Disusun Oleh:
Raymond Malvin W - 406182007
Juki – 406182021
Raditya Yoga - 406182033
Pembimbing:
dr. Bambang Agus S., Sp.THT-KL
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Labirin membranosa terdiri atas sakus dan ductus yang saling
berkomunikasi yang tersuspensi di dalam labirin tulang. Labirin mengandung
endolimfe, yang itu cairan dengan komposisi serupa dengan cairan intraseluler
(tinggi akan kalium dan rendah natrium), dan memiliki komposisi berbeda dengan
perilimfe (seperti cairan ekstraseluler) yang mengisi labirin tulang lainnya.
Labirin membranosa terdiri atas labirin vestibular (utrikulus dan sakulus), 3
duktus kanal semisirkular, dan labirin koklear. Utriculus dan sakulus terbentuk
dari jaringan ikat sangat tipis yang dilapisi oleh epitel skuamosa simpleks, dan
berikatan dengan periosteum labirin tulang. Ligament spiral adalah penebalan
spiral pada lapisan periosteal kanal koklear, untuk menjaga ductus koklear.
Ductus semisirkular membuka di utriculus melalui 5 bukaan, sementara utriculus
berkomunikasi ddengan sakulus melalui ductus utrikulosakular, dimana asal dari
dukstus endolimfatikus. Sakulus kontiniu dengan ductus koklear melalui ductus
reuninen. Utriculus dan sakulus memiliki area epitel sensori yang disebut makula.
Makula utriculus adalah dasar dari utrikulue, pararel dengan basis kranii,
semenntara makula sakula terletak vertical di medial dinding sakula. Makula
memilki karakteristik histologi yang sama dengan urtikulus dan sakulus. Sel
rambut di makula diinverasi oleh divisi vestibular N. VIII. Tiap sel rambut
memiliki 1 silia rigid (kinosilia, dengan panajng 40 um) dan silia tidak bercabang
(streosilia). Basis tiap streoosilia direkatkan dan terkoneksi melalui regio kaya
sitoplasma apical kaya aktin. Streosilia tersusun dengan tinggi yang semakin
menurun, dan terpanjang dekat dengan kinosilia. Bagian atas stereosilia dan
kinosilia dilapisi oleh lapisan gelatinosa proteoglikan disebut membrane otolitik,
yang mengandung krista CaCo3 dan protein disebut otolit (diameter 5-10 um).
Neuron sensori primer adalah ganglia vestibular, yang ada pada meatus akustikus
internus.meatus akustikus internus terletak 1 cm di bagian petrosa tulang
temporal.1-3
4
Gambar 2.1 Anatomi Labirin Tulang (Kiri), dan labirin membranosa (kanan)2
Gambar 2.2 Histologi Telinga Dalam. Pada bagian kanan terdapat tulang
kokela (BC) yang berisi dukstus koklear (CD) berisi endolimfe, dan skala timpani
(ST) yang terisi perilimfe dan skala vestibuli (SV). Apeks kokelar menunjukkan
5
adanya helicotrema (H), yang merupakan ruangan dimana perilimfe dapat
berpindah antara skala timpani dan skala vestibuli, inervasi dari oragni corti (OC),
berlokasi di dalam ductus kolklear, didapat dari spiral ganglion (SG), di dalam
modiolus (M). dua nervus kranial, vestibulokoklear (VN) dan gfasial (FN) terlihat
pada gambaran histologi ini. Terlihat pula vestibulum (v), ampulla (A), dan kanal
semisrikular yang mengandung krista ampularis (CA). krista ampularis terletak di
dalam ampual pada tiap kanal semisirkular, Serat saraf (SF) masuk ke dalam
jaringan ikat krista dan mencapai sel rambut neuroepitel (HC), yang didukung
oleh sel sustetakular (SC), kinosilia dan mikorvili sel rambut ekstensi pada
jaringan gelatinosa kupula (C), terkait dengan krista.4
6
Akselerasi rotasional terjadi dengan menstimulasi krista kanal
semisirkular. Endolimfe bergeser ke arah berlawanan dri arah rotasi. Cairan
terdorong ke arah kupula. Pada kecepatan konstan rotasi tercapai, putaran cairan
memiliki tingkat sama dengan tubuh, dan kupula berputar kembai ke posisi tegak.
Ketika rotasi berhenti, deselerasi menyebabkan pergeseran endolimfe sesai arah
rotasi, dan kupula bergeser dengan arah yang berlawanan ketika akselerasi. Hal ini
mencapai posisi awal dalam 25-30 detik. Pergerakan pada kupul dalam 1 arah
memningkatkan aksi pada saarf di krista, dan pergerakan pada arah sebaliknya
menginhibisi aktivitas neural. Rambut pada sel vestibular terdiri atas kinosilia dan
streosilia. Ketika stresosilia mengalami defleksi akibat pergerakan endolimfe,
gaya resultan yang dihasilkan menarik gerbang mekanik dari kanal ion pada sel
rambut, sehingga dapt terjadi depolarisasi atau hiperpolarisasi. Depolarisasi terjadi
ketika streosilia terdorong kearah kinosilia, dan hiperpolariasi terjadi ketika
streosilia terdorong jauh dari kinosilia. Depolarisasi meningkatkan penghasilan
neurotransmitter pada sel rambut dan dibawa ke saraf aferen.
7
Makula utrikula dan sakula berepson pada akselrasi horizontal dan
vertical. Otolit di sekitar membrane lebih padat dibadning endolimfe, dan
akselesari pada direksi tertentu menyebabkan pergeseran pada posisi yang
berlawanan, mendistorsi proses sel rambut dan menciptakan aksi pada nervus
vestibular. Makula juga mengalami aktivitas jika tidak ada gerakan kepala oleh
akibat dorongan gravitasi otolit. Impuls dibentuk dari reseptor, dan bertanggung
jawab pada refleks labirin. Refleks dimulai ketika menolehkan kepala yang
menstimulasi organ otolit, yang adalah respon kontraksi kompensasi otot leher
untuk menjaga posisi kepla, refeleks-vestibulo-okular menstabilisasi gamabran
retina ketika terjadi pergerakan kepala, stimulasi vestibular ketika rotasi
menyebabkan inhibisi pada otot ekstraokular pada satu sisi, dan aktivasi otot
ekstarokular di sisi lainnya. Orientasi spasial juga mendapat informasi dari
propioreseptor di kapsul sendri, reseptor raba kutaneus, dan reseptor tekanan,
yang kemudian disintesis pada level kortikal sehingga terbentuk orientasi terhadap
ruang.5-7
Gambar 2.4 Aktivasi utriculus dan sakulus pada gerakan akselerasi linear6
Nystagmus adalah karakteristik dari pegerakan mata yang cepat pada satu
periode rotasi. Ini adalah bentuk refleks untuk menjaga fiksasi visual paada poin
8
yang tetap sementara tubuh berotasi. Ketika rotasi dimulai, mata mulai bergerak
lambat dengan arah berlawanan dari rotasi, untuk menjaga fiksasi visual (refleks-
vestibulo-okular). Ketika batas dari pegerakan ini tercapai, amka mata akan secara
cepat bergerak ke titik fiksasi baru dan bergerak lambat pada arah lainnya.
Komponen lambat diinisiasi oleh impuls dari labirin vestibular, dan komponen
cepat oleh pusat di batang otak. Nistagmus dapat berbentuk horizontal, vertical,
atau rotatori.5-7
Prevalensi lifetime vertigo perifer adalah sekitar 7,4%, dan terkait dengan
gangguan kualitas hidup yang signifikan (pada 40% penderita). Insidens BPPV
terjadi sekitar 0,1% setiap tahunnya, meskipun kondisi ini sering dianggap remeh
oleh banyak penderita, sehingga tidak mengunjungi tenaga medis. Perempuan
lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan dapat mengenai semua usia, terutama
pada lansia. Onset BPPV adalah 54 tahun, dengan rentang 11 sampai 84 tahun.
Mayoritas pasien mengalami SCC (semicircular canal) posterior BPPV,
sementara sekitar 15% mengalami varian SCC lateral. Bentuk SCC anterior
(posterior) sangat jarang ditemukan.BPPV sering ditemukan pada lansia, riwayat
hipertensi, diabetes melitus, stroke, dan hyperlipidemia, serta terkait dengan
kelainan vestibular lainya. BPPV juga dapat terjadi setelah infeksi saluran nafas
atas, akibat terkait dengan pergerakan kepala pada kejadian bersin. BPPB juga
dapat terjadi tanpa faktor risiko yang jelas .8-11,13-15
BPPV terjadi akibat stimulasi yang tidak sesuai pada sel rambut SCC,
sebagai respons dari posisi kepala terhadap gravitasi, dan disekuesterasi oleh
9
otokonia. Otokonia adalah kristal kalsium karbonat yang normalnya ditemukan
pada lapisan gelatinosa membrane otolitik pada utriculus dan sakulus. Jika
otokonia bergerak bebas menuju ke ductus dari SCC (kanalolitiasis) atau
mengatraksi mereka ke kupula SCC (kupulotiasis), perubahan posisi kepalda pada
bidang SCC akan menghasilkan pergeseran dari kupula, baik secara langsung
dalam kasus kupulotiasis atau secara tidak langsung melalui gangguan tekanan
cairan endolimfatik pada kasus kanalitiasis. Pergeseran kupular ini mengasilkan
vertigo dan istagmus sesuai bidang SCC yang terstimulasi. Pada kasus dimana
otokonia terletak pada SCC anterior atau posterior, maka nystagmus akan
berbentuk vertical-torsional. Sementara jika terjadi pada SCC lateral, maka
nystagmus akan terjadi secara horizontal. BPPV juga dapat teradi sebagai
komplikasi dari trauma kepala atau neuritis vestibular. Gejala biasanya mulai
dalam beberapa hari setelah trauma kepala, sementara dapat pula tidak muncul
sampai beberapa minggu-tahun pada kasus neuritis vestibular. Pada beberapa
psien, BPPV dapat pula terjadi bersamaan dengan penyakit telinga dalam
progresif, seperti Meniere, atau sindrom Cogan. Dalam banyak kasus, sering kali
penyebabnya tidak dapat diindentifikasi (pada 50-70% kasus). BBPV juga dapat
terjadi setelah prosedur stapedektomi dan implantani koklear.8,10,12,14
10
2.6 Presentasi Klinis BPPV
Alur anamnesia psien dengan keluhan dizziness ada pada diagram di bawah ini14
11
Diagram 2.1 Alur Diagnostik pasien dengan dizzineess14
Karakteristik tanda klinis dari BPPV adalah nys tagmus etelah maneuver
Dix-Hallpike. Dengan menggap bahwa pasien dengan BPPV SCC posterior kiri,
pasien awalnya duduk di kuris. Pada posisi ini, SCC posterior berada vertical dari
bidang gravitasi dan adanya otokonia pada dukuts SCC akan terletak dekat
proksimal dari ampula atau bahkan kupula. Untuk mealukukan maneuver Dix-
hallpike provokatif, kepala pasien diputar ke kiri dan pasien secara cepat
dibaringkan sampai kepala menggantung pada ujung Kasur. Pada psisis ini, posisi
tengah dari ductus posterior SCC berada paling rendah, dan adanya otokonia pada
ductus akan bergeser jauh dari amoula dan berada pada bagian tengah SCC.
Karena otokonia berpindah dari ampula, maka terjadi tekanan cairan negative,
sehingga memproduksi defleksi amplofugal eksitatori dari kupula. Klinis akan
melihat adanya nystagmus vertical dalam beberapa detik dari periode laten,
dengan fase cepat terdireksi ke atas dan kemudian ke arah paling bawah dari arah
telinga yang mengalami patologi. Dengan pergerakan ke bawah dari telinga yang
12
patologi, maka nystagmus akan tampak torsional, sementara arah ke posisi plaing
atas rah telinga akan tampak vertical. Nystagmus biasanya berakhir kurang dari 30
detik, dan berkaitan dengan vertigo yang intens, sehingga pasien sering
memejamkan matanya. Klinis harus meminta pasien untuk tetap membuka mata
dan mencegah berkedip sedapat mungkin, untuk menentukan karakterisrtik
nystagmus yang ada. Jika pasien kembali dari posisi tidur ke duduk, nystagmus
akan terjadi kembali, namun dengan arah yang sebaliknya. Meskipun tidak lagi
direkomendasikan, repetisi dri maneuver Dix_hallpike akan menghasilkan reduksi
progresif dari intensitas vertigo dan nystagmus, akibat proses habituasi.8-15
Pada pasien dengan BPPV SCC lateral, maneuver Dix-Hallp ike akan
menghasilkan nystagmus horizontal dan biasanya geotropic, dengan arah menuru
teling apaling bawah, mengindikasikan bahwa otokonia pada SCC lateral bergerak
menuju ke kupula. Otokonia akan bergrak dari kupula ketika pasien berbalik ke
sisi yang normal, menghasilkan nystagmus yang kurang jelas, namun tetap pada
13
direksi geotropic, horizontal. Pada beberapa pasien dengan SCC BPPV lateral,
otokonia melekat pada kupula (kupulolithiasis), sehingag vertigo dan nystagmus
menjadi persisten serelah maneuver Dix-hallpike. Pada kasus ini, nystagmus
menjadi ageotropic, dimana menuju ke telinga patologi paling atas. Kondisi ini
lebih mirip dengan vertigo sentral dibanding perifer, atau vestibulopati sehingga
membingungkan diagnosis. Terkadang, sulit untuk menentukan lokasi patologi
telinga yang ada. Sebagai tamabahan, nystagmus juga minimal ketika kepala
digerakkan sedikit ke sisi patologis (null head position).8-10,15
14
gejala yang lebih panjang dan gejalanya tidak selalu berhubungan dengan posisi
kepala. BPPV daapt muncul setelah episode trauma kepala, namun dapat muncul
beberapa minggu-bulan karea trauma adalah minor. Trauma kepala juga dapat
menyebabkan sindrom post-konkusif, yang menyebabkan dizziness postural dan
haurs dibedakan dengan BPPV. BPPV dapat terjadi setelah serang neuritis
vestibular, yang terjadi dalam waktu beberapa tahun, dan biasanya pada telinga
yang sama. Patofisologi yang mendasari adalah dapat melibatkan trauma langsung
pada organ otolit atau kejadian vascular yang mendasri. Pada keadan ini, vertigo
daapt sangat berat yang berlangsung salam beberapa jam-hari, dan kemudian
tergantukan oleh perasaan ketidakseimbangan selama beberap minggu, dan
kemudian dapat resolusi komplit. Oleh karena gejala yang hanya intermitten dan
hilang secara cepat, pasien sering merasa terganggu dengan gejala vertigo yang
berkepanjangan, dan sering dieksaserbasi oleh ansietas dan kelainan piskogenik.8,9
Pilihan terapi utama BPPV adalah reposisi otolit keluar dari ductus
semisirkular atau kupula, reposisi ini dilakukan sebagai pilihan pertama, dan
sering kali efektif. Tambahan terapi medis, farmakologis, dan pembedahan
digunakan untuk sebagain ekcil pasien yang gagal dengan maneuver reposisi yang
diulang dan abnormalitas vestibular telah dieksklusi.9
BPPV dapat secara efektif diterapi dengan relokasi otokonia dari ductus
SCC ke vestibulum menggunakan maneuver Epley. Manuver ini kontraindikasi
pada pasien dengan penyakit leher yang berat atau stenosis kartois derajat tinggi,
15
dan paling baik dilakukan setelah manuvr Dix-Hallpike. Pada kasus BPPV SCC
posterior kiri, ketika sudah terjadi vertigo dan nystagmus, kepala pasien dirotasi
lateral secara lambat dengan 1800 sampai sisi kanan wajah pasien melawan Kasur.
Pada posisi ini, krus komunis berada pada posisi paling rendah dan otokonia akan
bergerak sepanjang ductus SCC menuru ke crus komunis, menghasilkan vertigo
dan nystagmus yang tidak terlalu berat. Jika pasien sekarang bergerak dari posisi
tiduran (posisi wajah di bawah) ke posisi duduk, otokonia akan terus berlanjut di
krus komunis dan akan jauh ke vestibulum. Pasin harus diinstruksikan untk tetap
pada posisi tegak selama 24 jam setelah terapi dan menghindari tidur pada posisi
telinga patologi dalam beberapa minggu, menghindari kemungkinan otokona
untuk kembali ke ductus posterior SCC.8,9,14,15
16
Manuver Epley secara efektif menginduksi remisi dari gejala pada banyak
pasien. Pada studi meta-analisis, terdapat tingkat remisi yang tinggi pada pasien
yang diterapi dengan maneuver Epley. Pada peneltiian RCT, penelitan Epley
memberikan perbaikan gejala pada 80% pasien BPPV, dibanding 10% yang
diterapi dengan maneuver sham, 24 jam setelah terapi tunggal, mengindikasikan
kedua maneuver dapat meninduksi remisi dengan efektif dan cepat. Terapi yang
diulang dapat meningkatkan tingkat remisi. Alternatifnya, pasien dapat belajar
sendiri untuk menggunakan maneuver, dan menjalankan self-treatment. Pada
kasus BPPV di kedua telinga, terapi akan menjadi lebih sulit. Hampir sebagian
besar penulis merekomendasikan untuk terapi telinga yang lebih berat terlebih
dahulu.8,15
Pilihan maneuver reposisi lain untuk BPPV SCC posteror adalah Semont-
liberatory, dimana pasien digerakkn ke lateral dari posisi duduk ke tertidur pada
telinga yang patologui, dengan hidung digerakkan ke atas dengan sudut 450, untuk
mengorientasikan kanal semisirkular posterior secara vertical. Setelah menunggu
beberapa menit, pasien kemudian digeraakn secara cepat dari posisi duduk ke sisi
telinga normal, dengan menjaga kepala tetap stabil dengan dusut hidung 450 dari
lantai. Pergerakan cepat ini dapat menggerakkan otokonia dari kanal posterior ke
utriculus. Maneuver ini membutuhkan lebih banyak waktu dan lebih sulit
dibanding maneuver Epley, dengan tingkat keberhasilak. < 90% pada 4 kali sesi.
Maneuver ini juga lebih mudah pada beberapa pasien dengan keterbatasan
mobilitas vertebra servikal. Alternative lain ada;ah dengan latihan Brandt-Daroff ,
dimana pasien diinstruksikan untuk duduk di pinggir kasur dan tidur lateral dari
sisi telinga patologi dengan keplaa yang dirotasikan k etas. Posisi ini
dipertahankan 30 detik sebelum duduk kembali, dan dilakukan pada sisi
berlawaban selama 30 detik kembali. Maneuver ini dapat dilakukan 3x/hari
selama 7-10 hari. keberhasilan tergantung pada habituasi sentral ke vertigo yang
diinduksi posisi.9,10,14,15
17
Gambar 2.8 Manuver Semonth10
Jika pasien sangat berat, dengan gejala yang menetap, dan tidak respon
pada maneuver. Maka pembedahan dengan oklusi SCC posterior dengan bone
chips, fascia, atau bone wax dapat efektif untuk meredakan gejala. Pembedahan
alternative adalah dengan memotong nervus ampularis posterior, dengan tekhnik
yang lebih sulit. Tindakan ini sangat risko tinggi menimbulkan tuli sensori neural,
sheingga sudah tidfak direkomendasikan.8-10,14
BPPV SCC lateral tidak memberikan respon baik dengan maneuver Epley.
Hampir sebagian besar penulis merekomendasikan penggunaan vibrator yang
diaplikasikan ke mastoid sepanajng terapi. Terapi alternative daapat dengan
menginstruksikan pasien untuk tidur hanya pada sisi yang tidak patologi, sehingga
otokonia dapat berpindah dari SCC lateral. Maneuver reposisi untuk SCC kanal
horizontal adalah Lampert 3600 rol, Barndt-Daroff exercise, dengan tingkat
keberhasilan hanya sekitar 50%.8,9
18
penggunaan meclizine pada pasien dengan glaucoma dan lansia karena riisko
untuk retensi urin akut. Diazepam dapat digunakan sebelum maneuver reposisi
pada kasus pasien yang sangat sensitive atau cemas.namun diketahui bahwa
supresan vestibular tidak efektif untuk terapi BPPV.9,12
19
BAB III
KESIMPULAN
BPPV adalah kelainan yang ditandai dengan searangan vertigo mendadak, terkait
dengan adanya nystagmus, dan dipresipitasi oleh perubahan posisi kepala realtif
dari gravitasi. Bentuk ini adalah bentuk tersering dari vertigo yang diprovokasi.
Kelainan ini terutama akibat adanya otolit di kanalis semisirkular dan kupula,
diagnosis tertutama ditegakkan dengan maneuver Dix-Hallpike untuk melihat
nystagmus yang muncul. Terapi yang paling efektfi adalah denagn maneuver
Epley pada kasus BPPV SCC posterior. Prognosis umunya baik, nmaun terdapat
risiko rekurensi
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Interbal Ear. Moore Clinically Oriented
Anatomy: Seventh Edition. 2016;973
2. Puts ER, Pabst R. Ear, Bony Labyrinth, Choclea Sobotta : Atlas of Human
Anatomy : 14th Edition. 2006;391-394
3. Mescher AL. Ears : The Vestibuloauditory System. Junquiera’s Basic
Histology. 2016;509-514
4. Gartner LP. Inner Ear. Color Atlas and Text Histology : Seventh Edition.
2018;904-906,1566-1574
5. Barret KE, Barman SM, brooks HL. Part 11 : Hearing and Equibilirium.
Review of Medical Physiology : 26th Edition. 512-515
6. Sherwood L. Ear : Hearing and Equibilirium. Human Physiology : From
Cell to Systems : 9th Ediiton. 2016;221-224
7. Guyton AC, Hall JE. Vestinular Sensation and Maintenance of
Equibilirium. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology: Twelefth
Edition. 2011;674-678
21
8. Gleeson M, Browning GG, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, Lund VJ, et al.
Benign paroxysimal positioning vertigo. Scott-Brown’s
Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 2008;1192
9. Hullar TE, Slattery EL, Minor LB. Part 28 :Meniere disease, Vestibular
Nuirtis, BPPV, Superior Semicircular Canal Dehiscence, and Vestibular
Migraine. Ballenger’s Otolarnygology : 18th Edition. 2016;1192-1201
10. Sataloff RT, Lalwani AK. Part 29 : Peripheral Vertigo Sataloff’s
Comprehensice Textbook of Otolaryngology Head and Neck Surgery :
Otology/Neurotology/Skull Base Surgery: Volume 1. 2016;505-510
11. Corbridge RJ. Benign Paroxysimal Positional Vertigo. Essential ENT :
Second Edtion. 2011;119
12. Maqbool M, Maqbool S. Benign Paroxyymal Positional Vertigo. Textbook
of Ear Nose and Throat Disease :Eleventh Edition. 2007;110
13. Hans AS. Assessmnet of Vestibular Function. Self Assesment and Review
ENT : Jaypee Brothers Medical Publisher. 2016;80-82
14. Chan Y, Goddard JC. Vestibular and Balance Disorder. K.J Lee’s
Essential Otolatyngology : Eleventh Edition. 2016;295-306
15. Soepardi EA, Sikandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Vertigo Posisi
Paroksisimal Jinak. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher : Edisi Ketujuh. 2012;217,104-110
22