Anda di halaman 1dari 7

Berfikir kreatif dan religious

Berdasarkan Catur Asmara

Oleh :
Agung Rai Tri Angga WIjanata
Dari:
SMAN 9 BINSUS MANADO
KATA PENGANTAR

Om Om Swastyastu,
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida  Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa)
saya telah dapat menyusun/menyelesaikan makalah Agama Hindu ini. Adapun tujuan judul
makalah yang kami sajikan ini adalah “ berfikir kreatif dan religious berpatokan pada Catur
Asrama”.
Sudah tentu kehadiran makalah ini banyak terdapat kelemahan dan kekurangannya.
Tegur sapa dan kritik yang membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini
semoga bermanfaat bagi kita semua.
Om Santi Santi Santi om.

Manado, 7 febuari 2021

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................          ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................         ii

BAB  I   PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang ...........................................................................................         3
1.2   Rumusan Masalah ......................................................................................         3
1.3   Tujuan  .......................................................................................................         3
                                                                                                         
BAB  II PEMBAHASA
2.1   Pengertian Pengertian Catur Asrama..........................................................         3
2.2   Bagian-bagian Catur Asrama......................................................................         4

BAB III PENUTUP
3.1   Kesimpulan.................................................................................................         7
3.2   Saran...........................................................................................................        7
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Agama Hindu memiliki kerangka dasa yang dapat dipergunakan oleh umat sebagai
landasan untuk memahami,  mendalami, dan menagamalkan ajaran-ajarannya dalam
kehidupan sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri dari tiga unsur yaitu
Tattwa/filsafat,  susila/etika, dan upacara/Ritual. Ketiga unsur kerangka dasar itu merupakan
satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Untuk dapat memahami, mendalami,  dan
mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam kehidupan sehari-hari maka setiap umat
Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman. Dengan demikian,
mereka dapat mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia. Untuk kali
ini kami disini akan membahas mengenai susila/etika.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa Hindu kaya akan ajaran-ajaran
mengenai Ketuhanannya. Diantaranya seperti, panca Sraddha, Panca Yadnya, Tri Hita Karana,
Catur Asrama, Catur Purusa Artha, dan masih banyak yang lainnya. Agama Hindu memberikan
tempat yang utama terhadap ajaran tentang dasar dan tujuan hidup manusia.

1.2  Rumusan Masalah
1.  Apa Pengertian Catur Asrama?
2.  Apa Bagian – Bagian Catur Asrama

1.3  Tujuan
1.  Untuk mengetahui  pengertian pengertian Catur Asrama
2.  Untuk mengetahui apa bagian – bagian Catur Asrama

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Catur Asrama


Kata catur asrmara berasal dari bahhasa sansekerta yaitu berasal dari kata Catur dan
Asmara. Catur yang berarti empat dan Asmara yang berarti tingkatan,tahapan atau jenjang.
Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa.
Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup
manusia atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia
diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan
masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas bahwa hidup itu
diprogram menjadi empat fase dalam kurun waktu tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup
diharapkan manusia mempunyai tatanan hidup melalui empat tahap program itu, dengan menunjukkan
hasil yang sempurna. Dalam fase pertama, kedua, ketiga, dan ke empat rumusan tatanan hidup
dipolakan. Sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya orang yang berada dalam fase pertama dan
tidak boleh atau kurang tepat menuruti tatanan hidup dalam fase yang kedua, ketiga ataupun ke empat.

2.2 Bagian- Bagian Catur Asrama

Ada pun pembagian dari Catur Asrama itu terdiri dari :


1. Brahmacari

Brahma cari terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang berarti ilmu pengetahuan dan cari
yang berarti tingkah laku dalam mecari dan menuntut ilmu pengetahuan. Brahmacari berarti
tingkatan hidup bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan. Kehidupan para
pelajar di mulai dengan upacara Upanayana, sebagai hari kelahirannya yang kedua. Mereka
harus dibuat tabah dan sederhana dalam kebiasaan – kebiasaan mereka harus bangun pagi –
pagi, mandi melakukakn sandhya & java gayatri serta mempelajari kitab – kitab suci.
Menurut ajaran agama hindu, dalam brahmacari asrama, para siswa dilarang
mengumbar hawa nafsu sex. Adapun hubungan antara perilaku seksual dan brahmacari dapat
di ketahui melalui istilah berikut :
1) Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari yaitu orang yang tidak kawin sejak dari kecil sampai tiba ajalnya
atau mati. Orang yang melaksanakan Sukla Brahmacari dengan sungguh maka dalam
ingatannya tidak ada terlintas nafsu seksual, beristri.

2) Sawala Brahmacari
Sawala Brahmacari ialah orang yang kawin beristri atau bersuami hanya sekali
saja. Selanjutnya tidak akan kawin lagi, walaupun suami atau istrinya meninggal
dunia. Dalam hidupnya mereka sudah bertekad hanya kawin sekali saja .

3) Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari


Tṛṣṇa Brahmacari berarti kawin lebih dari satu kali yaitu sampai batas maksimal
empat kali. Keempat istri-istri yang dikawini itu adalah istri yang sah menurut
hukum, baik hukum agama maupun perundang-undangan yang ada. Tṛṣṇa
Brahmacari ini dapat dilakukan apabila:
a. Istri yang pertama tidak dapat melahirkan keturunan. Demikian juga istri yang
kedua juga tidak melahirkan anak-maka seorang suami bisa kawin lagi sampai
batasnya empat.
b. Istri tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya (sakit yang tak
dapat disembuhkan)

Walaupun dalam Tṛṣṇa Brahmacari disebutkan boleh kawin lebih dari satu kali, namun
ada aturan yang harus ditaati agar ketenteraman rumah tangga tetap dapat terbina. Aturan
atau syarat-syarat yang harus ditaati bagi yang mau menjalankan kehidupan Tṛṣṇa Brahmacari
adalah:
a. Mendapatkan persetujuan dari istri-istrinya.
b. Suami harus bersifat adil terhadap istri-istrinya secara lahir dan batin.
c. Suami sebagai seorang ayah harus dapat berlaku adil terhadap anak-anak yang dilahirkan

2. Grhastha
Gṛhaṣtha ialah tingkat kehidupan pada waktu membina rumah tangga yaitu sejak kawin.
“Kata Grha: berarti rumah atau rumah tangga. “Sta/stand artinya berdiri atau membina.
Tingkat hidup Gṛhaṣtha yaitu menjadi pimpinan rumah tangga yang bertanggung jawab penuh
baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota masyarakat serta sekaligus sebagai
warga negara jenjang kehidupan Grhasta dapat dilaksanakan apabila keadaan fisik maupun
psikis dipandang sudah dewasa, dan bekal pengetahuan sudah cukup memadai.
setelah memasuki tingkat hidup Grhasta, bukan berarti masa belajar atau menuntut ilmu itu
berakhir sampai disitu saja. Belajar tidak mengenal batas usia. Belajar berlangsung selama
hayat dikandung badan. Maka orang bilang masa muda adalah masa belajar. Hal ini
mengandung arti bahwa tidak ada istilah tua dalam hal belajar. Karena ilmu pengetahuan itu
sifatnya berkembang terus. Ilmu yang didapatkan dalam jenjang Brahmacari itu lebih
diperdalam serta ditingkatkan lagi setelah menginjak hidup berumah tangga (Gṛhaṣtha).
Dalam hidup berumah tangga ini ada beberapa kewajiban yang perlu dilaksanakan yaitu:
a. Melanjutkan keturunan
b. Membina rumah tangga
c. Bermasyarakat
d. Melaksanakan Pañca Yajña .
3. Wanaprastha
Jenjang kehidupan yang ketiga dari Catur Asrama ialah wanaprastha. Wanaprastha terdiri
dari dua rangkaian kata sansekerta yaitu wana artinya pohon kayu, hutan semak belukar
danprastha artinya berjalan/berdoa paling depan dengan baik. Pengertian Wanaprastha
dimaksudkan berada dalam hutan, mengasingkan diri dalam arti menjauhi dunia ramai secara
perlahan-lahan untuk melepaskan diri dan keterikatan duniawi. Dalam upaya melepaskan diri
yang dimaksud adalah berusaha membatasi dan mengendalikan diri dari unsur Triguna yaitu
sifat Rajas dan Tamas, agar dalam Satwam kerohaniannya lebih mantap dan diberkahi oleh
Hyang Widhi sebagai tujuannya menjadi lebih dekat
Adapun manfaat menjalankan hidup Wanaprastha adalah:
a) Untuk mencapai ketenangan Rohani.
b) Memanfaatkan sisa-sisa kehidupan di dunia ini untuk mengabdi dan berbuat amal kebajikan
kepada masyarakat umum.
c) Melepaskan segala keterikatan terhadap duniawi
4. Bhiksuka/Sanyasin
Bhiksuka juga sering disebut Sanyasin. Kata Bhiksuka berasal dari kata Bhiksu sebutan untuk
pendeta Budha. Bhiksu artinya meminta-minta. Bhiksuka ialah tingkat kehidupan yang lepas dari ikatan
keduniawian dan hanya mengabdikan diri kepada Hyang Widhi dengan jalan menyebarkan ajaranajaran
kesusilaan. Dalam pengertian sebagai peminta-minta dimaksudkan ia tidak boleh mempunyai apa-apa
dalam pengabdiannya pada Hyang Widhi dan untuk makannyapun ditanggung oleh murid-murid
pengikutnya ataupun umatnya sendiri. Dalam pengertian sebagai Sanyasin dimaksudkan meninggalkan
keduniawiaan dan hanya mengabdi kepada Hyang Widhi dengan memperluas ajaran-ajaran kesucian.
Bagi orang yang telah menjalankan hidup Bhiksuka, akan mencerminkan suatu sifat dan tingkah laku
yang baik serta bijaksana. Orang Bhiksuka akan selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan
orang lain menjadi bahagia. Dia akan tetap menyebarkan angin kesejukan, angin kebenaran, tidak
mudah diombangambing oleh gelombang kehidupan duniawi. Dia telah mampu menundukkan musuh-
musuh yang ada dalam dirinya seperti: Sad Ripu, Sapta Timira, Sad Atatayi dan Tri Mala.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Atau catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup
manusia atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap- tiap tingkat kehidupan manusia
diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama)
dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ajaran catur asrama sangat

berkaitan dan sangat baik jika digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan

kegiatan di masa kehidupan ini. Ajaran catur asrama yakni brahmacari, grahasta,

wanaprastha, dan bhiksuka atau sanyasin merupakan fase kehidupan


3.2 saran
      Saran-saran yang dapat dipetik dari urain diatas hendaknya ajaran catur asrama harus
dipertahankan dan terus diajarkan kepada generasi muda agar tidak hilan dikemudian hari.
Seseorang yang masih menuntut ilmu hendaknya tidak melakukan hubungan seksual karena
akan dapat mempengaruhi dari pada ketajaman pikiran. Pelajaran mengenai ajaran ini tidak
hanya diberikan oleh sekolah akan tetapi diperlukan peran dari pada orang tuga sebagi tempat
seorang anak mulai belajar dari awal. Segala kegiatan yang dilakukan semasa hidup ini
hendaknya berlandaskan kebenaran atau dharma karena jika berlandaskan adharma maka hasil
yang akan diperoleh akan cepat habis dan akan mengganggu ketenangan batin seseorang yang
berbuat jahat atau adharma dalam mencapai tujuanya. Berjalanlah selalu dalam ajaran dharma
meskipun itu sulit tapi itu lebih menenangkan dan tidak akan ada perasaan bersalah atau
berdosa.  

Anda mungkin juga menyukai