Anda di halaman 1dari 19

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu : Yuliatun S. Pd. I M.Si.

Disusun oleh:
Hasry Wyanda
202101376
Jl. Duku 1 No. 54, Kramat Sel., Kec. Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa
Tengah 56
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai Agama telah berkembang selama empat belas
abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.
Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konsep Ketuhanan
Dalam Islam, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Akatirta. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Pangkalan Bun, 19 September 2021

Hasry Wyanda

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3
2.1. Konsep Ketuhanan dalam Islam..............................................................................................3
2.2. Filsafat Ketuhanan Islam.........................................................................................................4
2.3. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan..........................................................................7
2.4. Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu................................................................9
2.4. Pembuktian Wujud Adanya Tuhan......................................................................................11
BAB III..................................................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................................15
3.2. Saran....................................................................................................................................15
3.3. Daftar Pustaka......................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha
Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi,
Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan
Maha Kuasa.Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu
tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji
keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya.
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga
Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang diridhai-Nya”.
Untuk lebih memperdalam mengenai konsep ketuhanan dalam islam, saya
akan menyajikannya lewat makalah yang kami buat.

1.2. Rumusan Masalah


Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Konssep Ketuhanan dalam Islam ?
2. Bagaimana Filsafat Ketuhanan dalam Islam ?
3. Bagaimana Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan ?
4. Bagaimana pemikiran Tuhan menurut agama-agama wahyu ?
5. Sejauhmana Pembuktian wujud adanya Tuhan ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam.
3. Mengetahui filsafat Ketuhanan dalam Islam
4. Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta sejarah
pemikiran manusia tentang Tuhan.
5. Mengetahui sejauhmana pembuktian wujud adanya Tuhan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ
Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut
konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari
ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do‘a maupun acara-acara
ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan
Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya AlQuran) ia mengungkapkan kata-kata
Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah
lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan
akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lainlain, telah
mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang
dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat.
Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang
mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam
dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

3
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu
berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan
bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas
dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan
ajaran Allah yaitu AlQuran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan
sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai
jawaban atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika
Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah
disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai
Uswah hasanah.

2.2. Filsafat Ketuhanan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata
Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta
terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan
bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan
berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap
positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat
Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan
atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan

4
demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan
atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini
harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan,
pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus
ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek
pokok ajaran yang lain dalam Islam.
Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan
spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada
ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal
tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam
untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.
Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk
menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (AlJatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya
sendiri:

“Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah

5
untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan
sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta".
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun
benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda
(mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama': aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak
mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang
dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya
yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan
atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan
bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan
di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56).
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan.
Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang- 3 orang komunis pada hakikatnya ber-
Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa
menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu
Rusyd” yang telah di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi

6
Pemikiran Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT
adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya,
serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui
segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali pun. Ia yang menciptakan
alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki
berbagai sifat yang maha indah dan agung.

2.3. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep


yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun
batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam
literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat
menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya
kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh
tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada
yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai
adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik,
mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif
sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-
kebutuhan.

7
c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan


kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih
dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan
tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap
cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.

d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan.
Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat
Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme

2. Pemikiran Umat Islam

Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang
bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya
perbedaan metodologi dalam memahami AlQuran dan Hadis dengan pendekatan
kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat
Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual
sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak
pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran
tersebut yaitu:

8
a. Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta
menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan
dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia
berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain). Dalam
menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem
teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah
yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka
dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan
dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir
atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku
manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
d. Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan
Jabariah Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan
umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
aliran mana saja diantara aliranaliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya,
tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan
al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di
antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.

2.4. Pemikiran Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan


dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan
merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal

9
dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional,
tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain
tertera dalam:
1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah
satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu
agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada
Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya
tidak ada perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu
hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya
melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan
Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang
ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran
yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan
kebohongan manusia yang teramat besar.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah
Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat
mereka adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah
adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru,
jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan
antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad
ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan
antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa
sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad
ayat 4.

10
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut
informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah
sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan
melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan
yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa
Allahharus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan
ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi
petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain
selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan

2.4. Pembuktian Wujud Adanya Tuhan

Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan
pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita
mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak
dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini menjelaskan bahwa:
“Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada
saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”
Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia
memiliki rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat
ditekan dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya,
sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah
atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi
ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan
lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
a. Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud,
yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu,

11
mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih
sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT
dalam QS. 10:22.
b. Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang
merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan
merenungkan alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :
1. Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan
berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak
(QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk,
menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun
pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari
sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat
jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam
semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2. Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi,
diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan
adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh,
seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya
sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih
panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim
panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh
tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS.
67:3,4)
3. Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)

12
Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan
perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para
ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4. Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya
untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut
insting/naluri.
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan.
Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan
langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas
tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-
Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a. Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq)
inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan
urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa
manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan.
Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi
Allah. (QS. 91:7-8)
b. Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda.
Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan
membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar
beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya,
serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91).
Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang
memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?
Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah.
Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.
c. Dalil Sejarah

13
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya
akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal
iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan
bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani
kuno bernama Plutarch).
Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam,
diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal,
sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran
tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan
dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian
terhadap keberadaan Allah.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan
menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut
dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan
ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti
merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga
timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-
191; 12:105; 10:101).

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah:


1. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal
itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu
Tuhan yang bernama Allah.
2. Kemudian yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran
manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin
3. Allah sebagai wujud yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak
akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau
sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum
dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga.

3.2. Saran

Sebagai seorang pemula, saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi saya untuk
memperbaiki atau memperdalam kajian ini.

15
3.3. Daftar Pustaka

1. http://www.academia.edu/4950245/MAKALAH_KONSEP_KETUHANAN_DLM
_ISLAM.
2. http://nuristiar.blogspot.in/2013/10/makalah-pai-konsep-ketuhanan-dalam-
islam.html
3. file:///C:/Users/Asus/Downloads/MODUL%201%20KONSEP%20KETUHANAN
%20YANG%20MAHA%20ESA.pdf
4. http://ilmukomunic.blogspot.com/2015/09/dalil-dalil-tentang-adanya-
allah.html
5. https://www.mahasiswaunusa.com

16

Anda mungkin juga menyukai