh dokter layanan primer untuk memastikan diagnosis serta menyingkirkan
diagnosis banding.

3. Penegakan Diagnosis (Assessment)

Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan dengan anamnesis,
dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis atau karena telah menjadi standar algoritma penegakkan diagnosis.
Selain itu, bagian ini juga memuat klasifikasi penyakit, diagnosis banding, dan komplikasi
penyakit.

4. Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien (patient
centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan
farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling terhadap pasien dan
keluarga ( family focus ), aspek komunitas lainnya (community oriented) serta kapan dokter
perlu merujuk pasien ( kriteria rujukan ).

Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria “TACC” (Time-
Age-Complication Comorbidity) berikut:

Time : jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati Golden
Time Standard.

Age : jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan risiko komplikasi
serta risiko kondisi penyakit lebih berat.

Complication : jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien.

Comorbidity : jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat kondisi pasien.
Selain empat kriteria di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga dapat menjadi dasar bagi
dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan penatalaksanaan dengan
persetujuan pasien.

C. LANGKAH KEGIATAN

Tata laksana palayanan dalam instalasi rawat jalan pada umumnya dikerjakan secara team
work, dilakukan sesuai pelayanan klinis dokter, asuhan keperawatan, asuhan kebidanan dan
terdokumentasikan dengan baik.

a. Pendaftaran pasien

Pada pendaftaran terdapat ketentuan seperti alur pendaftaran sebagai berikut :

Pada proses pendaftaran pasien dipandu dengan prosedur yang jelas dan
dilakukan oleh petugas pendaftaran. Identitas pasien harus dipastikan minimal
dengancara identifikasi, yaitu : nama pasien, tanggal lahir/umur, alamat dan nomor
rekam medis.
Adanya informasi tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia, dan informasi lain
yang dibutuhkan masyarakat yang meliputi : tarif, jenis, dan informasi tentang kerjasama
dengan fasilitas kesehatan yang lain harus dapat disediakan di tempat pendaftaran. Hak
dan kewajiban pasien harus diperhatikan pada keseluruhan proses pelayanan yang
dimulai dari pendaftaran.
1. Hak – hak pasien meliputi

(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa


diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter dan
dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya;
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternative tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
sertya perkiraan biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal tersebut tidak mengganggu pasien lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Puskesmas terhadap
dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran termasuk
kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian dalam suatu
penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila Puskesmas diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana.

Kewajiban Pasien:
(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(3) menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan
serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas ;
(4) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
(5) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan
kesehatan yang dimilikinya;
(6) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan
di Puskesmas dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
(7) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau
tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam
rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
(8) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Dalam proses pemberian informasi Hak, kewajiban dan informasi lainnya maka
petugas melakukan identifikasi kendala fisik, Bahasa, dan budaya serta penghalang
lainnya dalam pelayanan. Hasil identifikasi tersebut disampaikan dalam rapat untuk
ditindak lanjuti.

b. Pengkajian, keputusan dan rencana layanan

Pengkajian awal dilakukan secara paripurna dilakukan oleh tenaga yang kompeten
melakukan pengkajian. Kajian awal meliputi kajian medis, kajian keperawatan, kajian
kebidanan, dan kajian lain oleh tenaga profesi kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
diidentifikasi serta dicatat dalam rekam medis dengan langkah SOAP . Proses kajian
tersebut mengacu pada standar profesi masing-masing profesi. Dimana proses
pelaksanaan pelayanan klinis ini harus didukung oleh peralatan dan tempat yang
memadai dan menjamin keamanan bagi petugas dan pasien. Untuk tiap pasien rencana
layanan yang disusun dikelola dengan rencana layanan terpadu dan
berkesinambungan dan melibatkan pasien serta mempertimbangkan kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan memperhatikan tata nilai budaya pasien.
Pemberian informasi mengenai efek samping dan risiko pelaksanaan layanan dan
pengobatan diberitahukan kepada pasien begitu juga hal-hal yang memuat pendidikan
dan penyuluhan pasien dilakukan dalam rencana layanan klinis. Semua hal yang
dilakukan selama pengkajian dicatat di rekam medis.

Pada pasien dengan kondisi gawat atau darurat harus diprioritaskan dalam pelayanan
berdasarkan sop triase/pedoman triase. Adanya pembentukan tim kesehataan antar
profesi diperlukan bila dilakukan pelayanan klinis secara tim.

Pendelegasian wewenang pada layanan klinis diperlukan untuk diperlukan agar terjaga
kesinambungan pelayanan dan pelayanan terjaga dan tertata dengan baik sehingga
penanganan pasien dapat dilakukan dengan baik. Namun dalam pelaksanan
pendelegasian wewenang baik dalam kajian mapun keputusan layanan harus dilakukan
melalui proses pendelegasian wewenang dan pendelegasian wewenang diberikan
kepada tenaga kesehatan profesional yang memenuhi persyaratan dimana diatur dalam
SOP pendelegasian wewenang
c. Pelaksanaan layanan;

Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur pelayanan klinis


(pelayanan medis,keperawatan, kebidanan, dan pelayanan profesi kesehatan yang lain)
sesuai dengan rencana layanan dan perkembangan serta perubahan rencana layanan
tercatat dalam rekam medis oleh tenaga medis/paramedis dan profesi kesehatan lainya.
Untuk rawat inap catatan/intruksi pengobatan di tulis dalam lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi ( CPPT ) dalam rekam medis rawat inap.Sedangkan
untuk rawat jalan ditulis dalam rekam Medis rawat jalan sesuai dengan SOAP.
Pelaksanaan layanan ini dilaksanakan secara tepat dan terencana untuk
menghindari pengulangan yang tidak perlu, dengan cara mengisi rekam medis secara
lengkap di SOAP, termasuk pemberian terapi, KIE dan hasil pemeriksaan penunjang
Perawat / bidan dapat mengingatkan dokter jika terjadi pengulangan terapi/tindakan

Bila dalam pelaksanaan layanan dilakukan tindakan medis / pengobatan yang


beresiko (Anestesi, pembedahan dan tindakan lainya) maka dilakukan pemberian
informasi kepada pasien dan adanya persetujuan pasien (pasien mengisi form informed
consent) serta didokumentasikan pada rekam medis. Pasien berhak untuk menolak
pengobatan,berhak untuk menolak jika dirujuk ke sarana kesehatan lain. Jika pasien
menolak untuk pengobatan atau rujukan, maka pasien tersebut diberikan informasi
tentang hak pasien untuk membuat keputusan, akibat dari keputusan, dan tanggung
jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut.

Pemberian KIE / penyuluhan/pendidikan kesehatan terkait dengan pelayanan


klinis dilakukan oleh petugas yang kompeten yaitu dokter terkait informasi dan edukasi
tentang penyakit, prognose dan rencana layanan pengobatan dan terapi yang diberikan,
perawat/bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan/kebidanan serta yang terkait dengan program di Puskesmas yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh pasien
Tata laksana pemberian penyuluhan / pendidikan kesehatan di Puskesmas
Gerokgak I dilaksanakan di dalam gedung maupun di luar gedung puskesmas. Di dalam
gedung dilaksanakan kegiatan penyuluhan/pendidikan kesehatan baik kepada individu
(pasien/keluarga) tentang kondisi dan rencana pengobatan/terapi yang dilakukan
maupun perawatan dirumah dll, dan kepada kelompok tentang Prilaku hidup besrsih dan
sehat serta pendidikan kesehatan lainnya yang disampaikan oleh petugas promkes pada
kelompok pasien/keluarga yang hadir di puskesmas saat jam pelayanan.
Di luar gedung kegiatan penyuluhan/pendidikan kesehatan dilaksanakan dalam kegiatan
pertemuan / sosialisasi kesehatan di masyarakat, kegiatan Posyandu/posbindu,
kunjungan rumah dsb.
Penyuluhan / pendidikan kesehatan bisa dilaksanakan secara langsung ( direct
Communication / face to face / tatap muka ), dan tidak langsung ( indirect
Communication) dengan menggunakan ,media cetak :brosur, leaflet, maupun media non
cetak : kaset, film dsb.

A. Pendidikan/penyuluhan pada individu (pasien/keluarga)


 Pengkajian / asesmen
Pada individu ( pasien / keluarga ) yang dilaksanakan sebelum melaksanakan
penyuluhan/pendidikan adalah pengkajian. Pengkajian pasien merupakan langkah
guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan.
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):

a) Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.


b) Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
c) Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan
marah)
d) Keterbatasan fisik dan kognitif.
e) Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk pasien,  bidang


spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang diagnostik
yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di puskesmas merupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian
(assessment).

Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan pengkajian/analisis


terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis penyebab masalah
kesehatan yang terjadi.

Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian


penyuluhan/pendidikan kesehatan dapat disampaikan kepada
keluarga/pendamping pasien.
Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa percaya
terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien ( termasuk adanya
keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi rejimen pengobatan ).

Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
 Pelaksanaan penyuluhan/pendidikan kesehatan
Pada tahap pelaksanaan disesuaikan dengan kebutuhan pasien/keluarga
terhadap pendidikan/penyuluhan yang dibutuhkan. Informasi yang diberikan oleh
petugas seperti pemberian informasi oleh dokter tentang penyakit, kondisi pasien,
pelaksanaan pengobatan dan perawatan, tindakan medis yang perlu dilakukan
bila perlu, efek samping dan resiko pengobatan, rujukan, pemulangan pasien serta
alternative pengobatan lainnya.
Pemberian penyuluhan/pendidikan juga dilaksanakan dalam layanan terpadu di
puskesmas dengan melaksanakan rujukan internal dengan Ruang Pemeriksaan
lain seperti KIA/KB, Kesehatan Gilut, Lansia, Laboratorium, UGD/rawat inap, Gizi
dan remaja. Di masing-masing Ruang Pemeriksaan pasien/keluarga akan
diberikan penkes sesuai dengan kebutuhannya.
Bagi pasien/keluarga yang dalam pelaksanaan pengobatannya memerlukan
koordinasi dengan pemegang program di Puskesmas maka petugas akan
mengarahkan pasien/kelurga kepada pemegang program yang berkaitan dengan
penyakitnya untuk diberikan penkes sesuai kebutuhan.
 Verifikasi
Setelah dilakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya, pasien/keluarga diminta oleh petugas untuk melaksanakan
konfirmasi terhadap penkes yang sudah diberikan untuk mengetahui sejauh mana
pasien/keluarga sudah mengerti dan memahami penyuluhan yang sudah
diberikan.
Petugas diharapkan selalu melaksanakan verifikasi kepada pasien/keluarga
setelah melaksanakan penyuluhan/pendidikan kesehatan dengan cara :
menanyakan kembali edukasi yang telah diberikan dan meminta pasien/keluarga
mengulang kembali informasi yang telah diberikan

B. Pendidikan/penyuluhan kepada kelompok dan masyarakat

 Penyuluhan/pendidikan kelompok/masyarakat bisa dilaksanakan di dalam dan


diluar gedung puskesmas.

 Diluar gedung dilaksanakan pada pertemuan / sosialisasi di desa,


posyandu/posbindu dsb.

 Pelaksanaan penyuluhan di dalam gedung dengan memanfaatkan ruang tunggu


pada saat pasien dan keluarga pasien datang dan berkumpul untuk mendapatkan
pelayanan pengobatan. Pendidikan/penyuluhan diberikan dengan menggunakan
slide, lembar balik ataupun alat peraga lainnya. Pada dinding ruang tunggu dapat
dipasang poster, dan di ruang pendaftaran disediakan brosur atau leflet dan juga
media elektronik berupa televisi sebagai sarana untuk memutar film, rekaman
dsbnya.

Metode yang digunakan berupa ceramah Tanya jawab dan diskusi

Pencatatan dan dokumentasi pendidikan/penyuluhan dan edukasi pada pasien


dan keluarga dilakukan oleh petugas yang melaksanakan kegiatan yaitu :

 Informasi atau pendidikan / penyuluhan yang diberikan kepada pasien dicatat


dan didokumentasikan dalam rekam medis.

 Untuk pasien rawat jalan didokumentasikan pada form KIE pada lembar rekam
medis dengan cara dicawang dan dicatat informasi dan edukasi yang
diberikan.
 Untuk Pasien rawat inap didokumentasikan dalam rekam medis rawat jalan
pada form KIE terintegrasi dan diisi secara lengkap informasi dan edukasi
yang diberikan oleh dokter dan profesi lainnya.

 Untuk pasien yang dirujuk ditulis dalam form KIE yang sudah disediakan
sedangkan untuk pasien yang dipulangkan dari rawat inap ditulis dalam form
ringkasan/resume keluar dan perencanaan pasien pulang (Discharge
Planning).

 Seluruh kegiatan didokumentasikan dalam buku harian kegiatan petugas dan


dibuatkan laporan hasil kegiatan jika berhubungan dengan program.

Bila dalam pelaksanaan layanan dilakukan tindakan medis / pengobatan yang beresiko
( Anestesi, pembedahan dan tindakan lainnya ) maka dilakukan pemberian informasi
kepada pasien dan adanya persetujuan pasien (pasien mengisi from informed consent )
serta didokumentasikan pada rekam medis. Pasien berhak untuk menolak pengobatan,
berhak untuk menolak jika dirujuk ke sarana kesehatan lain. Jika pasien menolak untuk
pengobatan atau rujukan, maka pasien diberikan informasi tentang hak pasien untuk
membuat keputusan, akibat dari keputusan, dan tanggung jawab mereka berkenaan
dengan keputusan tersebut. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan kedokteran dianggap
benar jika memenuhi persyaratan dibawah ini :
1. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (The Consent must be for what will be
actually performied)
2. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan
(Voluntary)
3. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi
hukum
4. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan
culcup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.
5. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang- kurangnya
mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical
procedure)
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and
risk);
d. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang
mungkin terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without
medical procedures);
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak
dilakukan;
g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan
kedokteran yang dilakukan (purpose of medical procedure);
h. Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan kedokteran.

6. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.


Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan medik mempunyai
tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.
Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat
diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi lain dengan sepengetahuan dokter
atau dokter gigi yang bersangkutan. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi tanggung jawab berada ditangan dokter atau dokter gigi yang
memberikan delegasi Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan
bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk
mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan didokumentasikan
dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan
penjelasan dengan mencantumkan :
a. Tanggal
b. Waktu
c. Nama
d. Tanda tangan
e. pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain
sebagai saksi.
Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :
1. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka
sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya
tindakan kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan
tindakan.
2. Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif;
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama
dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi;
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya
dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan;
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya.
f. Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi
sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien.
Setelah perluasan tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi
harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
3. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua
risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang
dilakukan, kecuali:
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat
ringan;
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).
4. Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau
salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya. Dalam hal
dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan
kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga kesehatan tertentu
dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya.Tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut
memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien. Demi
kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan bagi
pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh
keluarga pasien yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
kedokteran.
7. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan setelah mendapatkan informasi
adalah:
a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut :
1) Ayah Ibu Kandung
2) Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah urnur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau
orang tuanya berhalangan hadir, persetujuan (Informed Consent) atau
Penolakan Tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai
berikut:
1) Ayah/ lbu Adopsi
2) Saudara-saudara Kandung
3) Wali
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed
Consent) atau penolakan penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka
menurut hak sebagai berikut:
1) Ayah/lbu kandung
2) Wali yang sah
3) Saudara-Saudara Kandung
e. Bagi Pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medik diberikan pleh mereka menurut urutan hal
tersebut.
1) Suami/ Istri
2) Ayah/ Ibu Kandung
3) Anak- anak Kandung
4) Saudara-saudara Kandung
8. Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral
consent), tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent).
9. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan. Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran.
10. Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir
tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan
tindakan kedokteran atau oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk
kemudian yang bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang
perlu dibacakan dihadapannya.
11. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak
mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap
meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
12. Ketentuan pada Situasi Khusus
a. Tindakan penghentian penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding
life support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga
terdekat pasien.
b. Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat
pasien diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter atau
dokter gigi yang bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.
13. Penolakan Tindakan Kedokteran
a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau
keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan
kedokteran yang akan dilakukan.
b. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran
adalah orang tua, keluarga, wali atau kuratornya.
c. Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikut sertakan
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran, kecuali untuk tindakan
keluarga berencana yang sifatnya irreversible; yaitu tubektomi atau
vasektomi.
d. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima
informasi dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter
atau dokter gigi maka orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan
medis apapun yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi.
e. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan kedokteran tersebut
harus dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran
tersebut menjadi tanggung jawab pasien.
f. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter pasien.
g. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat,
kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada tahapan
pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan.
h. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang
berhak menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau
anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya lebih berhak sebagai
wali.
i. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus
diberikan secara tertulis dengan menandatangani format yang disediakan.
Kasus-kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan sesuai prosedur
pelayanan pasien gawat darurat dan kasus-kasus beresiko tinggi harus ditangani
sesuai dengan prosedur pelayanan kasus beresiko tinggi sesuai dengan panduan
triase
Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya infeksi harus
ditangani dengan memperhatikan prosedur pencegahan (kewaspadaan universal).
Pemberian obat/cairan intravena harus dilaksanakan dengan prosedur pemberian
obat/cairan intravena yang baku dan mengikuti prosedur aseptik. Untuk pelayanan
anestesi lokal dan pembedahan harus dipandu dengan SOP Anestesi local dan
pembedahan serta dilaksanakan oleh petugas yang kompeten. Status pasien wajib
dimonitor setelah pemberian anestesi dan pembedahan.

Dalam pelaksanan pelayanan ini tenaga medis/paramedis/tenaga kesehatan


lainya harus memperhatikan hak dan kewajiban pasien serta mengidentifikasi keluhan
pasien dan tindak lanjutnya.

d. Rencana rujukan dan rawat jalan (pemulangan)

Untuk Kasus-kasus yang tidak bisa ditangani di puskesmas dan memerlukan rujukan ke
fasilitas yang lengkap dilaksanakan rujukan ke rumah sakit dengan system berjenjang
1. Sistem Informasi Rujukan :
a. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan
dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan,
yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status
jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan
rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk
pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda
tangan dokter/bidan yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan
yang dipandang perlu.
b. Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim denganmengisi surat
rujukan spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status
jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan penerima, jenis/bahan/asal
spesimen, nomor spesimen yang dikirim, tanggal pengambilan spesimen, jenis
pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas pasien, serta diagnosis klinis.
Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan / spesimen yang dirujuk dibuat oleh
pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak pengirim
dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang bersangkutan.
2. Kegiatan rujukan meliputi pengiriman:
Rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
a. Prosedur klinis
1) Petugas puskesmas (dokter / perawat / bidan) melakukan anamesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk menentukan
diagnosa utama dan diagnosa banding.
2) Dokter memberikan instruksi tindakan pra rujukan sesuai kasus. Instruksi
mencakup kapan mendapatkan pelayanan yang mendesak.
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis
yang berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau
ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di UGD
tujuan sampai ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan
kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
6) Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dimonitor dan
kompetensi staf yang melakukan monitor sesuai dengan kondisi pasien.
b. Prosedur Administratif
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2) Membuat catatan rekam medis pasien.
3) Memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan)
4) Memberikan alternative pemilihan rumah sakit tujuan kepada
pasien/keluarga pasien.
5) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 lembar pertama dikirim ke tempat
rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan
sebagai arsip. Surat rujukan memuat nomor rujukan, status kepesertaan
jaminan kesehatan, identitas pasien yang dirujuk, diagnose dan tujuan
dirujuk serta tanda tangan dokter yang merujuk
6) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien.
7) Membuat resume klinis pasien rangkap 2 lembar, satu dilampirkan ke rumah
sakit yang dituju, lembar kedua sebagai arsip. Resume kliins memuat
identitas pasien, keluhan utama, hasil pemeriksaan fisik, diagnose, tindakan
yang telah dilakukan, terapi yang sudah diberikan dan alasan pasien dirujuk
dan dibubuhi nama dokter yang merawat/merujuk
8) Membuat bukti pemberian KIE rujukan kepada pasien/keluarga pasien pada
lembar KIE/penyuluhan dan dibuat rangkap 2 lembar, satu lembar
dilampirkan ke rumah sakit yang dituju, lembar kedua disimpan sebagai arsip
9) Menyiapkan sarana transportasi ambulan
10) Dokter puskesmas/yang merujuk menghubungi pihak rumah sakit yang
dituju, kemudian mencatat hasil komunikasi dengan rumah sakit pada lembar
KIE sebagai bukti telah diterimanya rujukan pasien ke rumah sakit.
11) Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi
yang bersangkutan.

3. Persiapan Rujukan
a. Persiapan yang harus dilakukan sebelum merujuk adalah :Melakukan pertolongan
pertama dan atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta
sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan
rujukan
b. Persiapan tenaga kesehatan, pastikan pasien dan keluarga didampingi oleh
minimal dua tenaga kesehatan (dokter dan/atau perawat) yang kompeten.
c. Persiapan keluarga, beritahu keluarga pasien tentang kondisi terakhir pasien,
serta alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota keluarga yang lain harus ikut
mengantar pasien ke tempat rujukan.
d. Persiapan surat, beri surat pengantar ke tempat rujukan, berisi identitas pasien,
alasan rujukan, tindakan dan obat-obatan yang telah diberikan pada pasien.
e. Persiapan Alat, bawa perlengkapan alat dan bahan yang diperlukan.
f. Persiapan Obat, membawa obat-obatan esensial yang diperlukan selama
perjalanan merujuk.
g. Persiapan Kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup baik, yang
memungkinkan pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai
tempat rujukan secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang
diperlukan.
h. Persiapan biaya, ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah cukup
untuk membeli obat-obatan dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat
rujukan jika tidak memiliki jaminan kesehatan.
i. Rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya dan Rujukan bahan
pemeriksaan laboratorium
a) Pemberi Pelayanan Kesehatan/Petugas Kesehatan wajib mengirimkan
rujukan berupa spesimen atau penunjang diagnostik lainnya jika memerlukan
pemeriksaan laboratorium, peralatan medik/tehnik, dan/atau penunjang
diagnostik yang lebih tepat, mampu, dan lengkap.
b) Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya dapat dikirim dan diperiksa
dengan atau tanpa disertai pasien yang bersangkutan.
c) Jika sebagian spesimen telah diperiksa di laboratorium pelayanan kesehatan
asal laboratorum rujukan dapat memeriksa ulang dan memberi validasi hasil
pemeriksaan pertama.
d) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan spesimen atau
penunjang diagnostik lainnya wajib mengirimkan laporan hasil pemeriksaan
atas spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang telah diperiksa ke
fasilitas pelayanan kesehatan asal.

4. Pendampingan Pasien Selama Transfer/rujukan


Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dimonitor,adapun
proses tersebut adalah :
a. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
b. Pasien harus didampaingi oleh tenaga yang kompeten
c. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan
proses transfer.
d. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan selama
proses transfer/rujukan.
1) Pasien dengan rujukan ke Ruang Pemeriksaan klinik rumah sakit
2) Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan
tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi

5. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama


Transfer/rujukan,kompetensi staf yang melakukan monitor sesuai dengan kondisi
pasien.

KONDISI PASIEN KOMPETENSI PETUGAS


Pasien dengan kondisi Perawat/bidan minimal pendidikan D3
kritis / tidak sadar dan telah mendapatkan pelatihan
PPGD / BT&CLS/ Poned / BLS
Pasien dengan kondisi Perawat / bidan Pendidikan minimal D3
masih sadar

6. Kritera Pasien yang dirujuk


Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk.
Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari
a) Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi Dari hasil
pemeriksaan, sudah terindikasi bahwa keadaan pasien tidak dapat diatasi di
Puskesmas
b) Dari hasil pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan penunjang medis di
Puskesmas ternyata tidak mampu diatasi
c) Pasien memerlukan pelayanan medis spesialis/subspesialis di Rumah Sakit
berdasarkan keadaaan penyakit yang diderita pasien
d) Pasien memerlukan pelayanan penunjang medis yang lebih lengkap yang tidak
tersedia di fasilitas pelayanan puskesmas
e) Apabila telah diobati berulang kali di puskesmas ternyata pasien memerlukan
pemeriksaan dan pengobatan di sarana kesehatan yang lebih mampu,
Pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
7. Penanggung jawab pelayanan rujukan, Transportasi rujukan
Untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil selama
perjalanan menuju ketempat rujukan, maka :
a. Sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi alat resusitasi, cairan
infus, oksigen dan dapat menjamin pasien sampai ke tempat rujukan tepat
waktu
b. Pasien didampingi oleh tenaga kesehatan ( dokter atau perawat) yang
kompeten dan mahir tindakan kegawat daruratan
c. Sarana transportasi/petugas kesehatan pendamping memiliki sistem
komunikasi
d. Petugas Ambulans harus mampu mengoperasionalkan ambulans dengan
baik, mengerti aturan jalan raya dalam mengendalikan ambulans serta
memiliki kemampuan dalam membantu penanganan pasien gawat daruratan.

8. Rencana pemulangan pasien


Dokter yang menangani bertanggungjawab untuk melaksanakan proses
pemulangan baik rawat jalan maupun rawat inap ataupun proses rujukan. Adanya
umpan balik dari fasilitas rujukan, maka dokter yang menangani wajib
menindaklanjuti.
Pada saat pemulangan (rawat jalan), pasien/keluarga pasien diberi informasi
tentang tindak lanjut layanan.
Pemulangan untuk rawat inap dilaksanakan sesuai dengan rencana pemulangan
pasien (discharge Planning) yang dilaksanakan oleh dokter yang merawat
sebelum pasien dipulangkan berisikan ringkasan pasien dari baru datang,
diagnose, tindakan dan terapi yang diberikan, kondisi selama dirawat, dan
rencana pemulangan termasuk pemberian KIE yang dibutuhkan sesuai dengan
penyakitnya. Hal tersebut ditulis dalam Rekam medis Pasien pada Ringkasan
keluar (Resume) dan Perencanaan Pasien Pulang (Discharge Planning).
Ringkasan keluar dan perencanaan pasien pulang minimal berisi tentang :
a. Nama Pasien
b. Dokter yang merawat
c. No Pasien
d. Umur
e. Tanggal Masuk
f. Tanggal keluar
g. Diagnose akhir
h. Riwayat penyakit
i. Pemeriksaan fisik
j. Pemeriksaan penunjang
k. Perkembangan selama perawatan
l. Obat yang diberikan
m.Tindakan yang dilakukan
n. Diagnose akhir
o. Edukasi dan Informasi Tindak lanjut pemulangan
9. Tindakan yang memerlukan informed consent
a. Tindakan bedah minor (insisi, extraksi kuku)
b. Tindakan injeksi
c. Tindakan hecting
d. Tindakan pemasangan infus
e. Tindakan pemasangan dan pelepasan DC
f. Tindakan imunisasi
g. Tindakan pemasangan dan pencabutan implant
h. Tindakan pemasangan atau pencabutan IUD
i. Tindakan pencabutan gigi
j. Tindakan scalling
k. Tindakan pengambilan darah
l. Tindakan persetujuan / penolakan rujukan
m.Persetujuan di rawat inap
n. Persetujuan memaksa pulang / pulang paksa
o. Perawatan luka.

10. Diagnosa kegawat daruratan / berisiko yang bisa ditangani di puskesmas


Gerokgak I
a. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
b. Panas 39-40 derajat celcius
c. Hypotensi / syok ringan
d. Keracunan makanan dan obat keadaan umum masih baik
e. Kejang demam tanpa disertai penurunan kesadaran
f. Asma bronchiale / sesak
g. Demam Berdarah Dengue ( DBD ) keadaan umum masih baik tanpa
perdarahan
h. Demam Typhoid keadaan umum masih baik
i. GEA dan dehidrasi
j. Perdarahan ante dan post partum keadaan umum masih baik
k. Hiperemesis gravidarum
l. Benda asing di hidung, telinga dan tenggorokan
m.Luka baru tanpa kerusakan pembuluh darah dan gangguan saraf
n. Vomiting dengan atau tanpa dehidrasi
o. CKR observasi
p. Colic abdomen observasi
BAB V

LOGISTIK

Kebutuhan logistik untuk pelaksanaan pelayanan klinis berdasarkan permintaan tiap


unit layanan. Dimana untuk kebutuhan logistik peralatan kantor berupa; form informed consent,
form rujukan BPJS, form rujukan umum, kertas resep, permintaan laboratorium, Ballpoint,
kertas A4, catridge print, tinta stampel, bantalan stampel, buku register, buku untuk rujukan dan
buku tindakan, map, type x. peralatan untuk kebersihan, serta sabun handwash (handscrub),
bayclin. Plastik. Dll

Untuk kebutuhan logistik bahan habis pakai medis unit layanan meminta kebutuhan
tersebut sesuai dengan keperluan kepada unit layanan farmasi. Logistik bahan habis pakai
medis di unit layanan klinis berupa kasa kotak steril, kasa gulung, jarum, spuit 3/5/10cc,
benang, povidene iodine (Betadine), plester, Nacl 0,9%, surflo, infuse set, obat-obat
emergency, oksigen, dll.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Keselamatan Pasien Puskesmas


Pelayanan kesehatan sarat dengan resiko yang dapat menimbulkan cedera baik bagi
pasien, keluarga pasien, petugas kesehatan, sasaran kegiatan upaya kesehatan, bahkan
masyarakat dan lingkungan sebagai akibat penyelenggaraan atau kegiatan upaya
kesehatan.
Adapun pengertian dari konsep keselamatan pasien yaitu :
1. Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan,
Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
 Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
 Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien.
 Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
 Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
 Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius.
3. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden
adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien,
analisis dan solusi untuk pembelajaran.
4. Penanganan insiden di Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimna dimaksud
dilakukan melalui pembentukan tim keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pelaksana kegiatan penanganan
insiden.
5. Standar keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
penilaian dilakukan dengan menggunakan instrument akreditasi.

B. Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah suatu proses mengenal, mengevakuasi, mengendalikan, dan
meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh.
Lingkup Manajemen Resiko dalam pelayanan Kesehatan:
1. Resiko yang terkait dengan pelayanan pasien atau kegiatan pelayanan kesehatan :
adalah rersiko yang mungkin dialami oleh pasien atau sasaran kegiatan UKM atau
masyarakat akibat pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas.
2. Risiko yang terkait degan petugas klinis yang memberikan pelayanan : adalah risiko
yang mungkin dialami oleh petugas klinis ketika memberikan pelayanan.
3. Risiko yang terkait dengan petugas non klinis yang memberikan pelayanan : adalah
risko yang mungkin dialami petugas non klinis, seperti petugas kebersihan, sopir dan
lainnya.
4. Risiko terkait dengan sarana tempat pelayanan : adalah risko yang mungkin dialami
oleh petugas, pasien, sasaran kegiatan pelayanan, masyarakat maupun lingkungan
akibat fasilitas pelayanan.
5. Risiko financial : adalah risiko kerugian financial yang mungkin dialami oleh
Puskesmas akibat pelayanan yang disediakan.
6. Risiko-risko lain yang tidak termasuk pada lingkup risiko misalnya kecelakaan
ambulan, kecelakaan kendaraan dinas yang digunakan.
Tahapan manajemen risiko :
1. Menetapkan lingkup manajemen risiko
Menganalisis dan menetapkan lingkup manajemen risiko, missal resiko yang terkait
dengan pelayanan pasien, pelayanan UKM, risiko terkait staf klinis dan non klinis dan
resiko terkait fasilitas.
2. Mengenal risiko
Identifikasi risiko yang mungkin terjadi kemudian disusun daftar risiko (register risiko)
3. Kajian risiko :
Kajian tingkat keparahan (severity Assessment) risiko : kajian ini dilakukan untuk
menentukan tingkat keparahan risiko, dengan memperhatikan dua variable, yaitu
dampak risiko (severity), dan kemungkinan terjadinya (probability).

Untuk menentukan dampak risiko digunakan table dibawah ini:


Tingkat Dampak Penjelasan
Risiko
1 Minimal Tidak ada cedera
2 Minor Cedera ringan, misal luka lecet, dapat diatasai
misalnya dengan P3K
3 Moderat Cedera sedang, misalnya luka robek,
berkurangnya fungsi motorik, sensorik, psikologis
atau intelektual yang bersifat reversible, tidak
berhubungan dengan penyakit, atau
memperpanjang hari perawatan
4 Mayor Cedera luas/berat, misal :cacat, lumpuh,
kehilangan fungsi motorik, sensorik, psikologis
atau intelektual yang bersifat irreversible, tidak
berhubungan dengan penyakit
5 Ekstrem Kematian yang tidak berhubungan dengan
(katastropik) perjalanan penyakit

Untuk menentukan tingkat kemungkinan terjadinya, digunakan table dibawah ini :


Tingkat Probabilitas Deskripsi
kemungki
nan terjadi
1 Sangat jarang Sam atau lebih dari 5 tahun sekali
terjadi
2 Jarang terjadi Sama atau lebih dari 2 tahun, tetapi
kurang dari 5 tahun sekali
3 Mungkin terjadi Sama atau lebih dari 1 tahun tetapi
kurang dari 2 tahun sekali
4 Sering terjadi Beberapa kali setahun
5 Sangat sering Sangat sering terjadi, hamper tiap
terjadi minggu atau tiap bulan terjadi

Setelah dilakukan penilaian terhadap dampak dan kemungkinan terjadinya, maka tingkat
keparahan risiko ditetapkan dengan matriks sebagai berikut :
DAMPAK
P 1 2 3 4 5
5
R
O
4
B
A
B 3

I
L 2

I
T 1
A
S
Jika hasil kajian masuk kategori merah (risiko ektrem) dan kuning (risiko tinggi), maka
harus dilakukan Root Cause Analysis (RCA). Jika masuk kategori hijau (risiko
Sedang), atau biru (risiko rendah), maka cukup dilakuakan investigasi sederhana.
4. Root Cause Analysis (RCA)
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses untuk mengeksplorasi semua factor
yang mungkin berhubungan dengan suatu kejadian dengan menanyaklan apa
kejadian yang terjadi, mengapa kejadian tersaebut terjadi, dan apa yang dapat
dilakukan untuk mencegah kejadian tersebut terjadi lagi dimasa mendatang.
5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Merupakan suatu pendekatan untuk mengenali dan menemukan kemungkinan
terjadinya kegagalan pada system dan strategi untuk mencegah terjadinya kegagalan
tersebut. Jadi hasil akhir dari FMEA adalah disusunya disain baru atau prosedur baru
Adapun langkah-langkah menggunakan FMEA adalah sebagai berikut :
a) Memberntuk tim FMEA yang terdiri dari orang-orang yang menjadi pemilik proses.
b) Menetapkan tujuan analisis, keterbatasan yang dimiliki tim tersebut, dan
menyusun jadwal kegiatan tim untuk melaksanakn FMEA
c) Menetapkan peran dari setiap anggota tim saat melakukan analisis dengan FMEA
d) Menggambarkan alur proses yang ada sekarang
e) Mengenali model-model kegagalan atau kesalahan pada proses tersebut
f) Mengenali penyebab terjadinya kegagalan aatu kesalahan untuk setiap model
tersebut
g) Mengenali akibat dari kegagalan untuk setiap model tersebut
h) Melakukan penilaian terhadap setiap mode; kegagalan atau kesalahan
i) Menghitung Risk Priority Number (RPN)
j) Menentukan batasan (cut-off point) RPN untuk menentukan urutan prioritas dari
model-model yang diindentifikasi
k) Menyusun kegiatan untuk mengatasi (Design actions/solution)
l) Menentukan cara memvalidasi untuk menilai keberhasilan solusi yang
direncanakan
m) Menggambarkan alur proses yang baru.

Dalam perencanaaan pelayanan klinis perlu diperhatikan keselamatan pasien dengan


melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat
pelaksaan kegiatan.Upaya pencegahan resiko terhadap pasien harus dilakukan untuk tiap-tiap
unit layanan klinis.Keselamatan pasien puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhan pasien lebih aman.Didalam pelayanan klinis ada beberapa standar yang
harus dilaksanakan dalam keselamatan pasien.
A. Ketepatan identitas, dalam hal ini target yang harus terpenuhi adalah 100%. Label identitas
tidak tepat salah penulisan nama, salah jenis kelamin dan salah alamat.
B. Bagi perawat atau petugas kesehatan yang memerlukan konsul dengan dokter via telpon
harus menggunakan metode SBAR, target yang harus terpenuhi 100%.
C. Ketepatan penyampaian hasil penunjang harus 100%. Yang dimaksud tidak tepat apabila
salah ketik, salah memasukkan diberkas pasien/ list pasien lain.
D. Ketepatan pemberian obat yang meliputi tepat identias/pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat
cara/rute (oral, parental, topical, rektal, inhalasi), tepat waktu dan tepat dokumentasi.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan pelayanan klinis perlu diperhatikan


keselamatan kerja karyawan Puskesmas dengan melakukan identifikasi risiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan pelayananklinis. Upaya pencegahan
resiko terhadap kemungkinan yang dapat terjadi harus dilakukan di unit-unit layanan
klinis.Keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu
bagi pekerjanya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungannya. Mengacu pada
pengertian tersebut maka diharapkan setiap petugas medis maupun non medis dapat
menerapkan sistem keselamatan kerja diantaranya:
A. Tersedianya APD yang memenuhi standar serta dapat menggunakannya dengan benar
baik itu masker, penutup kepala, sarung tangan, skort/apron, kacamata, pelindung kaki, dan
sebagainya.
B. Tersedianya tempat pembuangan sampah yang dibedakan infeksius dan non infeksius
serta terdapatnya tempat khusus untuk pembuangan jarum ataupun spuit bekas.
C. Aturan untuk tidak melakukan recuping jarum suntik setelah dipakai ke pasien.
D. Setiap petugas medis menganggap bahwa setiap pasien dapat menularkan penyakit
sehingga unsur keselamatan kerja dapat terus dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan pelayanan klinis dimonitor dan dievaluasi dengan indikator sebagai
berikut:
A. Ketersediaan jenis-jenis unit-unit layanan klinis yang sesuai dengan standar pelayanan
minimal Puskesmas
B. Ketepatan pelaksanaan pelayanan klinis sesuai dengan jadwal
C. Kesesuaian petugas yang melaksanakan pelayanan klinis
D. Memperhatikan keselamatan pasien (6 sasaran keselamatan)
E. Kepuasan pelanggan
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini maupun pada audit internal.
BAB IX
PENUTUP

Pada prinsipnya pelayanan klinis adalah bagian dari pelayanan kesehatan Puskesmas
yang mengedepankan tanggung jawab, disiplin dan kebersamaan dan mengutamakan
keselamatan pasien. Semoga dengan adanya pedoman pelayanan klinis ini, pelayanan klinis
dapat berjalan dengan baik serta semakin dipercaya oleh masyarakat.
LAMPIRAN
Menerapkan triase/skrining terhadap setiap pengunjung yang datang
Memperkuat proses triase merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan pada saat ini.
Beberapa hal yang mendasari perlunya memperkuat triase yaitu adanya kelompok
orang tanpa gejala (OTG) pada kasus COVID-19 serta belum memiliki atau belum
memadai jumlah ketersedian rapid diagnostic test (RDT) untuk menentukan kondisi
reaktif atau non reaktif seseorang. Kemampuan petugas triase dalam melakukan
anamneses awal merupakan hal yang perlu dilatih bersama antara tenaga medis dan
tenaga kesehatan Puskesmas. Petugas triase pada saat pengunjung datang, melakukan
screening suhu tubuh, memastikan semua pengunjung menggunakan masker dan
telah mencuci tangan kecuali untuk kondisi gawat darurat. Petugas triase selain
menanyakan keluhan atau tujuan pengunjung ke Puskesmas, harus mampu juga
menggali dengan baik hal- hal terkait kemungkinan kasus COVID-19. Petugas
Puskesmas memberikan pelayanan dengan sepenuh hati dengan menggunakan
komunikasi yang efektif, agar pengunjung dapat: 1) memberikan informasi yang benar,
jelas, lengkap dan jujur, 2) mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan
keluarga, 3) mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, 4)
memahami dan menerima konsekuensi pelayanan, 5) mematuhi instruksi dan
menghormati peraturan fasilitas Kesehatan/ Puskesmas dan 6) memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa.

Penyesuaian alur pelayanan


Alur Pelayanan selama masa pandemi ada di halaman berikutnya
Gambar 1. Alur pelayanan di Puskesmas pada masa pandemi COVID-19

1. Warna merah adalah alur pelayanan untuk pasien terkait kasus COVID-19 tanpa
kegawatdarutan atau kasus COVID-19 dengan kegawatdaruratan atau kasus gawat
darurat bukan kasus COVID-19, Terdiri dari jalur :
a. Kasus bukan gawat darurat: nomor 124676810811, dilanjutkan ke
nomor:
1) 1315 (untuk pasien pulang), atau;
2) 14 (untuk pasien dirujuk)
b. Kasus gawat darurat: nomor 13103, dilanjutkan ke nomor:
1) 1315 (untuk pasien pulang), atau;
2) 14 (untuk pasien dirujuk)
2. Warna hijau adalah alur pelayanan untuk pasien tidak terkait kasus COVID-19, yaitu
pasien dengan keluhan lain selain ISPA pada semua kelompok umur, Ibu hamil yang
memerlukan kontrol kehamilan (ANC), bayi atau balita yang memerlukan Imunisasi,
Pasangan Usia Subur (PUS) yang akan melakukan KB, pelayanan gigi, pelayanan gizi,
pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan TBC, IMS, HIV, pemeriksaan khusus, konsultasi,
dan lain-lain.
3. Puskesmas harus mengkondisikan SOP awal dan akhir pelayanan (*) yang
dilaksanakan.
4. Ruang tunggu (**) untuk pasien ISPA dan bukan ISPA dikondisikan terpisah, dengan
ventilasi cukup agar sirkulasi udara dalam ruang runggu tersebut dalam keadaan
baik.
5. Ruang laboratorium (***) untuk pemeriksaan penunjang terkait kasus COVID-19
dikondisikan terpisah dengan pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya untuk
meminimalkan risiko penularan antar pasien. Pemeriksaan laboratorium di
Puskesmas yang dapat dilakukan pada kasus terkait kasus COVID-19 adalah
pemeriksaan rapid test, bila pada kasus terkait COVID-19 diperoleh hasil pemeriksaan
rapid test pertama adalah reaktif, Puskesmas melakukan pengambilan spesimen (swab
nasofaring- orofaring atau sputum) untuk dikirim guna pemeriksaan RT-PCR ke
laboratorium yang dapat melakukan pemeriksaan RT-PCR.
6. Ruang farmasi (****) untuk pengambilan obat terkait kasus COVID-19 dan bukan
terkait kasus COVID-19 dikondisikan harus tetap memperhatikan prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi.
7. Untuk kasus terkait kasus COVID-19 (*****), dilakukan tata laksana:
a. OTG:
1) Bila dengan rapid test pertama hasilnya non reaktif  dilakukan karantina
mandiri sesuai dengan protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-
19  pemeriksaan ulang rapid test dilakukan pada hari ke-10. Bila pada
pemeriksaan rapid test kedua hasilnya positif, dilakukan pengambilan
spesimen (swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan pemeriksaan
RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.
2) Bila hasil pertama rapid test reaktif  karantina mandiri sesuai dengan
protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19  dilakukan
pengambilan spesimen (swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium
yang dapat melakukan RT-PCR.
Bila OTG yang terkonfirmasi positif kemudian menunjukkan gejala
selama masa
karantina:
1) Gejala ringan  isolasi diri di rumah
2) Gejala sedang  isolasi di RS darurat
3) Gejala berat  isolasi di RS rujukan
b. ODP
1) Bila hasil pertama rapid test non reaktif  isolasi diri di rumah, sesuai
dengan protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19  pemeriksaan
ulang rapid test dilakukan pada hari ke-10
2) Bila hasil pertama rapid test reaktif  isolasi diri di rumah sesuai dengan
protokol isolasi diri dalam penanganan kasus COVID-19  dilakukan
pengambilan spesimen (swab nasofaring-orofaring, sputum)
untuk dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR 2 kali
berturut-turut di laboratorium yang dapat melakukan RT-PCR.
Bila ODP yang terkonfirmasi positif mengalami gejala perburukan:
2) Gejala sedang  isolasi di RS darurat
3) Gejala berat  isolasi di RS rujukan
Isolasi di RS darurat dapat juga dilakukan pada pasien dengan
usia > 60 tahun atau pada pasien yang kondisi rumahnya tidak
memungkinkan untuk dilakukan isolasi mandiri.
c. PDP
1) Bila hasil rapid test pertama non reaktif:
a) Gejala ringan  isolasi diri di rumah
b) Gejala sedang  isolasi di RS darurat
c) Gejala berat  isolasi di RS rujukan
Pemeriksaan ulang rapid test hari ke
10
2) Bila hasil rapid test pertama reaktif  dilakukan pengambilan spesimen
(swab nasofaring-orofaring, sputum) untuk dilakukan konfirmasi dengan
pemeriksaan RT-PCR 2 kali berturut-turut di laboratorium yang dapat
melakukan RT-PCR.
Bila PDP terkonfirmasi positif mengalami gejala perburukan:
1) Gejala ringan menjadi sedang  isolasi di RS darurat
2) Gejala sedang menjadi berat  isolasi di RS rujukan
8. Saat pasien atau pengunjung didiagnosis terkait kasus COVID-19, Puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pemantauan dan kegiatan-
kegiatan lain terkait COVID-19, yaitu:
a. Notifikasi kasus 1x24 jam ke dinkes
b. Penyelidikan Epidemiologi (PE)
c. Pengambilan dan pengiriman spesimen
d. Melakukan pemantauan harian, mencatat dan melaporkan pemantauan harian
e. Pelacakan kontak erat
f. Identifikasi kontak erat, pendataan kontak erat
g. Edukasi pasien
h. Komunikasi risiko, keluarga dan masyarakat
PEDOMAN UKP PUSKSMAS GEROKGAK I 42

Anda mungkin juga menyukai