Anda di halaman 1dari 58

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing

– masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama,

sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi

social, peran dan tugas (Spredley, 1996 dalam Murwani, 2008).

Menurut Salvicion G. Bailon & Aracelis Maglaya (1989) dalam

Murwani (2008) menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih dari dua

individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu

sama lain, dan di dalam perannya masing – masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

beberapa individu yang tinggal dalam sebuah keluarga yang mempunyai ikatan

perkawinan, ada hubungan keluarga, sanak famili, maupun adopsi yang hidup

bersama sesuai dengan tujuan keluarga tersebut.


2. Tipe-tipe keluarga

Tipe-tipe keluarga secara umum menurut Friedman tahun 1998 yang

dikemukakan untuk mempermudah pemahaman literatur tentang keluarga adalah :

a. Keluarga inti (konjugal) adalah keluarga yang menikah, sebagai orang tua atau

pemberian nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami, istri dan anak mereka (anak

kandung, anak adopsi atau keduanya).

b. Keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di dalamnya

seseorang dilahirkan.

c. Keluarga besar adalah keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan (oleh

darah), yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yaitu salah satu

teman keluarga inti.

Sedangkan menurut Wahid Iqbal (2006) tipe keluarga ada 15 antara

lain :

a. Tradisional nuclear

Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu

rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan,

satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.

b. Extended family

Keluarga inti ditambah dengan sanak saudara misalnya nenek, kakek,

keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan lain sebagainya.

c. Reconstituted nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan suami / istri, tinggal

dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari

perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya

dapat bekerja di luar rumah.


d. Niddle age / aging couple

Suami sebagai pencari uang, istri dirumah / kedua-duanya bekerja di rumah,

anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti

karier.

e. Dyadic nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya / salah

satu bekerja diluar rumah.

f. Single parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian / kematian pasangannya dan anak-

anaknya dapat tinggal di rumah / di luar rumah.

g. Dual carrier

Suami istri / keduanya orang karier dan tanpa anak.

h. Commuter married

Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu,

keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.

i. Singgle adult

Wanita / pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan

untuk kawin.

j. Three generation

Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

k. Institusional

Anak-anak / orang dewasa yang tinggal dalam suatu panti.

l. Comunal

Satu rumah terdiri dari dua / lebih pasangan yang monogami dengan anak-

anaknyadan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.


m. Group marriage

Satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunananya di dalam satu

kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua

adalah orang tua dari anak-anak.

n. Unmarried parent and child

Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

o. Cohibing couple

Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.

Menurut Murwani (2008) tipe keluarga dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Tipe keluarga tradisional

1) Keluarga inti yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan

anak (kandung atau angkat).

2) Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang

mempunyai hubungan darah, missal kakek, nenek, paman dan bibi.

3) Keluarga Dyad yaitu suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri tanpa

anak.

4) Single parent yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua

(ayah / ibu) dengan anak (kandung / angkat). Kondisi ini dapat disebabkan

oleh perceraian / kematian.

5) Single adult yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa

(misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja

atau kuliah).
b. Tipe keluarga non tradisional

1) The unmarriedtrenege mather yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua

(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

2) The stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.

3) Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)

yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah,

sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak

dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.

4) The non marital heterosexual cohibitang family yaitu keluarga yang hidup

bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

5) Gay and lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai persamaan sex

hidup bersama sebagaimana suami istri (marital partners).

6) Cohabiting couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan

perkawinan karena beberapa alasan tertentu.

7) Group marriage family yaitu beberapa orang dewasa menggunakan alat-

alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi

sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anak.

8) Group network family yaitu keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai-

nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling

menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan

tanggung jawab membesarkan anak.

9) Foster family yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak ada

hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat

orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan

kembali keluarga aslinya.


10) Homeless family yaitu keluarga yang membentuk dan tidak mendapatkan

perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan

dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

11) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian

tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupan.

3. Tahap perkembangan keluarga

Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) adalah :

a. Tahap 1 : Keluarga pemula

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah

keluarga baru, keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan dari

keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru yang intim.

b. Tahap II : Keluarga yang sedang mengasuh anak

Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi

berumur 30 bulan. Biasanya orang tua bergetar hatinya dengan kelahiran anak

pertama mereka, tapi agak takut juga. Kekhawatiran terhadap bayi biasanya

berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut mulai mengenal.

Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan

yang telah dipercaya kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena

perasaan ketidakadekuatan menjadi orang tua baru.

c. Tahap III : Keluarga yang anak usia prasekolah

Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama

berusia 2,5 tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga

mungkin terdiri tiga hingga lima orang, dengan posisi suami - ayah, istri – ibu,
anak laki-laki – saudara, anak perempuan – saudari. Keluarga menjadi lebih

majemuk dan berbeda.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah

Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan

mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa

remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan

hubungan keluarga di akhir tahap ini.

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari

siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7

tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan

keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal dirumah hingga

brumur 19 atau 20 tahun.

f. Tahap VI : Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda

Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak

pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan rumah kosong,

ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak

panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau

berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal di rumah.

g. Tahap VII : Orang tua pertengahan

Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan

dari bagi oarngtua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini

biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir

pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-8 tahun kemudian.


h. Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia

Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu

atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah

satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal.

4. Tugas perkembangan keluarga

Tugas perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) yaitu :

a. Tahap I : Keluarga pemula

1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.

2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.

3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua).

b. Tahap II : Keluarga yang sedang mangasuh anak

1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap

(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).

2) Rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan

kebutuhan anggota keluarga.

3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.

4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan

peran-peran orangtua dan kakek-nenek.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,

privasi, keamanan.

2) Mensosialisasikan anak.

3) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan

anak-anak yang lain.


4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan

perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan diluar keluarga

(keluarga besar dan komunitas).

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan

2) Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia

3) Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat

4) Meningkatkan komunikasi terbuka

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja

menjadi dewasa dan semakin mandiri

2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan

3) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak

f. Tahap VI : Keluarga dengan melepaskan anak usia dewasa muda.

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar

2) Mempertahankan keintiman pasangan

3) Membantu orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan memasuki masa

tua

4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat

5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

g. Tahap VII : Orangtua usia pertengahan.

1) Mempertahankan kesehatan

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan

anak-anak

3) Meningkatkan keakraban pasangan


h. Tahap VIII : Keluarga dengan masa pensiun dan lansia.

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

2) Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman, dll

3) Mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat

4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat

5) Melakukan “ Life Review”

5. Masalah-masalah kesehatan

Masalah-masalah kesehatan pada keluarga yang muncul menurut Friedman (1998)

yaitu :

a. Tahap I : Keluarga pemula

1) Penyesuaian seksual dan peran perkawinan

2) Penyuluhan dan konseling keluarga berencana

3) Penyuluhan dan konseling prenatal

4) Komunikasi

b. Tahap II : Keluarga yang sedang mangasuh anak

1) Pendidikan maternitas yang berpusat pada keluarga

2) Perawatan bayi yang baik

3) Pengenalan dan penanganan masalah-masalah kesehatan fisik secara dini

4) Imunisasi

5) Konseling perkembangan anak

6) Keluarga berencana

7) Interaksi keluarga

8) Bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup)


c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah

1) Masalah kesehatan fisik yang utama adalah penyakit-penyakit menular

yang lazim pada anak dan jatuh, luka bakar

2) Keracunan

3) Kecelakaan-kecelakaan yang lain yang terjadi selama usia sekolah

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

1) Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol

2) Keluarga berencana

3) Kehamilan yang tidak dikehendaki

4) Pendidikan dan konseling seks

f. Tahap VI : Keluarga dengan melepaskan anak usia dewasa muda.

1) Masa komunikasi dewasa muda-orang tua

2) Transisi peran suami-isteri

3) Memberi perawatan (bagi orang tua lanjut usia)

4) Kondisi kesehatan kronis misalnya kolesterol tinggi, obesitas, tekanan

darah tinggi

5) Masalah menopause

6) Efek-efek : minum, merokok, diet

g. Tahap VII : Orangtua usia pertengahan.

1) Promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur,

nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan barat badan

hingga berat nadan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau

mengurangi alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.

2) Masalah berhubungan dengan perkawinan


3) Komunikasi & hubungan dengan anak-anak, ipar, cucu dan orangtua yang

lanjut usia.

4) Masalah berhubungan dengan perawatan : membantu perawatan orangtua

yang lanjut usia dan tidak mampu merawat diri.

h. Tahap VIII : Keluarga dengan masa pensiun dan lansia.

1) Menurunnya fungsi

2) Menurunkan kekuatan fisik, sumber financial yang tidak memadai, isolasi

sosial, kesepian

3) Kerentanan psiklogis

4) Promosi kesehatan

6. Struktur keluarga

Struktur keluarga menurut Mubarak (2009) antara lain :

a) Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur,

terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan,

komunikasi keluarga bagi pengirim : memberikan pesan, memberikan umpan

balik dan valid. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila:

tertutup, adanya issu atau gosip negatif, tidak berfokus pada satu hal dan selalu

mengulang issu dan pendapat sendiri, komunikasi keluarga bagi pengirim

bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental exspresi dan

komunikasi tidak sesuai. Penerima gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif

(bersifat negatif), terjadi miskomunikasi dan kurang atau tidak valid.


b) Struktur peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan

posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal atau

informal.

c) Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk, mengontrol,

mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.

d) Struktur nilai dan norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga

dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima

pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan lingkungan

masyarakat sekitar keluarga.

7. Fungsi dan tugas keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) dalam Murwani (2007) sebagai

berikut:

a) Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna

untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi

afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota

keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif.

Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan

hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil


melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan

konsep diri positif.

Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan

kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah

keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak dapat terpenuhi.

b) Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang

dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan

dalam lingkungan sosial (Friedman, 1986).

Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan

tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia

akan menatap ayah, ibu dan orang-orang yang disekitarnya. Kemudian

beranjak balita dia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan disekitar

meskipun demikian keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi.

Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi

atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.

Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku

melalui hubungan dan interaksi keluarga.

c) Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan

menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang

sah, selain untuk memenuhi keebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk

membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.


d) Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga seperti memenuhi

kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memnuhi kebutuhan akan

makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat

dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri hal ini

menjadikan permasalahn yang berujung pada perceraian.

e) Fungsi perawatan kesehatan

Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan

praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan

kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan

keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan

keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat

dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah

kesehatan.

Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : (Friedman, 1998 dalam

Murwani, 2007)

a) Mengenal masalah kesehatan

b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

c) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

d) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat

e) Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat


8. Peran perawat keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan sebagai unit

pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk

mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat adalah membantu keluarga

untuk menyesuaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan

keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan (Murwani, 2007).

Peran perawat menurut Sudiharto (2007) adalah sebagai berikut :

a) Sebagai pendidik

Perawat bertanggungjawab memberikan pendidikan kesehatan

kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat

angora keluarga yang memiliki masalah kesehatan.

b) Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan

Perawat bertanggungjawab memberikan pelayanan

keperawatan yang komprehensif. Pelayanan keperawatan yang

bersinambungan diberikan untuk menghindari kesenjangan antara keluarga

dan unit kesehatan (puskesmas dan rumah sakit).

c) Sebagai pelaksana pelayanan perawatan

Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga

melalui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki

masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat

menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan asuhan keperawatan

keluarga secara komprehensif.

d) Sebagai supervisor pelayanan keperawatan

Perawat melakukan supervise ataupun pembinaan terhadap

keluarga melalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga


berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat

direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak.

e) Sebagai pembela (advokat)

Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi

hak-hak keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui

harapan serta memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan untuk

memenuhi hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah tugas

perawat untuk memandirikan keluarga.

f) Sebagai fasilitator

Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan

masyarakat unruk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang

mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar

dalam mengatasi masalah.

g) Sebagai peneliti

Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami

masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah

kesehatan yang muncul di dalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau

budaya yang dipraktikan keluarga. Misalnya, diare pada balita terjadi karena

budaya menjaga kebersihan makanan dan minuman kurang diperhatikan.

Peran sebagai peneliti difokuskan pada kemampuan keluarga untuk

mengidentifikasi penyebab, menanggulangi, dan melakukan promosi kepada

anggota keluarganya. Selain itu, perawat perlu mengembangkan asuhan

keperawatan keluarga terhadap binaannya.


B. Proses keperawatan keluarga

1. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil

informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya

(Murwani, 2008).

Hal-hal yang dikaji dalam keluarga adalah :

a. Data umum

Pengkajia terhadap data umum keluarga meliputi :

1) Nama kepala keluarga (KK)

2) Alamat dan telepon

3) Pekerjaan kepala keluarga

4) Pendidikan kepala keluarga

5) Komposisi keluarga

6) Tipe keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau

masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

7) Tipe bangsa

Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.

8) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan

yang dapat mempengaruhi kesehatan.

9) Status sosial ekonomi keluarga

Status ekonomi sosial keluarga ditentukan oleh pendapatan baik

dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status
sosial ekonomi keluarga ditentuka pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang

dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

10) Aktivitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi

bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan

menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

Yang perlu dikaji pada tahap perkembangan adalah :

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua

dari keluarga inti

2) Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum

terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan

tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga Inti.

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada inti, yang

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing

anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit ( imunisasi ),

sumber pelayanan kesehatan yang bisa digunakan serta riwayat

perkembangan dan kejadian-kejadian atau pengalaman penting yang

berhubungan dengan kesehatan.


4) Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari

pihak suami dan istri.

c. Data lingkungan

1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah dididentifikasikan dengan melihat luas

rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,

peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank

dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas

setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/ kesepakatan

penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.

3) Mobiltas geografis keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah tempat.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk

berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana

keluarga interaksinya dengan masyarakat.

5) Sistem pendukung keluarga

Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah

keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk

menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup, fasilitas fisik, fasilitas


psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau

dukungan dari masyarakat setempat.

d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota

keluarga.

2) Struktur kekeuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan

mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik

secara formal maupun informal.

4) Nilai atau norma keluarga

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh

keluarga, yang berhubungan denga kesehatan.

e. Fungsi-fungsi keluarga

1) Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,

perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga

terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada

anggota keluarga, dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling

menghargai.
2) Fungsi sosialisasi

Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam

keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya

dan perilaku.

3) Fungsi perawatan kesehatan

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh

mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga

di dalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari

kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu

keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan

untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota

keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan

kesehatan, dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

terdapat dilingkungan setempat.

4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji megenai fungsi reproduksi keluarga adalah:

a) Berapa jumlah anak

b) Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga

c) Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan

jumlah anggota keluarga.

5) Fungsi ekonomi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah :

a) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan

papan
b) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat

dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga.

f. Stres dan koping keluarga

1) Stresor jangka pendek dan panjang

a) Stresor jangka pendek yaitu stresor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu ± 6 bulan.

b) Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.

2) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi / stresor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon

terhadap situasi / stresor.

3) Strategi koping yang digunakan

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila meghadapi

permasalahan.

4) Strategi adaptasi disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang

digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode

yang digunakan pada pemeriksaan fisik berbeda dengan pemeriksaan fisik di

klinik.

h. Harapan keluarga

Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga

terhadap petugas kesehatan yang ada.


2. Penerapan prioritas masalah

Skala untuk menentukan prioritas

Asuhan Keperawatan Keluarga

(Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Murwani, 2008)

NO KRITERIA BOBOT
1. Sifat masalah 1
Skala : tidak/ kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1

2. Kemungkinan masalah dapat dirubah 2


Skala : Mudah 2
Sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala : Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala : Masalah berat harus segera ditangani 2
Ada masalah tetapi tidak perlu 1
ditangani
Masalah tidak dirasakan 0

Skoring :

a) Tentukan skore untuk setiap kriteria

b) Skore dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot

Skore

X bobot

Angka kematian

c) Jumlahkanlah skore untuk semua kriteria


3. Prioritas diagnosa keperawatan

Dengan melihat kriteria yang pertama, yaitu sifatnya masalah, bobot

yang lebih berat diberikan pada tidak / kurang sehat karena pertama memerlukan

tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh keluarga.

Untuk kriteria kedua, yaitu untuk kemungkinan masalah dapat diubah

perawat perlu memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut :

a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk menangani

masalah.

b) Sumber daya keluarga : dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga.

c) Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan waktu.

d) Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam

masyarakat, dan sokongan masyarakat.

Untuk kriteria ketiga, yaitu potensial masalah dapat dicegah, faktor-

faktor yang perlu diperhatikan ialah :

a) Lamanya masalah, yang berhubungan dengan jangka waktu maslah itu ada.

b) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan-tindakan yang tepat

dalam memperbaiki masalah.

c) Adanya kelompok “high risk” atau kelompok yang sangat peka menambah

potensi untuk mencegah masalah.

Untuk kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah perawat perlu

menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.

Nilai skore yang tinggi yang terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan

keluarga (Murwani, 2008).

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai, keluarga,

atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan data dan
analisa data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-

tindakan dimana perawat bertanggungjawab untuk melaksanakannya (Mubarak,

2007).

a. Perilaku tidak sehat merokok pada keluarga berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga mengenal masalah bahaya merokok dan mengatasi

masalah merokok.
4. Perencanaan

Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus serta

dilengkapi dengan kriteria dan standart yang merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari rencana keperawatan

berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan (Murwani, 2007).

No. Dx. Kep. TUM TUK Evaluasi Intervensi keperawatan


Kriteria Standar
1. Perilaku tidak sehat Setelah dilakukan Setelah dilakukan
merokok pada tindakan keperawatan pendidikan kesehatan
keluarga selama 1 minggu 4 selama 1x30 menit
berhubungan kali pertemuan keluarga mampu :
dengan keluarga mampu 1. Mengenal masalah
ketidakmampuan mengenal bahaya merokok:
keluarga mengenal merokok dan a. Keluarga Respon verbal. rokok adalah salah - Observasi pengetahuan keluarga
masalah bahaya mengatasi masalah mampu satu produk industri tentang bahaya merokok.
merokok dan merokok. menjawab yang mengandung - Berikan pendidikan kesehatan pada
mengatasi masalah pengertian sekitar 3000 bahan keluarga tentang bahaya merokok.
merokok. rokok kimiawi. - Berikan kesempatan pada keluarga
untuk bertanya.
- Berikan pujian pada keluarga.
b. Keluarga Respon verbal. akibat merokok :
mampu kanker paru,
menjawab penyakit jantung,
akibat dari hipertensi,
merokok kemandulan, sakit
tenggorokan, asma,
kerusakan kulit,
abortus pada ibu
hamil
2. Mengambil
keputusan : - Kaji pengetahuan keluarga tentang
a. Keluarga mau Respon afektif. Mengambil menggunakan fasilitas kesehatan
kepelayanan keputusan - Anjurkan ke keluarga untuk
kesehatan. kepelayanan membawa anggotanya ke puskesmas.
kesehatan. - Kaji pengetahuan keluarga tentang
cara berhenti merokok yang baik.
b. Keluarga Respon verbal. Cara berhenti dari - Diskusikan kepada keluarga tentang
mampu rokok : cara berhenti merokok yang baik.
berhenti  Mempunyai - Berikan kesempatan pada keluarga
merokok. tekat untuk untuk bertanya.
berhenti - Berikan pujian pada keluarga.
merokok
 Buanglah semua
rokok yang
dimiliki
 Jauhkan asbak
dari pandangan
mata
 Minumlah air
putih atau sikat
gigi jika mulut
terasa asam
 Apabila ada
keinginan untuk
merokok di ganti
dengan permen

3. Merawat anggota
keluarga yang
merokok : Respon verbal Keluarga mampu - Kaji pengetahuan keluarga tentang
Keluarga mampu merawat anggota merawat anggota keluarga.
merawat anggota keluarga yang - Anjurkan kepada keluarga agar
keluarga yang merokok dan mengganti rokok dengan permen.
merokok. mengganti rokok - Berikan kesempatan keluarga untuk
dengan permen. bertanya.
- Berikan pujian pada keluarga.
4. Memodifikasi Respon verbal Keluarga mampu - Kaji pengetahuan keluarga tentang
lingkungan : memodifikasi memodifikasi lingkungan
Keluarga mampu lingkungan dengan - Anjurkan kepada keluarga agar
memodifikasi cara membuka membuka jendela setiap hari.
lingkungan jendela setiap hari. - Berikan kesempatan keluarga untuk
rumahnya. bertanya.
- Berikan pujian pada keluarga.

5. Menggunakan
fasilitas kesehatan:
a. Keluarga Respon verbal Menjelaskan - Kaji kemampuan keluarga
mampu manfaat kesehatan menggunakan fasilitas kesehatan
menggunakan yang dapat - Anjurkan keluarga untuk memeriksa
pelayanan digunakan anggota ke puskesmas atau dokter bila
kesehatan. keluarganya yang anggota keluarganya ada yang sakit.
sakit. - Tanyakan ke keluarga perasaannya
setelah ke puskesmas.
- Berikan kesempatan pada keluarga
b. Keluarga Respon psikomotor Kunjungan keluarga untuk bertanya.
mampu ke fasilitas kesehatan - Berikan pujian pada keluarga.
mengungkapka bila anggotanya
n perasaannya sakit.
setelah ke
puskesmas.
5. Tahapan tindakan keperawatan keluarga

Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal berikut ini

(Murwani, 2007) :

a) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalah-

masalah kesehatan dengan cara :

1) Memberikan informasi

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan

3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara :

1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan

c) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit

dengan cara :

1) Mendemonstrasikan cara perawatan

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan

d) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkuan

menjadi sehat, dengan cara :

1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga

2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin


e) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada,

dengan cara :

1) Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya. Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemampuan status

kesehatan keluarga, membandingkan respon keluarga dengan kriteria hasil dan

menyimpulkan hasil kemajuan masalah dan kemajuan percapaian tujuan

keperawatan. Bila hasil evaluasi tidak / berhasil sebagian, perlu disusun rencana

keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga evaluasi yang dilakukan beberapa

kali dengan melibatkan keluarga sehingga perlu pula direncanakan waktu yang

sesuai dengan kesediaan keluarga (Murwani, 2008).

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional

menurut Murwani (2008) :

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjectif setelah

dilakukan intervensi keperawatan.

O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan

intervensi keperawatan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan

yang terkait dengan diagnosis.

P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari keluarga

pada tahapan evaluasi.


C. Konsep keperawatan keluarga dengan anak remaja

1. Pengertian

Keluarga dengan anak remaja adalah Ketika anak pertama melewati

umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini

berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika

anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal

dirumah hingga brumur 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah biasanya

masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu enteng pada tahap ini

yang melonggarkan ikatan keluarga memungkinkan tanggungjawab dan

kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi dewasa muda

(Duvall, 1977 dalam Friedman, 1998).

Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah

tentu yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis. Tantangan utama dalam

bekerja dengan keluarga dengan anak remaja bergerak sekitar perubahan

perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif,

pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis serta konflik-konflik dan krisis

yang berdasarkan perkembangan (Kidwell et al, 1983 dalam Friedman 1998).

Adams (1971) dalam Friedman (1998) menguraikan tiga aspek proses

perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian yakni emansipasi (otonom

yang meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya),

kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara

orangtua dan remaja).


2. Tugas-tugas perkembangan keluarga

Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja menurut Friedman (1998)

yaitu :

a) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja

menjadi dewasa dan semakin mandiri

Orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan remaja

putri atau putranya secara progresif dari hubungan dependen yang

dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri.

Pergeseran yang terjadi dalam hubungan anak orangtua ini salah satu

hubungan khas yang penuh dengan konflik-konflik sepanjang jalan.

b) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan

Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu terikat

dengan berbagai tanggung jawab sebagai orangtua sehingga perkawinan

tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami

biasanya banyak menghabiskan waktu di luar rumah karena bekerja dan

melanjutkan kariernya, sementara itu istrinya juga bekerja meneruskan

pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab sebagai orangtua.

Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa sedikit waktu dan energi untuk

hubungan perkawinan.

c) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak

Karena ada kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka

sering kali hanya merupakan suatu cita-cita, bukan suatu realita.

Seringkali terdapat saling tolak-menolak antara orangtua dan remaja

menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga

dengan berbagai macam masalah terbukti sering kali menolak dan


memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga mengurangi

saluran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada.

3. Masalah-masalah kesehatan

Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga dengan anak remaja menurut

Friedman (1998) antara lain :

a) Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol

b) Keluarga berencana

c) Kehamilan yang tidak dikehendaki

d) Pendidikan dan konseling seks

D. Konsep tumbuh kembang remaja

1. Pengertian

Remaja (adolescence) adalah masa transisi / peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek

fisik, psikis, dan psikologis (Agoes Dariyo, 2004).

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa

dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Namun demikian, menurut

beberapa ahli, selain istilah pubertas digunakan juga istilah adolesens (dalam

bahasa Inggris adolescence). Para ahli merumuskan bahwa istilah pubertas

digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis

yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama

perubahan alat reproduksi. Sedangkan istilah adolesens lebih ditekankan pada

perubahan psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas

(Soetjiningrat, 2004 dalam Poltekes Depkes, 2012).


2. Penggolongan remaja

Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) dalam Agoes Dariyo (2004)

terbagi 3 tahap yaitu :

a. Remaja awal berusia 13-14 tahun, umumnya individu telah memasuki

pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SMP).

b. Remaja tengah berusia 15-17 tahun, individu sudah duduk disekolah menegah

atas (SMA).

c. Remaja akhir berusia 18-21 tahun, umumnya sudah memasuki duania

perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah bekerja.

Sedangkan menurut WHO (1995) yang dikatakan usia remaja adalah antara 10-18

tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas :

a. Masa remaja awal berusia 10-13 tahun

b. Masa remaja tengah berusia 14-16 tahun

c. Masa remaja akhir berusia 17-19 tahun

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja

Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991) dalam Agoes

Dariyo (2004) bahwa secara umumada 2 faktor yang mempengaruhi

perkembangan individu (bersifat dichotomi) yaitu :

a. Faktor endogen (nature).

Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan

fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter

yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh (tinggi

badan), bakat minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya. Kalau kondisi


fisik individu dalam keadaan normal berarti ia berasal dari keturunan yang

normal pula yaitu tidak memiliki gangguan. Hal ini dapat dipastikan orang

tersebut akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal.

Hal ini juga berlaku untuk aspek psikis dan psikososialnya. Perlu diketahui

bahwa kondisi fisik, psikis, atau mental yang sehat, normal dan baik menjadi

predisposisi bagi perkembangan berikutnya.

b. Faktor exogen.

Pandangan foktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan

perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal

dari luar individu itu sendiri. Faktor ini di antaranya berupa lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan

fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan

sosial ialah lingkungan dimana seorang mangadakan relasi/ interaksi dengan

individu atau sekelompok individu didalamnya. Lingkungan sosial ini dapat

berupa keluarga, tetangga, teman, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan,

dan sebagainya.

c. Interaksi antara endogen dan exogen.

Dalam kenyataannya masing-masing faktor tersebut tak dapat

dipisahkan. Kedua faktor itu saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi

antara faktor internal maupun internal, yang kemudian membentuk dan

mempengaruhi perkembangan individu. Dengan demikian, sebenarnya faktor

yang ketiga ialah kombinasi dari kedua faktor itu. Para ahli perkembangan

sekarang (Berk, 1993 ; Gunarsa dan Gunarsa, 1991 ; Papalia, Olds, dan

Feldman, 2001 ; Santrock, 1999) meyakini bahwa kedua faktor internal

(endogen) maupun eksternal (exogen) tersebut mempunyai peran yang sama


besarnya, bagi perkembangan dan pertumbuhan individu. Oleh sebab itu,

sebaiknya dalam memandang dan memprediksi perkembangan seseorang

harus melibatkan kedua faktor tersebut secara utuh (holistik, integratif, dan

komprehensif), dan bukan partial (sebagian saja).

4. Tugas-tugas perkembangan remaja

Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam

Helms dan Turner, 1995; Suardiman, 1987; Thomburg, 1982), ada beberapa, yaitu

sebagai berikut :

a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis.

b. Belajar bersosialisasi dengan seorang laki-laki maupun wanita.

c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa

lain.

d. Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis.

5. Karakteristik individu yang memiliki identitas diri

Ciri-ciri individu yang memiliki identitas diri yakni individu tersebut

memiliki karakteristik seperti (Agoes Dariyo, 2004) :

a. Konsep diri

Konsep diri yakni gambaran diri tentang aspek fisiologis maupun

psikologis yang berpengaruh pada perilaku individu dalam penyesuaian diri

dengan orang lain.


b. Evaluasi diri

Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu

yang baik, berarti ia memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir,

mengevaluasi potensi diri-sendiri. Kemampuan evaluasi diri tumbuh karena

ada kesadaran akan segera potensi yang dimilikinya. Justru mereka yang

memilikikonsep diri yang baik, karena memang ia telah mampu mengevaluasi/

menilai aspek-aspek dalam dirinya. Dengan demikian, kadang-kadang

evaluasi diri menjadi dasar pembentukan self-consept.

c. Harga diri

Seseorang yang mampu mengevaluasi diri akan memungkinkan

diri individu dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat, artinya sejauh

mana dia dapat menghargai diri sebagai seorang pribadi yang memiliki

kemandirian, kemauan, kehendak, dan kebebasan dalam menetukan perilaku

dalam hidupnya.

d. Efikasi diri

Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima dan

mempertanggungjawabkan semua potensi, keterampilan atau keahlian secara

tepat. Efikasi diri akan mendorong individu untuk menghargai dan

mendapatkan diri pada posisi yang tepat.

e. Kepercayaan diri

Kepercayaan diri tumbuh dari kehidupan kelompok sosial atau

keluarga yang saling mempercayai antara satu dengan orang lain. Orang tua

mempercayai anak, maka anak akan tumbuh kembang dengan karakteristik

untuk mempercayai orang tua.


f. Tanggung jawab

Rasa tanggung jawab yakni rasa tanggung jawab apa yang menjadi

hak dan kewajibannya. Seseorang yang bertanggung jawab biasanya akan

melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai selesai.

g. Komitmen

Komitmen yakni tekad atau dorongan internal yang kuat untuk

melaksanakan suatu janji, ketepatan hati yang telah disepakati sebelumnya,

sampai benar-benar selesai dengan baik.

h. Ketekunan

Untuk melakukan suatu tanggung jawab dan komitmen sampai

tuntas, dibutuhkan suatu sifat yang setia dan tekun untuk tetap bertahan pada

kewajibannya. Ketekunan biasanya mengutamakan atau memprioritaskan

tugas utamanya, dan berani mengorbankan hal-hal yang di anggap sekunder

(nomor dua).

6. Perilaku menyimpang pada remaja

Perilaku yang menyimpang pada remaja antara lain :

a. Merokok

1) Pengertian

Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi

internasional yang mengandung sekitar 3.000 bahan kimia (Bustan, 2007).

Merokok adalah hak asasi manusia, tetapi harus diingat bahwa

hak asasi seseorang adalah dibatasi oleh hak asasi orang lain. Sehingga

setiap perokok harus menghargai hak asasi orang lain yang ingin hidup

sehat, bebas dari asap rokok (Departemen Pendidikan Nasional, 2004)


Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui

dalam kehidupan sehari-hari (Bustan, 2007).

Asap rokok adalah sisa pembakaran dari rokok yang kita

nyalakan dan mengandung ± 4.000 bahan kimia beracun, yang secara

umum bahan-bahan kimia tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok

besar yaitu komponen gas (seperti : karbon monoksida, hidrogen sianida,

butan, polonium, ammoniak, aseton), serta komponen padat atau partikel

(seperti nikotin dan tar) (Departemen Pendidikan Nasional, 2004).

2) Kandungan rokok

Rokok terdapat tiga komponen utama yang sangat berbahaya menurut

Bustan (2007) antara lain :

a) Tar

Tar mengandung ratusan zat kimiawi yang kebanyakan

bersifat karsinogenik.

b) Nikotin

Nikotin merangsang pelepasan catecholamine yang bisa

meningkatkan denyut jantung.

c) Karbon monoksida (CO)

CO merupakan 1-5 % dari asap rokok. Zat ini mengusung

oksigen dalam darah (eritrosit) dan membentuk carboxihaemoglobin.

Seorang perokok akan mempunyai carboxyhaemoglobin lebih tinggi

dari orang normal, sekitar 2-15%, pada orang normal

carboxyhaemoglobin hanya sekitar 0,5-2%. Selain itu CO merusak

dinding arteri yang pada akhirnya dapat menyebabkan atherosclerosis


dan penyakit jantung koroner. CO juga merusak bayi dalam

kandungan.

3) Bahaya merokok

Bahaya merokok terhadap remaja yang terutama adalah

terhadap fisiknya, seperti yang dijelaskan oleh Depkes RI (2004) yaitu :

“rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia yang berbahaya.

Saat batang rokok terbakar, maka asapnya menguraikan sekitar 4000

bahan kimia dengan tiga komponen utama yaitu nikotin, tar dan karbon

monoksida”.

Efek merokok tidak hanya memengaruhi kesehatan perokok

saja, tetapi juga memengaruhi kesehatan orang sekitarnya yang tidak

merokok, karena terpapar asap rokok tersebut yang disebut perokok pasif

(Depkes RI, 2003).

Adapun bahaya merokok adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2003 dalam

Poltekes Depkes. 2012).

a) Bagi perokok aktif

(1) Meningkatkan resiko dua kali lebih besar untuk mengalami

serangan jantung.

(2) Meningkatkan resiko dua kali lebih besar mengalami stroke.

(3) Meningkatkan resiko mengalami serangan jantung dua kali lebih

besar pada mereka yang mengalami tekanan darah tinggi atau

kadar kolesterol tinggi.

(4) Meningkatkan resiko 10 kali lebih besar untuk mengalami

serangan jantung bagi wanita pengguna pil KB.


(5) Meningkatkan resiko lima kali lebih besar menderita kerusakan

jaringan anggota tubuh yang rentan.

b) Bagi perokok pasif

(1) Bahaya kerusakan paru-paru. Kadar nikotin, karbon monoksida,

serta zat-zat lain yang lebih tinggi dalam darah mereka akan

memperparah penyakit yang sedang diderita, dan kemungkinan

mendapat serangan jantung yang lebih tinggi bagi mereka yang

berpenyakit jantung. Anak-anak yang orang tuanya merokok

akan mengalami batuk, pilek, dan radang tenggorokan serta

penyakit paru-paru lebih tinggi. Wanita hamil yang merokok

berisiko mendapatkan bayi mereka lahir kurus, cacat dan

kematian.

(2) Jika suami perokok, maka asap rokok yang dihirup oleh istrinya

akan mempengaruhi bayi dalam kandungan.

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi merokok

Menurut Juniarti (1991) dalam Mu’tadin (2002), faktor yang

mempengaruhi kebiasaan merokok adalah sebagai berikut :

a) Pengaruh orang tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa

anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia,

dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan

memberikan hukuman fisik yang keras, lebih muda untuk jadi

perokok dibanding dengan anak-anak yang berasal dari lingkuangan

rumah tangga yang bahagia (Baer dan Corado dalam Atkinson, 1999).
Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan

nilai-nilai sosial dan agama yang baik dengan tujuan jangka panjang

lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan

dibandingakan dengan keluarga yang permisif dengan penekanan

pada falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”. Yang paling kuat

pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh, yaitu

sebagai perokok berat, maka anak-anaknya akan mungkin sekali

untuk mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak ditemui pada

mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Dari pada

ayah yang perokok, remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai

perokok justru bila ibu merasa yang merokok, hal yang ini lebih

terlihat pada remaja putri (Al Bachri, 1991 dalam Poltekes Depkes,

2012).

b) Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak

remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-

temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta

tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, remaja tadi

terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja

tersebut dipengaruhi oleh remaja tersebut, hingga akhirnya mereka

semua menjadi perokok. Di antara remaja perokok, 87% mempunyai

sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pela

dengan remaja perokok (Al Bachri, 1991 dalam Poltekes Depkes,

2012).
c) Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau

ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, dan

membebaskan diri dari kebosanan (Poltekes Depkes, 2012).

d) Pengaruh iklan

Melihat iklan di media masa dan elektronik yang

menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan

atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu untuk mengikuti

perilaku seperti yang ada di dalam iklan tersebut (Juniarti, 1991

dalam Poltekes Depkes 2012).

5) Dampak merokok

Dampak merokok menurut Poltekes Depkes (2012) antara lain :

a) Dampak bagi paru-paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel

mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak

(hiperplasia). Pada saluran nafas kecil, terjadi radang ringan hingga

penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada

jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan

kerusakan alveoli.

Akibat perubahan anatomi saluran nafas, akan timbul

perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala

klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya Penyakit Obstruksi

Paru Menahun (PPOM). Dikatakan bahwa merokok merupakan


penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru,

bronkitis kronis dan asma.

b) Dampak terhadap jantung

Banyak peneliti telah membuktikan adanya hubungan

merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta

kematian pertahun di negara industri maju. WHO melaporkan lebih

dari setengah (6 juta) disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah,

dimana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah

stroke. Survey Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan

peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7% (peringkat

ketiga) menjadi 16% (peringkat pertama). Merokok menjadi faktor

utama penyebab penyakit pembuluh darah dan jantung tersebut.

Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga

berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer.

c) Stroke

Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak

atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Resiko stroke dan

kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan

perokok. Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan

Inggris, didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan

timbulnya AIDS pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS

timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan kelompok bukan

perokok timbul setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada

perokok menjadi pencetus lebih mudahnya terkena AIDS, sehingga


berhenti merokok merupakan langkah penting dalam pertahanan

melawan AIDS.

6) Perilaku merokok

Menurut Silvan Tomkins dalam Al Bahri (1991), berdasarkan

Management or Affect Thepry, ada empat tipe perilaku merokok antars

lain :

a) Perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif

Mereka berpendapat bahwa dengan merokok seseorang akan

merasakan penambahan rasa yang positif. Green dalam Psychological

Factor in Smoking (1978) menambahkan subtipe berikut ini :

(1) Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok hanya untuk

menambahkan atau meningkatkan kenikmatan yang sudah

didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

(2) Stimulation to pick them up, yaitu perilaku merokok hanya

dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

(3) Pleasure of handling the cigarette, yaitu kenikmatan yang

diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok

pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa

dengan tembakau sedangkan untuk mengisapnya hanya

dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Ada juga perokok yang

lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan

jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.


b) Perilaku perokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif

Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi

perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, atau gelisah. Rorko

di anggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila

perasaan tidak enak, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak

enak.

c) Perilaku perokok yang adiktif

Green menyebutkan sebagai kecanduan secara psikologis.

Mereka yang sudah kecanduan cenderung akan menambah dosis

rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang

diisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah

membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir

rokok tidak tersedia saat ia menginginkannya.

d) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk

mengendlikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah

menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini,

merokok sudah menjadi perilaku yang bersifat otomatis, sering kali

tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan lagi api

rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis.


b. Seksual

1) Pengertian

Hubungan seksual adalah perilaku yang dilakukan sepasang

individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis

kedalam vagina (Poltekes Depkes, 2012).

2) Kerugian seks bebas

Kerugian seks bebas pada remaja menurut Poltekes Depkes 2012 adalah :

a) Resiko menderita penyakit menular seksual, misalnya gonore, sifilis,

HIV/AIDS, herpes simpleks, herpes genetalis, dan sebagainya.

b) Remaja putri berisiko mengalami kehamila yang tidak diinginkan.

Bila ini terjadi maka berisiko terhadap tindakan aborsi yang tidak

aman resiko infeksi atau kematian karena perdarahan. Bila

kehamilan diteruskan, maka berisiko melahirkan bayi yang

kurang/tidak sehat.

c) Trauma kejiwaan (depresi, rasa rendah diri, rasa berdosa karena

berzina).

d) Remaja putri yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan.
3) Faktor yang menyebabkan melakukan seks bebas

Faktor-faktor yang menyebabklan remaja melakukan

hubungan seksual pranikah menurut Poltekes Depkes (2012) yaitu :

a) Adanya dorongan biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual

merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem

reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena

dari luar, misalnya dengan membaca buku atau menonton

film/majalah yang menampilakan gambar-gambar tersebut melalui

telepon genggam dan akan selalu dibawa dalam setiap langkah

remaja.

b) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi

oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang

memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah,

karena mengingat ini merupakan dosa berat yang harus

dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang Mahakuasa.

Namun, keimanan ini dapat sirna tanpa bersisa tanpa dipengaruhi

oleh obat-obatan misalnya psikotropika. Obat ini akan

mempengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilai-

nilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah.

c) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya kemampuan atau mempunyai konsep yang salah

tentang kesadaran reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena

masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit


tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya

topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak (remaja).

Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi

menjadi sangat kurang.

d) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah

sangat penting untuk dipertimbangkan, karena bila tidak ada

kesempatan baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks

pranikah tidak akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja

untuk melakukan hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai

berikut.

(1) Kesibukan orangtua menyebabkan kurangnya perhatian pada

remaja.

Tuntutan kebutuhan hidup sering menjadi alasan

suami istri bekerja di luar rumah dan menghabiskan hari-

harinya dengan kesibukan masing-masing sehingga perhatian

terhadap anak remajanya terabaikan.

(2) Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara

berlebihan.

Adanya ruang yang berlebihan membuka peluang

bagi remaja untuk membeli fasilitas, misalnya menginap di

hotel atau motel atau ke night club sampai larut malam. Situasi

ini sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.


(3) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat

membuka peluang yang mendukung hubungan seksual pranilah

pada remaja.

Misalnya, dewasa ini pasangan remaja yang menginap

di hotel/motel adalah hal yang biasa, sehingga tidak

ditanyakan/dipersyaratkan menunjukkan akte nikah.

(4) Kemiskinan

Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi

remaja khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks

pranikah. Karena kemiskinan ini remaja putri terpaksa bekerja.

Namun, sering kali mereka tereksploitasi, bekerja lebih dari 12

jam sehari, pekerja di perumahan tanpa dibayar hanya diberi

makan dan pakaian, bahkan beberapa mengalami kekerasan

seksual.

c. Narkoba

1) Pengertian

Menurut para ahli (Gordon dan Gordon, 2000 dalam Agoes

Dariyo, 2004) perlu dibedakan antara pengertian istilah yang berkaitan

dengan pengguna obat-obatan (drug user), penyalahgunaan obat (drug

abuser) dan ketergantuangan obat (drug addicts).

a) Pengguna obat (drug user)

Mereka yang tergolong pengguna obat-obatan (drug user

adalah) mereka yang menggunakan obat-obatan atau alkohol dengan

tujuan untuk memperoleh kesenangan, relaksasi, melepaskan


kepenatan setelah bekerja, atau mengatasi rasa stress dan cemas

dalam hidupnya. Ciri-cirinya, mereka ini tidak hidup bergaul

maupun tidak hidup dalam lingkungan yang menggunakan obat-

obatan dan alkohol. Kehidupan pribadi maupun kehidupan keluarga

dari drug user, bukanlah orang-orang yang mengalami

ketergantungan obat dan alkohol. Mereka menggunakan obat atau

alkohol mungkin hanya saat menghadapi suatu masalah dalam

hidupnya, tetapi dalam keseharian mereka tidak menggunakannya.

Jadi disini obat-obatan atau alkohol, sebagai sarana pelarian pada

saat menghadapi masalah hidup saja.

b) Penyalahgunaan obat (drug abuser)

Penyalahgunaan obat-obatan adalah mereka yang dalam

hidupnya, memang memiliki masalah dengan obat-obatan dan

alkohol, yakni baik secara fisik, mental, emosional, maupun

spiritual. Dalam kehidupan sehari-hari mereka telah terkondisikan

sedemikian rupa, sehingga mereka selalu menggunakan

obat/alkohol. Mungkin mereka hanya menggunakan obat/alkohol itu

2-3 hari sekali atau seminggu sekali, namun mereka tidak dapat

menghentikan kebiasaan itu. Mereka secara kognitif, tahu bahwa

obat-obatan atau alkohol itu dapat menyebabkan suatu masalah

dalam kehidupan, namun mereka tidak mampu mengontrol diri

untuk tidak menggunakannya. Mereka tidak dapat membayangkan

hidup tanpa obat dan alkohol. Karena itu mereka tidak dapat bergaul

dengan orang-orang yang tidak menggunakan obat/alkohol.


Biasanya, pergaulan mereka pun bersama dengan pengguna

obat/alkohol.

c) Ketergantungan obat (drug addicts)

Addiction berasal dari kata addict, yang berati

ketergantungan terhadap sesuatu. Addiction mengandung pengertian

ketergantungan terhadap sesuatu. Jadi secara harfiah drug addistion

berarti ketergantungan terhadap obat-obatan. Gordon dan Gordon

(2000) dalam Agoes Dariyo (2004) menganggap ketergantungan

obat-obatan atau alkohol merupakan suatu gangguan atau penyakit

individu yang bersifat fisik, mental dan emosional, sehingga

individu merasa tidak mampu menghentikan kecenderungan untuk

menggunakan obat/alkohol itu.

2) Karakteristik pengguna atau penyalahgunaan narkoba

Secara umum, seorang ahli psikolog, Kartono (1992) dalam

Agoes Dariyo (2004) mengungkapkan karakteristik orang yang

mengalami ketergantungan obat, yakni :

a) Mempunyai keinginan yang tak tertahankan untuk menggunakan

narkoba, sehingga berupaya memperoleh dengan cara yang halal.

b) Cenderung menambah dosis sesuai dengan toleransi tubuh.

c) Menjadi ketergantungan secara psikis dan fisik, akibatnya individu

merasa kesulitan untuk lepas dari kebiasaan tersebut.


3) Jenis-jenis pecandu

Ketergantungan obat atau alkohol, secara singkat, dapat

disebut sebagai pecandu. Gordon dan Gordon (1999) dalam Agoes Dariyo

(2004) membedakan 5 jenis pecandu yakni :

a) Pecandu derelict

Pecandu derelict adalah para pecandu yang berasal dari

orang-orang pinggiran, seperti orang jalanan atau pecandu jalanan,

peminta-minta, pengamen, pengemis, orang-orang kumuh. Mereka

ini kalau mengalami sakaw, mungkin karena tidak memiliki cukup

uang untuk membeli obat atau alkohol, maka mereka dapat

menggantinya dengan menggunakan lem, minum arak tradisional

(ciu, oplosan bodrek, coca-cola/sprite/bir). Jumlah mereka berkisar

5% dari total pecandu.

b) Pecandu kronis

Pecandu kronis adalah mereka yang setiap kali

menggunakan obat atau alkohol, selalu mengalami high, fly, atau

mabuk. Setiap harinya, mereka berusaha untuk menggunakan obat

atau alkohol untuk mencapai high/fly. Bagi mereka tiada hari tanpa

narkoba.

c) Pecandu periodik

Pecandu periodik yaitu mereka yang menggunakan obat /

alkohol, secara periodik, berkala yakni pakai-berhenti, pakai-

berhenti. Mereka ini akan berhenti untuk beberapa saat guna

membuktikan pada diri mereka/ orang lain bahwa mereka adalah


pecandu murni, karena mereka bisa berhenti. Namun beberapa

waktu kemudian, mereka akan menggunakan narkoba lagi.

d) Pecandu situasional

Mereka yang tergolong pecandu situasional adalah mereka

yang menggunakan narkoba pada situasi tertentu. Bukan sembarang

situasi, tetapijenis sitiasi yang darurat, dramatis/traumatis, ketika

menggunakan narkoba itu. Misalnya saat merasa kecewa, stress,

sedih, bosan total (bete).

e) Pecandu sosial

Tipe pecandu ini hidup normal dan penggunaannya hanya

untuk kehidupan sosial, artinya bersama dengan orang lain. Mereka

sering kali menggunakan narkoba hanya pada malam minggu, akhir

minggu, pesta atau situasi sosial lainnya. Para pecandu ini seringkali

sulit diidentifikasi (dikenali) dan seringkali mereka terdiri atas para

penguasa, orang-orang yang sukses, orang-orang penting/selebritis.

4) Dampak penggunaan narkoba

Secara umum ada 2 dampak yang ditimbulkan dari

penyalahgunaan narkoba menurut Agoes Dariyo (2004) yaitu :

a) Kepribadian adiksi (addiction personality)

Individu yang mengalami kepribadian adiksi ditandai

dengan suka menyembunyikan tindakan/ motif perilaku, berpura-

pura, berbohong, menipu, ingkar janji. Secara intelektual, individu

akan mudah lupa, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga


menimbulkan penurunan kapasitas berpikir dan penurunan

kemampuan mengambil keputusan.

b) Gangguan kesehatan tubuh

Gangguan kesehatan bagi pengguna narkoba yakni adiksi

(ketergantungan), infeksi paru, infeksi jantung, penularan penyakit

hepatitis C, B dan AIDS/HIV, impotensi, kecacatan pada bayi,

kematian karena overdosisi dan infeksi.

5) Upaya mengatasi pengguna narkoba

Orang-orang yang telah mengalami ketergantungan obat,

umumnya sulit untuk ditangani oleh seorang profesional dalam waktu

singkat. Penanganan individu yang ketergantungan, haruslah melalui

sebuah tim yang terdiri atas medis, psikolog, ulama, pekerja sosial,

perawat maupun anggota keluarga. Karena itu, seorang ahli tidak dapat

mengerjakan sendiri dan perlu kerja sama antardisiplier

keilmuan/profesional, sehingga diperoleh pemulihan dan kesembuhan

yang maksimal (Agoes Dariyo, 2004).

6) Pengobatan narkoba

Para ahli memandang bahwa individu yang telah mengalami

ketergantungan obat, sebenarnya ia memiliki masalah yang cukup

kompleks. Maka proses penyembuhannya pun, harus melalui beberapa

tahap, di antaranya dengan pengobatan adiksi, pengobatan infeksi dan

pengobatan rehabilitasi menurut Agoes Dariyo (2004).


a) Pengobatan adiksi

Mereka yang telah mengalami ketergantungan obat-alkohol,

darah dan sel-sel dalam tubuhnya telah mengandung racun/zat yang

berasal dari obat alkohol tersebut. Karena itu, secara fisiologis,

tubuh dalam individu selalu merasa kehausan atau kelaparan

terhadap obat alkohol itu, dan individu tak mampu untuk

menghentikan secara total. Untuk menghilangkan racun itu, seorang

dokter akan melakukan detoxinasi yakni upaya untuk menetralisasi

seluruh racun dalam darah individu, dengan cara meminum obat-

obatan tertentu. Dengan cara itu, darah yang terkontaminasi dengan

zat obat atau alkohol akan normal/netral kembali.

b) Pengibatan infeksi

Individu yang mengalami ketergantungan obat-alkohol,

pernah melakukan injeksi oabt ke dalam tubuhnya dengan melalui

jarum suntik. Tidak terasa, ternyata hal itu menimbulkan infeksi

kulit, infeksi paru-paru, atau jantungnya. Maka dokter pun, perlu

mengobati infeksi-infeksi tersebut.

c) Rehabilitasi

Kemudian, individu yang telah disembuhkan dari

ketergantungan maupun infeksi tersebut., ditindaklanjuti dengan

mengikuti program-program rehabilitasi yang tersusun secara secara

sistematis. Mereka ditangani secara multi-disipliner profesional baik

dari dokter, psikolog, ulama. Program-program dalam rehabilitasi

ini, bertujuan memberdayakan ex-pecandu untuk memiliki modal

pengertian dan pemahaman diri, sehingga dapat merasa siap mental


rohaniah guna menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial. Dengan

demikian, mereka tidak terpengaruh lagi untuk menggunakan

obat/alkohol.

Anda mungkin juga menyukai